Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Diabetes Mellitus
1. Definisi dan Klasifikasi
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai
karakteristik ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.
17
Gambaran utamanya adalah peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya.
1,2,17
Hiperglikemia yang menetap dapat mempengaruhi
hampir seluruh jaringan di tubuh dan berhubungan dengan komplikasi
berbagai sistem organ, termasuk mata, saraf, ginjal, dan pembuluh darah.
17
Klasifikasi utama DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes
melitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak ( < 40 tahun) dan meliputi 5%
dari seluruh kasus sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia paruh
baya ( > 40 tahun) dengan puncak onset pada usia 60 tahun dan meliputi 95%
dari seluruh kasus.
2,18,19
Hampir 50% kasus DM tipe 2 tidak terdiagnosis
dikarenakan gejalanya sering tidak disadari dan fase preklinisnya berlangsung
selama 5 10 tahun.
19
Klasifikasi DM dibagi berdasarkan etiologinya. Klasifikasi yang
dipakai di Indonesia sesuai dengan klasifikasi menurut American Diabetes
Association (ADA) 2003 terbagi dalam empat kategori yaitu :
4
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Tabel 1. Tabel Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus
Tipe 1 Destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Melalui proses imunologik
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe Lain-lain o Defek genetik fungsi sel :
Kromosom 12, HNF- (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
DNA mitokondria
o Defek genetik kerja insulin
o Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Cystic fibrosis
Hemoshromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
o Endokrinopati:
Akromegali
Sindroma cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
o Karena obat/zat kimia:
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, tiazis, dilantin, interferon
o Infeksi:
Rubella kongenital dan CMV
o Imunologi (jarang):
Antibodi anti reseptor insulin
o Sindroma genetik lain:
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington
Chorea, Sindrom Prader Willi
Diabetes melitus gestasional
Sumber : Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini Dalam :
Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo dan Imam Subekti (ed). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan IV. Jakarta: FKUI. 2004;17-27.
1

5
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
2. Etiologi dan Patogenesis
Diabetes melitus dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan genetik,
penyakit iatrogenik akibat steroid, kondisi endokrin seperti hiperpituitarisma
atau hipertiroidisma serta kerusakan sel-sel pulau-pulau Langerhans akibat
inflamasi, kanker, atau pasca bedah.
18
Pada DM tipe 2 terjadi penurunan
jumlah reseptor insulin pada permukaan sel target dan penurunan aktivitas
post reseptor walaupun produksi insulin tetap berjalan. Akibatnya
kemampuan sel untuk menggunakan insulin berkurang sehingga glukosa
yang masuk ke sel akan berkurang dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
18,20
Penyebab resistensi
insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi beberapa faktor
banyak berperan, seperti obesitas terutama yang bersifat sentral, kurang gerak
badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat serta faktor keturunan
(herediter).
20
Homeostasis glukosa diatur oleh tiga proses yang berhubungan yaitu
produksi glukosa di hati, penggunaan glukosa oleh jaringan periferal (otot),
dan sekresi insulin.
21
Kadar glukosa darah yang meningkat akan memicu
sekresi insulin. Insulin akan berinteraksi dengan sel target dan berikatan
dengan reseptor insulin di permukaan sel target. Insulin dibutuhkan otot,
lemak, dan hati agar jaringan-jaringan tersebut mendapat asupan glukosa dari
darah. Kekurangan insulin atau kerja insulin akan meningkatkan akumulasi
glukosa dalam cairan jaringan dan darah.
18
Insulin tidak dibutuhkan di sistem saraf pusat maka penyandang DM
tidak terkontrol yang mengalami kekurangan insulin atau penurunan aktivitas
insulin tetap dapat menggunakan karbohidrat dalam kadar normal di otak dan
sistem saraf. Namun, jaringan lain tidak mendapat asupan glukosa yang
cukup. Peningkatan produksi glukosa dapat terjadi dari glikogen dan protein.
Maka, peningkatan kadar glukosa darah pada penyandang DM merupakan
kombinasi dari kurangnya penggunaan glukosa dan produksi berlebihan
glikogenesis dan metabolisme lemak.
18

