Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Kanker serviks adalah penyakit keganasan dengan jumlah mortalitas dan morbiditas yang tinggi setiap tahunnya di seluruh dunia. Fakta tersebut menempatkan kanker serviks sebagai tumor ganas terbanyak kedua pada perempuan di dunia serta menempati peringkat pertama di negara berkembang termasuk Indonesia.1-4 Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker serviks di Indonesia diperkirakan !-1!! di antara 1!!.!!! penduduk per tahun. Data tersebut memperlihatkan bah"a kanker serviks menduduki peringkat pertama pada kasus kanker yang menyerang perempuan di Indonesia.# Di Indonesia, insidens kanker serviks mulai meningkat sejak usia $! tahun dan men%apai pun%aknya pada usia #! tahun.&,4,' Ketahanan hidup seseorang tergantung stadium kanker serviks( five years survival rate untuk stadium I, II, III, I) adalah *#+, '!+, &&+, ,+.,,* In-eksi ./) 0Human Papillomavirus1 risiko tinggi merupakan a"al dari patogenesis kanker serviks. ./) risiko tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan a"al dari proses karsinogenesis kanker serviks uteri. /roses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang terdiri dari 2eoplasia intraepitelial serviks 02I31 I, II, dan III. 4esi prakanker 2I3 I sebagian besar akan mengalami regresi, sebagian ke%il yang berlanjut menjadi 2I3 II, dan kemudian berlanjut menjadi kanker invasi- serviks uterus. Kanker serviks bersi-at atipikal atau tidak memiliki gejala dan tanda tertentu dalam perkembangan a"alnya. /enurunan kejadian kanker serviks di negara maju disebabkan karena pen%egahan sekunder kanker serviks berjalan dengan baik( meliputi deteksi dini dengan pap smear yang dilanjutkan dengan terapi lesi prakanker akan menurunkan kejadian kanker serviks /emeriksaan rutin sulit dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia karena sulitnya akses ke pusat pelayanan yang memiliki laboratorium dan tenaga kesehatan yang memadai, harga tes /ap yang relati- mahal serta perlunya

kunjungan yang berkali-kali ke pusat kesehatan.11-1& Kesulitan tersebut menjadikan banyak perempuan di Indonesia menjadi malas untuk melakukan skrining. /adahal dengan skrining rutin, kanker serviks stadium dini akan lebih mudah didiagnosis dan dengan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan insidens kanker serviks.1$,1& /enatalaksanaan kanker serviks juga memerlukan biaya yang tidak murah. 5asalah kanker serviks diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang. .al tersebut dipi%u oleh berubahnya gaya hidup saat ini seperti seks bebas, berganti-ganti pasangan seksual, dan kebiasaan merokok. 6ingkat perekonomian yang rendah semakin memperparah hal tersebut karena kebersihan dan gaya hidup yang tidak higienis.$-4 5asalah sosial pun mun%ul dengan banyaknya kematian pada perempuan yang sudah berkeluarga.&,1$,1& 7ntuk mengatasi masalah tersebut diperlukan berbagai tindakan pen%egahan seperti penggunaan alat kontrasepsi mekanik, sirkumsisi, kebersihan alat kelamin, edukasi mengenai kanker serviks, skrining rutin, peningkatan status sosial ekonomi serta vaksin terhadap in-eksi human papilloma virus 0./)1 sebagai salah satu pen%egahan primer kanker serviks.4,1$,1& /emberian vaksinasi ./) akan mengeliminasi in-eksi ./). 6ujuan tulisan ini adalah membahas pen%egahan kanker serviks uteri, terutama memperkenalkan pen%egahan primer dengan pemberian vaksin ./) risiko tinggi. B. RUMUSAN MASALAH 8erdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis ingin mengungkapkan bagaimana penggunaan vaksin ./) dalam men%egah kejadian kanker serviks. C. TUJUAN 7ntuk menja"ab rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan re-rat ini adalah 9 1 6ujuan umum 9 7ntuk memperoleh in-ormasi mengenai kegunaan vaksin HPV terha a! !en"e#ahan kanker serviks

$. 6ujuan Khusus a. Unt$k %en#etah$i !er&a'anan !en(akit kanker serviks) serta *. Unt$k %en#etah$i !eran vaksin HPV terha a! !en"e#ahan kanker serviks. D. MAN+AAT
-

/enulisan re-rat ini diharapkan dapat memberikan in-ormasi serta gambaran yang jelas tentang bagaimana peran vaksin ./) terhadap pen%egahan kanker serviks

/enulis mengharapkan penulisan ini dapat membantu pembelajaran para mahasis"a kandungan . kedokteran dalam bidang ilmu kebidanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KANKER SERVIKS Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks atau yang lebih dikenal dengan istilah kanker leher rahim adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim, perubahan untuk menjadi sel kanker memakan "aktu lama, sekitar 1! sampai 1# tahun atau bahkan men%apai $! tahun. Kanker ini biasanya terjadi pada "anita yang berusia kisaran &! sampai dengan #! tahun, yaitu pun%ak usia reprodukti- perempuan sehingga akan meyebabkan gangguan kualitas hidup se%ara -isik, kejia"aan dan kesehatan seksual. +akt,r Risik, Kanker Serviks Faktor risiko kanker serviks adalah hubungan seksual pada usia muda, hubungan seksual dengan banyak pasangan seksual, laki-laki berisiko tinggi, tembakau, kontrasepsi oral, supresi sistem imun, nutrisi, serta adanya penyakit hubungan seksual misalnya, trikomoniasis, cytomegalovirus 0:5)1 dan herpes simplex virus.4,11,1$ Faktor risiko terakhir dan yang paling penting adalah in-eksi ./). /erempuan yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia ;$! tahun lebih berisiko menderita kanker serviks.4,14 .al tersebut karena pada periode de"asa muda proses metaplasia sel skuamosa sangat meningkat sehingga risiko terjadinya trans-ormasi atipik skuamosa meningkat yang kemudian menjadi neoplasia intraepitel serviks 02I31.14,1# 8erganti-ganti pasangan seksual meningkatkan risiko menderita kanker serviks. <pabila seseorang berganti pasangan seksual lebih dari # orang dalam $
4

tahun terakhir, maka kemungkinan menderita kanker serviks meningkat sampai 1$ kali lipat.4,14 Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan pekerja seks komersial dan dari sumber itu memba"a ./) kepada isterinya.4,1# Keterlibatan peran laki-laki terlihat dari korelasi kejadian kanker serviks dengan kanker penis.4 Konsep =laki-laki berisiko tinggi> sebagai vektor dari agen penyebab in-eksi timbul karena meningkatnya kejadian tumor pada perempuan monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak perempuan lain.1# 4aki-laki yang tidak melakukan sirkumsisi juga dapat meningkatkan -aktor risiko seorang perempuan terkena kanker serviks melalui mekanisme yang diduga berasal dari smegma yang terdapat pada prepusium laki-laki.14,1# Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari # tahun dapat meningkatkan risiko relati- seseorang menjadi $ kali daripada orang normal.14,1# /roses tersebut diduga karena regulasi transkripsi D2< virus dapat mengenali hormon dalam pil K8 sehingga meningkatkan karsinogenesis virus. 4,14 ?.@ juga melaporkan peningkatan risiko relati- pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,1 pemakaian.1' 6embakau baik yang diisap sebagai rokok atau dikunyah mengandung bahan karsinogen sedangkan asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines yang memberikan pengaruh buruk pada orang yang menghirupnya baik sebagai perokok akti- maupun pasi-. ,,*,14 3eorang perempuan perokok memiliki konsentrasi nikotin pada getah serviks #' kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.*,14,1# Kanker serviks juga meningkat pada keadaan supresi sistem imun pada pasien transplantasi ginjal dan .I)A<ID3.,,* 6erdapat hubungan antara de-isiensi asam -olat, vitamin :, vitamin B, beta karotenAretinol dengan peningkatan risiko kanker serviks.*,14 Dengan berkurangnya antioksidan tubuh maka radikal bebas dengan mudah terbentuk dan semakin menginduksi proses karsinogenesis. 4,14,1# kali dari normal yang meningkat seiring dengan lamanya

Eti,',#i Kanker Serviks In-eksi ./) risiko tinggi merupakan -aktor etiologi kanker serviks. /endapat ini ditunjang oleh berbagai penelitian. /enelitian yang dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer 0I<R:) terhadap 1 !!! sampel dari $$ negara mendapatkan adanya in-eksi ./) pada sejumlah ,,+ kanker serviks. /enelitian meta-analisis yang meliputi 1!.!!! kasus didapatkan * tipe ./) yang banyak ditemukan, yaitu tipe 1', 1*, 4#, &1, &&, #$, #* dan &#. /enelitian kasus kontrol dengan $ #!! kasus karsinoma serviks dan $#!! perempuan yang tidak menderita kanker serviks sebagai kontrol, deteksi in-eksi ./) pada penelitian tersebut dengan pemeriksaan /:R. 6otal prevalensi in-eksi ./) pada penderita kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 4,1+. /revalensi in-eksi ./) pada penderita kanker serviks jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah &+. /enelitian pada 2I3 IIAIII mendapatkan in-eksi ./) yang didominasi oleh tipe 1' dan 1*. /rogresivitas menjadi 2I3 IIAIII setelah menderita in-eksi ./) berkisar $ tahun.1,$ ./) adalah virus D2< sirkuler dengan untaian ganda yang tidak berselubungkan virion.14,1#,1, )irus tersebut adalah anggota -amili /apoviridae, genus papillomavirus.&,1,,1* ./) memiliki kapsul isohedral dengan ukuran ,$ kapsomer dan berdiameter ## mikrometer. 8erat molekul ./) adalah # C 1!' Dalton.&,1, 3aat ini telah diidenti-ikasi lebih dari 1!! tipe ./) dan mungkin akan lebih banyak lagi di masa mendatang.1,,1 Dari 1!! tipe tersebut, hanya kurang dari setengahnya yang dapat mengin-eksi saluran kelamin. 5asing-masing tipe mempunyai si-at tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan mor-ologi lesi yang ditimbulkan. 6ipe yang dapat menyebabkan keganasan adalah ./) tipe 1', 1*, $', $,, &!, &1, &&-&#, & , 4!, 4$-4#, #1-# , '1, '$, '4, ''-' dan ,1-,4. 14,1# In-eksi ./) meningkat sejak tahun 1 '! karena meningkatnya penggunaan kontrasepsi oral.,,* Keterlibatan ./) pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa -aktor yaitu94 1. 6imbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma $. /erkembangan kondiloma akuminata menjadi karsinoma

&. <ngka kejadian kanker serviks meningkat pada in-eksi ./) 4. D2< ./) sering ditemukan pada lesi intraepitel serviks. /ada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen dan D2< manusia sehingga menyebabkan mutasi sel. ,,*,1 ./) memproduksi protein yaitu protein B' pada ./) tipe 1* dan protein B, pada ./) tipe 1' yang masing-masing mensupresi gen P5 dan gen Rb yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor.,,* Pat,#enesis ./) yang merupakan -aktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. @nkoprotein B' dan B, yang berasal dari ./) merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi D2< virus dengan genom sel tubuh merupakan a"al dari proses yang mengarah trans-ormasi. Integrasi D2< virus dimulai pada daerah B1-B$. Integrasi menyebabkan B$ tidak ber-ungsi, tidak ber-ungsinya B$ menyebabkan rangsangan terhadap B' dan B, yang akan menghambat p#& dan pRb. .ambatan tersebut menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan D2< tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi.4 B' akan mengikat p#& sehingga !umor suppressor gene 0!"#1 p#& akan kehilangan -ungsinya, yaitu untuk menghentikan siklus sel pada -ase D1. 3edangkan onkoprotein $% akan mengikat !"# Rb& ikatan ini menyebabkan terlepasnya B$F, yang merupakan -aktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.- /enghentian siklus sel pada -ase D1 oleh /#& bertujuan memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. 3etelah perbaikan selesai maka sel akan masuk ke -ase 3. p#& menghentikan siklus sel dengan %ara menghambat kompleks %dk-%y%lin yang ber-ungsi merangsang siklus sel untuk memasuki -ase selanjutnya. Eika penghentian sel pada -ase D. tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke -ase 3 tanpa ada perbaikan. 3el yang abnormal ini akan terus membelah dan berkembang tanpa kontrol. 3elain itu p#& juga ber-ungsi sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel yang dimulai dari kehan%uran gen intrasel. <poptosis merupakan upaya -isiologis tubuh untuk mematikan sel yang

tidak dapat diperbaiki. .ilangnya -ungsi p#& menyebabkan proses apoptosis tidak berjalan. Kekuatan ikatan protein B, dengan pRb berbeda-beda pada beberapa tipe virus ./), misalnya9 ikatan B, ./) ' dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan ./) 1' ataupun 1*.',, Dia#n,sis an Sta#in# 3taging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan yang lebih teliti dan %ermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. 3tadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. <pabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. /emeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan F-ray untuk paru-paru dan tulang. Ke%urigaan in-iltrasi pada kandung kemih dan saluran pen%ernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari lim-angogra-i, arteriogra-i, venogra-i, laparoskopi, ultrasonogra-i, :6 s%an dan 5RI sampai saat ini belum dapat digunakan se%ara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyekti-., /emeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat untuk penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menajdi perubahan diagnosis staging sebelumnya. 2omenklatur 625 lebih sesuai untuk penemuan ini.,
Ta*e' .. Sta#in# karsin,%a serviks %en$r$t +IG/

FID@ 0 I I< I<1 I<$ I8 I81 I8$ II II< II8 III III< III8 IVA IVB

Deskripsi 6umor primer tidak dapat diasses 6idak ada bukti tumor primer Karsin,%a insit$ 1preinvasive carcinoma2 Karsinoma terbatas pada serviks Karsinoma hanya dapat didiagnosis se%ara mikroskopik Invasi stroma dalamnya ; & mm dan lebarnya ; , mm Invasi stroma dalamnya & G # mm dan lebarnya ; , mm 3e%ara klinis, tumor dapat diidenti-ikasi pada serviks atau massa tumor lebih besar dari I<$ 3e%ara klinis lesi ukuran ; 4 %m 3e%ara klinis lesi ukuran H 4 %m T$%,r te'ah %en#invasi $ter$s ta!i ti ak %en"a!ai .3- ista' va#ina ata$ in in# !an##$' 6anpa invasi parametrium Dengan invasi parametrium T$%,r %en#invasi s%!ai in in# !e'vis an ata$ %en#in4i'trasi sa%!ai .3- ista' va#ina) an ata$ %en(e*a*kan hi r,ne4r,sis ata$ #a#a' #in&a' 6umor hanya mengin-iltrasi 1A& distal vagina 6umor sudah menginvasi dinding panggul T$%,r %en#invasi %$k,sa kan $n# ken"in# ata$ rekt$% an ata$ %en#invasi ke'$ar ari true pelvis Metastasis &a$h

Kategori 625 6F 6! 6is 61 61a 61a1 61a$ 61b 61b1 61b$ 6$ 6$a 6$b 6& 6&a 6&b 64a T5*

Pen"e#ahan Kanker Serviks 3ebuah penelitian yang dilakukan oleh ?.@ menunjukkan bah"a sepertiga dari seluruh kanker sebenarnya dapat di%egah, sepertiga dapat disembuhkan, dan sepertiga lainnya dapat dibebaskan dari rasa nyeri jika diberi obat yang tepat. 5en%egah timbulnya kanker berarti mengidenti-ikasi -aktor-aktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat -aktor-aktor ini tidak e-ekti- dengan %ara apapun yang mungkin dilakukan. /en%egahan yang dilakukan dapat bersi-at primer maupun sekunder. /en%egahan primer merujuk pada kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindarkan diri dari -aktor--aktor yang dapat menyebabkan tumbuhnya
9

kanker. /en%egahan primer melalui imunisasi ./) pada kelompok masyarakat merupakan kemungkinan lain yang sedang menjadi titik perhatian saat ini, mengingat penyebab utama dari sebagian besar keganasan serviks adalah ./). 3edangkan pen%egahan sekunder adalah istilah yang lebih umum dipakai oleh para petugas kesehatan yang berminat dalam penelitian penanggulangan kanker. /enggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi dapat melindungi seseorang dari kanker serviks.1&,$! Kontrasepsi mekanik tersebut memberikan perlindungan terhadap berbagai in-eksi virus yang ditularkan melalui hubungan seksual meskipun tidak 1!!+ e-ekti-.',1&,$! 3irkumsisi dan kebersihan alat kelamin dapat menurunkan kemungkinan seseorang terkena kanker serviks karena kebersihan dapat menurunkan jumlah kuman dan virus penyebab in-eksi.$! /endidikan seks diperlukan dalam men%egah kanker serviks.5elalui pendidikan, perempuan dapat diin-ormasikan segala hal yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker serviks seperti berhubungan seksual sejak usia muda dan berganti-ganti pasangan seksual.1&,$! <pabila seseorang mengubah gaya hidup seksualnya maka kemungkinan untuk terkena in-eksi berkurang sehingga kemungkinan terkena kanker serviks juga berkurang.4,1&,$! Kanker serviks termasuk kanker yang dapat dideteksi se%ara dini karena tersedianya %ara pemeriksaan yang sensiti-. ?.@ menyarankan skrining sekali dalam hidupnya pada perempuan berusia &#-4! tahun dan pemeriksaan dilakukan pada perempuan berumur &#-## tahun sekali setiap 1! tahun apabila -asilitas tersedia atau sekali setiap # tahun apabila -asilitas berlebih.11,1& 3krining yang ideal adalah sekali setiap # tahun pada perempuan berumur $#-'! tahun . .al-hal yang digunakan sebagai petunjuk untuk dilakukan skrining adalah usia, -rekuensi skrining dan manajemen terhadap hasil sitologi serviks. 7sia untuk memulai skrining seharusnya berbeda untuk tiap negara tergantung mortalitas akibat karsinoma serviks populasi masing-masing. Kematian akibat karsinoma serviks sangat jarang pada usia di ba"ah $# tahun. ?anita dengan usia '# tahun dan telah diperiksa sitologi serviks dengan hasil negati- pada 1! tahun sebelumnya juga tidak perlu mengikuti skrining.,

10

/apani%ulaou 0/ap1 test merupakan %ara skrining standard yang dilakukan untuk mendeteksi dini adanya keganasan pada serviks sejak tahun 1 #!. 3tandardisasi terminologi pelaporan sitologi serviks disepakati tahun 1 ** melalui implementasi sistem 8ethesda.
,1!,

3krining dengan /apIs smear menggunakan

citobrush atau spatula yang lebih panjang atau extended spatula dinyatakan lebih baik dari pada menggunakan spatula <yre dalam rangka pengumpulan sel-sel sitologi serviks untuk deteksi dini karsinoma serviks.11 American Cancer "ociety menyarankan pemeriksaan rutin pada perempuan yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia $! tahun atau lebih, atau kurang dari $! tahun bila se%ara seksual sudah akti-.4,1&,$! /emeriksaan dilakukan dua kali berturut-turut dan bila negati-, pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap & tahun sampai berusia '# tahun. /ada perempuan risiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus diperiksa setiap tahun.
Ta*e' 6. Kate#,risasi ia#n,sis eskri!ti4 Pa! s%ear *er asarkan siste% Bethes a 3el skuamosa atipik yang tidak dapat ditentukan artinya 0<3:731 <tipia jinak <tipia kelas II %uriga neoplasia 4esi intraepitel skuamosa derajat rendah 04I3DR1 atau 4esi intraepitel derajat rendah 04D3I41 2eoplasia intraepitel serviks 1 02I3 11 Displasia ringan <nalisa sebagai human papilloma virus 0./)1 .uman papilloma virus 0./)1 Kondiloma Koilositosis <tipia virus 4esi intraepitel skuamosa derajat tinggi 04I3D61 atau 4esi intraepitel derajat tinggi 0.D3I41 Displasia sedang Displasia berat 2eoplasia intraepitel serviks $ 02I3 $1 2eoplasia intraepitel serviks & 02I3 &1 Karsinoma in situ 0KI31 Karsinoma sel kuamosa <denokarsinoma

11

8anyak masalah dalam penyelenggaraan skrining kanker serviks antara lain keengganan perempuan untuk diperiksa karena malu, keraguan akan pentingnya pemeriksaan akibat kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter lakilaki dan kurangnya dorongan keluarga. ,,$! 5asalah tersebut dapat dihilangkan melalui pendidikan. )itamin B yang banyak terdapat dalam minyak nabati 0kedelai, jagung, biji-bijian dan ka%ang-ka%angan1, vitamin : yang banyak terdapat dalam sayursayuran dan buah-buahan serta beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. <ntioksidan tersebut dapat melindungi D2< terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.,,*,$! De"asa ini vaksin sebagai metode pen%egahan berbagai penyakit in-eksi telah ditemukan. /enggunaan vaksin dalam men%egah kanker serviks berdasarkan + penyebab kanker serviks adalah in-eksi ./) menetap.,,*,1, /enelitian e-ektivitas vaksin ./) 1' dan 1* dilakukan pada $$'1 sampel yang diberi vaksin ./) dan sejumlah $$, diberi pla%ebo. /ada kelompok yang diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita in-eksi ./) ataupun 2I3, sedangkan pada kelompok yang diberikan pla%ebo ditemukan lesi prakanker dan in-eksi ./) sebanyak 4! dari $$, sampel penelitian. /enelitian yang lain pada ##$ perempuan 0$,, sampel diberi vaksin and $,# diberi pa%ebo1. )aksin menurunkan sampai !+ 0 #+ :I, ,1G ,+1 insidensi dari in-eksi persisten dan lesi genital yang disebabkan oleh hpv. /enlitian berikutnya pada 1!,!!! perempuan umur 1#-$' tahun 0#,&!# grup yang diberi vaksin dan #,$'! grup yang diberi pla%ebo1, di foll'(up selama berhubungan dengan ./)-1' tahun& keampuhan vaksin adalah *+ 0 #+ dan ./)-1* dan 4ebih dari #,!!! :I, *'G1!!+1 untuk men%egah dari 2I3 $,& dan adeno%ar%imoma in situ yang perrempuan0$,$'1 a%ak dalam grup yang diberi vaksin and $,$, a%ak yang diberi pla%ebo1 umur antara 1'-$4 tahun terlihat setelah & tahun diberi vaksin, vaksin menunjukan kemanjuran 1!!+ 0 #+ :I 4G1!!+1.

12

B.

VAKSIN HPV In-eksi ./) risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya kanker serviks,

sehingga tindakan skrining mengalami pergeseran yang semula ditujukan untuk pen%egahan sekunder bergeser untuk tujuan pen%egahan primer. 5en%egah terjadinya in-eksi ./) risiko tinggi merupakan pen%egahan primer dan dianggap lebih penting, karena pen%egahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan, antara lain9 1. pen%egahan sekunder tidak men%egah terjadinya 2I30:I21, $. terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pen%egahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas terhadap -ungsi -ertilitas pasien, dan &. pen%egahan sekunder akan mengalami hambatan pada sumber daya manusia dan alat yang kurang. /en%egahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya in-eksi ./) risiko tinggi terlebih dahulu. Identi-ikasi terjadinya in-eksi ./) risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture 0.:1 atau dengan Polymerase Chain Reaction 0/:R1. 3elain itu, berbagai ma%am %ara mendeteksi ./), antara lain dengan )ira Pap& )ira !ype& dan HP) Profile* Dengan metode metode tersebut dapat diidenti-ikasi kelompok ./) risiko rendah 0./) tipe ', 11, 4$, 4& dan 44), dan risiko tinggi 0./) tipe 1', 1*, &1, && , &#, & , 4#, #1, #$, #' dan #*).1$-1' /emeriksaan .: dinilai lebih mudah dilakukan dalam program skrining karena mampu mendeteksi 43I4, <3:73 dan .3I4 se%ara lebih sensitidibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, "alaupun dengan spesi-isitas yang lebih rendah. 3ensitivitas .: pada 2I3 I, .3I4 dan kanker adalah sebesar #1,#+, * ,&+ 0*#,$- ',#+1, dan 1!!+, berturut-turut, dengan spesi-isitas *,,*+ 0*1#+1.1& 3e%ara keseluruhan sensitivitas .: dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear lebih tinggi $&+ 0untuk 2I3 I sebesar 11+ dan untuk 2I3 II-III sebesar *+1, dan spesi-isitas .: lebih rendah '+ dibandingkan dengan pap smear. 3ensitivitas gabungan .: dan pap smear akan meningkatkan sensitivitas sampai & +, dan spesi-isitas tetap lebih rendah ,+. /emeriksaan .: saja hanya mampu mendeteksi in-eksi ./) risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi
13

kelainan sel prakanker sehingga spesi-isitas .: lebih rendah jika dibandingkan dengan pap smear.14,1# 6emuan pada .: dan pap smear pada beberapa institusi menjadi dasar penelitian protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. .: yang positi- harus diikuti dengan penga"asan yang ketat, kelainan sitologi harus diikuti dengan terapi, sedangkan hasil negati- keduanya menjadi dasar pemberian vaksinasi ./).1' )aksin dihasilkan dari produksi antibodi seseorang atau sel 6 sebagai hasil in-eksi atau pajanan alami suatu antigen. )aksin mengandung patogen yang telah mati atau dilemahkan yang dapat menstimulasi respons imun tubuh. /ada beberapa kasus, suntikan booster diberikan untuk menstimulasi ulang memori imun dan mempertahankan level proteksi yang tinggi.$! )aksinasi telah mengurangi jumlah penderita penyakit in-eksi di dunia. 3aat ini sedang diupayakan untuk memperoleh vaksin dalam jumlah besar, dapat didistribusikan se%ara e-ekti- dan mudah serta biaya yang murah.1 ,$! )aksin ./) sebagai vaksin kanker serviks adalah vaksin kedua di dunia yang dapat men%egah terjadinya kanker. 3ebelumnya terdapat vaksin hepatitis 8 untuk men%egah kanker hati. 6eknologi untuk memproduksi vaksin ./) adalah rekombinan D2<.$! 1. )iral +ike Particles )accines 0)4/19 )aksin dibentuk dengan protein virus, 41, yang bertanggungja"ab dalam membentuk kapsid virus. /rotein tersebut memiliki -ungsi untuk membentuk dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai virus. /artikel tersebut tidak mengandung D2< virus sehingga tidak bersi-at in-eksius dan dapat menghilangkan risiko seseorang terkena in-eksi dari vaksin itu sendiri. /artikel tersebut dapat menstimulasi produksi antibodi yang dapat mengikat dan menetralkan virus yang bersi-at in-eksius. 3aat ini penelitian mengenai penambahan polipeptid nonstruktural dari protein virus ke protein minor 41 dan 4$ sedang dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan si-at proteksi vaksin. $. Recombinant ,usion Proteins and Peptides* 5erupakan gabungan ekspresi antigen dengan peptida sintetik yang dapat berrespons terhadap epitop imunogenik protein virus. /ada binatang per%obaan vaksin ini memiliki

14

kapasitas untuk menginduksi respons antitumor. )aksin ini diharapkan dapat memberikan e-ek terapeutik terhadap subyek yang sudah terin-eksi. &. +ive Recombinant )ectors* )aksin berasal dari virus hidup yang direkombinan dengan virus vaccinia untuk mengekspresikan gen ./) tipe 1' dan 1*. )aksin ./) yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan merupakan vaksin kapsid 41 0merupakan imunogenik mayor1 ./) tipe 1' dan 1*. )aksinasi ./) merupakan upaya pen%egahan primer yang diharapkan akan menurunkan terjadinya in-eksi ./) risiko tinggi, menurunkan kejadian karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya menurunkan kejadian kanker serviks uterus. In-eksi ./) tipe 1' dan 1* ditemukan pada ,!-*!+ penderita kanker serviks, sehingga sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati proteksi terhadap kanker serviks uteri. /emberian vaksin dilaporkan memberi proteksi sebesar * +, karena vaksin tersebut dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe lain. )aksin yang mengandung vaksin ./) 1' dan 1* disebut sebagai vaksin bivalent, sedangkan vaksin ./) tipe 1', 1*, ' dan 11 disebut sebagai vaksin Juadrivalent. ./) tipe ' dan 11 0./) risiko rendah1 bukan karsinogen sehingga bukan penyebab kanker serviks uterus. )aksin ./) risiko tinggi tipe lainnya belum dikembangkan.1, /emberian vaksin pada laki-laki dilaporkan tidak memberikan hasil yang memuaskan. )aksin yang saat ini akan diaplikasikan adalah vaksin pro-ilaksis bukan vaksin terapeutik. )aksinasi pada perempuan yang telah terin-eksi ./) tipe 1' dan 1* kurang bahkan mungkin tidak memberi man-aat proteksi, tetapi pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan e-ek yang merugikan. /enemuan dari penelitian yang diberikan oleh para ahli kesehatan menunjukkan bah"a vaksin yang menggunakan <3!4 memperlihatkan antibodi yang tinggi terhadap ./) tipe 1' dan 1*, pada perempuan yang divaksinasi dengan rentang usia yang luas 1! tahun hingga ## tahun dan 1!!+ perlindungan selama #,# tahun terhadap ./) tipe 1' dan 1* yang berhubungan dengan lesi prakanker yang mengarah pada kanker serviks.

15

Ta*e' -. Pe ,%an Vaksinasi HPV 1Di%, i4ikasi HPV (an# Dis$s$n H/GI2 Per&a'anan !en(akit kanker serviks invasi4

ari Pe ,%an Vaksinasi

3el epitel serviks normal, terin-eksi ./) risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker, kemudian bergenerasi menjadi kanker serviks invasi-. )aksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi )4/ 0virus like protein1 yang merupakan hasil cloning dari 41 0viral capsid gene1 yang mempunyai si-at imunogenik kuat. )aksinasi ./) merupakan pen%egahan primer kanker serviks uterus 0vaksinasi pro-ilaksis ./) 1',1*1.$! Pap smear merupakan bagian dari pen%egahan sekunder. /en%egahan yang terbaik adalah dengan melakukan vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau in-eksi ./) risiko tinggi lainnya1, karena jangkauan perlindungan vaksinasi tidak men%apai 1!!+ 0* +1. 8ivalen 01', 1*1 dan Juadrivalen 01', 1*, ', 111. ./) 1' dan ./) 1* merupakan ./) risiko tinggi 0karsinogen1, sedangkan ./) ' dan 11 merupakan ./) risiko rendah 0non-karsinogen1. 5en%egah in-eksi ./) 1', 1* 0karsinogen kanker serviks1, )aksinasi tidak bertujuan untuk terapi. 4ama proteksi vaksin bivalen #& bulan, dan vaksin Juadrivalen berkisar &' bulan. K 7 /erempuan yang belum terin-eksi ./) 1' dan ./) 1* 7 7sia pemberian vaksin 0disarankan usia H1$ thn - 8elum %ukup data e-ektivitas pemberian vaksin ./) pada laki-laki. /ada penelitian -ase II proteksi 2I3 $A& karena ./) 1' dan 1* pada yang divaksinasi men%apai 1!!+

Vaksin

Pen"e#ahan

Jenis vaksin

T$&$an vaksinasi

In ikasi

E4ektivitas

16

0/rotokol !!,1, dan proteksi 1!!+ dijumpai sampai $-4 tahun pengamatan 0follo' up1. 1, Pr,teksi si'an# )aksin bivalen 0./) tipe 1' dan 1*1 mempunyai proteksi silang terhadap ./) tipe 4# 0dengan e-ektivitas 4+1 -cross protection) dan ./) tipe &1 0dengan e-ektivitas ##+1.1, 8erdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara -$' tahun 0rekomendasi FD<-731. /opulasi target tergantung usia a"al hubungan seksual 0di negara 7ni Bropa usia 1# tahun, Italia usia $! tahun, di :Le%h $ tahun, /ortugal usia 1* tahun hanya $#+ dan di I%eland ,$+1. /emeriksaan pap smear dapat mendiagnosis in-eksi ./) se%ara umum, tidak dapat mendiagnosis in-eksi ./) risiko tinggi. Diagnosis in-eksi ./) risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid %apture 0.:1 atau polymerase %hain rea%tion 0/:R1.14 /emberian vaksin sebaiknya dilakukan pada perempuan yang belumAtidak terin-eksi ./). /emeriksaan skrining in-eksi ./) sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan e-ektivitas vaksinasi ./). /emberian vaksin pada perempuan yang telah terin-eksi ./) ataupun 2I3 tidak merugikan penderita tetapi mempunyai e-ektivitas penangkalan in-eksi ./) yang lebih rendah. )aksinasi ./) dapat diberikan pada penderita gangguan sistem imun, tetapi e-ektivitasnya lebih rendah. )aksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. 3edangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. .ipersensitivitas. )aksin diberikan se%ara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan !, 1, ' 0dianjurkan pemberian tidak melebihi "aktu 1 tahun1 2yeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan -ebris.

P,!$'asi tar#et

Deteksi HPV

K,ntrain ikasi

Cara !e%*erian

E4ek sa%!in#

17

8an# %e%*erikan

3eluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan pemberian vaksin ./).

vaksin

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesi%!$'an 1. Kanker serviks merupakan kanker yang dapat mempengaruhi perempuan dengan latar belakang dan umur yang berbeda di seluruh dunia. Dimulai dengan serviksdan kemudian men%apai vagina. $. 6erdapat berbagai jenis tipe ./) yang menyebabkan kanker yang dapat mengarah kepada kanker serviks( ./) 1' dan 1*, menyebabkan lebih dari ,! + kanker serviks di dunia &. /en%egahan kanker serviks yang dilakukan dapat bersi-at primer 0vaksinasi1 maupun sekunder 0deteksi dini1 4. )aksinasi bersama screening dapat mengurangi resiko terkena kanker serviks dibandingkan hanya dengan screening saja dan dapat mengurangi jumlah screening yang tidak normal yang memerlukan tindak lanjut se%ara berarti B. Saran 1. /erlunya deteksi dini terhadap kejadian kanker serviks pada "anita $. /erlunya penjelasan dari petugas kesehatan mengenai kegunaann dan pentingnya vaksin ./) dalam men%egah kanker serviks

18

DA+TAR PUSTAKA 1. 3hanta ), Krishnamurthi 3, Dajalakshmi :K, 3"aminathan R, Ravi%handran K.


Bpidemiology o- %an%er o- the %erviC9 global and national perspe%tive. E Ind 5ed <sso% $!!!( *0$194 -#$. $. Fran%o 4B, Duarte-Fran%o B, Feren%Ly B. :ervi%al %an%er9epidemiology, prevention and the role o- human papillomavirus in-e%tion. :an 5ed <sso% E $!!1(1'40,1. &. <LiL 5F. 5asalah pada kanker serviks. :ermin Dunia Kedokteran $!!1(1&& 4. 3jamsuddin 3. /en%egahan dan deteksi dini kanker serviks. :ermin Dunia Kedokteran $!!1(1&&9*-1&. #. <vailable at http9AA""".depkes.go.id '. Indarti E. /engambilan tes pap yang benar dan permasalahannya. :ermin Dunia Kedokteran $!!1(1&&914-,. ,. Moung R:. Dyne%ologi% malignan%y. In9 8raun"ald B, Fau%i <, .auser 3, Eameson E, Kasper D, 4ongo D. editors. .arrisonIs prin%iples o- internal medi%ine.1'th ed. 2e" Mork9 5%Dra"-.ill( *. 5a%kay .6. Dyne%ology9 %ar%inoma o- the %erviC. In9 6ierney 45, 5a%phee 3E, /apadakis 5<<, editors. :urrent medi%al diagnosis N 6reatment. 2e" Mork9 5%Dra"-.ill( $!!$.p.,&'-,. . Kusuma F, 5oegni B5. /enatalaksanaan tes pap abnormal. :ermin Dunia Kedokteran $!!1(1&&91*-$1. 1!. 3%hi--man 5, :astle /B. 6he promise o- global %ervi%al-%an%er prevention. 2 Bng E 5 $!!#(&#&0$!19$1!1-4. 11. <llian%e -or :ervi%al :an%er /revention 0<::/1. Improving s%reening %overage rates o- %ervi%al %an%er prevention programs9 < -o%us on %ommunities. :ervi%al :an%er /revention Issues in Depth 4($!!4. 1$. :rum :/. 6he beginning o- the end -or %ervi%al %an%erO 2 Bng E 5ed $!!$(&4,0$1191,!&-#. 1&. <rends 5E, 8u%kley :., ?ells 5. <etiology, pathogenesis, and pathology o%ervi%al neoplasia. E :lin /ath 1 *(#19 '-1!&. 14. .averkos .?. 5ulti-a%torial etiology o- %ervi%al %an%er9 a hypothesis. 5eds%ape Deneral 5edi%ine $!!#(,0419#,. 1#. <vailable at9 http9AA"""."ho.int 1'. Eastrebo-- <5, :ymet 6. Role o- the human papilloma virus in the development o%ervi%al intraepithelial neoplasia and malignan%y. /ostgrad 5ed E $!!$(,*9$$#-$*. 1,. Dottlieb 3. /ersisten%e o- ./) in%reases risk o- %ervi%al %an%er. 8r 5ed E $!!$(&$49' 1*. 2ational Institutes o- .ealth. :ervi%al :an%er /revention $!!'9 :ervi%al %an%er risk -a%tor.. Diunduh dari http9AA""".%d%.govA%an%erA%ervi%al. 1 . 3%hi--man 5, :astle /B. 6he promise o- global %ervi%al-%an%er prevention. 2 Bng E 5ed $!!#(&#&0$!19$1!1-4.

19

$!. <vailable at 9 http9AA""".depkes.go.id $1. Fran%o B4, :urLi%k E, .ildesheim <, de 3anjose 3. Issues in planning %ervi%al %an%er s%reening in the era o- ./) va%%ination. )a%%ine $!!'($43&931,1-,. $$. Koutsky 4<, .arper D5. :urrent -indings -rom prophyla%ti% ./) va%%ine trials. )a%%ine $!!'($43&9 3&114-$1. $&. 4a%ey :E2, 4o"ndes :5, 3hah K). 8urden and management o- non-%an%erous ./)-related %onditions9 ./)-'A11 disease. )a%%ine $!!'($43&93&&#-41. $4. Koutsky 4<, .arper D5. :urrent -indings -rom prophyla%ti% ./) va%%ine trials. )a%%ine $!!'( $43&93&114-$1.

I%$nisasi Pa a Re%a&a

Imunisasi pada remaja merupakan hal yang penting dalam upaya pemeliharaan kekebalan tubuh tehadap berbagai ma%am penyakit in-eksi yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun parasit dalam kehidupan menuju de"asa. Imunisasi pada remaja ini diperlukan mengingat imunitas yang mereka peroleh sebelumnya dari pemberian imunisasi lengkap se"aktu masa bayi dan anak-anak tidak dapat bertahan seumur hidup 0misalnya imunitas terhadap pertussis hanya bertahan selama #-1! tahun setelah pemberian dosis imunisasi terakhir1. 3elain itu, banyak morbiditas penyakit serius yang dapat terjadi pada usia remaja 0misalnya kanker serviks sehubungan dengan in-eksi ./) yang meningkat pada remaja "anita1. Rekomendasi 3atgas Imunisasi ID<I mengenai pemberian imunisasi pada remaja belum ditentukan, akan tetapi <merika 3erikat telah merekomendasikan jad"al pemberian imunisasi pada remaja, melalui <dvirsory :ommittee on ImmuniLation /ra%ti%es 0<:I/1, dan mengadopsi rekomendasi dari :enters -or Disease :ontrol and /revention 0:D:1 berkolaborasi dengan <meri%an <%ademy o- /ediatri% dan <meri%an <%ademy o- Family /hysi%ians dan organisasi-organisasi pro-esional lainnya. I%$nisasi !a a Re%a&a 7sia sekolah dan remaja merupakan kurun "aktu dimana dapat terjadi paparan lingkungan yang luas dan beraneka ragam. Imunisasi pada usia ini pada umumnya adalah vaksinasi ulang atau booster untuk hampir semua jenis vaksinasi dasar pada usia lebih dini, diantaranya yaitu( hepatitis 8, polio, varisela, hepatitis <, di-teri dan tetanus 0D61, in-luenLa, pneumokokus, rubela, %ampak dan gondongan serta untuk pen%egahan penyakit yang sering menyerang pada usia remaja, seperti ./), In-luenLa. /ada tahun $!! , :D: mempublikasikan rekomendasi jad"al vaksinasi pada anak usia ,-1* tahun Jenis I%$nisasi !a a re%a&a

20

Tetanus and diphtheria toxoids vaccine (Td) dan vaksin Tetanus and diphtheriatoxoids acellular pertussis (Tdap). <:I/ merekomendasikan imunisasi rutin 6dap pada remaja.

Diberikan pada usia 11 sampai 1$ tahun untuk individu yang telah mendapat vaksinasi lengkap vaksin D6/AD6a/, serta belum menerima dosis booster tetanus dan diphtheria toCoid 06d1. /ada Individu berusia 1& sampai 1* tahun yang belum menerima 6dap sebaiknya mendapat vaksinasi ini. 6dap sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal 6d pada suatu seri %at%h-up atau sebagai booster pada usia 1! sampai 1* tahun( gunakan 6d untuk dosis lainnya.

Imunisasi dengan vaksin D6a/ pada remaja lebih aman diberikan 6dap. Man4aat Vaksin T a! !a a Re%a&a 1. 7ntuk memberikan imunitas terhadap pertussis selama masa remaja karena imunitas pertussis yang didapat dari dosis lengkap vaksinasi selama anak-anak hanya bertahan selama #-1! tahun setelah pemberian dosis terakhir. $. 7ntuk memberikan imunitas lanjutan terhadap tetanus dan di-teria. &. 7ntuk mengurangi reservoir pertussis dimana remaja yang menderita pertussis dapat menularkan penyakitnya pada bayi atau anak-anak. @leh karena itu, dengan menurunnya reservoir pertussis maka akan menurunkan insidensi peyakit ini. 4. 7ntuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit diphtheria, tetanus dan pertussis pada remaja. Rek,%en asi Pe%*erian Vaksin T a! !a a Re%a&a <dvisory :ommittee on ImmuniLation /ra%ti%es merekomendasikan imunisasi rutin 6dap pada remaja sebagai berikut 9 1. Remaja usia 11G1* tahun sebaiknya mendapat dosis tunggal 6dap dibandingkan vaksin tetanus dan diphtheria 06d1 untuk booster imunisasi mela"an tetanus, diphtheria, dan pertussis jika mereka telah mendapat vaksin D/6AD6a/ lengkap yang direkomendasikan semasa bayi dan anakanak 0# dosis sebelum usia , tahun( jika dosis keempat diberikan saat usia , tahun atau lebih maka tidak diperlukan dosis kelima1 dan belum mendapat vaksinasi 6d atau 6dap. 7sia vaksinasi 6dap yang direkomendasikan yaitu 11-1$ tahun.

21

$. Remaja usia 11G1* tahun yang mendapat 6d, tapi belum mendapat 6dap, sebaiknya mendapat dosis tunggal 6dap untuk memberikan perlindungan terhadap pertussis jika mereka telah mendapat vaksinasi D6/AD6a/ lengkap. Interval pemberian antara 6d dan 6dap yaitu # tahun untuk mengurangi resiko reaksi lokal dan sistemik setelah vaksinasi 6dap. ?alaupun demikian, dapat digunakan interval pemberian kurang dari # tahun. &. /enyedia vaksin sebaiknya memberikan vaksinasi 6dap dan tetravalent meningo%o%%al %onjugate pada remaja usia 11G1* pada "aktu yang bersamaan bila vaksin tersebut tersedia dan diindikasikan. K,ntrain ikasi Vaksin T a! an T Kontraindikasi vaksin 6dap dan 6d pada remaja usia 11-1* tahun adalah sebagai berikut 9 1. Individu dengan ri"ayat reaksi alergi serius terhadap komponen vaksin 0misalnya syok ana-ilaktik1 $. Remaja dengan ri"ayat ense-alopati 0koma atau kejang berkepanjangan1 tidak boleh mendapat komponen vaksin pertussis sehingga mereka hanya mendapat vaksinasi 6d saja dan bukan vaksinasi 6dap. Vaksin In4'$en9a

Diberikan setiap tahun pada anak usia ' bulan sampai 1* tahun. pada semua individu tidak memandang ada tidaknya -aktor risiko. Diberikan 1 C intra muskuler

Vaksin H$%an !a!i'',%avir$s 1HPV2 )aksin ./) yang telah beredar dibuat dengan teknologi rekombinan. )aksin ./) berpotensi untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan in-eksi ./) genitalia. 6erdapat $ jenis vaksin ./) yaitu vaksin bivalen 0tipe 1' dan 1*, :ervariCP1 dan vaksin Juadrivalen 0tipe ', 11, 1' dan 1*, DardasilP1. )aksin ini mempunyai e-ikasi '-1!!+ untuk men%egah kanker leher rahim yang disebabkan oleh ./) tipe 1'A1*. )aksin ./) telah disahkan oleh Food and Drug <dministration 0FD<1 dan <dvisory :ommittee on ImmuniLation /ra%ti%es 0<:I/1 dan di Indonesia sudah diiLinkan badan /@5 RI. Imunisasi vaksin ./) diperuntukkan pada anak perempuan dengan usia H1! tahun. Imunisasi diberikan dengan dosis !,# m4 se%ara intramuskular pada 5.deltoideus, untuk vaksin ./) bivalen, imunisasi diberikan dengan jad"al !, 1 dan ' bulan. 3edangkan untuk vaksin ./) kuadrivalen, dengan jad"al !, $ dan '. Menin#,",""a' ",n&$#ate va""ine 1MCV2

22

In-eksi meningokok adalah in-eksi invasi- yang mengakibatkan meningokoksemia, dan atau meningitis. Di Indonesia belum ada data yang pasti pada anak. /en%egahan diberikan kepada jemaah haji yang akan berada untuk "aktu yang lama di daerah yang ke%il dengan jumlah orang yang sangat banyak serta padat. <rab 3audi termasuk dalam meningitis belt dimana sering terjadi siklus epidemik 5eningokokus. Rek,%en asi )aksin diberikan se%ara injeksi subkutan dalam pada remaja pada usia 11-1* tahun. 6idak dianjurkan sebagai imunisasi rutin, hanya dianjurkan pada golongan risiko tinggi. Imunisasi akan sangat dianjurkan bagi pelan%ong yang menuju daerah atau negara yang dikenal sebagai daerah hiperendemik atau epidemik penyakit meningokok. I%$nisasi $'an# <ntibodi meningokok pada remaja dan orang de"asa dapat bertahan selama 1! tahun <pabila sering terpapar yang terus menerus maka imunisasi ulang pada remaja perlu diberikan setelah # tahun Pne$%,",""a' !,'(sa""hari e va""ine 1PPSV2 Diberikan pada anak dengan kondisi medis tertentu yang mendasari, termasuk implant %o%hlear. 3uatu vaksinasi ulang tunggal sebaiknya diberikan pada individu dengan asplenia -ungsional atau anatomis maupun kondisi immuno%ompromise lainnya setelah usia # tahun. Vaksin He!atitis A 1He!A2 Imunisasi menyebabkan terbentuknya serum neutraliLing antibodies. Imunisasi hepatitis < dapat diberikan mulai usia anak Q $ tahun. Diberikan dua dosis vaksin dalam rentang "aktu ' bulan. 4ama proteksi antibodi .)< diperkirakan menetap selama Q $! tahun. /roteksi jangka panjang terjadi akibat antibody protekti- yang menetap atau akibat anamnesti% boosting in-eksi alamiah. Vaksin He!atitis B 1He!B2 )aksin ).8 yang tersedia adalah vaksin rekombinan. /emberian dengan dosis yang sesuai rekomendasi akan membentuk respons protekti- 0anti .8s Q 1! mI7Am41 pada H !+ de"asa, bayi, anak, dan remaja. Diberikan se%ara intramuskular dalam. /ada remaja diberikan di regio deltoid.

23

)aksin hepatitis 8 diberikan minimal sebanyak & kali dengan interval yang direkomendasikan adalah 1-$ bulan, antara pemberian vaksin pertama dan kedua, serta 4-1$ bulan, antara pemberian vaksin kedua dan ketiga 0akan memberikan respons antibodi paling optimal1. :at%h up immuniLation merupakan imunisasi yang belum pernah diimunisasi atau terlambat H 1 bulan dari jad"al seharusnya. /ada imunisasi %at%h up ini interval imunisasi minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, kemudian *-1' minggu antara dosis kedua dan ketiga B-ektivitas vaksin dalam men%egah in-eksi ).8 adalah !- #+. 5emori sistem imun menetap minimal sampai 1$ tahun pas%a imunisasi sehingga tidak dianjurkan untuk imunisasi booster. Ina"tivate !,'i,vir$s va""ine 1IPV2

8agi anak yang telah mendapat vaksinasi I/) atau semua poliovirus oral 0@/)1, diperlukan dosis keempat jika dosis ketiga diberikan pada usia 4 tahun atau lebih. Eika @/) maupun I/) diberikan sebagai suatu serial, sebaiknya diberikan total 4 dosis, tanpa memperhitungkan usia anak saat ini.

Meas'es) %$%!s) an r$*e''a va""ine 1MMR2 Imunisasi %ampak pada remaja diberikan berupa vaksin 55R. /emberian vaksin 55R penting untuk "anita usia subur karena komponen rubella yang ada di dalamnya dapat men%egah rubella %ongenital apabila "anita tersebut hamil. )aksin ini diberikan 1 kali. Vaksin Vari"e''a /emberian imunisasi vari%ella pada remaja yang belum pernah mendapat imunisasi diberikan imunisasi $ kali dengan jarak pemberian selama 1 bulan sebanyak !,# ml. 3edangkan bagi yang sebelumnya hanya mendapatkan 1 kali penyuntikan maka diperlukan pemberian kedua untuk meningkatkan imunitas. Eenis vaksin yang direkomendasikan untuk kelompok ini adalah golongan monovalen. 3erokonversi didapat pada ,+ individu yang divaksinasi dan sekitar ,!+ terlindungi apabila terpapar in-eksi oleh anggota keluarga. 7ntuk individu berusia , sampai 1* tahun tanpa adanya bukti imunitas, diberikan $ dosis jika belum pernah divaksinasi sebelumnya atau dosis kedua jika sebelumnya mereka hanya mendapat 1 dosis. Cat"h7$! Va""ines

24

:at%h-up va%%ines adalah vaksin yang diberikan pada remaja yang tidak mendapat imunisasi lengkap sebelumnya. .al ini dimaksudkan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.

25

Anda mungkin juga menyukai