Anda di halaman 1dari 4

http://id.buck1.

com/ekonomi-bisnis/ekonomi-syariah-untuk-kepentingan-bangsa-571

February 5, 2008

Ekonomi Syariah untuk Kepentingan Bangsa


Oleh : Agustianto

Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI dan Islamic Economics and
Finance Trisakti.

Kelahiran Undang-Undang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
sebenarnya sudah di ambang pintu. Sejak lama masyarakat ekonomi syariah mendambakan kehadirannya.

Saat ini DPR tengah mengagendakan pembahasan kedua RUU tersebut yang direncanakan akan dibahas bulan
April mendatang. Namun, Partai Damai Sejahtera (PDS) menolak pembahasan kedua RUU tersebut.

Memang di alam demokrasi penolakan tersebut wajar, tetapi secara membabi buta dan emosional adalah suatu
tindakan yang sangat naif. Penolakan PDS terhadap kedua RUU ekonomi syariah tersebut antara lain
disebabkan PDS salah paham dengan ekonomi syariah. Karakter dasar ekonomi syariah ialah sifatnya yang
universal dan inklusif.

Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan
eksploitasi. Artinya, misi utamanya adalah tegaknya nilai-nilai akhlak dalam aktivitas bisnis, baik individu,
perusahaan, ataupun negara.

Bukti universalisme dan inklusivisme ekonomi syariah cukup banyak. Pertama, ekonomi syariah telah
dipraktikkan di berbagai negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika, dan Asia. Singapura sebagai negara sekuler
juga mengakomodasi sistem keuangan syariah.

Bank-bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, dan HSBC sejak lama menerapkan sistem syariah. Demikian
pula ANZ Australia, juga membuka unit syariah dengan nama First ANZ International Modaraba, Ltd.

Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi sistem syariah. Bagaimana PDS memandang fakta-fakta ini?
Aneh dan ajaib.

Fakta itu sejalan dengan laporan The Banker yang menyebut Bank Islam bukan hanya didirikan dan dimiliki
oleh negara atau kelompok Muslim, tetapi juga di negara-negara non-Muslim, seperti Inggris, AS, Kanada,
Luxemburg, Swiss, Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Sri Lanka, Filipina, Siprus, Virgin Island,
Cayman Island, dan Bahama.

Sekadar contoh, di Luxemburg yang menjadi managing directors di Islamic Bank Internasional of Denmark
adalah non-Muslim, yaitu Dr Ganner Thorland Jepsen dan Mr Erick Trolle Schulzt.

Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di universitas Amerika dan negara
Barat lainnya. Di antaranya, Universitas Loughborough, Universitas Wales, Universitas Lampeter yang
semuanya di Inggris. Demikian pula di Harvard School of Law (AS), Universitas Durhem, Universitas
Wonglongong, Australia.

Di Harvard University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah bernama Harvard University Forum yang
membahas Islamic finance. Malah, tahun 2000 Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi
internasional ekonomi Islam ketiga.
http://id.buck1.com/ekonomi-bisnis/ekonomi-syariah-untuk-kepentingan-bangsa-571

Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan doktrin dan sistem ekonomi syariah.
Banyak ekonom non-Muslim yang menaruh perhatian padanya serta memberikan dukungan dan rasa salut pada
ajaran ekonomi syariah, seperti Prof Volker Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry), William Shakpeare,
dan Rodney Wilson.

Dr Iwan Triyuwono, ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, ketika menulis disertasinya
tentang akuntansi syariah di Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan dari promotor seorang ahli
akuntansi syariah yang ternyata seorang pastur.

Ketiga, harus pahami larangan riba (usury) yang menjadi jantung sistem ekonomi syariah bukan saja ajaran
agama Islam, tetapi juga larangan agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian, bagi
pemeluk agama mana pun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi masalah.

Pandangan Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab Perjanjian Lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi: "Jika
engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, maka janganlah
engkau berlaku seperti orang penagih utang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan
engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup di antaramu."

Pandangan agama Nasrani mengenai bunga terdapat dalam kitab Perjanjian Lama, Kitab Deuteronomiy pasal 23
ayat 19. "Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang
dibungakan." Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan, "Jika kamu mengutangi
kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah
kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak."

Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa
no-Muslim pun harus menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan sistem ekonomi tanpa bunga. Ini karena
ekonomi syariah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas.

Inilah sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga. Fakta kerja sama
ini telah banyak terjadi di Indonesia, seperti di Kupang, Palu, Manado, dan Maluku Utara. Deposan dan nasabah
bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non-Muslim dan tokohnya para pendeta.

Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam sistem bunga. Sejarah mencatat
bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles
dalam karyanya, Politics, telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan
mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai sistem bunga tidak adil.

Menurutnya, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan
uang yang lain. Dia mengatakan meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya.

Sementara itu, Plato (427-345 SM) dalam bukunya, LAWS, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai
praktik yang zalim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai, dan penimbunan
kekayaan. Uang bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya).

Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis. Pendapat yang sama juga dikemukan Cicero. Ketiga
filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof
Yunani tentang larangan bunga.

Tata dunia baru


Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut pada ekonomi syariah. Manfaatnya dinikmati
semua komponen di Indonesia, bahkan di skala global akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan
http://id.buck1.com/ekonomi-bisnis/ekonomi-syariah-untuk-kepentingan-bangsa-571

makmur.

Ekonomi syariah akan menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang
mengedepankan gerakan sektor riil (bukan derivatif) akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional
dan tentunya ekonomi rakyat. Tegasnya, akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.

Ada beberapa alasan penerimaan RUU Perbankan dan RUU Surat Berharga Syariah Negara menjadi undang-
undang. Pertama, secara yuridis kehadiran UU Sukuk dan UU Perbankan syariah didasarkan pada Pancasila dan
UUD 45. Jadi, penerapan hukum ekonomi syariah memiliki dasar sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1)
dengan tegas menyatakan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga
makna.

Makna pertama, negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-
kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Makan kedua, negara
berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan
wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya.
Makna ketiga, negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapa pun
melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme).

Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata
'menjamin' sebagaimana termaktub dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat 'imperatif'. Artinya,
negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar tiap penduduk dapat memeluk agama dan
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Melalui ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-
bidang hukum muamalat, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh Muslimin, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional.

Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut adalah konsekuensi diterapkannya Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai salah satu prinsip dasar penyelenggaraan negara. Jadi, kehadiran kedua UU ekonomi syariah tersebut
tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, dan tidak menggangu keutuhan NKRI.

Kedua, secara faktual sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti menunjukkan keunggulannya di
masa krisis. Ketika semua bank terguncang dan sebagian besar dilikuidasi, bank syariah aman dan selamat dari
badai hebat tersebut karena sistemnya bagi hasil.

Ajaibnya, bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeser pun oleh pemerintah, sementara bank
konvensional hanya dapat bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui BLBI dan
bunga obligasi. Hal itu berlangsung sampai detik ini. Padahal, APBN adalah hak seluruh rakyat Indonesia.

Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi. Karena itu, sangat tidak logis dan irasional, jika ada
pihak yang menolak kehadiran regulasi syariah. Jadi, yang hendak ditawarkan ekonomi syariah bukanlah ajaran
agama tertentu, tetapi adalah nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, tanggung jawab, yang menjadi nilai-
nilai universal bagi semua orang. Nilai-nilai itu berasal dari Alquran dan Hadis.

Ketiga, secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di Indonesia telah banyak terjadi, seperti UU
No 7/1989 tentang Peradilan Agama yang selanjutnya diamendemen UU No 3 Tahun 2006. Demikian pula UU
tentang pengelolaan zakat, UU Perwakafan, dan UU Haji. Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat
Islam saja dapat diterima DPR, apalagi UU ekonomi yang bertujuan untuk kebaikan, kemajuan, dan
kemaslahatan bangsa dan negara secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan.
http://id.buck1.com/ekonomi-bisnis/ekonomi-syariah-untuk-kepentingan-bangsa-571

Keempat, dengan diundangkannya RUU Sukuk (SBSN) maka aliran dana investasi ke Indonesia akan
meningkat, baik dari luar negeri (utamanya Timur Tengah) maupun dalam negeri. Menolak RUU tersebut
berarti menolak investasi masuk ke Indonesia dan berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa.

Harus disadari bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk kemaslahatan seluruh bangsa, bukan kelompok
tertentu. Pihak yang menolak, seperti PDS, harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua UU
tersebut. Bukan malah takut dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil (hamiyyah) atau kebencian
kepada agama tertentu.

Anda mungkin juga menyukai