6
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
3. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinik khas dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis umumnya akan dipikirkan
apabila ada keluhan-keluhan yang dijumpai seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.
1,3,18

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2006,
diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, jika keluhan klasik
ditemukan, dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dl. Ketiga,
bila ada keraguan perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan
mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 gr glukosa. Sampel
darah untuk pemeriksaan glukosa darah dapat diambil dari darah vena atau
kapiler.
1,3
Sebagai patokan, untuk pemeriksaan darah dalam menegakkan
diagnosis DM dapat dilihat pada tabel dari konsensus pengelolaan DM tipe 2
di Indonesia, PERKENI tahun 2006.

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Plasma vena < 100 100 199 200
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dL)
Darah kapiler < 90 90 199 200
Plasma vena < 100 100 125 126
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dL)
Darah kapiler < 90 90 99 110
Sumber : Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, Pranoto A, Arsana PM, Permana H.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta :
PB PERKENI. 2006.
3


Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai
kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1c juga mencapai kadar yang
diharapkan demikian pula status gizi dan tekanan darah.
3
Kriteria
keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 3.
7
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-100 100-125 126
Glukosa darah 2 jam (mg/dL) 80-144 145-179 180
A1c < 6,5 6,5-8 > 8
Kolesterol Total (mg/dL) < 200 200-239 240
Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100-129 130
Kolesterol HDL (mg/dL) > 45
Trigliserida (mg/dL) < 150 150-199 200
IMT (kg/m2) 18,5 -23 23-25 > 25
Tekanan darah (mmHg) 130/80 130-140/80-90 > 140/90
Sumber : Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, Pranoto A, Arsana PM, Permana H.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta :
PB PERKENI. 2006.
3


4. Komplikasi dan Manifestasi Oral
Komplikasi diabetes berhubungan dengan tingkat hiperglikemia dan
perubahan patologik di dalam sistem vaskular dan sistem saraf tepi.
18

Komplikasi diabetes terbagi atas komplikasi akut dan kronik
19,22
Komplikasi
akut berupa hypoglycaemic coma yang biasanya disebabkan oleh asupan
makanan berkurang atau kelebihan insulin, obat-obatan hipoglikemia, atau
alkohol, dan hyperglycaemic (diabetic ketoacidotic) coma yang disebabkan
oleh defisiensi relatif atau absolut insulin, infeksi, atau infark miokard.
Komplikasi kronik berupa mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
yang melibatkan mata, ginjal, sistem kardiovaskular, vaskular perifer dan
serebral.
22

Komplikasi vaskular menyebabkan mikroangiopati dan
atrelosklerosis. Kelainan mikrovaskular (mikroangiopati) dapat terjadi di
seluruh tubuh tapi sangat berbahaya jika terjadi di pembuluh darah kecil di
retina dan ginjal. Diabetic retinopathy bisa menyebabkan kebutaan. Diabetic
nephropathy bisa menyebabkan gagal ginjal. Atrelosklerosis meningkatkan
8
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
risiko ulserasi dan gangren pada kaki, hipertensi, gagal ginjal, infark miokard,
dan stroke.
18

Hiperglikemia juga merupakan faktor utama terjadinya diabetic
neuropathy. Pada ekstremitas, diabetic neuropathy dapat memicu lelah otot,
keram otot, rasa nyeri, dan rasa baal. Diabetic neurophaty juga melibatkan
sistem saraf otonom yang dapat menyebabkan disfagia, nocturnal diabetic
diarrhea, impotensi seksual, dan disfungsi kandung kemih.
18,21
Diabetes merupakan predisposisi banyak infeksi bakteri, virus, dan
jamur. Ada hubungan antara DM terkontrol buruk dengan berbagai infeksi.
19

Komplikasi oral pada DM tidak terkontrol meliputi serostomia, infeksi,
penyembuhan luka yang buruk, peningkatan insiden dan keparahan karies,
kandidiasis, gingivitis, periodontitis, abses periapikal, dan sindroma mulut
terbakar. Kejadian ini pada penyandang DM tidak terkontrol terutama
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih melalui urin, perubahan
respon infeksi, perubahan mikrovaskular, dan kemungkinan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam saliva.
18

