Anda di halaman 1dari 27

1

PENDUGAAN LIMPASAN PERMUKAAN DENGAN METODE RASIONAL PADA LAHAN PERTANIAN

USULAN PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat dalam Melaksanakan Penelitian Guna Penyusunan Skripsi pada Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian

Disusun Oleh : BELLIANA NUR MUSTIKA PUTRI 240110090045

UNIVERSITAS PADJAJARAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN 2013

DAFTAR ISI BAB Judul Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................................i DAFTAR TABEL ..........................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................iv I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................2 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................2 II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................3 2.1 Lahan Pertanian .....................................................................................3 2.2 Pengertian Limpasan Permukaan (Run Off) ...........................................4 2.3 Koefisien Limpasan (Run Off Coefficient)..............................................6 2.4 Metode Rasional .....................................................................................8 2.5 Intensitas Hujan .......................................................................................9 2.6 Tekstur Tanah...........................................................................................10 2.6.1 Karakteristik Tekstur Pasir, Debu, Liat ........................................11 2.7 Topografi .................................................................................................11 III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................13 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................13 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................13 3.2.1 Alat Penelitian ................................................................................13 3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................................13 3.3 Metode Penulisan .....................................................................................13 3.4 Tahapan Penelitian ...................................................................................14 3.4.1 Survey Lapangan ............................................................................15 3.4.2 Penentuan Lokasi Demplot Run Off ............................................15 3.4.3 Penempatan Lokasi Demplot Run Off ...........................................15 3.4.4 Pengambilan Contoh Uji tanah Pada Lahan...................................15 3.4.5 Pengamatan dan Pengukuran Pada lahan .......................................16

3.4.6 Pengumpulan Data Penelitian ..........................................................16 3.4.7 Analisis Data ....................................................................................17 3.5 Parameter yang Akan Diukur ...................................................................17 3.5.1 Pengukuran Volume Aliran Permukaan ..........................................17 3.5.2 Pencatatan Curah Hujan ..................................................................18 3.5.3 Pengambilan Sampel .......................................................................18 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................19

ii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. 2

Judul

Koefisien Limpasan.......................................................................................8 Sampel Uji Tanah ............................................................................................18

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2. 2

Judul

Halaman

Instalasi Irigasi Tetes sebagai Ciri-khas Pertanian Lahan Kering ........ Lahan yan dialiri aliran permukaan ...........................................................4 Aliran permukaan yang berasal dari kejenuhan tanah ..............................5

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Indonesia , pada musim kemarau sering mengalami kekeringan sehingga

menyebabkan lahan pertanian tidak dapat bekerja secara maksimal. Dampak lain yang disebabkan oleh kekeringan pada lahan pertanian yaitu terhadap

kelangsungan hidup petani. Lahan pertanian yang tidak dialiri air akan menyebabkan kerugian yang besar bagi petani seperti gagal panen. Data Areal lahan kering di Indonesia menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dalam Haryati (2002) tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis telah mencapai 18 juta hektar. Setelah hampir 13 tahun, lahan kritis pada tahun 2005 cukup luas yaitu mencapai 52,5 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7,1 juta ha), Sumatera (14,8 juta ha), Kalimantan (7,4 juta ha), Sulawesi (5,1 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6,2 juta ha), dan Irian Jaya (11,8 juta ha). Lahan kering umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, ketersediaan air menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaan lahan kering. Untuk dapat membantu petani mengurangi dampak dari kekeringan pada lahannya kita dapat menggunakan cara pemanenan air hujan . Pemanenan air hujan merupakan cara untuk

memperoleh ketersedian air pada lahan dengan penangkapan/penampungan dan pemanfaatan air hujan secara optimal (Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah, Balai Penelitian Tanah). Rata rata curah hujan di Indonesia termasuk tinggi yaitu sebesar 2000 3000 mm/tahun sehingga dapat dimamfaatkan untuk pemanenan air hujan. Namun untuk melakukan pemanenan air hujan terlebih dahulu harus diketahui limpasan permukaan. Limpasan permukaan (surface run off) merupakan air hujan yang

mengalir dalam bentuk lapisan tipis diatas permukaan lahan yang akan masuk keparit dan selokan selokan yang kemudian bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai ( Acep Suhendra, 2012).

