Anda di halaman 1dari 3

Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011



19
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
Aplikasi Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern
Dr. dr. Arijanto Jonosewojo, SpPD, FINASIM
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Poliklinik Obat Tradisional Indonesia
RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pendahuluan
Jamu merupakan ramuan asli Indonesia yang telah lama digunakan nenek moyang kita
untuk mencegah sakit dan mengobati penyakit. Saat ini minat masyarakat terhadap
pengobatan dengan memakai jamu semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya taraf
pendidikan masyarakat yang menuntut cara berfikir yang rasional, maka jamu perlu dikaji
lebih lanjut tentang standarisasi, manfaat dan keamanannya.
Indonesia memiliki potensi bahan alam yang besar yang bisa digali sebagai bahan baku
jamu dan data jamu yang telah digunakan masyarakat bisa diteliti sehingga bisa dibuktikan
keamanan dan manfaatnya.
Selama ini dianggap para dokter di Indonesia belum menerima jamu sebagai salah satu
pilihan pengobatan karena memang dalam kurikulum pendidikannya belum semua fakultas
kedokteran mengajarkan pemanfaatan jamu ini. Di sisi lain, undang-undang tentang praktek
kedokteran melarang dokter memberikan pengobatan bila belum terbukti manfaatnya.
Pada saat ini sudah banyak regulasi mengenai pemakaian jamu ini di mana mata pelajaran
mengenai herbal dan jamu sudah mulai diajarkan di beberapa fakultas kedokteran.
Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program Saintifikasi Jamu sebagai proses
pembuktian secara ilmiah efikasi dan keamanan jamu dengan melakukan penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan juga telah membentuk Direktorat
Yankestradkom yang bertugas mempersiapkan jamu untuk masuk kedalam pelayanan
kesehatan pada masyarakat. Demikian juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
telah membentuk Departemen Pengkajian Pemakaian Pengobatan Komplementer
Alternatif di mana pemakaian jamu juga masuk di dalamnya. BPOM juga telah melakukan
regulasi dalam melakukan pembagian macam registrasi untuk bahan obat alami/ herbal
dengan memberi perhatian khusus untuk jamu.
Paradigma sehat sekarang adalah mencegah sakit lebih baik daripada mengobati,
sedangkan pada orang yang sakitpun harus diperhatikan sisi sehatnya. Di sini jamu/herbal
bisa dipakai bersama dengan obat konvensional/kimia untuk membuat badan kembali
sehat.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011

19
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
Aplikasi Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern
Dr. dr. Arijanto Jonosewojo, SpPD, FINASIM
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Poliklinik Obat Tradisional Indonesia
RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pendahuluan
Jamu merupakan ramuan asli Indonesia yang telah lama digunakan nenek moyang kita
untuk mencegah sakit dan mengobati penyakit. Saat ini minat masyarakat terhadap
pengobatan dengan memakai jamu semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya taraf
pendidikan masyarakat yang menuntut cara berfikir yang rasional, maka jamu perlu dikaji
lebih lanjut tentang standarisasi, manfaat dan keamanannya.
Indonesia memiliki potensi bahan alam yang besar yang bisa digali sebagai bahan baku
jamu dan data jamu yang telah digunakan masyarakat bisa diteliti sehingga bisa dibuktikan
keamanan dan manfaatnya.
Selama ini dianggap para dokter di Indonesia belum menerima jamu sebagai salah satu
pilihan pengobatan karena memang dalam kurikulum pendidikannya belum semua fakultas
kedokteran mengajarkan pemanfaatan jamu ini. Di sisi lain, undang-undang tentang praktek
kedokteran melarang dokter memberikan pengobatan bila belum terbukti manfaatnya.
Pada saat ini sudah banyak regulasi mengenai pemakaian jamu ini di mana mata pelajaran
mengenai herbal dan jamu sudah mulai diajarkan di beberapa fakultas kedokteran.
Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program Saintifikasi Jamu sebagai proses
pembuktian secara ilmiah efikasi dan keamanan jamu dengan melakukan penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan juga telah membentuk Direktorat
Yankestradkom yang bertugas mempersiapkan jamu untuk masuk kedalam pelayanan
kesehatan pada masyarakat. Demikian juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
telah membentuk Departemen Pengkajian Pemakaian Pengobatan Komplementer
Alternatif di mana pemakaian jamu juga masuk di dalamnya. BPOM juga telah melakukan
regulasi dalam melakukan pembagian macam registrasi untuk bahan obat alami/ herbal
dengan memberi perhatian khusus untuk jamu.
Paradigma sehat sekarang adalah mencegah sakit lebih baik daripada mengobati,
sedangkan pada orang yang sakitpun harus diperhatikan sisi sehatnya. Di sini jamu/herbal
bisa dipakai bersama dengan obat konvensional/kimia untuk membuat badan kembali
sehat.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011