Diabetic neuropathy menyebabkan gejala oral seperti rasa baal, rasa
terbakar, atau nyeri akibat perubahan patologis yang melibatkan saraf pada
regio mulut.
18
Neuropati sistem otonom dapat menyebabkan perubahan
sekresi saliva karena aliran saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan
parasimpatis. Penurunan laju aliran saliva bisa menyebabkan permukaan
mukosa kering yang mudah teriritasi dan bisa dihubungkan dengan sindroma
mulut terbakar. Hal ini juga mendukung lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan organisme jamur. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
terjadi peningkatan insiden oral candidiasis pada penyandang DM.
17

Perubahan laju alir saliva dan komposisi juga mengurangi faktor
penyembuhan dalam rongga mulut.
19
Kelainan pada kelenjar saliva pada penyandang DM dapat berupa
sialosis dan penurunan laju alir saliva, dengan perubahan pada komposisi
biokimia.
19
Menurut Mandel, perubahan permeabilitas membran basal
9
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
merupakan salah satu penyebab meningkatnya kadar protein pada saliva
penyandang DM.
23

B. Saliva
Saliva dalam keadaan jumlah dan komposisi normal dapat membersihkan
rongga mulut, membersihkan substansi racun yang potensial, mengatur
keasaman, menetralkan toksin bakteri dan enzim, menghancurkan
mikroorganisme, dan mempertahankan integritas gigi dan jaringan lunak
mulut.
9,18
Rongga mulut akan berubah akibat penurunan aliran saliva atau
perubahan komposisi saliva, sehingga rongga mulut akan menjadi rentan
terhadap kerusakan.
18
Saliva merupakan cairan sekresi yang kompleks. Sebanyak 93% volume
disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dan sisanya 7 % oleh kelenjar minor.
Kandungan saliva terdiri dari 99% air dan sisanya 1% terdiri dari molekul
anorganik dan organik.
24
Saliva mengandung berbagai ion termasuk sodium,
potasium, kalsium, klorida, bikarbonat, dan fosfat. Konsentrasinya bervariasi
pada saliva istirahat dan terstimualsi. Beberapa ion berkontribusi pada sifat dapar
saliva yang dapat mengurangi efek kariogenik dari produksi asam hasil dari
metabolisme bakteri makanan karbohidrat.
7
Komposisi saliva bergantung pada banyak faktor termasuk tipe kelenjar
yang mensekresi saliva. Komposisi saliva dapat dilihat dari tabel 4.
25















10
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Tabel 4. Komposisi Cairan Mulut (Saliva Total)
Tanpa stimulasi Stimulasi
Laju alir (ml/min) 0,25 0,35 1,0 3,0
pH 6,0 5,7 6,2 Hingga 8,0
Mean SD Range Mean SD Range
Anorganik
Sodium
Potasium
Kalsium
Magnesium
Chloride
Hydrogen carbonate
Fosfat
Thiocynate
Iodide (mol/l)
Fluoride (mol/l)
7,7 3,0
21 4
1,35 0,45
0,31 0,22
24 8
2,9 24
55
2,5
5,5 4,2
1,5
2 26
13 40
0,5 2,8
0,15 0,6
8 40
0,1 8,0
2 22
0,4 5,0
2 22
0,2 2,8

32 20

22 12
1,70 1,0
0,18 0,15
25 18
20 8
10
1,2
10 7
13 80
13 38
0,2 -4,7
0,2 0,6
10 56
4 40
1,5 25
0,4 3,0
2 30
0,8 6,3
Organik
Protein (g/l)
Serum albumin(mg/l)
Gamma globulin
(mg/l)
Mukoprotein (g/l)
MG1
MG2
Amilase (g/l)
Lisosim (g/l)
Proline-rich protein
(mg/l)
Histidine-rich protein
Laktoferin
Carbonic anhydrase
Fibronectin (mg/l)
Statherin (mg/l)
Karbohidrat (g/l)
Substansi kelompok
darah (mg/l)
Glukosa
Lipid (mg/l)
Kortisol (nmol/l)
Asam amino (mg/l)
Urea
Amonia









