Anda di halaman 1dari 20

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Pajak di Indonesia Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (Negara). Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat telah mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan dengan cuma-cuma dan bersifat memaksa tersebut, kemudian dibuatlah suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi adanya unsur keadilan tersebut, maka rakyat diikut sertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang hasilnya nanti akan dikembalikan untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak. Akan tetapi, terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan pada saat itu mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang yang dibuat pada saat itu ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial. Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk melakukan reformasi undang-undang

perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang bersifat lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem

perpajakan yang semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undang - undang tersebut adalah : 1. 2. 3. 4. 5. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBm UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM) Dengan berkembangnya waktu, pemerintah akhirnya melakukan

perubahan dalam undang undang. Perubahan ketiga undang undang tersebut adalah : 1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 16 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007, yang berlaku mulai 1 Januari 2008. 2. UU PPh No. 17 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008, yang berlaku mulai 1 Januari 2009. 3. UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan Atas Barang Mewah No. 18 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009, yang berlaku mulai 1 April 2010.

2.2 Definisi Pajak Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untu membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J. Feldmann, Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum.

2.3 Ciri Ciri yang Melekat Pada Definisi Pajak Dari beberapa definisi, tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi Individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

2.4 Pungutan Lain Selain Pajak Disamping pajak, ada beberapa pungutan lain yang serupa dengan pajak tetapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda dengan pajak, yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan terdebut antara lain : 1. Bea materai, yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun benda lain.

2.

Bea masuk dan bea keluar, bea masuk adalah pungutan atas barang barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing masing golongan barang. Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing masing jenis barang tertentu.

3.

4.

Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar.

5.

Iuran, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.

6.

Pungutan lain yang sah / legal berupa sumbangan wajib. Terdapat dua fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), dan lain lain. b. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah :

10

1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). 2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 3) Tarif pajak ekspor sebesar 0 % dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. 4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan). 5) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 6) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

2.5 Jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga pengelompokkan, yaitu : 1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

11

a. Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan. b. Pajak Tidak Langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. 2. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Subjektif Pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. b. Pajak Objektif Pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak. 3. Menurut Lembaga Pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, dan PPnBm, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PBB dan BPHTB menjadi pajak daerah mulai tahun 2011. b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I untuk membiayai rumah tangga daerah masing masing.

12

Contoh : pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan, pajak air permukaan, pajak rokok, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

2.6 Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu : 1. Official Assement System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan. 2. Self Assessment system Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami pajak. Oleh undang undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk : a. b. c. d. e. Menghitung sendiri pajak yang terutang Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

13

3.

With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2.7 Berakhirnya Utang Pajak Utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal hal sebagai berikut : 1. Pembayaran / Pelunasan Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan / pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar negri, maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak ke kantor penerimaan pajak ( bank persepsi dan kantor pos ). 2. Kompensasi Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun

kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak. 3. Daluwarsa Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak tersebut dianggap telah lunas / dihapus / berakhir dan tidak dapat ditagih lagi. Utang pajak akan daluwarsa setelah melewati 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak dan atau tahun pajak yang bersangkutan. 4. Pembebasan / Penghapusan Kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu dinyatakan telah dihapus oleh fiskus karena setelah dilakukan penyidikan ternyata wajib pajak tidak mampu

14

lagi memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.

2.8 Konsep Penghasilan Berikut adalah definisi penghasilan menurut para ahli dari berbagai bidang ilmu seperti bidang akuntansi, dan perpajakan di Indonesia. a. Pengertian dalam Bidang Akuntansi Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007) sebagaimana tertulis dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, penghasilan adalah Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukkan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa Definisi penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gain). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti dan sewa. Keuntungan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan meliputi, misalnya pos yang timbul dalam pengalihan aset tidak lancar. Definisi penghasilan juga mencakup keuntungan yang belum direalisasi; misalnya, yang timbul dari revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan pengertian penghasilan dalam bidang akuntansi adalah kenaikan manfaat ekonomi yang diperoleh dalam suatu periode akuntansi tertentu yang berasal dari kegiatan operasional perusahaan dan penghasilan lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, pengalihan aktiva tidak lancar dan revaluasi sekuritas dan aktiva jangka panjang yang dimiliki oleh perusahaan.

15

b.