19
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
Aplikasi Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern
Dr. dr. Arijanto Jonosewojo, SpPD, FINASIM
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Poliklinik Obat Tradisional Indonesia
RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pendahuluan
Jamu merupakan ramuan asli Indonesia yang telah lama digunakan nenek moyang kita
untuk mencegah sakit dan mengobati penyakit. Saat ini minat masyarakat terhadap
pengobatan dengan memakai jamu semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya taraf
pendidikan masyarakat yang menuntut cara berfikir yang rasional, maka jamu perlu dikaji
lebih lanjut tentang standarisasi, manfaat dan keamanannya.
Indonesia memiliki potensi bahan alam yang besar yang bisa digali sebagai bahan baku
jamu dan data jamu yang telah digunakan masyarakat bisa diteliti sehingga bisa dibuktikan
keamanan dan manfaatnya.
Selama ini dianggap para dokter di Indonesia belum menerima jamu sebagai salah satu
pilihan pengobatan karena memang dalam kurikulum pendidikannya belum semua fakultas
kedokteran mengajarkan pemanfaatan jamu ini. Di sisi lain, undang-undang tentang praktek
kedokteran melarang dokter memberikan pengobatan bila belum terbukti manfaatnya.
Pada saat ini sudah banyak regulasi mengenai pemakaian jamu ini di mana mata pelajaran
mengenai herbal dan jamu sudah mulai diajarkan di beberapa fakultas kedokteran.
Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program Saintifikasi Jamu sebagai proses
pembuktian secara ilmiah efikasi dan keamanan jamu dengan melakukan penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan juga telah membentuk Direktorat
Yankestradkom yang bertugas mempersiapkan jamu untuk masuk kedalam pelayanan
kesehatan pada masyarakat. Demikian juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
telah membentuk Departemen Pengkajian Pemakaian Pengobatan Komplementer
Alternatif di mana pemakaian jamu juga masuk di dalamnya. BPOM juga telah melakukan
regulasi dalam melakukan pembagian macam registrasi untuk bahan obat alami/ herbal
dengan memberi perhatian khusus untuk jamu.
Paradigma sehat sekarang adalah mencegah sakit lebih baik daripada mengobati,
sedangkan pada orang yang sakitpun harus diperhatikan sisi sehatnya. Di sini jamu/herbal
bisa dipakai bersama dengan obat konvensional/kimia untuk membuat badan kembali
sehat.

Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV



Solo, 9-10 November 2011
20
Pemakaian Jamu pada Kedokteran Modern
Dalam dunia kedokteran modern bila akan mengobati pasien, dokter melakukan beberapa
tahap sebelum memberi obat, yaitu melakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan bila
diperlukan pemeriksaan laboratorium serta radiologis. Setelah itu diberikan rencana
pengobatan setelah diagnosis penyakitnya ditegakkan. Pemilihan obat yang diberikan harus
memenuhi syarat 4 tepat dan 1 waspada yaitu, tepat indikasi, tepat penderita, tepat cara
pemberian, tepat dosis dan waspada efek samping.
Promosi yang menyatakan bahwa pemberian obat natural atau obat herbal 100% aman
adalah pernyataan yang kurang benar. Karena sesuatu yang diindikasikan untuk mengobati
tentunya ada efek sampingnya, terlepas apakah efek samping itu merugikan atau justru
menguntungkan. Sedangkan efek samping itu sendiri dapat terjadi langsung ataupun
lambat.
Dalam pemberian obat, dokter akan memberikan beberapa jenis obat antara lain obat
utama, simptomatik, ajuvan dan roboransia/suplementasi. Di sini jamu bisa menjadi salah
satu pilihan untuk dipakai sebagai obat.
Saat ini program kesehatan bukan hanya untuk mengobatai orang sakit tetapi lebih
ditekankan bagaimana supaya orang itu tidak sakit. Pada pengobatan modern, pemakaian
obat bisa dimanfaatkan sebagai terapi promotif, preventif maupun kuratif dan rehabilitatif.
Sekarang juga berkembang dengan pesat pengobatan paliatif untuk pasien-pasien yang
menderita penyakit stadium akhir yang sudah tidak ada obatnya, supaya pasien tetap bisa
beraktifitas untuk sehari-hari dengan cara mengurangi keluhannya. Demikian juga dalam
pemakaian kliniknya, jamu harus dibedakan apakah dipakai promotif dan preventif atau
sebagai terapi kuratif, rehabilitatif ataupun sebagai terapi palliatif.
Dalam pemakaian jamu untuk pengobatan dapat diberikan sendirian atau digabung dengan
obat modern. Pemakaian jamu sebagai kombinasi dengan obat modern memerlukan
perhatian khusus. Harus diketahui apakah kombinasi itu bisa mendapatkan sinergisme atau
malah terjadi inhibisi. Kombinasi pemberian jamu dengan obat kimia dapat merupakan
suatu bentuk terapi simtomatis ataupun terapi ajuvan.
Di sini kita melihat peluang pemakaian jamu, sehingga jangan hanya ditekankan untuk
pengobatan kuratif saja. Pemberian jamu sebagai terapi simtomatis atau ajuvan lebih
menjanjikan daripada dipaksakan menjadi terapi kuratif saja. Sebagai contoh, pengobatan
penghilang rasa sakit dengan menggunakan jamu/herbal mungkin akan bisa menggantikan
pemakaian NSAID yang pada pemberian jangka panjang bisa menimbulkan gangguan pada
lambung atau ginjal. Pemberian simvastatin jangka panjang juga bisa menimbulkan
gangguan pada fungsi hati. Contoh lainnya yang sekarang banyak dijumpai adalah masalah
pada pengobatan penderita tuberkulosis yang harus mengkomsumsi obat selama 6-12
bulan dan sering terjadi kegagalan pengobatan akibat gangguan pada fungsi hati ataupun

Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV



Solo, 9-10 November 2011
20
Pemakaian Jamu pada Kedokteran Modern
Dalam dunia kedokteran modern bila akan mengobati pasien, dokter melakukan beberapa
tahap sebelum memberi obat, yaitu melakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan bila
diperlukan pemeriksaan laboratorium serta radiologis. Setelah itu diberikan rencana
pengobatan setelah diagnosis penyakitnya ditegakkan. Pemilihan obat yang diberikan harus
memenuhi syarat 4 tepat dan 1 waspada yaitu, tepat indikasi, tepat penderita, tepat cara
pemberian, tepat dosis dan waspada efek samping.
Promosi yang menyatakan bahwa pemberian obat natural atau obat herbal 100% aman
adalah pernyataan yang kurang benar. Karena sesuatu yang diindikasikan untuk mengobati
tentunya ada efek sampingnya, terlepas apakah efek samping itu merugikan atau justru
menguntungkan. Sedangkan efek samping itu sendiri dapat terjadi langsung ataupun
lambat.
Dalam pemberian obat, dokter akan memberikan beberapa jenis obat antara lain obat
utama, simptomatik, ajuvan dan roboransia/suplementasi. Di sini jamu bisa menjadi salah
satu pilihan untuk dipakai sebagai obat.
Saat ini program kesehatan bukan hanya untuk mengobatai orang sakit tetapi lebih
ditekankan bagaimana supaya orang itu tidak sakit. Pada pengobatan modern, pemakaian
obat bisa dimanfaatkan sebagai terapi promotif, preventif maupun kuratif dan rehabilitatif.
Sekarang juga berkembang dengan pesat pengobatan paliatif untuk pasien-pasien yang
menderita penyakit stadium akhir yang sudah tidak ada obatnya, supaya pasien tetap bisa
beraktifitas untuk sehari-hari dengan cara mengurangi keluhannya. Demikian juga dalam
pemakaian kliniknya, jamu harus dibedakan apakah dipakai promotif dan preventif atau
sebagai terapi kuratif, rehabilitatif ataupun sebagai terapi palliatif.
Dalam pemakaian jamu untuk pengobatan dapat diberikan sendirian atau digabung dengan
obat modern. Pemakaian jamu sebagai kombinasi dengan obat modern memerlukan
perhatian khusus. Harus diketahui apakah kombinasi itu bisa mendapatkan sinergisme atau
malah terjadi inhibisi. Kombinasi pemberian jamu dengan obat kimia dapat merupakan
suatu bentuk terapi simtomatis ataupun terapi ajuvan.
Di sini kita melihat peluang pemakaian jamu, sehingga jangan hanya ditekankan untuk
pengobatan kuratif saja. Pemberian jamu sebagai terapi simtomatis atau ajuvan lebih
menjanjikan daripada dipaksakan menjadi terapi kuratif saja. Sebagai contoh, pengobatan
penghilang rasa sakit dengan menggunakan jamu/herbal mungkin akan bisa menggantikan
pemakaian NSAID yang pada pemberian jangka panjang bisa menimbulkan gangguan pada
lambung atau ginjal. Pemberian simvastatin jangka panjang juga bisa menimbulkan
gangguan pada fungsi hati. Contoh lainnya yang sekarang banyak dijumpai adalah masalah
pada pengobatan penderita tuberkulosis yang harus mengkomsumsi obat selama 6-12
bulan dan sering terjadi kegagalan pengobatan akibat gangguan pada fungsi hati ataupun

Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV



Solo, 9-10 November 2011
20
Pemakaian Jamu pada Kedokteran Modern
Dalam dunia kedokteran modern bila akan mengobati pasien, dokter melakukan beberapa
tahap sebelum memberi obat, yaitu melakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan bila
diperlukan pemeriksaan laboratorium serta radiologis. Setelah itu diberikan rencana
pengobatan setelah diagnosis penyakitnya ditegakkan. Pemilihan obat yang diberikan harus
memenuhi syarat 4 tepat dan 1 waspada yaitu, tepat indikasi, tepat penderita, tepat cara
pemberian, tepat dosis dan waspada efek samping.
Promosi yang menyatakan bahwa pemberian obat natural atau obat herbal 100% aman
adalah pernyataan yang kurang benar. Karena sesuatu yang diindikasikan untuk mengobati
tentunya ada efek sampingnya, terlepas apakah efek samping itu merugikan atau justru
menguntungkan. Sedangkan efek samping itu sendiri dapat terjadi langsung ataupun
lambat.
Dalam pemberian obat, dokter akan memberikan beberapa jenis obat antara lain obat
utama, simptomatik, ajuvan dan roboransia/suplementasi. Di sini jamu bisa menjadi salah
satu pilihan untuk dipakai sebagai obat.
Saat ini program kesehatan bukan hanya untuk mengobatai orang sakit tetapi lebih
ditekankan bagaimana supaya orang itu tidak sakit. Pada pengobatan modern, pemakaian
obat bisa dimanfaatkan sebagai terapi promotif, preventif maupun kuratif dan rehabilitatif.
Sekarang juga berkembang dengan pesat pengobatan paliatif untuk pasien-pasien yang
menderita penyakit stadium akhir yang sudah tidak ada obatnya, supaya pasien tetap bisa
beraktifitas untuk sehari-hari dengan cara mengurangi keluhannya. Demikian juga dalam
pemakaian kliniknya, jamu harus dibedakan apakah dipakai promotif dan preventif atau
sebagai terapi kuratif, rehabilitatif ataupun sebagai terapi palliatif.
Dalam pemakaian jamu untuk pengobatan dapat diberikan sendirian atau digabung dengan
obat modern. Pemakaian jamu sebagai kombinasi dengan obat modern memerlukan
perhatian khusus. Harus diketahui apakah kombinasi itu bisa mendapatkan sinergisme atau
malah terjadi inhibisi. Kombinasi pemberian jamu dengan obat kimia dapat merupakan
suatu bentuk terapi simtomatis ataupun terapi ajuvan.
Di sini kita melihat peluang pemakaian jamu, sehingga jangan hanya ditekankan untuk
pengobatan kuratif saja. Pemberian jamu sebagai terapi simtomatis atau ajuvan lebih
menjanjikan daripada dipaksakan menjadi terapi kuratif saja. Sebagai contoh, pengobatan
penghilang rasa sakit dengan menggunakan jamu/herbal mungkin akan bisa menggantikan
pemakaian NSAID yang pada pemberian jangka panjang bisa menimbulkan gangguan pada
lambung atau ginjal. Pemberian simvastatin jangka panjang juga bisa menimbulkan
gangguan pada fungsi hati. Contoh lainnya yang sekarang banyak dijumpai adalah masalah
pada pengobatan penderita tuberkulosis yang harus mengkomsumsi obat selama 6-12
bulan dan sering terjadi kegagalan pengobatan akibat gangguan pada fungsi hati ataupun
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011

21
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obat standar yang
sekarang dipakai. Sekarang ini para klinisi berharap agar obat jamu/herbal yang bisa
memperpendek pemberian obat tuberkulosis standar dan mengurangi efek sampingnya
dapat segera ditemukan, dikembangkan, diuji khasiat dan keamanannya sehingga bisa
diaplikasikan. Pada pasien kanker, pemberian obat herbal bisa diberikan sebagai terapi
simtomatis untuk mengurangi nyeri dan juga dipakai untuk meringankan efek samping
pemberian kemoterapi seperti mual muntah dan nafsu makan yang menurun. Selain itu,
obat herbal yang meningkatkan sistem imun juga dapat dipakai sebagai ajuvan atau
kemoajuvan.
Dalam beberapa uji klinik di Poliklinik Obat Tradisional di RSUD Dr. Soetomo, pada
pemberian kombinasi jamu dengan obat standar konvensional terkadang justru didapatkan
hasil yang lebih jelek dibandingkan pemberian sendiri-sendiri. Pada penelitian jamu
kolesterol yang merupakan kombinasi temulawak, jati Belanda dan daun jambu, didapatkan
hasil pemberian jamu sendiri hasilnya lebih baik daripada kombinasi jamu dan simvastatin.
Di sini kita bisa melihat bahwa penggabungan jamu dan simvastatin tidak menghasilkan
sinergisme tetapi malah menurunkan angka keberhasilan penurunan kadar kolesterol
dibandingkan bila simvastatin diberikan tersendiri.
Sedangkan pada penelitian jamu/herbal teh hitam untuk penurun gula darah didapatkan
hasil bahwa pemberian teh hitam sendiri tidak menurunkan gula darah puasa dan 2 jam
sehabis makan, namun dapat menurunkan HbA
1
C secara cukup bermakna. Hal ini cukup
penting dicatat karena pada saat ini evaluasi keberhasilan pengobatan penyakit diabetus
mellitus memang lebih dilihat dari penurunan HbA
1
C pada darah. Adapun kombinasi
pemberian teh hitam dengan metformin yang sekarang merupakan obat pertama pada
penderita diabetes tidak lebih baik dari pada pemberian teh hitam sendiri.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka observasi klinik untuk mengetahui penggabungan
pemberian terapi jamu/herbal dengan obat konvensional/kimia untuk mengobati pasien
menjadi perlu dan penting untuk dilakukan.
Kesimpulan
Jamu bisa dipakai dalam pengobatan konvensional, baik dipakai tersendiri atau
digabung dengan obat konvensional/kimia.
Pemakaian kombinasi jamu/herbal perlu pengawasan lebih ketat agar diketahui
apakah bersifat sinergi atau justru inhibisi.
Pemanfaatan jamu/herbal seyogyanya tidak hanya difokuskan untuk terapi
kuratif/utama tetapi bisa menjadi terapi simtomatik atau ajuvan.
Jamu juga sebaiknya dipakai sebagai keperluan promotif atau preventif sesuai
dengan paradigma sehat yaitu mencegah sakit lebih baik dari pada mengobati.
Tidak benar bila dikatakan bahwa pemakaian jamu/obat herbal tidak menimbulkan
efek samping, untuk itu diperlukan kewaspadaan pada pemberian jamu/herbal.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011

21
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obat standar yang
sekarang dipakai. Sekarang ini para klinisi berharap agar obat jamu/herbal yang bisa
memperpendek pemberian obat tuberkulosis standar dan mengurangi efek sampingnya
dapat segera ditemukan, dikembangkan, diuji khasiat dan keamanannya sehingga bisa
diaplikasikan. Pada pasien kanker, pemberian obat herbal bisa diberikan sebagai terapi
simtomatis untuk mengurangi nyeri dan juga dipakai untuk meringankan efek samping
pemberian kemoterapi seperti mual muntah dan nafsu makan yang menurun. Selain itu,
obat herbal yang meningkatkan sistem imun juga dapat dipakai sebagai ajuvan atau
kemoajuvan.
Dalam beberapa uji klinik di Poliklinik Obat Tradisional di RSUD Dr. Soetomo, pada
pemberian kombinasi jamu dengan obat standar konvensional terkadang justru didapatkan
hasil yang lebih jelek dibandingkan pemberian sendiri-sendiri. Pada penelitian jamu
kolesterol yang merupakan kombinasi temulawak, jati Belanda dan daun jambu, didapatkan
hasil pemberian jamu sendiri hasilnya lebih baik daripada kombinasi jamu dan simvastatin.
Di sini kita bisa melihat bahwa penggabungan jamu dan simvastatin tidak menghasilkan
sinergisme tetapi malah menurunkan angka keberhasilan penurunan kadar kolesterol
dibandingkan bila simvastatin diberikan tersendiri.
Sedangkan pada penelitian jamu/herbal teh hitam untuk penurun gula darah didapatkan
hasil bahwa pemberian teh hitam sendiri tidak menurunkan gula darah puasa dan 2 jam
sehabis makan, namun dapat menurunkan HbA
1
C secara cukup bermakna. Hal ini cukup
penting dicatat karena pada saat ini evaluasi keberhasilan pengobatan penyakit diabetus
mellitus memang lebih dilihat dari penurunan HbA
1
C pada darah. Adapun kombinasi
pemberian teh hitam dengan metformin yang sekarang merupakan obat pertama pada
penderita diabetes tidak lebih baik dari pada pemberian teh hitam sendiri.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka observasi klinik untuk mengetahui penggabungan
pemberian terapi jamu/herbal dengan obat konvensional/kimia untuk mengobati pasien
menjadi perlu dan penting untuk dilakukan.
Kesimpulan
Jamu bisa dipakai dalam pengobatan konvensional, baik dipakai tersendiri atau
digabung dengan obat konvensional/kimia.
Pemakaian kombinasi jamu/herbal perlu pengawasan lebih ketat agar diketahui
apakah bersifat sinergi atau justru inhibisi.
Pemanfaatan jamu/herbal seyogyanya tidak hanya difokuskan untuk terapi
kuratif/utama tetapi bisa menjadi terapi simtomatik atau ajuvan.
Jamu juga sebaiknya dipakai sebagai keperluan promotif atau preventif sesuai
dengan paradigma sehat yaitu mencegah sakit lebih baik dari pada mengobati.
Tidak benar bila dikatakan bahwa pemakaian jamu/obat herbal tidak menimbulkan
efek samping, untuk itu diperlukan kewaspadaan pada pemberian jamu/herbal.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV

Solo, 9-10 November 2011

21
M
a
k
a
l
a
h

U
t
a
m
a
M
U
.
5
terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obat standar yang
sekarang dipakai. Sekarang ini para klinisi berharap agar obat jamu/herbal yang bisa
memperpendek pemberian obat tuberkulosis standar dan mengurangi efek sampingnya
dapat segera ditemukan, dikembangkan, diuji khasiat dan keamanannya sehingga bisa
diaplikasikan. Pada pasien kanker, pemberian obat herbal bisa diberikan sebagai terapi
simtomatis untuk mengurangi nyeri dan juga dipakai untuk meringankan efek samping
pemberian kemoterapi seperti mual muntah dan nafsu makan yang menurun. Selain itu,
obat herbal yang meningkatkan sistem imun juga dapat dipakai sebagai ajuvan atau
kemoajuvan.
Dalam beberapa uji klinik di Poliklinik Obat Tradisional di RSUD Dr. Soetomo, pada
pemberian kombinasi jamu dengan obat standar konvensional terkadang justru didapatkan
hasil yang lebih jelek dibandingkan pemberian sendiri-sendiri. Pada penelitian jamu
kolesterol yang merupakan kombinasi temulawak, jati Belanda dan daun jambu, didapatkan
hasil pemberian jamu sendiri hasilnya lebih baik daripada kombinasi jamu dan simvastatin.
Di sini kita bisa melihat bahwa penggabungan jamu dan simvastatin tidak menghasilkan
sinergisme tetapi malah menurunkan angka keberhasilan penurunan kadar kolesterol
dibandingkan bila simvastatin diberikan tersendiri.
Sedangkan pada penelitian jamu/herbal teh hitam untuk penurun gula darah didapatkan
hasil bahwa pemberian teh hitam sendiri tidak menurunkan gula darah puasa dan 2 jam
sehabis makan, namun dapat menurunkan HbA
1
C secara cukup bermakna. Hal ini cukup
penting dicatat karena pada saat ini evaluasi keberhasilan pengobatan penyakit diabetus
mellitus memang lebih dilihat dari penurunan HbA
1
C pada darah. Adapun kombinasi
pemberian teh hitam dengan metformin yang sekarang merupakan obat pertama pada
penderita diabetes tidak lebih baik dari pada pemberian teh hitam sendiri.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka observasi klinik untuk mengetahui penggabungan
pemberian terapi jamu/herbal dengan obat konvensional/kimia untuk mengobati pasien
menjadi perlu dan penting untuk dilakukan.
Kesimpulan
Jamu bisa dipakai dalam pengobatan konvensional, baik dipakai tersendiri atau
digabung dengan obat konvensional/kimia.
Pemakaian kombinasi jamu/herbal perlu pengawasan lebih ketat agar diketahui
apakah bersifat sinergi atau justru inhibisi.
Pemanfaatan jamu/herbal seyogyanya tidak hanya difokuskan untuk terapi
kuratif/utama tetapi bisa menjadi terapi simtomatik atau ajuvan.
Jamu juga sebaiknya dipakai sebagai keperluan promotif atau preventif sesuai
dengan paradigma sehat yaitu mencegah sakit lebih baik dari pada mengobati.
Tidak benar bila dikatakan bahwa pemakaian jamu/obat herbal tidak menimbulkan
efek samping, untuk itu diperlukan kewaspadaan pada pemberian jamu/herbal.

Anda mungkin juga menyukai