Anda di halaman 1dari 10

A.

Disfungsi Seksual

Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas, disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006). Disfungsi seksual adalah gangguan di mana klien mengalami kesulitan untuk berfungsi secara adequate ketika melakukan hubungan seksual. Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi apabila ada gangguan dari salah satu saja siklus respon seksual. Disfungsi seksual, juga disebut Disfungsi Psikoseksual, ketidakmampuan seseorang untuk mengalami gairah seksual atau untuk mencapai kepuasan seksual di bawah kondisi yang tepat, sebagai hasil dari baik gangguan fisik atau, lebih umum, masalah psikologis. Bentuk yang paling umum dari disfungsi seksual secara tradisional telah diklasifikasikan sebagai impotensi (ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis ) dan frigiditas (ketidakmampuan wanita untuk mencapai gairah atau orgasme selama hubungan seksual ). Karena istilah-istilah impotensi dan frigiditas--telah mengembangkan konotasi merendahkan dan menyesatkan, mereka tidak lagi digunakan sebagai klasifikasi ilmiah, yang telah digantikan oleh hal yang lebih spesifik, namun, kedua istilah tetap dalam pemakaian umum, dengan berbagai arti dan asosiasi (lihat frigiditas , impotensi ). Neurofisiologi fungsi seksual tidaklah sederhana dan melibatkan beberapa jalur berganda dan neurotransmiter. Antidepresan dapat mempengaruhi fungsi seksual manusia melalui beraneka mekanisme. Beberapa studi dan literatur me-nunjukkan bahwa antidepresan dapat memicu disfungsi orgasme melalui penghambatan adrenergik alfa,antikolinergik atau pengaruh serotonergik. Tipe disfungsi seksual yang dilaporkan meliputi impotensi, penurunan libido, kelainan ejakulasi pada lakilaki, dan kelainan orgasme pada wanita. Fase 1. Hasrat/Dorongan Disfungsi Gangguan dorongan seksual hipoaktif, gangguan keengganan seksual, dll Gangguan rangsangan seksual pada wanita, gangguan erektil laki-laki (impotensi), Gangguan Orgasmik perempuan, gangguan orgasmik laki-laki, ejakulasi prematur, disfungsi seksual lain karena kondisi medis umum/zat Disforia pascasanggama, Nyeri kepala pascasanggama

2. Rangsangan (Excitement)

3. Orgasme (Orgasm)

4. Resolusi (Resolution)

Menurut The Diagnostic and Statistical Manual, Edisi keempat (DSM IV), ada tujuh kategori gangguan seksual : 1. Gangguan hasrat seksual Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka akan terjadi ganggaun dorongan seksual (GDS) (Pangkahila, 2007) 2. Gangguan rangsang seksual Gangguan ereksi pada laki-laki: ketidakmampuan sebagian laki-laki untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis sampai aktivitas seksual selesai dan keadaan ini terjadi berulang kali.Gangguan rangsangan seksual pada perempuan, ketidakmampuan sebagian perempuan untuk mencapai atau mempertahankan lubrikasi vagina dan respons keterangsangan seksual yang membuat vagina membesar sampai aktivitas seksual selesai dan keadaaan ini terjadi berulang kali. 3. Gangguan Orgasme Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme yang bersifat persisten atau berulang setelah memasuki fase rangsangan (excitement phase) selama melakukan aktivitas seksual.Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu penyakit SSP seperti multiple sklerosis, parkinson, dan lumbal sympathectomy. Penyebab psikis yaitu kecemasan, perasaan takut menghamili, dan kejemuan terhadap pasangan. Pria yang mengalami hambatan orgasme tetap dapat ereksi dan ejakulasi, tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan. 4. Gangguan nyeri seksual Sexual pain disorder adalah nyeri genital yang berulang kali terjadi, baik yang dialami oleh laki-laki maupun perempuan sebelum, selama, atau setelah hubungan seksual.Dyspareunia adalah rasa nyeri/sakit atau perasaan tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual. Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada kelamin. Ini berarti terjadi penularan infeksi melalui hubungan seksual yang terasa sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir pasti disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik berupa peradangan atau infeksi pada penis, buah pelir, saluran kencing, atau kelenjar prostat dan kelenjar kelamin lainnya.Vaginismus adalah spasme (kejang urat) pada otototot di pertiga luar vagina, yang terjadi diluar kehendak, yang mengganggu hubungan seksual, dan keadaan ini berulang kali terjadi.

