Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energy bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan. Sumber energy primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Pengalihan energi juga berlangsung melalui sederetan organisme yang memakan dan yang dimakan di dalam rantai makanan maupun jaring-jaring makanan. Daur energi dan aliran energi ini berlangsung dalam ekosistem. Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba, aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi energi. Energi dapat diartikan sebagai kemampuan kerja. Energi diperoleh organisme dari makanan yang dikonsumsinya. Cahaya matahari merupakan sumber energi utama kehidupan. Tumbuhan berklorofil memanfaatkan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Organisme yang menggunakan cahaya untuk mengubah zat anorganik menjadi zat organik disebut organisme fotoautotrof. Organisme yang menggunakan energi yang didapat dari reaksi kimia untuk membuat makanan disebut organisme kemoautotrof. Golongan organisme autotrof merupakan makanan penting bagi organisme heterotrof. Organisme heterotrof adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri, misalnya manusia, hewan, dan bakteri tertentu. Makanan organisme heterotrof berupa organik yang sudah jadi. Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan

bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain. Dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer, ke konsumen tingkat tinggi sampai ke tingkat saproba. Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas. Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengetahuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai produktivitas dan cara penghitungannya. Hal ini akan memberikan sisi positif terkait dengan ekosistem itu sendiri. 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana model-model piramida ekologi dalam ekosistem? 2. Bagaimana produktivitas primer dan sekunder dalam ekosistem? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui model-model piramida ekologi dalam ekosistem 2. Mengetahui produktivitas primer dan sekunder dalam ekosistem

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Piramida Ekologi Menurut Odum (1993) dalam ekosistem, setiap jenis makhluk hidup menduduki tingkat tertentu dalam hal sumber makanan atau sumber energi. Interaksi dari fenomena rantai pangan (kehilangan energi dari tiap pemindahan) dan hubungan metabolisme ukuran menyebabkan komunitas memilki stuktur tropik tertentu, yang seringkali khas untuk tipe ekosiisten tertentu (danau, hutan, lapangan penggembalaan, dst). Struktur trofik dapat diukur dan dilukiskan baik dalam segi standing crop per satuan areal atau dalam bentuk energi yang diikat per satuan areal per satuan waktu pada tingkat-tingkat trofik yang berurutan. Struktur trofik dan juga fungsi trofik dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggnakan piramida ekologi dalam mana tingkat tingkat pertama atau tingkat produsen merupakan dasar dari tingkat-tingkata berikutnya yang membentuk puncaknya. Ada tiga macam piramida ekologi, yaitu sebagai berikut : 1. Piramida Jumlah Tiap-tiap dari piramida ini menyatakan jumlah organisme untuk tingkat trofik tersebut, misalnya piramida jumlah dari suatu padang rumput di suatu tempat. Luas padang rumput yang diselidiki adalah satu hektar. Pada tingkat trofik ke-1 adalah produsen seperti belalang yang terdiri atas 5.842.428 rumpun rumput. Tingkat trofik ke-2 merupakan konsumen ke-1 (K1), berupa hewan-hewan herbivora seperti belalang, ulat, dan serangga lainnya sebnayak 708.626 ekor. Tingkat trofik ke-3 adalah konsumen ke-2 yaitu laba-laba, semut, dan serangga pemakan hewan lainnya sebanyak 354.902 ekor. Tingkat trofik ke-4 merupakan konsumne ketiga (KIII) berupa hewan karnivora dan omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan), seperti ualar dan burung sebnyak 4 ekor. Dari uraiana diatas dapat kita ketahui bahwa makian tinggi tingkat trofik makin kecil jumlah individu, sehingga diperoleh piramida jumlah seperti di bawah ini.

Gambar piramida jumlah (Soemarwoto, 2001) Tipe ini menunjukkan jumlah relatif organisme pada suatu area dengan melihat hubungan antara predator dan mangsanya. Pelopor teori ini adalah Charles Elton (ahli ekologi inggris) pada abad ke 20. Jumlah organisme dihitung dalam satuan luas area tertentu. Di dalam piramida jumlah semakin tinggi tingkat trofik organisme semakin sedikit jumlahnya dilingkungan. Produsen mmeilki jumlah paling bnayak di lingkungan. Produsen berada di tingkat paling bawah. Jumlah produsen lebih banyak dari konsumen primer. Konsumen primer ditempatkan diatas produsen. Dan konsumen sekunder ditempatkan siatas konsumen primer karena jumlah konsumen primer lebih banyak dari konsumen sekunder. Piramida jumlah memiliki kelemahan dan kelebihan dalam penyusunannya yaitu sebagai berikut. Kelebihan: Data pembutaan piramida jumlah individu relatif mudah dikumpulakan . penyusunan piramida jumlah menjadi lebih cepat selesai. Kelemahan : Piramida tipe ini disusun berdasarkan jumlah organismenya tanpa memperhatikan ukuran tubuhnya. Pada area tertentu terutama di wilayah terestrial (darat) seringkali bentuk piramida tipe ini menjadi aneh. Contoh kasus, jumlah produsen pada suatu area tercatat hanya 2 buah pohon besaar. Jumlah pohon tersebut memang sedikit tetapi peran pohon sebagai produsen memenuhi kebutuhan rantai makanan di lokasi tersebut. jumlah pohon yang lebih sedikit dari onsumen membuat bagian dasar piramida mengecil. Seperti yang digambarkan berikut.

Gambar kelemahan bentuk piramida jumlah (tutorvista.com) 2. Piramida Biomassa Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam

memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah taksiran massa organisme (biomassa) yang mewakili tiap tingkat trofik pada waktu tertentu. Masa kering tipa individu dalam suatu ekosistem ditimbnag dan dicatat. Ukuran yang digunakan biasanay menggunakan gram (massa kering organisme) per satuan luas (g/m2 atau kg/ha). Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.

Gambar contoh piramida biomassa (Randa, 2009)

Piramida biomassa juga memliki kekurangan serta kelebihan yaitu sebgai berikut. Kelebihan : Mampu menunjukkan hubungan kuantitatif massa organisme (biomassa) dalam suatu ekosisitem . hubungan ini tidak bisa diamati ketika menggunakan piramida jumlah. Kekurangan : Piramida tipe ini disusun dengan memperhatikan ukuran tubuh organisme. Pada area akuatis (periaran) bentukpiramida biomasaa menjadi terbalik. Produsen di area akuatis didominasi oleh kelompoak alga dan fitoplankton, jumlah produsen ekosisitem akuatis memang berlimpah tetapi total biomassanya tidak mamapu melebihi total biomassa konsumen I yang terdiri dari kelompok ikan-ikan kecil da udang-udangan. Biomassa konsumen II yang terdiri dari ikan-ikan besar jugamelebihi konsumen I, kondisi ini bla digambarkan akan membentuk piramida yang terbalik.

Gambar kelemahan bentuk piramida biomassa (tutorvista.com) 3. Piramida Energi Tiap bagian dari piramida energi ini menyatakan banyaknya aliran energi untuk tingkat trofik. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Piramida energi tidak pernah ditemukan dalam keadaan terbalik. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurangnya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut. 1. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya.

2. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah. 3. Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisms, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi. Pada piramida energi penurunan sejumlah energi tiap-tiap tingkatan trofik juga dicatat. Seperti pada transfer energi ada sejumlah kecil energi (10%) yang dialirkan ke tingkat trofik berikutnya dan ada sejumlah besar energi (90%) yang dilepas ke lingkungan. Secara umum konsumen hanya mampu memanfaatkan 10% energi yang diperoleh dari organisme yang berada pada tingkat trofik di bawahnya. Karena sebagian besar energi terbuang sebagai panas.

Gambar contoh piramida energi (tutorvista.com) Piramida energi meiliki kelebihan dan kekurangan dalam penyusunannya sebagai berikut. Kelebihan: Piramida energi adalah piramida ekologi yang paling ideal diantara jenis piramida ekologi lain. Piramida tipe ini mampu memebri gambaran menyeluruh mnegenai sifatsifat fungsional komunitas yang terjadi pada komponen biotik suatu ekosistem. Piramida energi juga menunjukkan kecepatan arus makanan melalaui rantai makanan. Bentk piramida energi tidak dipengaruhi oleh ukuransuatu organisme dan kecepatan metabolisme individu.

Kelemahan : Tiap organisme yang ditetapkan hanya diperuntukkan untuk satu tingkat trofik. Padahal untuk beberapa organisme, tingkat trofik dapat bervariasi sesuia dengan apa yang dimakannya. Menurut Odum (1993) Ddri ketiga tipe piramida ekologi itu piramida energi memberikan gambaran keseluruhan yang terbaik mengenai sifat fungsional komunitaskomunitas karena jumlah dan berat organisme yang daapt didukung pada tingkat manapun dan dalam keadaan apapun tidak tergantung pada banyaknya energi yang didikat yang ada pada satu saat tertentu dalam tingkat yang ada dibawahnya tetapi lebih tergnatung pada laju pada masa pangan itu dihasilkan.berlainan dengan piramida jumlah dan biomassa yang merupakan keadaan dari gambaran tegakan, yakni organisme-organisme yang terdapat pada suatu saat tertentu , piramida energi merupakan laju lalu lintas masa makanan melalui rantai pangan. Bentuknya tidak dipengaruhi oleh keanekaragaman dalam ukuran dan laju metabolik individu-individu, dan jika semua sumber diperhatikan bentuknya harus berdiri tegak disebabkan hukum kedua termodinamika. 2.2 Produktivitas Manfaat utama dari energi matahari yang bisa sampai ke permukaan bumi adalah untuk kepentingan tumbuhan hijau yang dalam proses kehidupan tumbuhan, dikenal dengan istilah fotesintetis dan repirasi . Dalam proses fotosintesis , organisme autotrof memanfaatkan 50% dari radiasi matahari yang diterima dan diefesiensi pemanfaatan energi yang diserap oleh autotrof kurang lebih 1% (Ondum, 1993). Tumbuhan hijau berfontosintesis selama kurang lebih 10 jam per hari dalam waktu siang hari. Jika intensitas radiasi matahari dalam kondisi maksimal, maka faktor yang menjadi pembatas efektivitas proses fotosintesis adalah ketersedian air ,CO2 dan unsur hara lainnya dari lingkungan. Di dalam setiap komunitas terdapat organisme yang mampu hidup maupun benda mati yang menunjang proses kehidupan dimana merupakan kejadian yang mengubah bentuk energi pada berbagai komponen. Salah satu proses tersebut dalah metabolisme. Hasil dari kegiatan metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan Biomassa. Penimbunan Biomassa itu disebut produksi (Odum, 1993). Produksi selama priode waktu tertentu disebut produktivitas. Menurut Hardjosuwarno (1990), setiap komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi mahluk hidup memiliki produktivitas yang meliputi produktivitas sekunder dan primer. Menurut Djumara (2007), di dalam suatu ekosistem

dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen. Produktivitas pada produsen disebut produktivitas primer (dasar), sedangkan pada konsumen disebut produktivitas sekunder. 2.2.1 Produktivitas Primer Produktivitas primer adalah kecepatan tumbuhan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Produktivitas primer dapat di golongkan menjadi dua, antara lain. 1) Produktivitas primer kotor Produktivitas primer kotor dalah kecepatan total fotosintesis atau total jumlah energi terlambat oleh fotosintesis unit area per unit waktu disebut juga produktivitas primer kasar (GPP). Tidak semua produktivitas disimpan sebagai bahan organik tetapi sebagian akan digunakan oleh tumbuhan untuk proses respirasi sellulernya. 2) Produktivitas primer bersih Produktivitas primer bersih (NPP) adalah kecepatan penyimpanan bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pertumbuhan. Produktivitas primer bersih memiliki kegunaan sangat penting untuk memahami sebuah ekosistem karena hal itu dapat menggambarkan energi yang tersedia bagi seluruh komponen dalam rantai makanan maupun jarring makanan. Produktivitas komunitas bersih yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik yang tidak di gunakan oleh heterotrof selama atau musim pertumbuhan. Nilai produktivitas adalah selalu berupa laju karbon atau aliran energi dan di nyatakan sebagai gram biomassa (atau kalori). Berat kering material tumbuhan yang ada pada sembarang titik dalam waktu disebut biomassa atau fitomassa. Nilai efesiensi adalah ratio energi output terhadap energi input pada berbagai titik proses pertumbuhan. Terdapat tiga hal penting dalam nilai efesien, yaitu. a. Efesien eksploitasi Efesien eksploitasi berkaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk memegat cahaya. b. Efesiensi asimilasi (quantum yield) Efesiensi asimilasi (quantum yield) berkaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk merubah radiasi yang terserap ke dalam fotosintetat dan di pengaruhi oleh resintensi hasil asimilasi,CO2 , ketersediaan air dan cahaya, temperature dan lain-lain. c. Efesiensi produksi

Efesiensi produksi merupakan kapasitas ukuran bersih untuk mengubah fotosintat ke dalam pertumbuhan dan reproduktif biomassa dan tidak dipakai untuk proses respirasi. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu (J/mr/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, dan karena kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat. Produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yg terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Secara garis besar produktivitas primer ekosistem alami dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: 1) Relatif tidak produktif, termasuk di dalamnya: lautan terbuka dan padang pasir. Produktivitasnya lebih rendah dari 0,1 gram/m/hari. 2) Produktivitas medium, meliputi: padang rumput semi kering, pantai laut, danau dangkal, dan hutan di tanah kering. Harga produktivitasnya berkisar antara 1-10 gram/m/hari. 3) Sangat produktiv, meliputi: estuaria, sistem koral, hutan lembab, paparan aluvial, dan daerah pertanian yang intensif. Produktivitasnya antara 10-20 gram/m/hari. 2.2.2 Produktivitas Sekunder Produktivitas sekunder adalah kecepatan organisme heterotrof atau konsumen mengubah energi kimia menjadi simpanan energi kimia baru. Konsumen dapat menggunakan bahan organik yang tersimpan pada organisme autotrof (produsen) sebagai bahan makanan. Dari bahan makanan tersebut konsumen mendapatkan energi yang akan dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas hidup dan disimpan dalam bentuk makanan cadangan. Misalnya: ayam memakan biji jagung, berarti energi kimia yang tersimpan dalam biji jagung berpindah ke ayam. Perpindahan energi biasanya akan melepaskan sedikit energi dalam bentuk panas. Sebagian energi kimia yang dimakan oleh ayam akan digunakan untuk kegiatan hidupnya dan sebagian lagi akan disimpan dalam jaringan sebagai energi potensial berupa bahan makanan cadangan. Kemudian ayam akan dimakan oleh ular dan selanjutnya ular akan dimakan oleh burung elang. Burung elang akan mati lalu diuraikan oleh pengurai dan pengurai memperoleh energi kimia terakhir yang terkandung pada tubuh burung elang yang mati.

Dengan demikian produktivitas sekunder akan menjadi berkurang pada saat terjadi perpindahan energi dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya, sehingga energi kimia yang tersedia bagi konsumen tingkat tertinggi semakin berkurang. Artinya semakin pendek suatu rantai makanan, semakin sedikit kehilangan energi yang dapat digunakan, sehingga produktivitas sekunder makin besar. Tabel. Produktivitas Primer Pada Beberapa Kelompok Komponen Vegetasi Kelompok komponen Vegetasi Biomass (g/m2) Produktivitas primer bersih (g/m2,thn) Pohon (bagian batang dan tajuk) Perdu (bagian batang dan tajuk) Semak dan herba (bagian batang dan tajuk) Pohon (bagian akar) Perdu (bagian akar) Semak dan herba (bagian akar) Total ( Sumber : Odum, 1993) 2.2.3 Metode Pengukuran Produktivitas Menurut Odum (1993), beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas antara lain. 1) Metode panen Merupakan cara mengukur dengan memanen seluruh organ vegetasi secara pereodik menurut periode waktu yang di pilih . hasil panen kemudian di ovenkan pada suhu 8000C sampai pada suatu saat bobotnya konstan , dan bobot ini di nyatakan sebagai bobot kering oven(g/m2/thn). 2) Mengukur oksigen Metode di gunakan untuk menentukan produktivitas pada vegetasi perairan metode ini menggunakan teknik botol terang dan gelap. Kedua botol tersebut di isi air dan danau pada kedalaman tertentu, setelah itu di bawah ke laboratorium untuk penentuan kadar CO2 yang terdapat pada air tersebut. Penurunan O2 pada botol yang gelap di sebabkan oleh kegiatan respirasi dan peningkatan O2 dalam botol yang terang dengan 10.194 1.196 3.325 305 1 260 73 4 6.403 158 2 796 61 2

penurunan O2 pada botol yang gelap menyatakan produktivita kotor. Sehingga selisi antara O2 dalam botol terang dengan botol gelap merupakan produktivitas bersih. 3) Metode karbondioksida Metode ini dilakuna dengan memanfaatkan gas selama fotosintesis atau pembebenasannya selama respirasi yang di ukur dengan analisa gas infra merah atau dengan memasukan gas melalui air Ba(OH)2 dan menitrasikannya, dengan melakukan eksperimen dalam kamar terang dan gelap, kemudian dapat di keluarkan produksi bersih dan kotor di dalam suatu kamar yang di terangi., fotosintesis dan respirasi berlangsung bersama dan CO2 yang muncul dari kamar adalah gas atmosfer yang tisak terpakai di tambah gas yang berasal dari respirasi bagian tumbuhan-tumbuhan di dalam kamar gelap, selama gas CO2 di sebabkan oleh respiraso dengan demikian , produktivitas besih sama dengan produktivitas kolor di kurang respirasi. 4) Metode klorofil Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis di kenal sebagai rasio asimilasi atau laju produksi per gram klorofil jadi, rasio asimilasi merupakan perbandingan antara bobot O2 yang di hasilkan per jam(gram/jam) di bagi dengan bobot klorofil (g). Cara pengukuran produktivitas primer bersih adalah dengan pengukuran laju fotosintesis jaringan bersih jaringan fotosintesis di kurangi laju repirasi

nonfotosintesis. Produktivitas primer bersih (NPP) di ukur dengan NPP=(Wt-1 Wt ) + D + H

perhitungan pertubahan-perubahan biomassa melalui waktu.

Dimana. Wt-1 : adalah perbedaan biomassa antara dua waktu panen D : adalah biomassa yang hilang karena dekomposisi H : adalah Biomassa yang di makan oleh herbivora selama periode antara panenan Produktivitas dapat di nyatakan sebagai g per m2 per tahun atau jika kandungan kalori material di ketahui sebagai cal/m2/thn. Analisis dimensi adalah cara lain perkiraan produktivitas dalam satuan dimana volume tumbuhan individu sangat besar atau pertumbuhan kembali begitu lambat dan kerusakan luas terjadi karena proses memanen dalam pot. Teknik ini di dasarkan pada beberapa parameter yang mudah diukur seperti tinggi tumbuhan diameter setinggi dada atau volume tumbuhan dapat di korelasi dengan biomassa. Produksi akar dan serasah sangat penting untuk di perkirakaan dan diukur. Beberapa peneliti membagi

biomassa atau produktivitas menurut letaknya terhadap substrat yaitu biomassa di atas substrat (meliputi batang, helaian dan pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat meliputi akar, dan rhizome (Dedi, 2009). Tunas-tunas fotosintetik pada tumbuhan merupakan organ penting untuk berproduksi. Namun banyak hasil fotosintesis ditranslokasikan ke bawah tanah, di mana hasil fotosintesis tersebut mendukung pertumbuhan akan dan disimpan. Menurut Mcnaughton dan Wolf (1998), siklus tahunan biomassa tumbuhan di atas dan di bawah tanah mengarah kepada hubungan terbalik. Selama musim pertumbuhan, ketika biomassa di atas tanah meningkat cepat, biomas di bawah tanah umumnya cenderung menurun. Sedangkan pada akhir musim, biomassa di bawah tanah umumnya meningkat kembali karena kelebihan produksi yang dihasilkan tunas-tunas kemudian dipindahkan ke bawah. 2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi struktur dan komposisi komunitas, jenis dan usia tumbuhan, serta peneduhan sedangkan faktor eksternal meliputi cahaya, karbohidrat, air, nutrisi, suhu, dan tanah, serta herbivora. 1. Faktor Eksternal a) Suhu Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol

reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton. b) Cahaya Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Panjang gelombang dan intensitas cahaya sangat berperan terhadap proses fotosintesis. Pada tumbuhan berklorofil gelombang cahaya merah dan biru diserap , sedangkan gelombang cahaya hijau dipantulkan. Atau tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Beda halnya pada tumbuhan yang menyerap energi cahaya oleh pigmen coklat dan pigmen biru seperti pada ganggang, maka cahaya hijau dapat diserap. Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi gula dengan efisiensi 20% sedangkan pada cahaya terang hanya 8%. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat merusak klorofil. Apabila faktor yang diperlukan berada dalam keadan optimal, jumlah cahaya yang dipakai sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (dengan jumlah klorofil yang ada). Tumbuhan yang hidup pada habitat dengan intensitas cahaya tinggi akan teradaptasi dengan mempunyai jaringan aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Sebaliknya pada tumbuhan yang teradaptasi dengan cahaya lemah, jumlah jaringan aktif untuk fotosintesis rendah atau jumlah klorofil rendah. Pengaruh intensitas cahaya pada tumbuhan jenis C3 dan C4 berbeda, yang mana tanaman C3 merupakan tanaman yang jenuh cahay pada intensitas yang jauh di bawah penyinaran matahari penuh sedangkan tanaman C4 intensitas cahaya mendekati penyinaran penuh. Tanman C3 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil berasal dari pengikatan atau fiksasi karbon yaitu 3-karbon asam organik yang berasal dari proses karboksilasi dan pemecahan dari molekul aseptor 5-karbon. Contoh tanaman C3 adalah tanaman pada umumnya. Tanaman C4 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil dari fotosintesis adalah 4-karbon asam organik yang berasal dari proses karbosilaksi molekul aseptor 3-karbon. Contoh

tanaman C4 adalah tanaman berpembuluh seperti rumput-rumputan. Laju produktivitas neto/bersih pada tanaman C4 biasanya tinggi diatas tanaman C3. Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah. c) Air, curah hujan dan kelembaban Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem. d) Nutrien Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun

bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadangkadang membatasi produktivitas. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan. e) Tanah Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007). Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ). f) Herbivora Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari

produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton

dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. 2. Faktor Internal 1) Struktur dan Komposisi Komunitas Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda. 2) Jenis dan Umur Tumbuhan Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya. Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan. 3) Peneduhan Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi

cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala. 2.2.5 Proses-Proses Dasar Produktivitas Produktivitas primer bersih ditentukan oleh perbedaan relatif dari hasil fotosintesis dengan materi yang dimanfaatkan dalam proses respirasi. Berikut merupakan proses-proses dasar yang terlibat dalam produktivitas,yaitu. 1) Proses Fotosintesis Proses ini hanya memanfaatkan sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang diubah menjadi energi kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas. Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain seperti lignin, selulosa, lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi 7.000 kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan. Sekitar 70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energi secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat. Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi harian, tumbuhan menggunakan 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto yang diperoleh ekosistem 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada

ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.

2) Proses Respirasi Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama pada tempat terendah cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75% tergantung jenis dan usia tumbuhan. 2.2.6 Metode untuk Penentuan Produktivitas Primer Caracara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting mengingat proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya di lakukan secara tidak langsung , berdasarkan pada : jumlah substansi yang di hasilkan, atau jumlah matrial yang di pakai, atau jumlah hasil sampingannya. Satu hal yang perlu di ingat bahwa proses fotosintesis berada dalam keseimbangan dengan respirasi. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat , karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini dalam skala tahunan. Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sebagai berikut : 1) Metode penuaian Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produktivitas primer bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana. Tetapi dapat pula di gunakan untuk ekosistem lainya dengan syarat tumbuhan tahunan predominan dan tidak terdapat rerumputan. Untuk ini paling baik mencuplik produktivitas pada satu seri percontohan(cuplikan)selama satu musim tumbuh. Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang didalam air. Bagian yang di potong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan prodiktivitas primer di nyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat kering/ m2 /tahun.metode ini menunjukkan perubahan berat kering selama priode waktu tertentu. Metode penuian memeng tidak cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan misalnya perubahan biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga berkurangnya fitoplankton oleh hewan

pada tropik diatasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan. Metode penuaian ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi kesalahan yang meliputi sistem akar harus termasuk dalam perhitungan, begitu juga dengan adanya hewan herbivora. 2) Metode penentuan oksigen Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan dalam penentuan produktivitas. Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya. Dua contoh air yang mengandung ganggang di ambil pada kedalaman yang relatif sama. Satu contoh di simpan di dalam botol bening dan satunya lagi pada botol yang di cat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi sebelumnya ditentukan, kemudian di simpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan tempat pengambilan air tadi. Kedua botol tadi di biarkan selama satu sampai 12 jam. Selama itu akan terjadi perubahan kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol yang hitam terjadi proses respirasi yang menggunakan oksigen, sedangkan pada botol yang bening akan terjadi baik fotosintesis maupun respirasi. Diasumsikan respirasi pada kedua botol relatif sama. Dengan demikian produktivitas pada ganggang dapat di tentukan. Metode ini memiliki kelemahan, yaitu hanya dapat di lakukan pada produsen mikro dan asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama adalah kurang tepat. 3) Metode pengukuran karbondioksida Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat di pergunakansebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus di perhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat di pakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan. Ada dua tehnik atau metode utama yaitu. a. Metode ruang tertutup Metode ini biasanya di gunakan untuk sebagian atau seluruh tumbuhan kecil (herba,perdu pendek). Dua contoh di pilih dan di usahakan satu sama lainnya relatif sama. Satu contoh di simpan dalam kontainer bening dan satunya lagi di simpan dalam kontainer gelap(tertutup lapisan hitam). Udara dibiarkan keluar-

masuk pada keedua kontainer melalui pipa yang sudah di atur sedenikian rupa dan mempergunakan pengisapan udara dengan kecepatan aliran udara tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan keluar kontainer di pantau. Dengan cara ini karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama dengan jumlah yang di hasilkan dalam kontainerr gelap di tambah dengan jumlah yang di pakai dalam kontainer bening /terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi karbondioksida sebagai hasil respirasi,dan pada kontainer bening karbondioksida di pakai dalam proses fotosintesis daan juga adanya produksi akibat adanya respirasi. Metode ini juga memiliki kelemahan seperti pada metode dengan penentuan oksigen dan meningkatnya suhu dalam kontainer (seperti rumah kaca)sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi. b. Metode aerodinamika, metode ini maksudnya menutupi kelemahan kelemahan pada metode ruang tertutup. Karbondiaksida yang diukur diambil dari sensor yang di pasang pada tabung tegak dalam komunitas, dan satunya lagi di pasang lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan konsentrasi karbondioksida di atas dan didalam komunitas dapat di pakai sebagai indikasi dari produktivitas. Pada malam hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi respirasi, sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis. Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbon dioksida yang di manfaatkan dalam fotosintesis. 4) Metode radioaktif Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraa produktivitas. Tehnik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem. 5) Metode penentuan klorofil Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan. Mulamula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton

harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya di saring dengan menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan rendah. Filter yang mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan semalam, dan selanjutnya di sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung klorofil di keringkan dan di timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit area. Pengukuran klorofil juga bisa di lakukan dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Bila rasio asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui, maka produktivitas primer kotor dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai tipe ekosistem.

Gambar. Skematis Produktivitas (Dedi, 2009).

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Energi yang dilepaskan ke lingkungan dalam setiap tingkat trofik mencapai 90% dan hanya 10% yang digunakan untuk kehidupan. Dengan demikian terjadi pemborosan energi. Oleh karena itu, semakin jauh jarak transfer energi dari matahari, semakin kecil aliran energinya 2. Piramida ekologi menggambarkan perbandingan jumlah makhluk hidup yang menepati setiap tingkat trofik pada suatu ekosistem, yang terdiri dari piramida jumlah individu, piramida jumlah biomassa, dan piramida energi 3. Produktivitas dibedakan menjadi dua, yakni produktivitas primer (pada produsen) dan produktivitas sekunder (pada konsumen). 4. Produktivitas dapat diukur menggunakan beberapa metode diantaranya metode panen, metode oksigen, metode karbondioksida dan metode klorofil. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas secara garis besar terdiri atas faktor ekternal (Suhu, cahaya, air, curah hujan, kelembaban, nutrien, tanah, herbivora) dan faktor internal (struktur dan komposisi komunitas, jenis dan umur tumbuhan, serta peneduhan). 6. Proses-proses dasar produktivitas adalah fotosintesis dan respirasi.

DAFTAR RUJUKAN: Anonim. 2010. Ekosistem.

http://www.google.com/urlFsumberbelajar%2Fbahanajar%2FEkosistem_1.pdf. (online) diakses 24 januari 2014. Biosmada. 2012. Piramida Ekologi.

https://docs.google.com/viewer?pid=explorer&srcid=BA1kNyD7fdMgL64&a=v& rel=rar;r1;PIRAMIDA+EKOLOGI.pdf (online) diakses 25 januari 2013 Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan) Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa, Fungsi dan Peranan. http://web.ipb.ac.id/Dedi, (Online), diakses tanggal 25 Desember 2014. Djumara, Noorsyamsa. 2007.Modul 3 Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah (Environmental Assesment and Management). Jakarta. Hardjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press. Irwan, Zoeraini. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi.Jakarta Mcnaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press. Wiharto, M. 2007. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. Randa. 2009. Ekosisitem.

http://www.google.com/url?sahttp%3A%2F%2Franda.net63.net%2Fratripdf%2Frr EKOSISTEM.pdf (online) diakses 24 januari 2014. Rasosoedarmo, S. Dkk. 1986. Pengantar Ekologi. Remaja karya CV: Bandung Soemarwoto O., 2001. Ekologi, Ligkungan Hidup dan pembangunan . Jakarta. Penerbit Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai