Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan lembaga ilmiah yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan, pengajaran, serta penelitian dan pengabdian masyarakat.Perguruan tinggi diharapkan dapat mendidik dan mencetak sarjana yang mampu menguasai ilmu pengetahuan secara praktis dan teoritis serta mampu berperan dalam kehidupan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan tujuan diatas,diharapkan mahasiswa dapat menekuni bidang ilmunya masing-masing secara mendalam dan mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap perkembangan teknologi dan permasalahan yang ada.Selain itu mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas pandangan tentang cakrawala ilmiah dan teknologi terutama yang berhubungan dengan profesionalisme akademik yang ditekuni dan melihat secara langsung penerapan ilmunya secara aplikatif. Jurusan Biologi Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas Negeri Malang merupakan salah satu jurusan yang diharapkan dapat menghasilkan ilmuwan yang dapat membangun suatu perusahaan ataupun instansi yang berkaitan dengan bidang biologi untuk pengembangan ilmu. Perguruan tinggi memegang peranan penting dalam mencetak generasi intelektual muda.Setiap generasi berkewajiban menggali potensi diri untuk kemajuan bangsa.Kemampuan akademis semata belum menjadi jawaban bagi kebutuhan masyarakat.Salah satu peran yang diharapkan dari mahasiswa berupa inovasi-inovasi terbaru terkait bidang ilmu yang didalami. Mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas pandangan terhadap cakrawala ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, terutama yang berhubungan dengan profesionalisme akademik yang ditekuni dan mampu mengaplikasikan ilmu secara langsung. Aplikasi ilmu dapat dilakukan pada program Praktek Kerja Lapangan (PKL), maka pelaksanaan PKL perlu disesuaikan dengan disiplin ilmu yang ingin didalami.

Beragam mata kuliah telah ditempuh sepanjang perkuliahan di jurusan Biologi, salah satunya adalah Parasitologi.Parasitologimerupakan studi tentang parasit, sedangkan parasitologist adalah seseorang yang mempelajari tentang parasit termasuk mengamati,mengoleksi, memelihara dan melakukan eksperimen dengan parasit. Seorang biologiwan mempelajari parasit karena ekologi mereka yang sangat bervariasi. Institusi yang berkaitan dengan kegiatan tentang parasit adalah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lamongan yang memiliki sarana berupa Rumah Pemotongan Hewan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan merupakan salah satu Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan yang merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian mepunyai peranan yang strategis dalam upaya peningkatan kecerdasan masyarakat melalui penyediaan pangan asal ternak sebagai sumber protein hewani. Disamping itu juga memiliki peranan dalam peningkatan nilai tambah pendapatan masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan, oleh karenanya pembangunan sektor ini dapat menjadi sumber pertumbuhan baru yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal maupun regional. Kabupaten Lamonganmemiliki potensi peternakan yang cukup besar dengan produk unggulan peternakan di Kabupaten Lamongan antara lainsapi potong. Produk unggulan peternakan tersebut berkembang dan terkonsentrasi dalam kawasan pengembangan sentra produksi antara lain sentra produksi sapi potong yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Lamongan Sadar akan pentingnya produksi daging segar dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan di masyarakat, pelayanan prima kepada masyarakat terus diupayakan dengan sebaik-baiknya. RPH Babat Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan berusaha menyediakan produk sapi higienis yang diharapkan dapat melindungi masyarakat dari produk sapi yang tidak higienis. RPH Babat Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi pedagang daging sapi dalam upaya peningkatan produktivitas antara lain melakukan optimalisasi pedagang yang melakukan pemotongan diluar RPH. Melalui optimilisasi semacam ini para pedagang

diharapkan dapat menyadari akan pentingnya memotong sapi di tempat RPH sehingga terhindar dari produk daging yang jelek dalam artian terserang cacing parasit.

B. Alasan Pemilihan Objek PKL 1. RPH Babat Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan menggunakan prinsip-prinsip biologi dalam proses identifikasi parasit. 2. RPH Babat Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan menggunakan teknik identifikasi antemortem dan post mortem dalam pengambilan sampel cacing parasit.

C. Tujuan PKL Tujuan PKL ini di antaranya adalah: 1. Mempelajari teknik identifiikasi hewan parasit menggunakan teknik antemortem dan post mortem. 2. Mengetahui prinsip-prinsip biologi dalam proses identifikasi hewan parasit yang diterapkan di RPH Babat. 3. Mengetahui peranan Rumah Potong Hewan Babat sebagai lembaga yang fokus pada pemenuhan pangan dengan salah satu produknya berupa daging sapi segar

BAB II PELAKSANAAN

A. Sekilas Profil Tempat Pelaksanaan PKL Rumah Potong Hewan (RPH) Babat adalah sarana (perusahaan) yang disediakan oleh pemerintah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Rumah Potong Hewan Babat merupakan tempat produksi daging segar dengan kontribusi sekitar hampir 90% produksi pasaran. Sebagian besar bahan olahan daging berasal dari para pedagang daging melalui kemitraan dengan Rumah Potong Hewan Babat (RPH) (Hendra, 2012). Pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1977. Rumah Potong Hewan Babat merupakan salah satu UPTK (unit pelayanan teknis) yang dipergunakan sebagai tempat pemotongan hewan secara baik dan benar bagi konsumsi masyarakat luas dengan memperhatikan faktor hygene dan sanitasi, sehingga diperoleh daging yang memenuhi syarat untuk dikonsumsi yaitu Aman (safe), Sehat (sound), Utuh/Murni (whole some) dan Halal yang disingkat menjadi ASUH. RPH Babat berlokasi di Desa Bedahan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan tepatnya 30 km disebelah Barat Kota Lamongan sedangkan kantor bagian pendataan terletak di sebelah RPH Babat. Pada gambar 2.1 menunjukkan bangunan RPH yang berdampingan dengan kantor RPH.

Gambar 2.1 RPH dan Kantor cabang Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Lamongan

Struktur organisasi di Bagian Kantor cabang RPH Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lamongan secara langsung berada di bawah naungan Administratur,Kepala Dinas. Kepala Dinas membawahi Kepala RPH yang

mengemban tanggung jawab mengelola dan mengontrol kegiatan di kantor RPH dan Pegawai RPH. Adapun kegiatan di kantor RPH terbagi dalam dua bidang, yaitu,Proteksidan Analisa. Adapun struktur anggota Rumah Potong Hewan Babat disajikan pada denah Bidang Proteksi bertugas mengelola pembiakan dan penyebaran cacing parasit serta monitoring serangan cacing parasit yang terdapat pada sapi. Bidang Analisa bertugas dalam melakukan analisa temuan cacing parasit (uji Deskriptif), serta pemantapan mutu daging berupa pencegahan serangancacing parasit.

B. Aktivitas Rumah Potong Hewan Babat Aktivitas Rumah Potong Hewan Babat adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Pengamatan dan kerjasama dengan lembaga terkait dan instansi lain. Perawatan, penyimpanan dan pencegahan serangan cacing parasit Pelatihan identifikasi dan pengelolaan cacing parasit.

Anggota Rumah Potong Hewan Babat : Nama drh.Hendra Didik Saputra Sabari Kaswan Posisi Kepala Rumah Potong Hewan Pegawai Rumah Potong hewan Pegawai Rumah Potong Hewan Pegawai honorer Rumah Potong Hewan

Visi Terwujudnya peningkatan perekonomian daerah melalui optimalisasi usaha dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan hewan Misi 1. Meningkatkan produksi dan produktifitas peternakan diantaranya adalah sapi potong. 2. Meningkatkan sarana dan prasarana peternakan. 3. Meningkatkan kemampuan organisasi kelembagaan kelompok peternakan dengan mengoptimalkan keseluruhan fungsi manajemen kelompok. 4. Memperluas peternakan. lapangan kerja dan kesempatan berusaha dibidang

C. Waktu Pelaksanaan PKL Praktik Kerja Lapangan (PKL) telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2 Juli 2012 D. Deskripsi dan Sekuensi Aktivitas Selama PKL Kegiatan yang dilakukan pada PKL dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. sedangkan rincian kegiatan yang lebih lengkap disajikan pada Lampiran. Tabel 2.1 Rincian aktivitas PKL
Aktivitas Orientasi Rumah Potong Hewan Sekuensi Aktivitas Ruang Peralatan: pengenalan alat pengamatan menggunakan peralatan bedahidentifikasi jenis parasit Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan pengamatan pada bagian tubuh luar beserta tingkah laku sapi tersebut (antemortem),lalu mengamati bagian tubuh bagian dalam (Post Mortem)setelah dilakukan pembedahan. Prosedur pengamtan yang dilakukan agak berbeda dengan yang dilakukan di pratikum perkuliahan parasitologi. Perbedaan yang tampak yaitu bahan yang digunakan masih dalam keadaan hidup. Tingkat identifikasi relatif sama tetapi ruangan yang digunakan kurang steril karena dilakukan langsung di rumah pemotongan hewan. Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan pengambilan macam-macam sampel dari organ

Pengamatan Antemortem dan Post mortem

Identifikasi Cacing Parasit

7
tubuh bagian dalam. Prosedur identifikasi yang dilakukan untuk identifikasi cacing parasit adalah mengamati setiap organ dengan menggunakan mata telanjang

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengalaman Kerja Kegiatan PKL di Rumah Potong Hewan Babat adalah pengenalan tempat pemotongan hewan yang terdapat beberapa ruang yaitu ruang peralatan, ruang pemotongan, ruang identifikasi. Ruang peralatan mempunyai fungsi sebagai ruang penyimpanan alat-alat pemotongan (pisau, golok), alat-alat

pengamatan(mikroskop,cawan petri, kaca benda, kaca penutup, pinset,loupe, kamera digital dll), alat-alat kebersihan (sapu,pel, dll). Ruang identifikasi merupakan ruang untuk mengidentifikasi cacing parasit yang terdapat pada organ dalam sapi. Ruang pemotongan merupakan tempat yang digunakan untuk proses pemotongan, pengulitan dan pembedahan anatomi. Selanjutnya pengalaman yang didapat dari kegiatan PKL ini adalah identifikasi cacing parasit dengan berbagai metode. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode antemortem, post mortem. Identifikasi parasit yang menggunakan metode antemortem dikhususkan untuk mengamati kondisi sapi pada saat sebelum dilakukan pemotongan terhadap sapi. Untuk metode post mortem dikhususkan untuk mengamati kondisi organ dalam sapi setelah dilakukan pemotongan terhadap sapi. Alat yang digunakan untuk pengamatan dalam PKL iniadalah mikroskop yang digunakan untuk parasit yang berukuran mikroskopis tetapi jarang digunakan, lalu pinset, cawan petri, loupe yang digunakan untuk memudahkan identifikasi cacing parasit. Dari hasil identifikasicacing parasit tersebut didapatkan cacing parasit dari beberapa kelas yaitu kelas Trematoda (Fasciola hepatica) danCestoda (Cacing pita). Cacing parasit tersebut kemudian disimpan dengan formalin 10% untuk dilaporkan kepada dinas terkait.

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Faktor pendukung kegiatan PKL, terutama identifikasi cacing parasit antara lain suasana kooperatif dari pihak RPH Babat Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan sehingga membuat nyaman mahasiswa PKL, dasar-

dasar identifikasi parasit yang diperoleh dari perkuliahan dapat membantu mahasiswa dalam memahami kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi tersebut. Mata kuliah yang diterima dalam perkuliahan mendukung pembekalan mahasiswa dalam PKL.Sebagai contoh, mata kuliah parasitologi dan avertebrata yang membekali mahasiswa identifiikasi cacing parasit secara teoritik. Faktor penghambat yang dirasakan oleh mahasiswa PKL yaitu kurang mendalamnya pemahamanmahasiswa PKL mengenai Tekhnik pengamatan Antemortem dan Post mortem. C. Temuan untuk Pengembangan Berdasarkan praktik kerja yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang dapat dikembangkan, yakni tekhnik pengambilan sampel melalui gabungan metode antemortem dengan metode post mortem yang dapat menghasilkan banyak sampel sehingga dapat terhindar dari bahan olahan yang mengandug parasit. D. Kajian Teoritis 1. Sapi Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen.Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Di indonesia sapi potong memiliki banyak jenis diantaranya adalah : a. Sapi Ongole Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah. b. Sapi Bali Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut).Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru. c. Sapi Brahman Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala.Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

10

d. Sapi Madura Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah.Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah. e. Sapi Limousin Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik. 2. Cacing Parasit Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasit pada organisme lain. Mereka adalah organisme yang seperti cacing yang hidup dan makan pada tubuh yang ditumpangi serta menerima makanan dan perlindungan sementara menyerap nutrisi tubuh yang ditumpangi.Penyerapan ini menyebabkan kelemahan dan penyakit.Penyakit yang diakibatkan oleh cacing parasit biasanya disebut secara umum sebagai kecacingan.Cacing parasit umumnya merupakananggota Cestoda, Nematoda, Trematoda. Trematoda Menurut Jeffreydan Leach (1983) kelas Trematoda termasuk filum plathyhelminthes dengan ciri-ciri : badan tidak bersegmen, umumnya

hermaprodit, reproduksi ovipar (berbiak dalam larva), infeksi terutama oleh stadium larva yang masuk lewat mulut sampai usus. Semua organ dikelilingioleh sel-sel parenkim, badan tak berongga dan mempunyai mulut penghisapatau sucker (Soulsby, 1968).Umumnya sifat parasit pada hewan vertebrata, permukaan tubuhterdapat epidermis bersilia dan tubuh dilapisi oleh kutikula (Jasin, 1984).Yangtermasuk ke dalam cacing ini Genus Fasciola (cacing hati) yang berwarnamerah muda ke kuning-kuningan sampai abu-abu ke hijau-hijauan.

11

Gambar

1.

Siklus

Hidup

Fasciola

hepatica

(Christensen,

2005)

Nematoda Kelas nematoda termasuk ke dalam filum nemathelminthes denganciri-ciri ; tubuh tidak bersegmen, berbentuk silindris, mempunyai rongga tubuhmulai dari mulut sampai anus, umumnya terpisah dan reproduksi ovipar.Infeksi terutama disebabkan termakannya telur/ larva dalam kista (Jeffreydan Leach,

1983).Beberapa contoh cacing yang termasuk ke dalam kelas nematoda " Ascaris vitulorum (cacing gelang) " Oesophagustomum sp (cacing bungkul) " Bunostomum sp (cacing kait) " Haemunchus sp. (cacing lambung) " Trichostrongylus sp.(cacing rambut) cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang dihasilkan. Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih dari 50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting secara ekonomis, antara lain sebagai berikut : a. Oesophagostomum sp.(cacing bungkul) Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar.Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus besar.

12

Cestoda Cacing ini mempunyai ciri-ciri tubuh bersegmen, mempunyai scolex leher, proglotida (telur berembryo), hermaprodit, reproduksi ovipar dan kadang-kadang berbiak dalam bentuk larva, infeksi umumnya oleh larva dalam kista. Menurut Arifindan Soedarmono (1982), cacing cestoda yang hidupdalam usus kecil pada sapi dan kerbau; jenisnya yaitu Moniezia sp. dan Taeniasp.Cacing taenia saginatamerupakan cacing Cestoda yang seringmenyerang sapi.Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 8m.Bentukcacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan.Cacing ini jarang menimbulkanmasalah, kecuali jika menyerang anak sapi yang sangat muda dan dalam jumlahyang besar. 3. Identifikasi Antemortem dan Post mortem Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan

antemortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai: a. Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah. b. Selaput lendir mulut, mata dan cermin hidung. c. Kulit, kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis dan inguinalis. d. Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya. e. Mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

13

a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil. b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paruparu serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium, myocardium, endocardium dan katup jantung dan yang terakhir diafragma. c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis. d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai. e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea. 4. Identifikasi Parasit Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit.Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau

14

protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983). Pemeriksaan organ tubuh dalam di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya larva atau cacing yang infektif.Pemeriksaan ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit pada sapi yang di periksa (Hendra, 2012). a. Analisis Kegiatan 1. Identifikasi Cacing Parasit Identifikasi Cacing Parasit di Bagian Lapangan RPH Babat Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan dilakukan dengan dua teknik, yaitu antemortem dan post mortem. Awalnya kedua teknik tersebut dilakukan bersamaan, akan tetapi teknik postmortem dapat menghasilkan sampel yang banyak karena sampel yang ditemukan berasal dari organ dalam tubuh sapi dimana lebih banyak organ dalam yang di infeksi oleh cacing parasit sapi (bos sp). Berdasarkan praktik yang telah dilaksanakan didapatkan data sebagai berikut : No Tanggal Jumlah Sapi Infeksi Cacing Parasit Infeksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 tidak tinfeksi 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33.3 0 33.3 50 50 50 50 50 50 50 50 50 % infeksi

15

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 jumlah Rata-rata

2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 71

1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 2 1 2 1 1 1 2 30

1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 32

50 50 50 50 50 0 50 0 0 50 100 50 0 100 50 100 50 100 50 100 1566.6 48.95

Dari identifikasi cacing parasit yang dilakukan, ternyata masih banyak sapi yang mengalami infeksi cacing parasit dengan presentase 48.95 % dengan macam jenis cacing terbanyak terdapat pada anggota kelas trematoda (Fasciola hepatica) dan diikuti dengan anggota kelas cestoda (cacing pita), jenis sapi yang berada di RPH Babat pada ummnya berasal dari jenis sapi PO (peranakan ongole). Kondisi sapi yang sudah dipotong sangat mempengaruhi dalam upaya identifikasi karena jika sapi sehat sebelum dipotong (identifikasi antemotem) maka dapat dipastikan tidak akan ditemukan cacing parasit dalam tubuh. Keadaan sapi yang terinfeksi biasanya ditandai dengan perubahan tingkah laku sebelum

16

dipotong seperti: sapi menjadi liar dan tidak bisa dikendalikan, sapi lemah lesu, dll.. Ketersediaan formalin 10% sangat penting dalam melakukan penyimpanan bahan amatan. Penggunaan formalin tersebut dimaksudkan agar cacing parasit dapat bertahan lebih lama sebelum dilaporkan ke dinas terkait.

17

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilakukan dan pengamatan langsung ke lapangan, maka dapat disimpulkan: 1. Identifikasi cacing parasit di RPH Babat menggunakan teknik identifikasi antemortem dan post mortem dalam identifikasi cacing parasit. 2. Organ dalam sapi yang terinfeksi pada sapi banyak terdapat pada usus dan hati. 3. Masih banyak tingkat infeksi yang terjadi pada sapi di RPH Babat dengan prosentase 48.95%, tetapi banyak dari infeksi tersebut yang tidak membahayakan jika di konsumsi manusia karena banyak ditemukan pada usus,dan belum menyerang organ terstentu.

B. Saran Selain spesiemen awetan yang sudah dimiliki mungkin perlu adanya suatu pencegahan lebih dini terhadap serangan cacing parasit melalui penyuluhan terhadap para petani.

18

DAFTAR RUJUKAN Brown, H. W. 1969. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia, Jakarta.Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah MenengahTenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung. Kadarsan,S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor. Anonim a. 2009. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan (online), (http://Kabupatenlamongan/node/93, diakses 23 september 2012)

Anda mungkin juga menyukai