0 80
0,2 2,0
16 147

1,75
25
50
0,45


0,42
0,14










20


40
1,0 6,4
0,27 0,40
10 20
0,02 0,17
2 20
2,0 4,20
0,6 7,0
Sumber: Ferguson DB. Oral Bioscience. London: Churchill Livingstone. 1999. 6;117-150.
25

11
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Semua konsentrasi dalam satuan mmol/l kecuali ditentukan lain.
Komponen-komponen ada dalam saliva tapi untuk data tidak kuantitatif yang
telah ditemukan, ditulis tanpa data.
25
Secara kuantitatif saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor
yaitu kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis serta beberapa kelenjar
saliva minor. Kelenjar saliva mayor berperan paling besar, kelenjar ini
menghasilkan 90% dari seluruh jumlah saliva.
26
Kelenjar parotis memberikan 60
65% dari total volume saliva.
27
Kelenjar parotis memproduksi cairan yang encer
(serosa) dan lebih sedikit mengandung komponen protein.
26,28
Kelenjar saliva
submandibular memproduksi sekitar 2030% dari total saliva.
27
Sekresinya
merupakan campuran cairan serosa dan mukus.
26,29
Kelenjar sublingual
memproduksi sekitar 2-5% dari total saliva.
28
Sekresinya didominasi oleh cairan
mukus.
29
Sekresi saliva dari kelenjar mayor dan minor dikontrol oleh sistem saraf
otonom (stimulus parasimpatis dan simpatis). Sifat rangsangan juga
mempengaruhi komposisi saliva. Rangsangan parasimpatis akan merangsang
penambahan sekresi air dan elektrolit, sedangkan rangsangan simpatis akan
meningkatkan sistesis dan sekresi protein.
30


1. Fungsi Protein Saliva
Protein saliva memiliki fungsi protektif terhadap antimikroba,
lubrikasi, dan pencernaan.
7,31
Protein saliva berperan penting dalam
mengubah kolonisasi mikroba di permukaan gigi dan jaringan lunak,
memberikan barrier diantara toksin dan karsinogen dan jaringan lunak mulut,
dan mengubah struktur kimia kalsium fosfat saliva. Protein saliva juga
berperan dalam pembentukan pelikel email. Protein pada permukaan email
yang dipercaya sebagai proteksi, dan kemungkinan mempengaruhi awal
kolonisasi mikroba di gigi. Berdasarkan produksi dari asam amino dasar dan
peptida dalam saliva, saliva membantu menetralisir asam plak. Semua
aktivitas ini berkontribusi pada integritas fungsional rongga mulut dan
mendukung proteksi melawan penyakit-penyakit mulut.
31
12
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Tabel 5. Fungsi Protein Saliva dalam Rongga Mulut
Fungsi/Aktivitas Mulut Masalah yang
berhubungan
Fungsi protein
Sebagai jalan nafas Air-borne
organism
Dehidrasi
Sistem anti-bakteri
Glicoprotein water-
retaining
Berbicara Kebutuhan
untuk lubrikasi
Sistem lubrikasi
Pengecapan - Gustin
Jalan masuk untuk
pengunyahan makanan,
menelan
Organisme food-
borne
Abrasi jaringan
lunak dan keras
Toksin makanan
Sistem anti-bakteri
Lubrikasi, musin, statherin