5. Disfungsi seksual karena kondisi medis Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut: 1) Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria. 2) Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN), hiperlipidemia (kelebihan lemak darah). 3) Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis. 4) Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf. 5) Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme) dan hiperprolaktinemia. 6) Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok). 6. Disfungsi seksual akibat zat Faktor lain seperti merokok, alkohol, narkoba, serta beberapa obatobatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juaga dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat, benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium, tricyclic antidepressant (Tobing, 2006). 7. Disfungsi seksual yang tidak ditentukan Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas (kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda, sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang sekali menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006). Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Susilo, 1994, Pangkahila, 2001, 2006, Richard, 1992).

B. Definisi Alkohol Alkohol terutama dalam bentuk ethyl alcohol (etanol), telah mengambil tempat penting dalam sejarah umat manusia paling sedikit selama 8000 tahun. Saat

ini, alkohol dikonsumsi secara luas. Sama seperti obat-obat sedatif-hipnotik lainnya, alkohol dalam jumlah rendah sampai sedang bisa menghilangkan kecemasan dan membantu menimbulkan rasa tenang atau bahkan euporia. Akan tetapi, alkohol juga dikenal sebagai obat yang paling banyak disalahgunakan di dunia, suatu alasan yang tepat atas kerugian besar yang mesti ditanggung masyarakat dan dunia medis (Masters, 2002). Kandungan alkohol minuman berkisar dari 4 - 6% untuk bir, 10 15% untuk anggur, dan 40% dan lebih tinggi untuk spirit hasil distilasi. Proof (kekuatan alkohol) minuman mengandung alkohol dua kali persen alkoholnya (sebagai contoh, alkohol 40% adalah 80 proof) (Fleming et al., 2007). Di Amerika Serikat, kira-kira 75% dari populasi dewasa mengkonsumsi minuman beralkohol secara teratur. Mayoritas dari populasi peminum ini bisa menikmati efek memuaskan yang diberikan alkohol tanpa menjadikannya sebagai risiko terhadap kesehatan. Bahkan fakta terbaru menunjukkan bahwa konsumsi etanol secukupnya bisa melindungi beberapa orang terhadap penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, sekitar 10% dari populasi umum di Amerika Serikat tidak mampu membatasi konsumsi etanol mereka, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyalahgunaan alkohol. Individu-individu yang terus meminum alkohol tanpa mempedulikan adanya konsekuensi yang merugikan secara medis dan sosial yang berkaitan langsung dengan konsumsi alkohol mereka tersebut akan menderita alkoholisme, suatu gangguan kompleks yang nampaknya ditentukan oleh faktor lingkungan (Masters, 2002).

Farmakokinetika Etanol Setelah pemberian oral, etanol diabsorpsi dengan cepat dari lambung dan usus halus ke dalam aliran darah dan terdistribusi ke dalam cairan tubuh total (Fleming et al. 2007). Tingkat absorpsi paling tinggi pada saat lambung kosong. Adanya lemak di dalam lambung menurunkan tingkat absorpsi alkohol (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak alkohol di dalam darah dicapai dalam waktu 30 menit. Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar obat dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 L/kg) (Masters, 2002). Alkohol didistribusikan di dalam tubuh (terutama dalam jaringan adiposa), menyebabkan efek dilusi (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Pada dosis oral ekuivalen dari alkohol, kaum wanita mempunyai konsentrasi puncak lebih tinggi dibandingkan kaum pria, sebagian disebabkan karena wanita mempunyai kandungan cairan tubuh total lebih rendah. Di dalam sistem saraf pusat, konsentrasi etanol meningkat dengan cepat karena otak menampung sebagian besar aliran darah dan etanol melewati membran biologi dengan cepat (Masters, 2002). Lebih dari 90% alkohol yang digunakan dioksidasi di dalam hati, sebagian besar sisanya dikeluarkan lewat paru-paru dan urine (Masters, 2002). Ekskresi alkohol di dalam urine dan udara yang dihembuskan biasanya sedikit, tetapi berjumlah konstan yang berkorelasi dengan blood alcohol concentration (BAC). Hal ini merupakan prinsip yang mendasari penggunaan pemeriksaan urin dan nafas pada forensik di samping uji darah (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Orang dewasa tipikal dapat memetabolisme 7-10 g (150-220 mmol) alkohol per jam, yang ekuivalen