Ada dua jenis limpasan permukaan (surface run off) yang terjadi selama hujan , yaitu : (1) limpasan permukaan yang berasal dari kelebihan infiltrasi (infiltration excess overland flow) dan (2) aliran permukaan yang berasal dari kejenuhan tanah ( saturation excess overland flow)(Indarto,2010). Pendugaan limpasan permukaan bergantung pada tiga hal. Pertama bergantung kepada berapa jumlah maksimum curah hujan persatuan waktu (intensitas maksimum ). Kedua, bergantung kepada berapa mm/jam dari curah hujan yang menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan permukaan). Besarnya nilai faktor ini selain bergantung kepada topografi terutama kemiringan lereng dan tekstur tanah , juga bergantung kepada tipe penutup tanah serta

pengelolaanya. Selain itu besarnya debit limpasan permukaan ditentukan oleh faktor ketiga yakni luas areal tangkapan (Rahim, 2003). Metode pendugaan perhitungan limpasan permukaan yang digunakan

secara luas adalah metode Rasional. Metode ini relatif mudah digunakan karena lebih sederhana dan tidak terlalu banyak menyita waktu (Chay Asdak, 1995). Oleh karena itu metode ini yang digunakan untuk melakukan pendugaan perhitungan limpasan permukaan. Penelitian pendugaan perhitungan limpasan permukaan dengan motode rasional ini dilakukan untuk membantu petani agar dampak musim kemarau dapat berkurang sehinggapenelitian pemanenan air hujan. selanjutnya petani dapat melakukan

1.2

Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi

adalah musim kemarau yang dialami di Indonesia dapat menyebabkan kekeringan terhadap lahan pertanian yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup petani yang lahan nya mengalami kekeringan sehingga berdampak pada gagal panen yang dialami oleh petani pada lahannya.

. 1.3

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah:

1. Melakukan pendugaan limpasan permukaaan dengan metode rasional pada lahan kering di unpad.

1.4

Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan mampu menjadi sebuah Informasi

mengenai pendugaan limpasan permukaan dengan metode rasional sebagai suatu upaya untuk penelitian selanjutnya yaitu pemanenan air hujan . sehingga dari penelitian ini didapatkan hasil untuk merancang pemanenan air hujan di lahan kering , agar pada musim kemarau petani dapat menggunakan air limpasan permukaan yang sudah ditampung di pemanenan air hujan untuk tanamannya.

1.5

Batasan Masalah 1. Melakukan penelitian limpasan permukaan pada lahan kering di unpad. 2. Melakukaan pendugaan limpasan permukaan yang di teliti dengan metode rasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Kering Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. Lahan mempunyai arti penting bagi para stakeholder yang

memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Adanya banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan, hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar aktor yaitu petani, pihak swasta, dan pemerinntah dalam memanfaatkan lahan. han Kering adalah kegiatan pertanian yang dil Lahan kering ditandai dengan rendahnya curah hujan ( < 250 - 300 mm/tahun), indek kekeringan (rasio / perbandingan antara curah hujan dan evapotranspirasi kurang dari 0.2), variasi tanaman sangat terbatas (hanya semak belukar, rerumputan dan pepohonan kecil di daerah tertentu), suhu yang sangat tinggi (+- 49 derajat celsius pada musim panas), tekstur tanah adalah pasir dan memiliki salinasi yang tinggi pada tanah dan air tanahnya yang diakibatkan oleh tingginya evaporasi dan infiltrasi(wahid muthowal,2012) .

Gambar 1. Instalasi Irigasi Tetes sebagai Ciri-khas Pertanian Lahan Kering.

Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa. Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan kering, yakni : 1. Iklim Mediterania : hujan terjadi di musim gugur dan dingin 2. Iklim Tropisme : hujan terjadi di musim panas 3. Iklim Kontinental : hujan tersebar merata sepanjang tahun

Kondisi ekstrim dan tidak bersahabat yang terjadi di daerah lahan kering tersebut menyebabkan beberapa kendala untuk membudidayakan tanaman pertanian, beberapa kendala tersebuat adalah sebagai berikut : 1. Air sebagai faktor pembatas dalam memproduksi tanaman pertanian 2. Musim tanam yang sangat pendek dan hanya beberapa tanaman yang dapat dibudidayakan 3. Sodium Klorida (NaCl) sebagai penyebab utama terjadinya tanah mengandung kadar garam tinggi

4. Daya kapilaritas tanaman yang sangat tinggi akibat tingginya evaporasi menyebabkan tanah mengandung kadar garam yang buangan. 2.2 Pengertian Limpasan Permukaan (Run off) Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah . Ketika air hujan jatuh ke permukaan tanah , sejumlah berasal dari gas

air yang jatuh akan terinfiltrasi kedalam tanah , sebagian tersimpan di permukaan. Sebagian air hujan yang tersimpan di permukaan akan menjadi aliran permukaan (runoff), setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air hujan dan proses hujan memiliki intensitas lebih besar dari laju perkolasi. Ada dua jenis aliran permukaan (surface run off) yang terjadi selama hujan , yaitu : aliran permukaan yang berasal dari kelebihan infiltrasi (infiltration excess overland flow) , dan aliran permukaan yang berasal dari kejenuhan tanah (saturation excess overland flow (Indarto,2010)

Gambar 2. Lahan yang dialiri aliran permukaan.

Aliran permukaan yang berasal dari kelebihan infiltrasi terjadi jika besarnya hujan (intensitas hujan) yang jatuh lebih besar dari kapasitas infiltrasi. Air yang tidak terinfiltrasi selanjutnya menjadi aliran permukaan. Sedangkan aliran permukaan yang bersal dari kejenuhan tanah terjadi jika lapisan tanah menjadi jenuh dan air tidak dapat lagi terinfiltrasi. Umumnya terjadi pada hujan kecil hingga sedang dengan durasi atau kejadian hujan. Tanah mungkin sudah jenuh oleh kejadian hujan sebelumnya , sehingga tidak lagi dapat menampung air infiltasi ( Gambar foto )_. (buku )

Gambar 2. Aliran permukaan yang berasal dari kejenuhan tanah.

Aliran permukaan akibat kejadian hujan pada suatu tempat dapat dinyatakan dengan rumus: Roff = P I..........(1)

Dimana : Roff P I : adalah aliran permukaan (mm), : adalah hujan (mm) : adalah infiltrasi (mm).

Jumlah air yang menjadi limpasan permukaan sangan bergantung kepada jumlah air hujan persatuan waktu (intensitas hujan ), keadaan penutup tanah , topografi ( terutama kemiringan lereng ), Jenis tanah dan ada atau

tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan) (Rahim, 2003). Vegetasi , kemiringan lereng , tanah, dan iklim dapat mempengaruhi limpasan permukaan serta laju erosi. Tanaman penutup tanah mempengaruhi aliran air permukaan dan pergerakan tanah lebih dari suatu faktor fisik yang cukup berpengaruh. Intensitas curah hujan , jenis tanah , keadaan kelembaban bahan di bawah permukaan dan pearmebilitas juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (Bennet, 1995).

2.3 Koefisien Limpasan (Runoff Coefficient ) Koefisien limpasan adalah rasio jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran sungai (DAS) berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan berkisar antara 0.10 - 0.30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien limpasan adalah 0.30 0.50 (Prastowo, 2003). Menurut Supangat dan Ugroh (2002) Koefisien limpasan adalah perbandingan antara aliran dengan curah hujan yang masuk. Menurut Murray dan Gorgens (1981) dalam Supangat dan Ugroh (2002), bagian dari air hujan yang menjadi aliran dapat dipandang sebagai suatu respon DAS. Koefisien limpasan dapat dikategorikan berdasarkan koefisien aliran tahunan yang dapat dipakai sebagai petunjuk kehilangan air dari sistem DAS, serta koefisien aliran sesaat yang merupakan perbandingan antara aliran sesaat yang disebabkan oleh curah hujan penyebabnya. Koefisien limpasan tahunan selama beberapa kurun waktu tertentu dapat menggambarkan kondisi suatu DAS terhadap masukan air hujan yang responnya dapat menjadi gambaran kesehatan suatu DAS ditinjau dari aspek tata air. Koefisien limpasan permukaan, dihitung dengan menggunakan persamaan (Dariah et al., 2003) : KR = Rh/( CH*Cos ) x100 %............(2)

Dimana: KR = Koefisien limpasan permukaan (%), Rh =Total volume limpasan permukaan dibagi luas plot (mm), CH = Jumlah curah hujan (mm),

= kemiringan lahan (derajat).


Koefisien limpasan juga dapat ditentukan dengan metode rasional. Metoda rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan diperoleh pada intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk pengaliran air dari yang paling ujung dari suatu DAS sampai ke outlet. Apabila lama hujannya kurang dari waktu konsentrasi, maka intensitasnya kemungkinan lebih besar akan tetapi luas DAS yang memberikan kontribusi terhadap debit akan lebih kecil dari total luas DAS (A). Apabila lama waktu hujan lebih besar dari waktu konsentrasi maka luas areal sama dengan total luas DAS (A) tetapi intensitasnya kurang dari intensitas hujan pada lama hujan sama dengan Tc. Rumus metoda Rasional dinyatakan (Kalsim, 2003) :

Q ...................(3) 0.0028.i. A

Dimana: Q : puncak limpasan (L3T-1); C : koefisien limpasan ( 0 < C <1); i : intensitas hujan maksimum dengan lama hujan sama konsentrasi. A: luas DAS (L2). dengan waktu

10

Dalam Asdak (1995) angka koefisien limpasan berkisar antara 0 sampai 1. Angka 0 menunjukan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedangkan nilai limpasan sama dengan 1 menunjukan bahwa semua air hujan mengalir sebagai limpasan (run-off). Adapun tabel koefisien limpasan sebagai berikut : Tabel 1. Koefisien Limpasan

Kemiringan Sawah, rawa <3%

Tutupan

Koefisien Limpasan 0,2 0,3 0,4 0,4 0,5 0,6 0,7 0,6 0,7 0,8 0,9

Hutan, perkebunan Perumahan dengan kebun Hutan, perkebunan

3 % - 15 5

Perumahan Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan Hutan

> 15 %

Perumahan, kebun Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah tambang

2.4 Metoda Rasional Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff). Metoda ini relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al, 1986). Persamaan matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut :

Q=0,278.C.I.A............. (4)

11

dimana : Q : Debit (m3/detik) 0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2 C I A : Koefisien aliran : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) : Luas daerah aliran (km2)

Metode rasional adalah metode yang digunakan untuk memperkirakan aliran permukaan dengan asumsi bahwa intensitas hujan seragam di seluruh daerah dan mempunyai waktu konstan, puncak limpasan terjadi pada saat seluruh daerah juga mengalami limpasan , debit puncak pada satu titik merupakan fungsi dari intensitas hujan rata- rata dari hujan deras yang mempunyai durasi sama dengan waktu konsentrasi di titik tersebut, frekuensi banjir sama dengan curah hujan, metode SCS (Soil Conservation Service) digunakan untuk menghitung waktu untuk mencapai debit puncak aliran permukaan (jam) (Anonimous, 2006).

2.5 Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian maka intensitas hujan dapat dihitung dengan Persamaan Mononobe : [ ] ..........(5)

Dimana: I = intensitas hujan (mm / jam ). R24 = curah hujan maksimum dalam sehari (mm). t = lamanya hujan (jam).

