Created by. Ir. Ferry Irawan Alumni of The National Institute of Science and Technology ISTN Jakarta
ABSTRAK
Pada saat balok diberikan beban ultimate penampang harus sanggup memikul gaya-gaya yang bekerja, maka untuk analisa penampang digunakan teori momen batas dimana beton hanya memikul gaya tekan dan gaya tarik seluruhnya dipikul oleh baja. Kekuatan dari suatu balok beton sangat dipengaruhi oleh dimensi (ukuran) dari penampang maupun material-material yang digunakan, sehingga dapat menjadi suatu parameter saat mendesain suatu struktur balok beton. Dengan memberikan gaya prategang pada balok berarti kita menciptakan tekanan permanen pada beton sehingga mengurangi daerah tarik karena sangat dihindari terjadinya tarik pada beton disebabkan kemampuan beton yang lemah dalam menahan tarik.
i
DAFTAR NOTASI
a
Ac
A ps
= Koefisien tinggi blok tegangan tekan beton (A.C.I). = Luas penampang beton bruto. = Luas penampang baja prategang. = Luas penampang baja tarik beton biasa. = Luas penampang baja tekan beton biasa. = Lebar flens pada beton T atau I (A.C.I) = Lebar balok pada balok segi empat.
As As '
bm bw
= Lebar manfaat pelat atau sayap pada balok I atau T. = Lebar batas balok pada balok T atau I. = koefisien tinggi garis netral (A.C.I). = Gaya tekan dalam pada beton. = Gaya tekan dalam pada baja/tulangan tekan. = Tinggi pusat resultante gaya tarik dari serat tekan beton terluar (A.C.I). = Jarak dari pusat berat luas tulangan tekan ke serat beton tekan terluar. = Jarak dari pusat baja prategang ke serat tekan beton terluar. = Jarak dari pusat baja beton biasa ke serat tekan beton terluar. = Eksentrisitas pusat baja prategang ke pusat berat penampang beton biasa.
c
C1 C2
d d'
dp
ds
Ec
vii
Ep
= Modulus elastis baja prategang. = Modulus elastis baja beton biasa. = Tegangan tekan silinder beton (A.C.I). = Tegangan effektif pada baja prategang. = Tegangan tarik baja prategang pada penampang (A.C.I). = Tegangan tarik batas baja prategang. = Tegangan leleh baja prategang (A.C.I) = Modulus kehancuran (rupture). = Tegangan leleh pada baja beton biasa = Tinggi total penampang balok. = Tebal pelat atau tinggi bagian sayap balok T atau I. = Momen inersia dari penampang balok bruto. = Jarak bentang bersih dari balok. = bentang balok dari As ke As = Momen nominasi penampang. = Gaya tarik efektif. = Koefisien tulangan. = Koefisien tulangan untuk baja beton biasa = Koefisien tulangan untuk badan (web) pada balok T atau I (A.C.I). = Gaya tarik dalam untuk mengimbangi gaya tekan pada flens atau sayap
Es f 'c
f pe f ps f pu f py
fr
fy
h
hf
Ic lo
L
Mn
Pef
q
qs qw
Tnf
viii
Tnw
Tp
= Gaya tarik dalam pada WEB atau badan (A.C.I). = Gaya tarik dalam pada baja prategang. = Gaya tarik dalam pada baja tulangan biasa. = Koefisien tergantung mutu beton (A.C.I). = Koefisien faktor untuk baja presstres. = 0,55 untuk f py f pu lebih kecil dari 0,80. = 0,40 untuk f py f pu lebih kecil dari 0,85. = 0,28 untuk f py f pu lebih kecil dari 0,90.
Ts
1
p
ce '
= Regangan beton pada serat baja prategang akibat gaya prategang effektif (A.C.I).
ct
= Regangan beton pada serat baja prategang akibat perbandingan regangan pada beton (A.C.I).
pe pu py
= Regangan pada baja prategang akibat gaya effektif prategang. = Regangan total pada baja prategang pada keadaan batas. = Regangan leleh pada baja prategang. = Regangan pada baja beton biasa.
se '
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton bertulang yang
mengalami tegangan internal yang besar dan terdistribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. Pada elemen-elemen beton bertulang, sistem pratekan biasanya dilakukan dengan menarik kabel /strand, atau disebut juga stressing. Perkembangan historis beton pratekan sebenarnya dimulai dengan cara yang berbeda dimana gaya pratekan yang dibuat hanya ditujukan untuk menciptakan tekanan permanen pada beton guna memperbaiki kekuatan tariknya. Kemudian menjadi lebih jelaslah bahwa memberikan gaya pratekan pada baja juga penting untuk memanfaatkan baja mutu tinggi (high tensile steel) yang efisien. Memberikan gaya prategang berarti membuat tegangan permanen di dalam struktur dengan tujuan memperbaiki perilaku dan kekuatannya pada bermacam-macam pembebanan. Metode yang pertama-tama dibuat hak paten yaitu C.E.W Decking dari Jerman tahun 1928 tidak berhasil dengan sukses, karena gaya prategang yang rendah di dalam baja, kemudian hilang akibat susut dan rangkak pada beton. E. Freyssinet, seorang Perancis yang berjasa dalam perkembangan beton pratekan modern, tahun 1928 mulai menggunakan baja bermutu tinggi sebagai kabel prategang.
Ketika beton pratekan diperkenalkan pada tahun 1930-an, filosofi desainnya adalah menemukan suatu jenis bahan baru dengan membuat beton berada dalam keadaan tekan sedemikian rupa sehingga tidak ada bagian beton tersebut yang tertarik, setidaknya pengamatan atas struktur-struktur sebelumnya menunjukkan adanya kekuatan ekstra pada struktur. Oleh karena itu sebagian ahli percaya bahwa tegangan tarik dalam jumlah tertentu dapat diijinkan dalam desain. Berbeda sekali dengan kriteria sebelumnya yang tidak memperkenankan adanya tegangan tarik yang disebut prategang penuh (full prestressing). Metoda desain yang mengijinkan adanya sejumlah tegangan tarik sering dinamakan prategang sebagian (partial prestressing). Dalam merencanakan penulangan pada suatu penampang, kita harus terlebih dahulu mengetahui jenis beban yang akan dipikul, besarnya beban, mutu dari bahan-bahan penyusunnya, dan ruangan yang tersedia. Setelah kita tentukan jumlah dan mutu dari tulangan kemudian dianalisa pula momen nominal yang tersedia pada penampang tersebut, analisa penampang juga dapat untuk mengetahui apabila beban meningkat terus dan sampai batas mana masih diperbolehkan. Untuk ini ACI Code menentukan momen nominal paling sedikit harus mencapai 20 % lebih besar dari momen retak, adapun maksud dari pembatasan ini ialah untuk mencegah supaya tidak terjadi keruntuhan getas (brittle failure) yang terjadi segera setelah terjadi retak.
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN Dalam mendisain tulangan kita selalu menghindari terjadinya keruntuhan
sangat berbahaya sifat keruntuhan tersebut yang tidak memberikan peringatan atau gejala keruntuhan sebelumnya. Oleh karena itu kita harus selalu berusaha merencanakan tulangan berdasarkan tulangan lemah (underreinforced) yang mana apabila beban meningkat terus, sebelum terjadinya keruntuhan dapat dilihat gejala-gejala keruntuhan yaitu lendutan yang makin lama makin besar dan mulai terjadi retakretak pada daerah tarik yang menyebar, disamping itu dapat lebih menghemat penggunaan besi tulangan.
1.3
BATASAN MASALAH Untuk mengetahui pembatasan tulangan ini yang berhubungan dengan
jenis keruntuhan dan momen nominal yang tersedia pada tampang maka digunakan analisa lentur tampang berdasarkan kekuatan batas. Mengenai teori analisa tersebut banyak dari berbagai negara mengeluarkan pendapat dan asumsiasumsi yang berbeda, tetapi dalam karya ini hanya dibahas teori American Concrete Institute (A.C.I. 318-83). Dalam ACI 318-83 ini ada perubahan asumsi dalam menentukan tegangan pada baja prategang yang mana telah dibuktikan oleh Alan H Mattock (dalam journal ACI) akan kebenarannya yang mendekati keadaan sebenarnya, yang mana pada tahun sebelumnya tidak memasukkan tulangan baja beton biasa dan pengaruhnya dari mutu beton. Untuk pembatasan tulangan, pada peraturan yang baru ini juga dimasukkan pengaruh mutu beton.
Asumsi-asumsi lain dari peraturan ini ialah sebagai berikut: Rumus pendekatan dari tegangan pada baja prategang hanya berlaku untuk tegangan effektif dari baja prategang lebih besar dari 0,5 x tegangan batasnya. Regangan maksimum pada beton = 0,003. Diagram tegangan tekan pada beton diidealisir menjadi segiempat, dimana tinggi dari diagram tegangan tergantung dari mutu beton.
1.4
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika pembahasan yang akan diuraikan dalam penyusunan tugas
akhir ini terdiri dari beberapa bab tiap-tiap bab yang akan menguraikan mengenai: Bab I, mengenai latar belakang penulisan, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan. Bab II, berisi landasan teori dari balok beton prategang dan tipe-tipe keruntuhan yag terjadi pada balok beton prategang yang disebabkan oleh jumlah persentase dari tulangan didalam penampang beton. Bab III, berisi pembahasan terhadap pembatasan tulangan. Bab IV, berisi analisa tampang dalam keadaan batas sesuai peraturan yang digunakan. Bab V, berisi contoh-contoh kasus perhitungan pada beton prategang. Bab VI, merupakan kesimpulan dari seluruh analisis yang telah dilakukan dan juga memuat saran atau usulan-usulan yang dapat dilakukan untuk mengestimasi suatu balok beton prategang secara cepat.
2.1
membutuhkan material prategang, angkur dan sambungan yang saling mendukung satu sama lain untuk menahan pembebanan akibat berat sendiri dan beban-beban yang lewat di atasnya sehingga diperlukan control geometri selama masa pembuatan, pelaksanaan dan masa layan. Dengan unit-unit prategang seperti tendon prategang yang mempunyai kekuatan ultimit yang besar dan juga beton mutu tinggi sehingga struktur diharapkan menjadi lebih ringan dang langsing.
2.1.1 BETON MUTU TINGGI Beton yang lebih kuat biasanya dibutuhkan untuk pekerjaan beton prategang daripada beton untuk beton bertulang karena beberapa alasan. Pertama untuk menghemat biaya, angkur yang diperdagangkan untuk prategang yang direncanakan berdasarkan beton mutu tinggi. Sehingga beton yang lebih lemah membutuhkan pengangkuran khusus, karena kalau tidak akan runtuh pada saat diberi gaya prategang. Keruntuhan seperti itu mungkin terjadi pada bantalan (bearing) atau pada rekatan antara baja dan beton, atau pada tarikan dekat angkur. Selanjutnya, beton mutu tinggi memberikan ketahanan yang tinggi terhadap
tarikan dan geser. Faktor lain adalah beton mutu tinggi tidak mudah untuk mengalami retak akibat susut beton. Kekuatan tarik beton dapat berubah-rubah, umumnya berkisar dari 0,06 f ' c dan dapat menjadi nol bila retak-retak terjadi sebagai akibat susut atau alas an lain. Pada beton prategang, penting untuk mengetahui regangan-regangan yang dihasilkan seperti tegangan-tegangan. Hal ini penting untuk memperkirakan kehilangan gaya prategang pada baja dan untuk memperhitungkan pengaruhpengaruh lain dari pemendekan beton, walaupun kehilangan gaya prategang total akibat reduksi dari tegangan baja hanya sekitar 2 atau 3%. Regangan-regangan tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis diantaranya: Regangan rangkak. Rangkak pada beton didefinisikan sebagai deformasi yang tergantung pada waktu yang diakibatkan oleh adanya tegangan, dengan kata lain prategang yang terus menerus pada beton suatu batang prategang mengakibatkan rangkak pada beton yang secara efektif mengurangi tegangan pada baja mutu tinggi. Kehilangan tegangan pada baja akibat rangkak beton dapat diperhitungkan kalau besarnya regangan rangkak ultimit atau koefisien rangkak diketahui. Peraturan Inggris untuk beton structural menyarankan nilai rencana regangan rangkak ultimt sebesar 48 10 6 untuk pratarik dan 36 10 6 untuk pasca. Nilai-nilai ini perlu dinaikkan dalam perbandingan terbalik kalau kekuatan tekan beton kalau kekuatan tekan beton pada saat transisi kurang dari 40 N / mm 2.
Regangan susut. Dibedakan dari rangkak, susut pada beton adalah kontraksi akibat pengeringan dan perubahan kimiawi yang tergantung pada waktu dan keadaan kelembaban, tetapi tidak pada tegangan. Sekurang-kurangnya sebagian dari susut disebabkan oleh kekeringan beton, dapat pulih kembali karena perbaikan (restorasi) air yang hilang. Besarnya regangan susut juga bervariasi terhadap beberapa faktor. Pada keadaan yang ekstrim, jika beton disimpan dalam air atau pada keadaan yang sanyat basah, susut mungkin tidak sama dengan nol. Untuk keadaan ekstrim lainnya, untuk kombinasi semen dan agregat tertentu dan dengan beton yang disimpan dalam keadaan yang sangat kering, susut yang paling besar terjadi dapat diperkirakan sebesar 0,0010. jadi susut pada beton dapat diperkirakan diantara 0 atau 0,0010 atau lebih besar. Susut pada beton sebanding dengan jumlah air yang terdapat dalam campuran. Jadi, dika dikehendaki susut minimum, perbandingan air dengan semen dan proporsi adukan semen harus dibuat minimum. Agregat berukuran lebih besar, dengan gradasi yang baik dan pori-pori minimum, membutuhkan jumlah adukan semen yang lebih sedikit dan susut akan lebih kecil. Jumlah susut bervariasi tergantung dari keadaan masing-masing. Untuk tujuan disain, nilai regangan susut rata-rata adalah berkisar 0,0002 sampai 0,0006 untuk campuran beton biasa pada konstruksi prategang parsial.