dengan kira-kira 10 oz bir, 3,5 oz anggur, atau 1 oz minuman keras yang disuling dengan kadar murni 80 (Masters, 2002). Pengaruh Alkohol Terhadap Sistem Endokrin dan Fungsi Seksual Walaupun banyak orang percaya bahwa alkohol dapat meningkatkan aktivitas seksual, tetapi efek yang sebaliknya lebih sering teramati. Banyak obat yang disalahgunakan termasuk alkohol mempunyai efek disinhibisi yang pada awalnya dapat meningkatkan libido. Namun, penggunaan alkohol jangka panjang dan berlebihan sering menyebabkan penurunan fungsi seksual. Alkohol dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria setelah penggunaan akut maupun kronis. Insidensi disfungsi ereksi dapat terjadi sampai pada 50% pasien alkoholisme kronis (Fleming et al., 2007). Van Thiel et al., (1978) mencatat bahwa disfungsi ereksi sangat sering terjadi di antara pasien dengan kerusakan hati yang lebih parah (Emanuele, 1998). Selain itu, banyak pecandu kronis akan mengalami atrofi testikular dan penurunan fertilitas (Fleming et al., 2007) serta pengurangan ciri seksual sekunder pria (misalnya, pengurangan rambut wajah dan dada, pembesaran payudara, dan pergeseran posisi lemak dari perut ke daerah pinggul) (Emanuele, 1998). Laporan klinis berupa ginekomastia dan atrofi testis pada pecandu alkohol dengan sirosis menghasilkan dugaan adanya kekacauan dalam keseimbangan hormon steroid (Masters, 2002). Hal ini terjadi pada 75% pria dengan sirosis alkoholik lanjut (Lloyd dan Williams 1948). Sejumlah penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa penyalahgunaan alkohol pada pria dapat menyebabkan gangguan produksi testosteron dan penyusutan testis (atrofi testis) (Adler 1992). Atrofi testis terutama disebabkan hilangnya sel-sel sperma dan penurunan diameter tubulus seminiferus (Van Thiel et al., 1974). Mekanisme yang terlibat dalam hal ini kompleks dan kemungkinan melibatkan perubahan fungsi hipotalamus dan efek toksik alkohol langsung pada sel Leydig (Fleming et al., 2007). Produk metabolisme alkohol yaitu asetaldehida memiliki sifat toksik ke sel Leydig daripada alkohol itu sendiri (Van Thiel et al., 1983; Santucci et al., 1983). Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan efek alkohol terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan dengan mengeluarkan hipofisis anterior tikus. Peneliti menumbuhkannya secara invitro dengan ada atau tidaknya alkohol. Hasilnya menunjukkan alkohol menurunkan kadar LH bahkan dengan hipofisis yang sudah terisolasi tersebut, setidaknya sebagian bertindak langsung ke hipofisis (Van Thiel et al., 1983; Santucci et al., 1983). Hal ini selaras dengan penelitian Emanuelle (1998) yang menyebutkan bahwa atrofi testis mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya adalah efek alkohol pada LH dan FSH yang merangsang pertumbuhan testis. Faktor lain yaitu karena efek alkohol yang merusak testis, serta faktor lain, seperti malnutrisi, akibat pengobatan dengan berbagai obat, dan penyalahgunaan obat-obatan selain alkohol (Emanuelle, 1998). Konsumsi alkohol juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang berperan dalam sintesis hormon kelamin jantan. Alkohol dehidrogenase yang berada pada testis, dalam keadaan normal mampu mengubah retinol menjadi retinal. Menurut

Wright (1991), alkohol menyebabkan kegagalan sintesis retinal di dalam testis. Kegagalan sintesis retinal ini akan menyebabkan gangguan spermatogenesis, karena retinal merupakan senyawa yang esensial untuk berlangsungnya spermatogenesis. Pada akhirnya hal tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah lapisan sel spermatogenik (Nugroho, 2007). Alkohol menyebabkan kegagalan hipotalamus dan hipofisis untuk mensekresikan Gonadotrophine Releasing Hormon (GnRH), FSH, dan LH (Wright, 1991; Rees, 1993), selanjutnya akan diikuti oleh kegagalan sel Leydig untuk mensintesis testosteron dan sel Sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell (Nugroho, 2007). Selain menimbulkan gangguan pada hipotalamus dan hipofisis, alkohol juga bertindak sebagai inhibitor bagi enzim 5 -reduktase. Enzim ini digunakan untuk mengubah prohormon (testosteron) menjadi bentuk aktifnya yaitu 5 dihidrotestosteron. Tidak adanya testosteron dalam bentuk aktif menyebabkan proses spermatogenesis tidak terjadi, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis. Hal ini akan menyebabkan penurunan jumlah lapisan sel spermatogenik (Nugroho, 2007). Efek Alkohol pada Sistem Reproduksi Pria Pada sistem reproduksi, alkohol dapat mengubah keseimbangan hormon reproduksi pada individu pria dan wanita. Pada individu jantan alkohol menyebabkan kerusakan jaringan testikuler dan kegagalan sintesis testosteron dan produksi spermatozoa. Penelitian pada laki-laki yang diberi alkohol 220 ml setiap hari selama 4 minggu, akan terjadi penurunan jumlah testosteron setelah 5 hari dari pemberian terakhir. Bila pemberian tersebut dilanjutkan akan menyebabkan feminisasi pada lakilaki, seperti pembesaran kelenjar susu. Alkohol juga menyebabkan perubahan struktur dan gerak tidak normal spermatozoa akibat penghambatan metabolisme vitamin A (Anonim, 2005). Penggunaan alkohol menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang berperan dalam sintesis hormon kelamin laki-laki. Alkohol dehidrogenase yang berada pada testis, dalam keadaan normal mampu mengubah retinol menjadi retinal, suatu senyawa yang penting untuk spermatogenesis. Alkohol dapat menghambat aktivitas alkohol dehidrogenase untuk membentuk retinal, sehingga 7 proses spermatogenesis terganggu. Alkohol juga menyebabkan kegagalan hipotalamus dan hipofisis untuk mensekresikan GnRH (Gonadotrophine Releasing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), dan LH (Luteinizing Hormone) (Wright, 1991). Penurunan GnRH akan menurunkan sekresi LH dan FSH. Fungsi FSH sebagai pemelihara proses spermatogenesis melalui sel Sertoli dan LH pada sel Leydig baik dalam pertumbuhan dan fungsinya dalam mensekresi hormon testosteron ikut terganggu karena pengaruh alkohol. Kelambatan pubertas, atrofi testis, disfungsi ereksi, ginekomastia, gangguan spermatogenesis, hingga infertilitas juga dapat terjadi karena pengaruh negatif minuman beralkohol (Ngadji, 2007). Alkohol juga dapat menurunkan berat kelenjar prostat dan kelenjar vesikula seminalis pada manusia dan binatang (Rees, 2005).

C. Penanggulangan Disfungsi Seksual Disfungsi seksual baik yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat mengganggu keharmonisan kehidupan seksual dan kualitas hidup, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang baik dan ilmiah. Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli (Philips, 2000). Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara keluhan terpisah (Barry, Hodges, 1987). Tetapi selain itu ada pula penanganan yang perlu di usahakan, penangananpenanganan tersebut berupa: a. Penanggulangan disfungsi seksual pada pria 1. Sediakan waktu untuk berolah raga Tidak fit merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh para lelaki yang disibukan oleh pekerjaan kantor yang berjibun. Keadaan ini tentu akan menurunkan gairah anda untuk berhubungan intim dengan pasangan anda. Jika anda ingin terbebas dari masalah ini, segeralah mengalokasikan waktu anda dalam seminggu untuk sekedar berolah raga. Olah raga akan meningkatkan kesehatan jantung anda, meningkatkan stamina dan kelenturan fisik, serta memperbaiki kondisi sirkulasi darah. Faktor- faktor tersebut merupakan faktor penting dalam upaya memuaskan pasangan anda di ranjang. 2. Perhatikan berat badan Riset membuktikan bahwa gairah seksual pada laki laki gemuk jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan laki laki yang lebih langsing. Disamping itu, perasaan anda mengenai penampilan anda saat telanjang akan berpengaruh pada gairah anda memuaskan pasangan. Anda akan merasa takut mengecewakan pasangan anda. Menjaga berat badan ideal tidak hanya berguna untuk kehidupan seksual yang lebih sehat namun juga berguna untuk kesehatan anda secara menyeluruh. 3. Periksa obat yang anda konsumsi Bagi mereka yang karena suatu keadaan harus mengkonsumsi obat obatan, anda membutuhkan konsultasi dokter bila akibat dari obat tersebut anda mengalami disfungsi seksual. Beberapa obat memang dapat menganggu

fungsi ereksi. Bila hal ini segera anda konsultasikan ke dokter diharapkan dokter dapat mencarikan obat alternatif yang tidak mempunyai efek gangguan ereksi. Jangan pernah menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter. 4. Batasi konsumsi alkohol Segelas dua gelas alkohol sehari mungkin akan dapat membuat anda lebih bergairah, namun bila lebih dari itu anda dapat mengalami gangguan ereksi. Jadi, bila anda berencana melakukan sesuatu yang indah malam nanti, sebaiknya mulai kemarin anda sudah mengurangi konsumsi alkohol. Jangan lupa, beberapa orang perempuan sangat benci aroma alkohol pada nafas anda. 5. Berhentilah merokok Selain berakibat buruk pada paru paru, otak dan organ dalam lainnya, merokok juga akan menganggu sirkulasi darah anda. Riset terakhir menyebutkan bahwa sekitar 30% dari perokok mengalami gangguan impotensi bila dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Dan jika merokok tidak baik, menggunakan narkoba jauh lebih tidak baik lagi. Sama hal dengan merokok, narkoba juga akan menyebabkan anda impoten. 6. Kurangi stress dan kecemasan Seperti disebutkan diatas, disfungsi seksual juga bisa disebabkan oleh karena faktor psikologis. Laki laki yang sedang stress dan cemas, tidak akan mempunyai gairah untuk berhubungan seksual. Jika anda ingin mengembalikan gairah seksual ke dalam hidup anda maka sebaiknya anda sudah harus mencoba bagaimana mengurangi stress dan kecemasan dalam hidup. Liburan, relaksasi, dan pemijatan merupakan beberapa hal yang dapat membantu mengurangi ketegangan hidup. 7. Berhati- hatilah makan Sesuatu yang anda makan juga dapat berimbas pada kehidupan seksual anda. Orang yang banyak mengkonsumsi gula dan makanan cepat saji akan lebih cepat menderita impoten bila dibandingkan dengan kencing manis. Racun dan bahan kimia dalam makanan juga akan menyebabkan anda merasa tidak bergairah dan tidak berenergi. Perbanyaklah meminum air putih dan perbanyak mengkonsumsi buah-buahan. b. Penanggulangan disfungsi seksual pada wanita Mencoba merubah pola kebiasaan seksual anda agar tidak membosankan, posisi tau gaya yang dapat membangkitkan seksual anda pada pasangan, dan melakukan aktivitas seksusal pada waktu yang berbeda. Untuk mencegah kekeringan pada vagina, berikan pelumas dan krim stimulan pada vagina anda selama berhubungan. Bagi anda yang mengalami manapause mintalah saran dokter, apakah bisa mengkonsumsi krim sejenis estrogen. Menggunakan alat rangsangan beberapa saat sebelum melakukan hubungan

agar dapat membantu anda mendapatkan orgasme pada saat melakukan aktivitas seks. Mandi dengan air hangat untuk melenturkan atau melemaskan vagina. Kosongkan kandung kemih anda (buang air kecil terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas seksual) Menggunakan parfum yang menenangkan dan segar sebagai daya tarik pasangan anda. Pemilihan makanan yang seimbang dan olahraga yang menenangkan, seperti melakukan senam kegel. Hilangkan perasaan stres dan olahraga yang menenangkan perasaan anda seperti yoga. Membersihkan organ intim vagina anda dengan bersih, setelah buang air kecil atau besar dari depan ke belakang. Anda juga bisa membersihkan organ intim anda dengan air daun siri atau air sari buah manjakani agar organ intim anda selalu bersih, bebas infeksi dan wangi. Mengkonsumsi air putih secara optimal, guna membuang racun dalam tubuh dan menyegarkan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Pengaruh Alkohol Terhadap Metabolisme. http://www.geocities.com/jodi_i 2002/napza. Diakses 15 September 2006 Anonim. 2005. Alcohol Metabolism. Narcocon of Oklahoma, Inc. Darby, W.J. 1979. The Nutrient Contribution of Fermented Beverages. Castineau and William J. Darby Academic Press, New York. Darmono. 2000. Toksisitas Alkohol. http://www.geocities.com/kuliah farm/farmasi_forensik/alkohol.doc. Diakses 15 September 2006 Leavell, H.R. 1958. Preventive Medicine for The Doctor in his Community. Mc Graw Hill Book Company Inc, New York. Martini, F.H. 1998. Fundamental of Anatomy and Physiology. Appleton & Lange Prentice Hall International Inc. New Jersey. Panjaitan, Ruqiah Ganda Putri. 2003. Bahaya Gagal Hamil Yang Diakibat Minuman Beralkohol. Program Pasca Sarjana IPB Bogor. Rees, T.J. 2005. The Toxicology of Male Reproduction. Literature Review in Applied Toxicology. Portsmouth University Wright, Harlan. 1991. Effect of Alcohol on the Male Reproductive System. Alcohol Health & Research World, Spring. Zakhari Samir. 2006. Overview: How is Alkohol Metabolized by the Body? National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) 5635, Fisher Lane.MSC 9304 Bethesda.

Anda mungkin juga menyukai