Kontrol bakteri lokal
dan bakteri, jamur, dan
virus yang menginvasi
Kolonisasi dan
infeksi
Pengontrolan
patogen dan
komensal
Perlekatan
bakteri melawan
penghilangannya
Sistem anti-bakteri
Imunoglobulin, histatin,
glikoprotein, lisosim,
sialoperoksidase, laktoferin
Pencernaan - Hidrolisis tepung dan lemak
: amilase dan lingual lipase
Proteksi dan perbaikan
jaringan lunak
Toksin,
karsinogen,
protease
degradatif
Faktor pertumbuhan
jaringan cystatin inhibitor
protease lapisan barrier
protektif yang kaya musin
Proteksi dan perbaikan
jaringan keras
Mineral email
berpotensi untuk
larut; kerusakan
email akibat
asam
membutuhkan
remineralisasi
Secara biologis mengontrol
protektif dan perbaikan
lingkungan anorganik,
distabilisasi oleh statherin,
acidic proline-rich dan
protein pelikel
Pembentukan pelikel - -
Pembentukan asam plak Kontrol plak pH Asam amino dasar dan
peptida
Sumber: Edgar WM. Saliva and Oral Health.2nd ed. London: British Dental
Association.1996:106.
31

13
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Polipeptida dan protein disintesis dan dikeluarkan oleh sel asinar.
Salah satu perbedaan diantara kelenjar saliva mayor ialah sifat dari sekresi
proteinnya. Saliva dari kelenjar sublingual diproduksi oleh sel asinar mukus
yang kaya akan glikoprotein sehingga saliva ini sangat tebal dan kental. Sel
asinar serosa dari kelenjar parotis terutama memproduksi amilase dan
proline-rich polypeptide. Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar parotis bersifat
tipis dan cair. Kelenjar submandibula mengandung campuran mukus dan
serosa. Apapun proteinnya, bila protein tersebut disintesis sepenuhnya, maka
protein tersebut akan terlalu besar untuk melewati sel membran. Oleh sebab
itu, protein harus disintesis dan disimpan dalam stuktur membran sehingga
dapat dikeluarkan dari sel dengan eksostosis.
32

2. pH Saliva
Derajat asam suatu larutan dinyatakan dengan pH yang merupakan log
negatif dari konsentrasi ion hidrogen ( pH = - log [H
+
] ) dimana pada suhu
25
o
C untuk suatu larutan netral sama dengan 7. Nilai pH akan turun dengan
naiknya kekuatan asam (pH < 7). Suatu larutan adalah basis pada pH > 7.
Beberapa contoh proses fisiologis yang dipengaruhi oleh pH adalah aktivitas
enzimatik, proses demineralisasi dan remineralisasi jaringan keras, ikatan zat
asam dan asam arang pada hemoglobin di dalam eritrosit.
14
Di dalam serum dan plasma sel, pH dijaga agar tetap konstan tetapi di
dalam cairan sekresi eksokrin, seperti urin dan saliva, derajat asam berbeda-
beda. Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva menentukan
pH dan kapasitas dapar saliva. Nilai pH saliva tergantung dari perbandingan
antara asam dan konjugasi basa yang bersangkutan. Derajat asam dan kapasitas
dapar terutama dianggap disebabkan oleh susunan bikarbonat yang naik dengan
kecepatan sekresi. Komposisi-komposisi saliva lainnya seperti fosfat (terutama
HPO
4
2-
) dan protein, hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas
dapar.
14,32,33
Kapasitas dapar saliva penting dalam menjaga pH saliva dan plak.
Menurut Bardow et al., kapasitas dapar saliva keseluruhan tanpa stimulasi dan
14
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
dengan stimulasi melibatkan tiga sistem dapar utama.
34
Sistem dapar saliva
yang paling penting adalah asam karbonat atau sistem bikarbonat. Peningkatan
konsentrasi asam karbonat akan menyebabkan lebih banyak karbon dioksida
yang dilepaskan dari saliva. Bikarbonat saliva meningkatkan pH dan kapasitas
dapar saliva, terutama selama stimulasi.
34
Sistem dapar yang kedua yaitu sistem
fosfat yang berkontribusi pada kapasitas dapar saat laju aliran rendah.
Mekanisme aksi dapar fosfat disebabkan kemampuan ion fosfat sekunder
HPO
4
2-
untuk mengikat ion hidrogen dan membentuk ion H
2
PO
4
-
.
34
Menurut
Tenovuo dan Lagerlof, sistem dapar yang ketiga adalah protein. Pada pH yang
rendah, kapasitas dapar saliva ditentukan makromolekul (protein) yang
mengandung rantai ikatan H.
34

Konsentrasi protein dalam saliva hanya sekitar sepertigapuluh dari
plasma sehingga terlalu sedikit asam amino yang ada untuk memberi efek
dapar yang signifikan pada pH normal.
32
Protein hanya menyumbang 1% untuk
menentukan kapasitas dapar saliva sedangkan bikarbonat menentukan 85%
kapasitas dapar dan untuk 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat.
26
Urea pada
saliva dapat digunakan oleh mikroorganisme rongga mulut sehingga
menghasilkan amonia yang dapat menetralkan asam dari produk akhir
metabolisme bakteri.
14,33
Protein dalam saliva (terutama sialin) juga dapat
meningkatkan pH.
24,32,33

Faktor yang Mempengaruhi pH Saliva
Derajat asam dan kapasitas bufer saliva selalu dipengaruhi perubahan-
perubahan, yang dapat disebabkan oleh :
a. Irama siang dan malam
Pada saat bangun tidur (keadaan istirahat), pH saliva tinggi tetapi
kemudian cepat turun. Pada seperempat jam setelah makan (stimulasi
mekanik) pH saliva tinggi tetapi biasanya turun kembali dalam waktu 30
60 menit. pH saliva agak naik sampai malam, tetapi setelah itu turun.
14


15
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
b. Diet
Diet kaya karbohidrat akan menaikan metabolisme produksi asam
oleh bakteri-bekteri mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan
bakteri akan membangkitkan pengeluaran zat-zat basa, seperti amonia.
14
c. Perangsangan kecepatan sekresi
pH dan kapasitas bufer saliva naik dengan naiknya kecepatan
sekresi.
14
Kecepatan sekresi saliva langsung mempengaruhi derajat asam di
dalam mulut dan dengan demikian mempengaruhi demineralisasi gigi-
geligi.
14
Aksi dapar saliva bekerja lebih efisien selama laju alir tinggi
terstimulasi tapi hampir tidak efektif selama periode laju alir rendah saliva
tanpa stimulasi.
7

Derajat Asam Ludah pada Keadaan Istirahat
pH saliva total yang tidak dirangsang biasanya agak asam, bervariasi
dari 6,4 6,9. Konsentrasi bikarbonat pada saliva-istirahat adalah rendah,
sehingga sumbangan bikarbonat kepada kapasitas dapar paling tinggi adalah 50
%, sedangkan pada saliva yang dirangsang dapat menyumbang 85 %.
14
Pada
keadaan istirahat pH saliva total terutama ditentukan oleh pH saliva mukus,
misalnya oleh musin dan peptida kaya histidin.
14


Beberapa penelitian melaporkan bahwa terjadi perubahan pH saliva
pada penyandang DM.
11-13,15,16
Penurunan pH saliva disebabkan oleh
penurunan laju alir saliva yang akan menyebabkan sekresi bikarbonat
berkurang.
14,33
Pada penyandang DM tipe 2, penurunan pH saliva dapat
disebabkan oleh penurunan laju alir saliva atau oleh aktivitas mikroba.
11

Peningkatan konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi glukosa
dalam saliva kelenjar parotis yang menyebabkan glukosa dalam saliva ini akan
dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan asam. Di lain pihak pada
penyandang DM juga terjadi mikroangiopati yang menyebabkan kerusakan
pembuluh darah kecil sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel darah, protein dan
plasma yang terjadi juga di pembuluh darah di mulut; protein tersebut akan
dimetabolisme oleh bakteri mulut menghasilkan basa.
15
15
16
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
C. Kerangka Teori



17
Vaskular Neuropati
ototnom
Renal Infeksi
Perubahan laju
alir saliva
Perubahan protein total saliva
Perubahan membran dasar
sel asinar
Perubahan pH
saliva
Karies gigi
Diabetes Mellitus tipe 2
Kelenjar saliva
Pembentukan
kalkulus
Infeksi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai