Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang sangat pesat pada zaman ini banyak menimbulkan permasalahan lingkungan. Masalah yang paling utama yang dihadapi oleh industri sekarang adalah pencemaran lingkungannya yang bersumber dari pembuangan limbah dari kegiatan industri. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan makhluk disekitarnya, sehingga masalah pencemaran lingkungan ini menjadi salah satu hal yang paling krusial. Pencemaran lingkungan sering pula dikaitkan dengan keberadaan industri. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan industri yang melibatkan penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya terutama limbah industri. Apabila limbah industri tersebut terlepas ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut, maka bahan-bahan tersebut akan susah diurai oleh mikroorganisme di lingkungan pembuangannya. Seperti yang kita ketahui bahwa limbah merupakan hasil sampingan dari proses industri. Limbah ini berupa padatan, cairan ataupun gas yang semuanya memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bahkan bisa berakibat fatal bagi masyarakat setempat bila terkonsumsi. Oleh karena itu, industri perlu memiliki penanganan atau pengolahan yang baik mengenai limbah industri. Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi. Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendirisendiri atau secara kombinasi. Pada kesempatan kali ini, penulis akan lebih membahas mengenai pengolahan limbah secara fisika. PT. Unitex lahir dari Presiden Direktur Mr. S. Okabe karena pada tahun tersebut belum ada perusahaan yang dapat dijadikan contoh dalam pengolahan air limbah. Kemudian
rancang bangunnya dilaksanakan oleh perusahaan induknya di Jepang, yaitu Unitika Ltd. Dalam perkembangan selanjutnya terus mengalami perbaikan dan penambahan sejalan dengan peningkatan produksi. PT. Unitex merupakan pabrik tekstil terpadu. Proses produksinya meliputi pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), pencelupan (dyeing) dan penyelesaian akhir (finishing). Sumber utama air limbah PT. Unitex berasal dari proses pewarnaan, yaitu pada kegiatan pemberian warna dan pencucian kain. Sumber air limbah kedua dihasilkan oleh kantin, yaitu dari kegiatan pencucian bahan makanan dan perlengkapan memasak. Selain itu, air limbah juga dihasilkan dari proses penenunan, yaitu pada kegiatan pemberian kanji pada benang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Sumber air limbah yang masuk ke IPAL Jenis Kegiatan Pewarnaan/pencelupan Kantin Penenunan Banyaknya air yang masuk ke IPAL (m3/bulan) 46635 2546 10824 Sumber: Neraca Penggunaan Air PT. Unitex tahun 2010 Karakteristik air limbah tekstil PT. Unitex warnanya sangat pekat cenderung tidak berbau. Air limbahnya memiliki suhu 40-450C. Kandungan padatan tersuspensi (TSS) sebesar 80-180 mg/L. Debit air limbah maksimum yang dikeluarkan adalah 5000 m3/hari dan debit air limbah yang biasa dikeluarkan adalah 2000 m3/hari. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui proses fisika dan alat-alat yang digunakan dalam pengolahan air limbah industri; 2. Mengetahui pengolahan air limbah industri di PT. Unitex; dan 3. Menjelaskan pengolahan air limbah secara fisika di PT. Unitex.
BAB II LITERATUR STUDI PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen, sieves, dan filter; pemisahan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (sedimentasi atau oil/water separator); serta flotasi, adsorpsi, dan stripping. Pemisahan padatan-padatan dari cairan atau air limbah merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat, serta mengurangi resiko rusaknya peralatan akibat adanya kebutuhan ( clogging) pada pipa, valve, dan pompa. Proses ini juga mengurangi abrasivitas cairan terhadap pompa dan alat-alat ukur, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap biaya operasi dan perwatan peralatan. Ada dua prinsip utama yang dapat diterapkan dalam pemisahan padatan. Prinsip pertama adalah screening, sieving, dan filtrasi. Prinsip kedua adalah penggunaan gaya gravitasi (sedimentasi, flotasi, dan sentrifugasi). 2.1 Screening Screening biasanya merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan sebagainya. Screen terdiri atas batangan-batangan besi yang berbentuk lurus (straight) atau melengkung (curved) dan biasanya dipasang dengan tingkat kemiringan 75 o-90o terhadap horizontal. Efektifitas proses tergantung pada jarak antar bar (batangan-batangan besi). Pada screen halus (fine screen) jarak antar bar berkisar antara 5 mm-15 mm, pada medium screen antara 15 mm-50 mm, dan pada screen kasar (coarse screen) lebih dari 50 mm (Siregar, 2005).
Gambar 1 Screening
2.1.1 Bar Screen Bar screen adalah unit operasi yang pertama-tama dijumpai dalam bangunan pengolahan air limbah. Saringan ini pada prinsipnya adalah suatu peralatan dengan bukaan, yang biasanya seragam dalam ukurannya, dan digunakan untuk menahan benda-benda kasar yang terdapat dalam air limbah. Saringan bar berfungsi untuk menahan dan menyaring bendabenda keras dan besar seperti ranting kayu, potongan kayu, dan sampah serta mencegah rusaknya saringan berikutnya. Bar screen diletakkan pada posisi terawal pengolahan untuk mencegah masuknya material kasar ke unit pengolahan (Siregar, 2005).
Gambar 2 Bar Screen 2.1.2 Curved Screen Curved screen beroperasi secara otomatis dan terutama dipasang pada saluran yang dangkal. Kelebihan peralatan ini adalah pada luas permukaan yang lebih besar. Pembersihan dilakukan dengan satu atau lebih sikat pembersih yang salah satu ujungnya diikat pada posisi horizontal. Scrapper membuang padatan hasil screening ke samping, yakni ke dalam bak penampungan yang dapat dipindah-pindahkan atau ke dalam ban berjalan yang bergerak dan membawa padatan hasil screening ke bak penampungan (kontainer) (Siregar, 2005).
2.1.3 Straight Screen Otomatis Straight screen otomatis terdiri atas batangan-batangan besi dengan penampang segi empat atau trapezoidal untuk mencegah terjadinya kemacetan sistem pengambilan padatan hasil screening. Screen biasanya dipasang pada kemiringan 80o terhadap horizontal. Bagian atas bar disambungkan dengan besi atau beton. Sistem penggarukan bekerja secara reciprocating, mengangkat padatan, dan membuangnya ke dalam bak penampungan dibawahnya. SIstem otomatis dilakukan oleh level control yang mendeteksi perbedaan antara permukaan air di depan dan di belakang bar screen atau dapat juga dengan penggunaan timer yang menjalankan motor elektrik secara teratur.
Gambar 4 Straight Screen Otomatis 2.1.4 Basket Screen Basket screen biasanya digunakan dalam saluran pembuangan yang sangat sempit. Bahan-bahan yang tertahan di dalam basket diambil dengan cara menaikkan basket. Selama proses pembersihan, penyaringan dilakukan oleh bar screen sementara.
2.1.5 Step Screen Cara kerja step screen hampir menyerupai tangga berjalan (elevator) yang banyak dijumpai di pertokoan. Peralatan ini terdiri atas step shaped, screen electrical motor, gear box, rantai, empat buah roda eksentrik, dan batangan penghubung. Semua sampah yang tertahan akan dibawa ke atas dan dibuang dengan sendirinya pada bagian atas screen.
Gambar 6 Step Screen 2.1.6 Screening Press Alat ini sering digunakan bersama step screen, untuk memadatkan padatan hasil screening pada tekanan 100 bar sehingga volume padatan turun menjadi 70% dari volume awal.
Gambar 7 Screening Press 2.2 Grit Chamber Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa, serta untuk melindungi pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan overloading.
Gambar 8 Grit Chamber 2.2.1 Grit Removal Grit removal didasarkan pada kecepatan horizontal air yang melalaui saluran. Sistem ini kurang baik karena kecepatan sebesar 0.3 m/s tidak dapat dijamin konstan setiap saat. Namun, tipe ini dapat diperbaiki untuk memperoleh kecepatan yang konstan, yaitu dengan menambahkan weir. Bentuk weir bervariasi, ada yang segiempat, trapesium, dan segitiga.
Gambar 9 Grit Removal dengan weir berbentuk segiempat 2.2.2 Circular Grit Removal Grit masuk ke dalam grit removal dari bagian samping dan mengendap di tengahtengah tangki. Grit yang berada di tengah-tengah bak diambil dengan menggunakan pompa atau air lift untuk dipindahkan ke tempat penyaringan (gravity drying tanks). Kecepatan aliran masuk berkisar antara 0.7-1.0 m/s dan kecepatan aliran keluar sebesar 0.8 m/s. Secara teoritis waktu tinggal tidak lebih dari 45 detik.
Gambar 10 Circular Grit Removal 2.2.3 Aerated Grit Chamber Air yang mengalami aerasi akan menyebabkan terjadinya arus perputaran pada air limbah, sehingga kecepatan pada bagian bawah grit chamber konstan. Dengan demikian, tidak akan terjadi pengendapan zat-zat organik. Kedalaman minimum yang diperlukan untuk menjamin terjadinya perputaran air secara vertikal adalah 2 m, dengan laju udara masuk sebesar 10-25 m3/m.jam. Sistem ini juga sering digunakan dalam pemisahan oli.
Gambar 11 Aerated Grit Chamber 2.3 Sieves Berbeda dengan screen yang menggunakan bar, strainer menggunakan anyaman kawat logam atau plastik, ataupun pelat berlubang (perforated plate). Ukuran bukaan biasanya berkisar antara 0.02 mm atau lebih kecil. Peralatan ini biasanya digunakan dalam proses industri untuk mengembalikan bahan-bahan yang masih bermanfaat. Saringan halus dijaga agar tetap bersih dan sistem pembersihan sebaiknya menggunakan sistem otomatis. Beberapa jenis strainer yang tersedia di pasaran adalah curved, static, strainer, roatry strainer, band strainer, dan spiral strainer.
2.3.1 Curved Strainer Curved strainer terbuat dari batangan-batangan baja tahan karat yang berukuran kecil-kecil dan disusun secara horizontal, dapat berbentuk lurus atau bergelombang dengan penampang berbentuk segitiga. Air limbah didistribusikan pada bagian atas screen yang memiliki kemiringan secara bertahap, dari 60o hingga 45o dari atas ke bawah. Dengan cara tersebut, pemisahan, pengaliran air, pencucian, dan pemindahan padatan dapat berjalan dengan baik. Pengoperasian tipe peralatan ini cukup aman dan banyak digunakan dalam pabrik pulp dan kertas, pabrik pengepakan, serta rumah pemotongan hewan.
Gambar 12 Curved Strainer 2.3.2 Rotary Strainer Rotary strainer terdiri atas screen bulat yang terbuat dari anyaman kawat logam atau pelat besi berlubang-lubang dengan sumbu horizontal. Air limbah mengalir dari bagian dalam ke bagian luar. Apabila peralayan ini merupakan mikrostrainer, biasanya digunakan untuk menurunkan konsentrasi suspended solid pada air limbah yang akan dibuang ke badan air.
2.3.3 Spiral Sieves Spiral sieves adalah alat penyaringan yang halus. Alat ini menjadi satu dengan sistem dewatering atau dapat juga langsung dipasang pada saluran air limbah. Sistem ini hampir dapat dikatakan bebas maintenance. Spiral tanpa shaft ini dilengkapi dengan sikat yang dapat mencegah terjadinya penyumbatan.
Gambar 14 Spiral Sieves 2.3.4 Band Strainer Tipe ini dapat menangani kapasitas yang besar dan bervariasi. Prinsip kerja alat ini adalah mengambil padatan dengan gerakan yang kontinu dan perlahan-lahan. Padatanpadatan yang terambil selanjutnya dipindahkan oleh sikat-sikat atau scrapper yang terdapat pada bagian atas peralatan. 2.4 Equalisasi Equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki performance proses-proses selanjutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya proses-proses selanjutnya. Pada dasarnya, equalisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah, sehingga dapat masuk ke dalam IPAL secara konstan. Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal akan sangat bervariasi menurut tipe pengolahan limbah yang dilakukan, karakteristik sistem pengumpulan, dan jenis air limbah. Volume bak equalisasi harus dibuat lebih besar dari hasil penentuan secara teoritis. Biasanya volume ditambahkan berkisar antara 10-20% dari volume teoritis.
Gambar 15 Bak Equalisasi 2.5 Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Proses ini bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah, misalnya kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur (pada pengentalan lumpur).
Gambar 16 Bak Sedimentasi 2.6 Flotasi Flotasi seperti halnya sedimentasi, dimana flotasi berguna untuk memisahkan padatand dari air. Unit flotasi digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan densitas air, sehingga cenderung mengapung. Oleh karena itu, dalam proses ini perlu ditambahkan gaya ke atas dengan memasukkan udara ke dalam air.
2.6.1 Air Flotation Air flotation merupakan flotasi alamiah yang dibantu dengan memasukkan gelembung udara ke dalam air. Gelembung udara yang berukuran 2 mm-4 mm dimasukkan dengan menggunakan blower. Jika menghendaki hasil yang lebih baik, dapat digunakan gelembung udara yang berukuran 0.5 mm-1.0 mm yang dimasukkan dengan menggunakan diffuser.
Gambar 17 Air Flotation 2.6.2 Dissolved Air Flotation Pada dissolved air flotation, udara dilarutkan ke dalam air dengan tekanan beberapa bar, kemudian dilepaskan pada tekanan atmosfer sehingga menghasilkan gelembung udara halus dengan ukuran 40 mm-80 mm.
BAB III PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) PT. Unitex dibangun pada tahun 1988 di atas tanah seluas 4000 m2 dan mampu mengolah limbah tekstil lebih dari 2000 m3/hari. Proses pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap pemprosesan, yaitu: 1. Proses primer, dimana proses ini merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi: a). penyaringan kasar, b). penghilangan warna, c). ekualisasi, d). penyaringan halus, dan e). pendinginan. 2. Proses sekunder, dimana proses ini terdiri dari proses biologi dan sedimentasi. 3. Proses tersier, proses ini merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi. Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan mencemari lingkungan. Biaya investasi pembangunan instalasi ini hanya sekitar 2% dari total investasi atau sekitar 2,5 milyar rupiah. Sistem pengolah limbah yang digunakan merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi lanjutan (extended aeration). Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4, dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.
Gambar 19 Unit pengolahan limbah tekstil kapasitas 200 m3/hari 3.1 Proses Primer 3.1.1 Penyaringan Kasar Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisasisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
3.1.2 Penghilangan Warna Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m3) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu: pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan. Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
Gambar 22 Bak pengendapan (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat 3.1.3 Ekualisasi Menurut Siregar (2005), kolam ekualisasi berfungsi untuk menyetarakan laju alir, karakteristik air limbah, mengurangi biaya proses selanjutnya, dan memperbaiki performance proses selanjutnya. Kolam ekualisasi PT. Unitex dibuat dengan kapasitas sekitar 2000 m3 dengan kedalaman 4 m agar daya tampung terhadap air limbah tersebut mencukupi.
3.1.4 Penyaringan Halus Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus (screening) untuk menyaring semua padatan kecil berupa serat-serat kapas dan sisa-sisa dari proses pengkanjian, yang dapat mengganggu dalam proses biologi. PT. Unitex memiliki dua buah screen dan keduanya berfungsi dengan baik. Screen ini berbentuk persegi panjang berukuran 1x2 m yang diposisikan miring dengan derajat kemiringan 45o dan jarak antar lubang sebesar 1 mm. Pengecekan dan pembersihan pada saringan ini dilakukan secara teratur setiap hari. Hal ini harus dilakukan karena kotoran pasti akan menumpuk setiap terjadi proses screening terhadap air limbah. Pembersihan dilakukan dengan cara menyemprotkan air pada bidang miring, kemudian mengambil kotoran berupa padatan kecil hasil saringan. Setelah melalui proses screening, air limbah dialirkan ke menara pendinginan (cooling tower).
3.1.5 Pendinginan (Cooling Tower) Menara pendingin (cooling tower) yaitu suatu bagian IPAL yang digunakan untuk menurunkan suhu air limbah awal menjadi suhu air limbah yang optimal, yakni antara 29-30oC. Hal ini dilakukan karena suhu dari air limbah PT. Unitex adalah sekitar 40-45oC. Suhu yang terlalu tinggi ini akan mempengaruhi bahkan menghambat pada proses selanjutnya, yaitu proses biologi. Hal ini karena mikroorganisme aerobik yang terdapat pada proses biologi tersebut tidak mampu hidup pada suhu yang tinggi.
Gambar 26 Menara pendingin (colling tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi 3.2 Proses Sekunder 3.2.1 Proses Biologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Hal ini karena pada bak oval, tidak memerlukan blower sehingga dapat menghemat biaya listrik. Selain itu, perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang. Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.
Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,52,5 ppm, MLSS berkisar 40006000 mg/l, dan suhu berkisar 2930oC.
Separator
Gambar 27 Bak aerasi beserta separator 3.2.2 Proses Sedimentasi Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat MLSS meter.
Gambar 28 Bak sedimentasi setelah dari bak aerasi 3.3 Proses Tersier Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (Volume 2 m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m 3) dengan menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok. Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine.
Gambar 31 Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan 3.4 Proses Pemanfaatan Lumpur Padat 3.4.1 Mesin Pemeras Lumpur (Belt Filter Press) Lumpur yang berasal dari proses sedimentasi dipompa menuju bak penampungan lumpur, kemudian dialirkan dengan gaya gravitasi menuju mesin Belt filter press untuk dikeluarkan kandungan airnya. Tujuan proses pengeluaran air lumpur adalah untuk menghilangkan sebanyak mungkin air yang terkandung dalam lumpur tersebut. Mesin Belt filter press merupakan alat yang digunakan oleh PT. Unitex untuk memeras lumpur.
Pengeluaran air dari lumpur yang dapat dilakukan dengan alat Belt filter press melalui dua tahap, yaitu: 1. Daerah pengeluaran air (Draining Zone) Pada daerah ini lumpur mengalir dan tersebar secara merata di atas lembaran wire. Pengeluaran air dilakukan tanpa tekanan, hanya mengandalkan gaya gravitasi sampai mencapai kadar padatan tertentu. Selanjutnya lumpur memasuki daerah pengeringan bertekanan. 2. Daerah pengeringan bertekanan (Pressing Zone) Air keluar dari lumpur dengan cara dijepit di antara dua belt atau wire sambil ditekan oleh rol secara bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat sejalan dengan mengecilnya rol. Pada saat dijepit, air diperas ke luar sampai akhir daerah bertekanan yang selanjutnya memasuki daerah pengelupasan lumpur dari belt atau wire. Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai antara 30-40% (kandungan air 6070%) untuk lumpur kimia. Sedangkan 22-30% (kandungan air 70-78%) untuk lumpur biologi. Pengkondisian lumpur dengan menambahkan polimer perlu dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah proses pemerasan atau pengeluaran air dari lumpur. Lumpur yang dihasilkan mesin ini disebut dengan sludge cake yang nantinya akan dikirim kepada pihak ketiga. Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan tersier, yaitu : Unit 1 adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi. Unit 2 adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem lumpur aktif. Unit 3 adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi. Unit 4 adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan. Unit 5 adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pengolahan air limbah secara fisika di PT. Unitex dapat disimpulkan bahwa proses fisika dan dalam pengolahan air limbah industri terdiri dari screening (misalnya alat bar screen), grit chamber (misalnya alat grit removal), sieves (misalnya alat spiral sieves), equalisasi (alatnya bak equalisasi), sedimentasi (alatnya bak sedimentasi), dan flotasi. Proses pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap pemprosesan, yaitu proses primer (penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi, penyaringan halus, dan pendinginan), sekunder (proses biologi dan sedimentasi), dan tersier (proses lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi). Pengolahan air limbah secara fisika di PT. Unitex secara keseluruhan terdiri dari penyaringan kasar, ekualisasi, penyaringan halus (screening), pendinginan (cooling tower), proses sedimentasi, dan belt filter press. 3.2 Saran Bagi penulis dan pembaca diharapkan lebih memahami lagi proses fisika pada perusahaan tekstil, khususnya PT. Unitex. Bagi pihak perusahaan diharapkan melakukan pengolahan limbah secara berkelanjutan agar air limbah dapat memenuhi criteria baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA Krisna Habib. 2011. Pengolahan limbah tekstil dengan sistem lumpur aktif di PT. Unitex [tesis]. Bogor. Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Neraca Penggunaan Air PT. Unitex. 2010 Siregar. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kansius. Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Tchobanoglous. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse/Metcalf & Eddy,Inc. 3rd Edition. New York: McGraw-Hill.
LAMPIRAN