2.1.2
BAJA PRATEGANG Untuk bahan yang tahan lama terhadap tarikan untuk beton prategang
adalah baja mutu tinggi. Baja adalah bahan yang liat dan dibuat untuk bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi oleh prategang. Untuk memanfaatkan seluruh
kekuatan baja mutu-tinggi, perlu untuk membuat gaya prategang dengan menarik sebelumnya. Baja yang diberi gaya prategang dan diangkurkan ke beton akan menghasilkan regangan dan tegangan yang dikehendaki dengan maksud untuk meredukasi atau menghilangkan retak-retak pada beton. Baja mutu-tinggi untuk system prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand), batang (bar). Untuk sistem pasca-tarik, banyak dipakai kawat, yang digabungkan secara pararel menjadi kabel. strand dibuat di pabrik dengan memuntir beberapa kawat bersamasama jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan. Strand, seperti juga batang baja mutu tinggi digunakan untuk pascatarik. Tabel 2.1.1 Tabel Dimensi Strand
Tipe Diameter Nominal in 0.250 0.313 0.375 0.438 0.438 0.500 0.500 0.600 0.375 0.438 0.500 0.600 0.192 0.196 0.250 0.276 Luas Nominal in2 0.036 0.058 0.080 0.108 1.108 0.144 0.144 0.216 0.085 0.115 0.153 0.215 0.029 0.030 0.049 0.060 Berat Nominal lb/ft 0.12 0.20 0.27 0.37 0.37 0.49 0.49 0.74 0.29 0.40 0.53 0.74 0.098 0.10 0.17 0.20
Kawat Prategang
2.1.3
TULANGAN BIASA Dimana tulangan biasa ini hanya sebagai penahan retak-retak pada saat
baja prategang tidak mampu menahannya. Tulangan biasa ini tidak bekerja sebelum beton retak, jadi fungsi tulangan biasa pada saat beton tepat saat akan retak dan untuk menahan lendutan keatas akibat tegangan awal pada saat tegangan diberikan. Tulangan biasa ini bukan dari bahan baja mutu-tinggi.
2.2
KLASIFIKASI SISTEM BETON PRATEGANG Dalam mendesain struktur beton prategang dikenal bermacam-macam
sistem. Jika ditinjau berdasarkan keadaan distribusi tegangan yang terjadi, ada 2 sistem beton prategang, yaitu:
2.2.1
FULL PRESTRESSED Pada sistem ini tegangan kombinasi yang dihasilkan akibat gaya pratekan
dan gaya luar adalah tegangan tekan pada seluruh penampang. Jika terjadi tegangan tarik yang relative kecil masih dapat ditolerir asal tidak melampaui tegangan ijin tarik beton. Berdasarkan prinsip ini, secara teoritis tulangan pasif tidak diperlukan.
2.2.2
PARTIAL PRESTRESSED Pada sistem ini pemberian gaya prategang (tulangan aktif) hanya untuk
memikul sebagian dari beban luar sehingga diperlukan tulangan pasif (tulagan beton biasa) untuk bekerja bersama-sama memikul beban luar. Dengan adanya tulangan pasif (dari baja lunak) yang mempunyai daktilitas yang lebih besar
10
dibandingkan baja mutu tinggi maka struktur yang menggunakan sistem prategang ini akan lebih daktail dibandingkan dengan sistem prategang penuh (cocok untuk gedumg-gedung tinggi dan daerah gempa).
Berdasarkan hubungan lekatan kabel dengan beton dibedakan menjadi 2 sistem, yaitu: 1. Bonden tendon. Kabel prategang berada didalam beton dan dibungkus sheath atau duct yang menjadi satu kesatuan tendon. Pada sistem ini dilakukan grouting/injeksi semen didalam selubung kabel (sheath/duct) setelah selesai penarikan kabel, dengan demikian kabel akan lekat dengan beton dan menjadi satu kesatuan dengan beton. Dengan adanya injeksi semen ini kabel bisa lebih terlindungi dari pengaruh luar seperti oksidasi. 2. Unbonded tendon. Pada sistem ini kabel prategang hanya dibungkus dengan bahan yang menghalangi lekatan dengan beton. Setelah beton mengeras kabel ditarik dan diangkur tanpa grouting kemudian.
2.3
KERUNTUHAN LENTUR Balok prategang apabila dibebani lentur, maka pada penampang kritisnya
akan terjadi kemungkinan keruntuhan lentur yang berbeda, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu seperti misalnya: jumlah persentase dari tulangan didalam penampang beton, derajat kelekatan antara tendon dengan beton, kekuatan tekan dari beton dan kekuatan batas tarik dari tendon.
11
Dalam karya tulis ini hanya keruntuhan lentur yang disebabkan oleh jumlah persentase dari tulang didalam penampang beton saja yang akan dibahas. Tipe keruntuhan lentur dari jenis ini dapat dibedakan sebagai berikut:
2.3.1 KERUNTUHAN BESI DALAM TARIKAN Keruntuhan jenis ini sifatnya sangat mendadak dengan tanpa memberikan gejala keruntuhan. Hal ini disebabkan oleh karena persentase jumlah tulangan pada potongan lebih kecil dari persentase minimum yang disyaratkan dalam peraturan. Dengan meningkatnya beban lentur akan menyebabkan retaknya serat beton oleh tarikan dan menambah tegangan tarik pada tulangan, tetapi tulangan sudah tidak mampu lagi menerima tambahan tegangan, maka akan putuslah tulangan. Atau dengan kata lain momen retak lebih besar dari momen perlawanan pada keadaan retak.
2.3.2 KERUNTUHAN BALOK BERPENAMPANG TULANGAN LEMAH Pada penampang balok, jika diberi tulangan yang lebih besar persentase minimum yang disyaratkan dan apabila pembebanan ditingkatkan terus, maka akan terjadi pertambahan regangan pada tulangan yang sama akan menaikkan garis netral kearah serat tekan. Keruntuhan dari balok yang disebabkan oleh pengurangan daerah tekan akan ditandai dengan lendutan yang besar dan retakretak pada serat tarik yang berkembang kearah serat tekan, seperti yang dapat dilihat pada gambar (2.3.1). Keruntuhan jenis inilah yang diharapkan dalam disain, karena sebelum terjadi keruntuhan dapat memberikan peringatan, yaitu
12
berupa lendutan yang besar dan retak-retak yang meluas pada serat tarik menuju keserat tekan.
2.3.3 KERUNTUHAN BALOK BERPENAMPANG TULANGAN KUAT Keruntuhan jenis ini sangat dihindarkan dalam desain, karena keruntuhan jenis ini tidak memberikan peringatan sebelumnya dan mendadak beton pada serat tekan hancur, sedangkan tegangan pada tulangan masih berada dibawah tegangan tarik batas. Keruntuhan ini disebabkan karena persentase tulangan melebihi persentase tulangan dalam keadaan balance (keadaan dimana tulangan dan beton runtuh bersamaan) dan biasanya keruntuhan ini bersifat sedikit lendutan dengan retak-retak sempit. Seperti dapat dilihat pada gambar (2.3.2).
13
Redistribusi momen pada struktur statis tak tentu yang menerima pembebanan lentur, akan tergantung pada kapasitas rotasi dari penampang kritis. Jika dalam struktur digunakan penampang bertulangan kuat, maka ia akan membatasi rotasi dari panampang dan tentunya mempengaruhi dari beban batas pada keseluruhan struktur.
3.1
RATIO TULANGAN MINIMUM Pada suatu penampang balok prategang, perlu diadakan
pembatasan tulangan minimum. Hal ini dimaksudkan supaya apabila terjadi retak, maka tulangan dapat menerima penambahan gaya tarik yang terjadi segera setelah retak, oleh karenanya tidak akan terjadi keruntuhan yang mendadak. Untuk menjamin supaya tidak terjadi keruntuhan yang mendadak tersebut, maka dalam mendesain tulangan perlu adanya peraturan yang membatasi tulangan minimum, seperti misalnya: Peraturan Inggris untuk beton prategang (CP 110).
min =
2,5 f pu
A ps b.d p
dimana, min =
f pu dalam N/mm2
min tersebut diatas untuk tampang segiempat dan menurut ACI Code apabila
untuk tampang T, maka menggunakan lebar dari badan. Dalam menentukan min ini dapat diturunkan langsung. Berdasarkan putusnya tulangan segera setelah retak dengan menyamakan momen retak sama dengan momen batas.
M cr = Aps . f pe . eo +
Wb f r .Wb ......(3.1.1) Ac
14
15 Momen perlawanan pada keadaan batas biasanya disebut momen nominal dapat ditafsirkan sebagai berikut:
mn = x 0,95 A ps . f pu . d p
Dimana tafsiran pertama dengan anggapan lengan momen = 0,9 d p dan ditentukan
= 0,9 .
min =
f r .Wb Wb b d p 0,86 f pu .d p f pe e + o A c
...(3.1.3)
ACI Code menganjurkan momen nominal paling sedikit 20% lebih besar dari momen retak, min berdasarkan rumus (3) menjadi sebagai berikut:
min =
A ps bdp
3.2
RATIO TULANGAN MAXIMUM Pada suatu penampang, untuk mencegah supaya tidak terjadi penampang
bertulangan kuat maka perlu ada pembatasan jumlah persentase tulangan maximum. Batas leleh dari baja berkekuatan tinggi, yang digunakan dalam beton prategang sudah ditentukan, maka ACI menentukan batas-batas sebagai berikut:
16
q = 0,3
untuk kekuatan tekan silinder sampai 5000 psi untuk kekuatan tekan silinder lebih dari 5000 psi
q = 0,36 1
dimana
q = p + '
A ps bdp
f ps fc '
As . f y b d. f c '
1 = 0,85 untuk tekan silinder < 4000 psi 1 = 0,65 untuk tekan silinder > 8000 psi
1 = 0,85 5 x10 5 ( f c ' 4000 ) untuk 4000 f c ' 8000 psi
4.1.
UMUM Tujuan dari analisa pada keadaan batas, ialah untuk menentukan momen
perlawanan nominal dari suatu tampang, dengan anggapan diketahui dimensi dari tampang, sifat-sifat bahan, posisi dan luas dari tulangan. Tegangan-tegangan baja dan beton dalam keadaan batas bersifat sudah tidak linear lagi. Untuk dapat menganalisa distribusi tegangan dan regangan yang eksak dan teliti dalam keadaan batas ini dipandang tidak efisien lagi. Oleh karena itu untuk menyederhanakan dan mempercepat perhitungan momen perlawanan nominal, maka perlu diadakan asumsi-asumsi yang berlaku pada semua peraturan sebagai berikut: 1. Dibawah beban penampang rata adalah rata. Maksud dari assumsi ini ialah distribusi regangan pada penampang tetap linear sampai beban batas. 2. Antara besi tulangan dan beton terjadi lekatan yang sempurna. Maksud dari asumsi ini ialah perubahan regangan pada tulangan akibat pembebanan akan sama dengan perubahan regangan beton pada serat tulangan yang diakibatkan oleh beban yang sama. 3. Kehancuran yang dianalisa adalah akibat lentur, dan diasumsikan bahwa komponen struktur akan memiliki kekuatan geser yang cukup untuk mencegah kehancuran sebelum mencapai kekuatan lentur pada penampang yang dianalisa. 17
18
4.2.
cb =
0,003 .d 0,003 + y
K cb =
c = 0,75 cb = 0,75 K cb . d
K K z = 1 a .....(4.2.4) 2
4.2.1.
Tulangan Tunggal ( M n M no )
d2 =
M no 1 0,85 f c ' K a . K z b
2
d 2 = Kd
M no b
d = Kd
Kd =
2
M no .(4.2.5) b
1 ..(4.2.6) 0,85 f c ' K a . K z
M no =
bd 2 ...(4.2.7) kd 2
20
Tulangan Rangkap ( M n > M no )
4.2.2.
As =
As ' =
Kontrol tulangan
s '=
BALOK T (T BEAM)
Balok dengan penampang berbentuk huruf T, baru berfungsi sebagai balok T apabila bagian pelat mengalami tekan.
Cb = 0,85 f ' c . bw . ab Tb = Cb Tb = A1 . f y
21
C f = 0,85 f ' c . (b f bw ) h f T f = C f Tf = Af . f y
Ab =
Dalam SK SNI91
b =
Ab bw . d
0,85 f ' c 0,85 f ' c (b f bw ) k ab + . h f (4.2.12) fy fy bw . d
b =
Dapat dinyatakan: b = b + f Perencanaan tulangan balok harus dengan tulangan lemah, dimana:
A 0,75 b bw . d
atau -
0,75 ( b + f )
Berdasarkan persyaratan tulangan lemah tersebut, maka dalam prakteknya luas tulangan A akan diimbangi oleh tinggi blok tekan a dimana a sering lebih kecil dari " h f " ( a < h f ) , berarti dhadapi perhitungan seperti balok biasa dengan lebar balok = " b f " .
22
.(4.2.13)
Pendekatan diatas adalah mirip dengan balok biasa yang diberi tulangan tekan seluas A f dengan d ' = Apabila K a > hf d hf 2 .
Mo =
b f .d 2 Kd 2
Sehingga didapatkan suatu kemampuan balok T dalam menahan momen tanpa tulangan tekan yaitu M u max = 0,8 . M o . Dalam prakteknya momen yang bekerja pada penampang balok T M n =
Mu
23
4.3.
ANALISA TAMPANG BALOK BETON PRATEGANG Disamping asumsi-asumsi diatas ACI Code mengusulkan penambahan
asumsi sebagai berikut: 1. Regangan batas dari beton cu = 0,003 , dengan mengabaikan kekuatan dari beton, bentuk dari penampang dan kwantitas dari tulangan. 2. Kekuatan tarik dari beton diabaikan. Titik dimana tegangan = 0 menyatakan batas antara tampang retak dan tak retak. 3. Tegangan tekan dari beton diidealisirkan dengan bentuk segiempat, dimana besar tegangannya = 0,85 f c ' dan setinggi a = 1 . c dapat dilihat pada Gambar (4.2.1). ACI code menggunakan faktor reduksi kekuatan (= ) didalam desain, yang mana dimaksudkan untuk menghitung kemungkinan kehilangan perlawanan akibat ketidaksempurnaan dalam bahan dan pelakanaan yang tidak diharapkan. Dapat dilihat pada table 4.3.1.
= x
Diagram tegangan-regangan pada baja prategang dapat dilihat pada gambar (4.3.2), dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa titik leleh dari baja prategang tidak terlihat jelas, maka ACI code menentukan tegangan leleh f py = 0,85 f pu pada regangan tetap
24
Resisting effect Reinforced and prestressed concrete Flexure Compression (a) member with spirals (b) others Axial Tension Shear Torsion Development length, bond Any effect using working stress design Plain Concrete Bending Bearing
0,90
1 0,65 0,70
py = 0,7 % (untuk tipe batang polos) dan py = 7 % (untuk batang diprofilkan), dapat dilihat pada gambar (4.3.1).
ACI Code menentukan tegangan pada baja prategang dalam keadaan batas
(= f ps ) .
p f ps = f pu 1 1
dimana
f pu d ( ') harus > 0,17 + p f 'c d p
25
4.3.1.
26
0,85 f ' c
C = 0,85 f ' c . b . a
a
ds
dp
A ps . f ps As . f y
Dimana d = jarak dari serat tekan terluar sampai ke pusat gaya tarik dan ditentukan sebagai berikut:
d= A ps . f ps . d p + As . f y . d s A ps . f ps + As . f y
..(4.3.4)
Momen perlawanan = Mn Momen nominal penampang dapat juga ditulis dengan cara lain.
a M n = (A ps . f ps + As . f y ) d ...(4.3.5) 2
atau
27
a a M n = A ps . f ps d p + As . f y d s 2 2
Penentuan momen nominal dapat ditentukan juga berdasarkan konsep koefisien tulangan.
q = p + ' ..(4.3.6)
p =
A ps . f ps b . d . f 'c As . f y
= p
f ps f 'c
' =
= '
0,85
0,85
Dengan menganggap tidak ada tulangan tekan maka : a= q x d = 1,18 qd ....(4.3.9) 0,85
1,18 . qd
.....(4.3.10)
28 Pada penampang yang hanya menggunakan tulangan prategang saja atau penampang yang mengabaikan tulang tekan dan tarik dari baja biasa, maka persamaan (4.3.9), (4.3.5) menjadi: a= A ps . f ps 0,85 . f ' c . b
=
p . f ps . d
0,85 f ' c
a M n = A ps . f ps d 2
p . f ps . d = A ps . f ps . d 2 0,85 f ' c
Untuk q = 0,3 (batas antara tulang kuat dan lemah untuk kekuatan tekan silinder sampai 5000 Psi) maka Mn menjadi:
M n = f ' c . b . d 2 q (1 0,59 q ) = f ' c . b . d 2 . (0,3)(1 0,59 0,3) = 0,2469 f ' c . b . d 2 0,25 f ' c . bd 2 ...(4.3.13)
29
Untuk balok yang memikul pelat pada kedua sisi: Menurut ACI:
bw + 16 h f b = S l / 4
Menurut AASTHO:
bw + 12 h f b = S l / 4
30 ACI membatasi untuk letak garis netral, dihitung dari serat tertekan atau serat pelat teratas, yaitu:
1,18 . q . d
1
dimana:
> hf
31 Untuk partially prestressing yang mempunyai tulangan tekan maka persamaan diatas ada perubahan sebagai berikut:
Tnf = 0,85 f ' c (b bw ) h f
qw =
Tnw 0 bw . d . f c '
32 Persamaan keseimbangan:
C = Tp 0,85 f ' c . b . 1 . c = f ps . A ps ........(4.3.14)
c=
f ps . A ps 0,85 f ' c . 1 . b
.....(4.3.15)
M n = f ps . A ps (d p 0,5 1 . c ) ....(4.3.16)
f ps . A ps M n = f ps . A ps . d p 1 0,59 f 'c .b . d p Mu
b . d p 2 . f 'c
= q p (1 0,59 q p )...(4.3.17)
pu py
Batas prategang bertulangan lemah, yang membatasi tinggi garis netral c : c dp
cu cu + py pe ce
...........(4.3.18)
33
4.3.3.1 BALOK PRATEGANG DENGAN GARIS NETRAL LEBIH BESAR DARI TINGGI BALOK
Keadaan dimana garis netral lebih besar dari tinggi balok (c > h), ini berarti tidak terjadi tarikan pada balok atau semua balok dalam keadaan tertekan.
34
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hognestad dari Portland Cement Association (PCA), didapat:
Dengan menyelesaikan persamaan ini, resultan gaya tekan untuk penampang adalah:
C = b f 'c
2 c o
c 1 3 o
..(4.3.20)
35
x=c
(8 o 3 c) (4.3.21) (12 o 4 c)
Persamaan keseimbangan:
C = T p
b f 'c
2 c o
c 1 3 o
= f ps . A ps .....(4.3.22)
M n = f ps . A ps . x (c d )
4.3.4. BALOK
PRATEGANG
SEGIEMPAT
Untuk tulangan prategang dan tulangan baja biasa yang sudah meleleh maka tinggi garis netral menjadi: c= A ps . f ps + As . f y 0,85 f ' c . 1 . b .....(4.3.23)
ds ds = + + q 1 0 , 59 q q q p p s s d b . d p 2 . f 'c p dp Mu
d 1 0,59 p q p + q s d s
...(4.3.26) Untuk menjamin melelehnya tulangan baja beton biasa dan baja prategang, maka harus dipenuhi dulu persamaan sebagai berikut: q p + qs
Letak tulangan baja beton biasa harus lebih kecil dari rumus sebagai berikut: c < ds
cu cu + sy
.....(4.3.28)
BALOK PENAMPANG T
37 Gaya tekan dalam pada beton (= C) dibagi menjadi 2 yaitu gaya tekan dalam pada sayap (flens) dinotasikan sebagai C1 dan gaya tekan dalam pada badan balok (web) dinotasikan dengan C2.