Pengertian dalam Perpajakan di Indonesia Dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang dimaksud penghasilan adalah: Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun Penghasilan sebagai obyek pajak mempunyai lima unsur, yaitu : 1. Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomi yaitu setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh wajib Pajak dalam tahun pajak tertentu (accretion concept of income atau comprehensive tax base). Yang dimaksud dengan tambahan adalah jumlah penerimaan atau perolehan bruto setelah dikurangi dengan biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu. 2. Yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak. Hal ini berarti pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis itu bilamana telah terealisasi (saat pengakuan) yang menurut konsep akuntansi dapat terjadi pada saat diperoleh (accrual basis), atau pada saat diterima (cash basis). 3. Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (worldwide income) tanpa melihat letak dari sumber penghasilan berada untuk Wajib Pajak dalam negeri. 4. Yang dapat dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk menambah harta. Unsur ini merupakan cara menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, yaitu sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak termasuk yang dipakai untuk membeli harta sebagai investasi (investasi disini adalah penggunaan tabungan Wajib Pajak untuk mengembangkan harta Wajib Pajak, seperti dibelikan saham untuk memperoleh dividen dan capital gains atau dibelikan tanah yang dapat memberikan sewa dan juga capital gains).

16

5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Hakikat ekonomis lebih penting dalam menentukan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dibandingkan dengan bentuk formal (yuridis).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah penerimaan yang diperoleh selama suatu periode tertentu yang dapat digunakan untuk konsumsi maupun sebagai simpanan (pertambahan kekayaan) yang dapat berasal dari kegiatan usaha maupun dari harta yang dimiliki oleh seseorang baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak.

2.9 Tarif Pemungutan Pajak Penghasilan Dalam penghitungan pajak yang harus dipotong / dipungut digunakan tarif pajak : 1. Tarif Progresif Tarif progresif adalah tarif pajak yang presentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :

a. Tabel 2.1 Tarif Progresif Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Pengenaan Pajak Sampai dengan Rp 25.000.000 Diatas Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 Diatas Rp 100.000.000 s/d Rp 200.000.000 Diatas Rp 200.000.000 Tarif 5% 10 % 15 % 25 % 35 %

b. Tabel 2.2 Tarif Progresif Untuk Wajib Pajak Badan Lapisan Pengenaan Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 Tarif 10 %

17

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 Diatas Rp 100.000.000

15 % 30 %

Adapun keputusan perubahan tahun 2009 adalah sebagai berikut : a. Tabel 2.3 Perubahan Tarif Progresif Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perorangan) Lapisan Pengenaan Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 Diatas Rp 500.000.000 Tarif 5% 15 % 25 % 30 %

b. Untuk wajib pajak badan 1) 2) Tarif tunggal 30 % pada tahun 2008 Diturunkan menjadi 28 % pada tahun 2009 dan menjadi 25 % pada tahun 2010 2. Tarif Efektif Tarif efektif digunakan rumusan sebagai berikut : Tarif Pasal 17 dikalikan dengan Perkiraan Penghasilan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak

2.10

Pembayaran Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) Pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

1.

Membayar sendiri pajak yang terutang a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25), yaitu pembayaran pajak penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak

18

yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan. b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu peluansan pajak penghasilan yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak. 2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. 3. 4. Melalui pembayaran pajak diluar negeri (PPh Pasal 24). Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah (misalnya bendaharawan pemerintah). 5. Pembayaran pajak lainnya a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. c. Pembayaran Bea Materai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai tempel atau kertas bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

2.11 Jenis SSP 1. SSP Standar Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan

menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Formulir SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut :

19

a. Lembar ke 1 : untuk arsip wajib pajak b. Lembar ke 2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) c. Lembar ke 3 : untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak d. Lembar ke 4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran 2. SSP Khusus SSP Khusus merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima

Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan. SSP khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP khusus dicetak : a. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke 1 dan lembar ke 3 SSP Standar. b. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke 2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominal Penerimaan (DNP).

2.12

Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi atau badan), dan Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraaan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

20

2.13 Pemotong PPh Pasal 23 Pemotong Pajak PPh Pasal 23 terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Badan Pemerintah Subjek Pajak Badan Dalam Negeri Penyelenggara Kegiatan Bentuk Usaha Tetap Perwakilan Perusahaan di Luar Negeri Lainnya Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasal 23, yaitu : a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.

2.14 Tarif dan Penghitungan PPh Pasal 23 2.14.1 Tarif Pajak dan Dasar Pemotongan Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut: 1. Sebesar 15 % dari jumlah bruto atas : a. Dividen b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. Royalti d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e. 2. Sebesar 2 % dari jumlah bruto atas : a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2).

21

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

2.14.2 Menghitung PPh Pasal 23 Cara menghitung PPh Pasal 23 untuk masing masing Objek Pajak dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2.4 Penghitungan PPh Pasal 23 NO 1. 2. 3. 4 5 Objek Pajak Dividen Bunga Royalti Sewa Besarnya PPh Pasal 23 15 % x jumlah dividen 15 % x jumlah bunga 15 % x jumlah royalti 2 % x jumlah sewa

Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya 15 % x jumlah hadiah / selain yang telah dipotong pajak penghasilan penghargaan / bonus sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e

6.

Sewa dan penghasilan lain sehubungan 2 % x jumlah sewa dengan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) 7. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa 2 % x jumlah imbalan manajemen, konsultan jasa konstruksi, dan jasa (tidak termasuk PPN)

22

2.15 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan (SPT) juga digunakan bagi wajib pajak untuk melaporkan hal hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.16 Jenis Formulir SPT Ada beberapa formulir dalam pelaporan SPT ini, diantaranya adalah : 1. 2. Formulir 1770 Formulir 1770 S Digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilan dari pekerjaannya lebih dari satu pemberi kerja, atau penghasilannya lebih dari Rp 60.000.000 setahun, atau wajib pajak tersebut memiliki penghasilan lain. Formulir 1770 S ini tidak bisa digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 3. Formulir 1770 SS Formulir SPT Tahunan yang paling sederhana yang ditujukan wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya setahun hanya dari pekerjaan dan jumlahnya tidak lebih dari Rp 60.000.000 setahun. 4. Formulir 1721 A1 dan atau 1721 A2 Formulir keterangan dari pemberi kerja yang menjelaskan pajak dari wajib pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja. Formulir ini dilampirkan saat SPT dilaporkan.

23

2.17 Jenis SPT Ada dua jenis SPT, yaitu : 1. SPT Masa SPT Masa, yaitu surat pemberitahuan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. SPT Masa terdiri atas : a. SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26 b. SPT Masa PPh Pasal 22 c. SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26 d. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) e. SPT Masa PPh Pasal 15 f. SPT Masa PPN dan PPnBm g. SPT Masa PPN dan PPnBm bagi pemungut 2. SPT Tahunan SPT Tahunan yaitu, surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. SPT Tahunan terdiri atas : a. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. b. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan

menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat. c. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha / pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto, dari satu atau lebih pemberi kerja yang dikenakan PPh final dan atau bersifat final dan dari penghasilan lain. d. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, dalam negeri lainnya dan yang dikenakan PPh final dan atau bersifat final. e. SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu pemberi kerja dengan penghasilan bruto tidak melebihi Rp 30.000.000 setahun.

24

Apabila wajib pajak baik orang pribadi maupun badan, ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, wajib pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak. Jangka waktu tersebut paling lama 2 (dua) bulan. Apabila sampai dengan batas perpanjangan ini, SPT tetap belum disampaikan, dapat diterbitkan surat teguran. SPT dianggap tidak disampaikan apabia : 1. 2. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen yang ditetapkan 3. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dan wajib pajak telah ditegur secara tertulis

2.18 1.

Cara Pengisian SPT Susun Laporan Keuangan Untuk menyusun laporan keuangan bisa dengan cara manual atau dengan Microsoft Excel, dengan software se[perti : MYOB, OBM Enterprise, DacEasy Accounting dan masih banyak software akuntansi lainnya.

2. 3.

Identifikasi Data Mengisi Form SPT Tahunan

2.19 Fungsi SPT Fungsi SPT adalah : 1. Wajib Pajak PPh

25

Sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. c. Harta dan kewajiban. d. Pemotongan atau pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak. 2. Pengusaha Kena Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan

penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran. b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. 3. Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut atau disetorkan.

2.20 Tempat Pengambilan SPT Setiap wajib pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau melalui website

http://www.pajak.go.id untuk mencetak atau menggandakan atau fotocopy dengan bentuk dan isi yang sama dengan hasilnya.

26

Anda mungkin juga menyukai