C1 = 0,85 f ' c (b f bw ) h f ...(4.3.29)
C 2 = 0,85 f ' c . bw . 1 . c ......(4.3.30) Asumsikan seluruh tulangan telah meleleh maka persamaan keseimbangan gayagaya dalam menjadi sebagai berikut:
C1 + C 2 = f py . A ps + f y . As .......(4.3.31)
c=
1 0,851
Kontrol tulangan baja prategang dan baja beton biasa apakah sudah meleleh. Pengontrolan dilakukan dengan cara menentukan regangannya.
pu = ct + pe + ce ...(4.3.33)
dimana
ct = cu pe =
dp c c
.....(4.3.34)
pe ..(4.3.35) A ps . E p
ce =
f pe . A ps e 2 1 + ......(4.3.36) Ec I A c c
Untuk penampang T, harga batas indeks penulangan q berhubungan dengan q w = 0,30 . Ini dapat dicari dengan pengertian bahwa q adalah gaya dalam beton yang dibagi dengan b . d . f ' c , menjadi:
38
1 0,85 f ' c (b f bw )h f + 0,85 f ' c . bw . a (4.3.37) b . d . f 'c
qT =
atau qT =
0,85(b f bw )h f b.d
0,85a bw ...(4.3.38) d b
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.3.9) dalam qT dan memasukkan harga batas indeks penulangan untuk penampang persegi, maka: q max T = 0,30 bw 0,85(b f bw )h f + 0,30 (4.3.39) d b . d . f 'c
Apabila pu yang didapat > py maka Mu dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: M n = f py . A ps . d p + f y . As . d s 0,425 f ' c (b f bw )h f + bw ( 1 . c) 2 ..(4.3.40)
2
Bila q > q max , berarti penampang bertulangan kuat, dan kemudian diasumsikan bahwa kapasitas momen batasnya dibatasi oleh blok tegangan tekan beton. Untuk kejadian ini, dianjurkan untuk memakai pendekatan berikut untuk penampang persegi:
dengan = 0,7
hf ) ...(4.3.42) 2
39 Jika pu < py maka harus digunakan metode strain-compatibility dalam menentukan nilai Mu.
4.4.
Rumus pendekatan dari ACI untuk menghitung momen batas dari suatu penampang balok prategang dengan sistem lekatan (bounded), hanya berlaku untuk keadaan dimana tegangan effektif pada baja prategang, tidak kurang dari 0,5 kali kekuatan tarik batas baja prategang f pe > 0,5 f pu . Maka dalam keadaan ini, digunakan metoda strain compatibility dan hasil perhitungan dari metode ini akan memberikan hasil yang mendekati dengan keadaan yang sebenarnya. 1. Untuk balok dengan bonded tendon:
f pu f ps = f pu 1 0,5 p f ' c
q= A ps . f ps b . d p . f 'c
...(4.4.1)
Dari ketiga persamaan di atas akan didapat persamaan kwadrat dalam A ps dengan dua akar positif. Akar yang kecil akan menghasilkan harga A ps minimum yang diminta. A ps = b . d . f 'c f pu
2 Fn 1 1 b . d p . f 'c ...(4.4.3)
40 2. Untuk balok dengan unbonded tendon: f ps = f pe + 69 + f 'c (dalam Mpa) (4.4.4) 100 p
A ps =
A ps =
A ps =
f pe
Bila momen rencana M n sudah ditentukan, maka harganya harus dibandingkan dengan kekuatan momen yang disyaratkan oleh peraturan yang juga disebut M u . Syarat kekuatan batas untuk lentur dianggap terpenuhi bila:
Mn Mu
Di mana = M u dianggap positif. Pada umumnya menurut ACI-code:
41 Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi D, L, W adalah dimana kombinasi beban harus diperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong unuk kondisi yang paling berbahaya.
5.1.
Data-data yang diketahui: Balok diatas dua tumpuan dengan bentang 20 m. Beban tetap (Death Load = q DL 1 ) = 0,5 t/m. Beban hidup (Live Load = q LL ) = 1 t/m. Berat jenis beton = 2,5 t/m3.
q DL 2 = 0,4 1 2,5 = 1 t / m.
42
43
Untuk beban-beban mati dan hidup, ACI menetapkan bahwa beban-beban dan momen-momen yang dikalikan faktor didapat dari beban-beban izin dikalikan dengan menggunakan hubungan sebagai beikut:
q u = 1,4( q DL 1 + q DL 2 ) + 1,7 q LL
q u = 1,4(0,5 + 1) + (1,7 1) = 3,8 t / m. Momen akibat gaya-gaya luar: M u = 1 . qu . L2 8 = 1 3,8 20 2 8 = 190 t / m Faktor dikalikan kedalam kekuatan rencana (desain) komponen struktur yang disebut persamaan kekuatan nominal untuk mendapatkan kekuatan yang dapat diandalkan. Persamaan kekuatan nominal dapat dikatakan memberikan kekuatan ideal dengan menggunakan bahan-bahan yang kuat seperti yang dikehendaki. Untuk momen kita menggunakan = 0,9.
Mn = Mu
Mn =
K cb =
= 0,667 2.10
6
44
Kd =
2
M no =
Ternyata M no > M n maka kita menggunakan tulangan tunggal. As = Mn 211,1 = = 99,28 cm 2 K z . d . f y 0,7875 0,90 3,0
19 A = 1 4 d 2 = 1 4 (1,9) 2 = 2,83 cm 2
n= 99,28 = 35,08 36 19 2,83
5.2.
45
p =
=
Dengan mutu baja G 270 diperoleh f pu = 18600 kg / cm 2 f pe = 0,7 f pu = 0,7 18600 = 13020 kg / cm 2 f py = 0,85 f pu = 0,85 18600 = 15810 kg / cm 2 0,5 p f pu f ps = f pu 1 f 'c 0,5 4,86 .10 3 18600 = 186001 350 = 16198,05 kg / cm 2
=
=
p f ps
f 'c 0,00486 16198,05 = 0,225 < 0,3 350 tulangan lemah
H = 0
C = Tp
0,85 f ' c . b . 1 . c = f ps . A ps
0,85 . 350 . 40 . 0,85 . c = 16198,049 .17,5 10115 c = 283430 ,858 c = 28,021 cm
46
Mn = f ps . A ps (d p 0,5 1 . c )
A ps =
b . d p . f 'c 1 1 2 Fn f pu b . d p . f 'c
47
SIFAT TAMPANG
Ic = = 1 b h3 12 1 3 40 (100 ) = 3333333,33 cm 4 12
Ac = b h = 40 100 = 4000 cm 2
Regangan awal
p =
f pe Ep
ce =
f pe . A ps e 2 1 + Ac I A c c
ct = cu
dp c c
48
pu = pe + ce + ct
= 0,0072 + 0,000598 + 0,0066
Telah kita hitung diatas, bahwa momen batas untuk prategang penuh
Mn = 221,3617 Tm . Untuk penampang prategang parsial juga momen batasnya
harus tetap sama dengan Mn tersebut. Misalkan kita mengambil 60 % prategang penuh, jadi untuk parsial:
0,5 p f pu f ps = f pu 1 f 'c 0,5 2,917 .10 3 18600 = 186001 350 = 17158,5 kg / cm 2 Jadi letak garis netral, menjadi: c= f ps . A ps + As . f y 0,85 f ' c . 1 . b 10,5 17158,5 + 7 3000 0,85 350 0,85 40
180164,25 + 21000 10115 201164,25 = 19,887 cm 10115
49
ct = cu
dp c c
pu = pe + ce + ct
= 0,0072 + 0,000598 + 0,0129
= 0,0207 > py
= 16197,065. 9,42(90 0,5 . 0,85 .16,947) + 3000 . 6,28(95 0,5 . 0,85.16,947) = 152576,352 (82,797) + 18840 (87,797)
= 12632944 ,344 + 1654105 ,371 = 14287049 ,715 Kgcm 142,87049 Tm
50
1.
Diketahui:
f pu = 270 Ksi ; f pe = 0,6 f pu A ps = 1,224 in 2 As = 1,55 in 2 As ' = 1,24 in 2 f y = 60 Ksi
Diminta Mn = ? Penyelesaian :
p f ps = f pu 1 1 p = f pu 1 1
51
A ps . f ps . d p + As . f y . d s A ps . f ps + As . f y
d=
1,224 230,729 20 + 1,55 60 22 1,224 230,729 + 1,55 60 5648,246 + 2046 = 20,495 in 282,412 + 93
Kontrol tulangan tekan A ps . f ps + As . f y As ' . f y ' b.d = 1,224 230,729 + (1,55 1,24)60 12 20,495 282,412 + 18,6 = 1,224 245,94
=
d' 87000 d 87000 f y
0,85 1 . f ' c
= 0,2296 + 0,0151
tulangan lemah
52
M n = f ps . A ps ( d p a / 2) + As . f y ( d s a / 2) + As ' . f y ' ( a / 2 d ' )
= 282,412( 20 5,907 / 2) + 93( 22 5,907 / 2) + 74,4(5,907 / 2 2) = 4814,136 + 1771,325 + 70,940 = 6656,401 kips . in 7675895 ,377 kgcm
Untuk A ps = 1,124 in 2
f pu p d ( f ps = f pu 1 p + ' ) f 'c d p 1
d=
1,124 233,766 20 + 1,55 60 22 1,124 233,766 + 1,55 60 5255,059 + 2046 262,753 + 93 7301,059 = 20,523 in 355,753
53
Kontrol tulangan tekan A ps . f ps + As . f y As ' . f y ' b.d = 1,124 233,766 + (1,55 1,24)60 12 20,523 262,753 + 18,6 = 1,143 246,276 jadi tulangan tekan sudah leleh
=
1,143 > 1,069
tulangan lemah
a=
M n = f ps . A ps ( d p a / 2) + As . f y ( d s a / 2) + As ' . f y ' ( a / 2 d )
= 233,766 1,124( 20 5,529 / 2) + 1,55 60( 22 5,529 / 2) + 1,24 60(5,529 / 2 2) = 4528,679 + 1788,902 + 56,879 = 6374,460 Kips in
d=
1,024 236,804 20 + 1,55 60 22 4849,746 + 2046 = 1,024 236,804 + 1,55 60 242,487 + 93 6895,746 = 20,55 in 335,487
Kontrol tulangan tekan = 1,024 236,804 + (1,55 1,24)60 242,487 + 18,6 = 12 20,55 246,6
= 1,059 < 1,069 Jadi tulangan tekan belum leleh, tulagan tekan boleh diabaikan.
tulangan lemah
a=
55
Diketahui:
f pu = 270 Ksi f ' c = 5 Ksi As = 3,95 in 2 As ' = 1,58 in 2 ; ; f y = 60 Ksi f pe = 0,6 fpu f py = 0,85 fpu
A ps = 4,284 in 2 ;
Diminta: Mn :? Penyelesaian:
d p = 15" ; d s = 18"
p =
A ps b.d p
4,284 = 0,00476 60 5
= ' =
Dicoba: d = 15,578
f pu d ( ' ) f ps = 2701 0,5 p + f 'c d p 270 15,578 (0,0439 0,0176) = 2701 0,5 0,00476 + 5 15 = 270[1 0,5(0,25704 + 0,0273)]
56
A ps . f ps . d p + As . f y . d s A ps . f ps + As . f y
d= =
4,285 231,66 15 + 3,95 60 18 4,284 231,66 + 3,95 60 14886,472 + 4266 19152,472 d = = = 15,578 in 992,431 + 237 1229,431
a= =
c=
A ps . f ps + As . f y 0,85 f ' c . b
a= =
4,284 231,66 + 3,95 60 0,85 5(60 12)5 0,85 5 12 992,431 + 237 1020 209,431 = = = 4,106 < 4,821 51 51
a= = A ps . f ps + As . f y 0,85 . f ' c (b bw )h f . 1 0,85 . f ' c . bw
4,284 231,66 + 395,60 60 0,85 5(60 12)5 0,8 51 992,431 + 237 816 = = 8,106 51
c= a
Tnf = 0,85 f ' c (b bw )h f . 1 = 0,85 5(60 12)5 0,8 = 816 Tnw = A ps . f ps + As . f y Tnf As ' f y ' = 992,431 + 237 816 1,58 60 = 318,631
57
qw =
M n = 0,25 . f ' c . bw . d 2 + 0,85 f ' c (b bw )h f (d h f / 2) + As ' f y ' (d d ' ) = 0,7[3640,1113 + 13339,56 + 1287,1944] = 0,7[18266,86] = 12786,81 Kip in 14157132,2 Kip cm
2. Data-data balok: -
A ps = 17,5 cm 2
p =
=
58 Dengan mutu baja G 270 diperoleh f pu = 18600 kg / cm 2 0,5 p f pu f ps = f pu 1 f 'c 0,5 6,434 .10 3 18600 = 186001 350 = 15420,133 kg / cm 2 Check apakah tulangan lemah
p f ps
f 'c tulangan lemah
s =
b c 2 f 'c c C= 1 o 3 o
59
3,333.10 5 0,00225
3,333.10 5 10 1 3 0,00225
= 19714,637 kg
x1 = 90
= 54,001 cm x 2 = 10
= 6,623 cm M n = C1 . x1 C 2 . x 2 T p . (c d p ) M n = 933314,659 . 54,001 19714,637 . 6,623 15420,133.17,5 . (90 68) M n = 44332603,656 kgcm
BAB VI KESIMPULAN
6.1 -
KESIMPULAN Penurunan rumus f ps dari ACI 318-83 dengan memasukkan koefisien tulangan tekan maupun tarik dari baja beton biasa (mild Steel), akan membawa hasil yang mendekati dengan keadaan sebenarnya yang dihitung berdasarkan strain campability. Jarak tulangan tekan dari baja beton biasa (mild steel) kesisi beton tekan terluar (= d) harus diambil tidak boleh lebih besar dari 0,15 dp, hal ini dimaksudkan untuk menjamin f ps dari ACI 318-83 lebih mendekati hasil sesuai dengan kenyataan. Nilai { p . f pu / f ' c + d / d p ( ')}harus > 0,17 dan jika lebih kecil maka lebih baik mengabaikan tulangan tekan. Penampang balok dengan bentang lebih besar dari 25 m dengan f ' c sebesar 350 kg / cm 2 didapat q (1 0,59 q ) yang melebihi batas indeks penulangan, untuk kasus ini perlu diambil alternatif yang telah dicoba penulis dengan menaikkan mutu beton. Dari perhitungan beton prategang parsial, selalu terlibat juga perhitungan beton prategang penuhnya. Setelah itu baru kita mendesain berapa persentase kebutuhan tulangan aktif (tendon prategang) dan tulangan pasif
60
61
(baja tulangan). Jadi tergantung dari siperencana untuk menentukan persentase tulangan jika dipandang dari segi ekonomisnya.
6.2
dahulu kemampulayanan dari suatu penampang agar diperoleh penampang yang mempunyai kemampulayanan baik dan harga yang ekonomis. Bila didapatkan kondisi di atas tidak tercapai, maka beberapa perbaikan harus diadakan. Disarankan perbaikan seperti tersebut di bawah ini dengan urutan sesuai dengan efektivitasnya: 1. Tambah penulangan non-prategang. 2. Tingkatkan jumlah baja prategang. Tidak boleh ada tegangan kerja yang melampaui tegangan izin. 3. Tingkatkan eksentritas baja d p bila mungkin tanpa melampaui harga tegangan izin. 4. Rubah mutu bahan atau dimensi penampang. Sesuai dengan urutan efektivitasnya, maka dianjurkan untuk lebih dulu ad.1, kemudian ad.2 tanpa peningkatan momen retak, jangan pakai ad.3, dan akhirnya ad.4. Pada skripsi ini kasus yang dibahas hanyalah balok dengan penampang seragam. Dilapangan umumnya digunakan beton prategang berpenampang tidak seragam baik karena alasan ekonomis maupun dengan alasan struktur. Karenanya penulis mengharapkan studi ini dapat dikembangkan sehingga dapat memecahkan kasus-kasus beton prategang lainnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
ACI Committee 318. Commentary On Building Code Requirements For Reinforced Concrete (ACI 318-02), American Concrete Institute, Detroit, 2002. Allan H. Mattock, Modification of ACI Code Equation For Stress In Prestressed Reinforced At Flexural Ultimate, ACI Journal, Detroit, Juli-August, 1984. Badan Standardisasi Nasional. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, RSNI, Jakarta, 2002. Guyon, Y. Limit-State Design of Prestressed Concrete Volume 1, London, 1972. Lin T.Y., Nedh Burns. Design Of Prestressed Concrete Structures, John Willey and Sons, New York, 1981. Naaman Antoine H. Prestressed Concrete Analysis And Design, Mc Corp 1922, New York, 1982. Naaman Antoine H. Ultimate Analysis Of Prestressed And Partially Prestressed Flexion By Strain Compatibility, PCI Journal, Chicago, January-February, 1972. N Khrisna Raju. Prestressed Concrete, Tata Mc Grew Hill, New Delhi, 1981. Park dan Pauley, Reinforced Concrete Structures, John Willey & Sons, New York, 1975. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jendral Cipta Karya, Lemabaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, 1971.
Diagram Alir Untuk Menentukan Momen Ketahanan Nominal Prategang Penuh dan Sebagian
Ukuran Penampang
Beton Prategang Full Prestressed Partiall Prestressed Aps = 16,419 cm2 fps = 16345,697 kg/cm2 Aps = 9,8514 cm2 fps = 17247,544 kg/cm2 As = 6,5676 cm2 c = 18,746 cm Aps = 10,392 cm2 fps = 17173,327 kg/cm2 As = 6,928 cm2 c = 19,698 cm Aps = 10,832 cm2 fps = 17112,921 kg/cm2 As = 7,2216 cm2 c = 20,468 cm
c = 26,533 cm Aps = 17,32 cm2 fps = 16222,864 kg/cm2 c = 27,778 cm Aps = 18,054 cm2 fps = 16121,635 kg/cm2 c = 28,775 cm
Bentang Balok
Beton Prategang Full Prestressed Partiall Prestressed Aps = 8,067 cm2 fps = 17492,450 kg/cm2 Aps = 4,834 cm2 fps = 17936,361 kg/cm2 As = 3,227 cm2 c = 9,529 cm Aps = 9,8514 cm2 fps = 17247,544 kg/cm2 As = 6,5676 cm2 c = 18,746 cm Aps = 20,161 cm2 fps = 15832,238 kg/cm2 As = 13,440 cm3 c = 35,543 cm
c = 13,951 cm Aps = 16,419 cm2 fps = 16345,697 kg/cm2 c = 26,533 cm Aps = 33,601 cm2 fps = 13987,084 kg/cm2 c = 46,464 cm
80
100
120
20
40
60
100
110
120
2
150
200
Partial prestressed
50
15
20
25
2
80
100
120
20
40
60
85
90
95
2
CONVERTION UNITS
Length
1 in 1 ft 1 yd
Area
1 in2 1 ft3
= =
Volume
= 16390 mm3
Inertia
1 m4
41,62 cm4
= 416,200 mm4
Density
1 lb/ft3
= 16,03 kg/m3
Unit weight
1 lb/ft3
= 0,1575 KN/m3
1 kip-in = 1153,16 kg-cm 1 ksi 1 ksi 1 Mpa = 1000 Psi = 6,895 Mpa = 68,95 kg / cm2 = 144,928 Psi
Mass
1 lb 1 oz
= 0,454 kg = 28,35 gr
Loads
1 lb 1 kip
= 4,448 N = 4,448 KN 14,59 KN/m 0,0479 KN/m2 = 47,9 Mpa 47,9 KN/m2
1 lb-ft 1 lb-in
Temperature
(F 32 ) / 1,8