12

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume limpasan permukaan. Pada hujan dengan intensintas tinggi , kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian , total volume limpasan air permukaan akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian , hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah yang ditimbulkan oleh tenaga kinetik hujan dan limpasan air permukaan yang dihasilkan.(Nurpilihan, 2011) . 2.6 Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari pasir, debu, dan liat. Tanah terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm sampai lebih kecil dari pedon disebut fragmen batuan (rock fragment) atau bahan kasar (kerikil sampai batu). Bahan-bahan tanah yang lebih halus (< 2mm) disebut fraksi tanah halus (fine earth fraction). Tekstur tanah yang berupa partikel memiliki ukuran diameter yang berbeda-beda, yakni : Pasir (sand) : 2 mm 50 mikron Debu (silt) : 50 - 2 mikron Liat (clay) : < 2 mikron Klasifikasi tekstur ini didasarkan pada jumlah partikel yang berukuran < 2 mm. Jika dijumpai partikel yang > 2 mm, Tekstur tanah menunjukkan kasar dan halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkkan ke dalam 12 kelas tekstur dibedakan berdasarkan presentase kandungan pasir, debu dan liat yaitu: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung berdebu, debu, liat berpasir, liat berdebu, liat (Hardjowigeno, 2003).

13

2.6.1 Karakteristik Tekstur Pasir, Debu, Dan Liat Berdasarkan tingkat kasar dan halusnya tanah yang dilihat dari persentase kandungan pasir, liat, dan debu, maka tekstur pasir, liat, dan debu memiliki karakteristik masing-masing. Tanah-tanah bertekstur liat ukuran butirannya lebih halus, maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar, sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah yang bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 2003). Tanah-tanah bertekstur pasir, karena butiran-butirannya berukuran lebih besar, maka setiap satua berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil, sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Telah diketahui bahwa pasir dan debu terutama berasal dari pecahnya butir-butir mineral tanah yang ukurannya berbeda-beda dari satu jenis tanah dengan jenis tanah yang lain. Luas permukaan debu jauh lebih besar dari luas permukaan pasir per gram. Tingkat pelapukan debu dan pembebasan unsur-unsur hara untuk diserap akar lebih besar daripada pasir (Hakim, 1982). Tekstur tanah mempengaruhi daya tahan dan laju infiltrasi air. Tanahtanah kasar mengizinkan infiltrasi dan perlokasi air yang yang cepat, sehingga tidak ada run off permukaan sekalipun sehabis hujan lebat. Tanah liat begitu halus teksturnya, sehingga sedikit air yang menembus tingkatan bawah, terutama sesudah permukaan liat menjadi basah dan mengembang (Hanafiah, 2005). 2.7 Topografi Topografi sangat mempengaruhi perkembangan tanah terutama oleh pergerakan air diatas permukaan tanah. Pergerakan air di atas permukaan tanah akan membawa mineral- mineral yang ada di permukaan tanah. Dengan adanya air di permukaan tanah makan tanah akan menjadi lembab dan akan berpengaruh terhadap pencucian , reaksi kimia dan untuk pertumbuhan tanaman (Plaster, 1992).

14

Menurut R.I.A.L (1976) dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) mengatakan bahwa derajat kemiringan tanah akan mempengaruhi tegangan permukaan , sedangkan kecepatan aliran permukaan meningkat , dengan demikian kapasitas daya rusak air akan lebih besar. Energi yang timbul karena aliran permukaan berubah menurut kuadrat kecepatannya. Kemiringan tanah (lereng) adalah beda tinggi dari dua tempat yang berbeda yang dinyatakan dalam persen artinya beberapa meter berbeda tinggi dari dua tempat yang berbeda, yang dinyatakan dalam jarak 100 meter mempunyai beda tinggi 2 meter. Lereng atau kemiringan lahan dimaksud merupakan faktor yang sangat perlu dipertimbangkan didalam segala kegiatan pembangunan terutama pembangunan yang bersifat fisik, hal ini mengingat lereng atau kemiringan lahan sangat berpengaruh terhadap erosi permukaan tanah semakin panjang dan semakin besar kemiringan lahan akan semakin cepat aliran permukaan dan daya angkut dari aliran tersebut. Sepanjang kecuraman dari suatu lereng meningkat, terjadi aliran permukaan dan erosi yang sangat besar , tanah bergerak perlahan lahan , infiltrasi air kuramng dan air tersedia kurang bagi aktivitas kimia dan biologi . pengaruh kemiringan merupakan suatu penundaan dalam pembentukan tanah. Umumnya peningkatan kemiringan dalam persen dikaitkan dengan suatu pengurangan dalam pencucian , kandungan bahan organik , translokasi lempung , pelapukan mineral, differensiasi horison dan ketebalan solum (Foth, 1995).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan

Desember 2013, dilaksanakan di lahan percobaan dan penelitian FTIP Unpad yang terletak di area lahan kering belakang kampus Unpad Jatinangor. Lokasi penelitian meliputi areal seluas 4, 2 hektar dengan kondisi topografi bergelombang. Tutupan lahan yang ada saat ini berupa areal vegetasi tanaman tahunan dan tanaman musiman berupa jagung dan singkong

3.2

Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian Persiapan peralatan penelitian dan alat analisa yang akan digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Ring sample 2. Timbangan Digital 3. Oven 4. Wadah tampungan air 5. Gelas ukur 6. Perangkat demplot pengukur aliran permukaaan

3.2.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian antara lain: 1. Lahan percobaan FTIP UNPAD

3.3

Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

analisis deskriptip. Metode analisis deskriptif. yaitu pengambilan kesimpulan dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.

13

16

3.4

Tahapan Penelitian Mulai

Survey Lapangan

Penentuan Lokasi Demplot Run off

Penempatan Demplot Run off

Pengambilan Contoh Uji Tanah pada Lahan

Pengamatan dan Pengukuran pada Lahan

Analisis Sifat Fisik Tanah

Pengambilan Sampel tanah

Pencatatan Curah Hujan

Besarnya Aliran Permukaan

Analisis Sifat Fisik Tanah

Pengukuran Volume air Aliran Permukaan

Pengumpulan Data Penelitian Metode Rasional Analisis Data Penelitian

Selesai

17

3.4.1

Survey Lapangan Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui lahan yang akan

dilakukakan. Survey lapangan juga dilakukan untuk mengetahui kondisi lahan seperti : kemiringan , topografi dan yang lainnya.

3.4.2

Penentuan Lokasi Demplot Run Off Penentuan lokasi demplot run off dilakukan untuk mengetahui posisi

penempatan lokasi demplot run off pada lahan. Ukuran petak standar untuk lokasi demplot run off mempunyai panjang 22m (memanjang ke arah kemiringan lereng), lebar 1.8 m , dengan minimal tinggi pembatas petak 15- 20 cm di atas permukaan tanah , namun tetap dimungkinkan untuk membuat petak dengan ukuran berbeda. Sehingga pembuatan petak unruk lokasi demplot run off harus disesuikan dengan lahan yang akan dilakukan penelitian.

3.4.3

Penempatam Lokasi Demplot Run Off Setelah dilakukan penentuan lokasi demplot run off , maka demplot run

off untuk mengukur besarnya aliran permukaan dapat ditempatkan pada lahan yang akan dilakukan penelitian. Menurut Kartasapoetra(1988) , petak demplot run off tersebut dapat ditempatkan pada tanah dengan kondisi penutupan vegetasi yang seragam dan dengan kemiringan tertentu (ditentukan dengan menggunakan clinometer), solum tanahnya masih cukup dalam (>0.5 m) , dan petak demplot run off di lahan ditempatkan searah lereng .

3.4.4

Pengambilan Contoh Uji Tanah Pada Lahan Pengambilan contoh uji tanah untuk mengetahui kondisi lahan sebelum

dilakukan penelitian . Pengambilan contoh uji tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah pada lahan yang akan di teliti.pengambilan contoh uji tanah dengan mengambil sampel tanah dengan kedalaman 0-20 cm pada beberapa titik secara acak untuk tiap kelerengan, kemudian pada titik yang berbeda setiap ulangan.

18

Sampel tanah yang diambil ditempatkan pada kantong plastik dan diberi label , selanjutnya sampel tanah tersebut akan dianalisis teksturnya.

3.4.5

Pengamatan dan Pengukuran Pada Lahan Penelitian pendugaan limpasan permukaan dilakukakan dengan cara

melakukan pengukuran dan pengamatan pada lahan yang akan diteliti. Pengamatan dan pengukuran pada lahan dibagi menjadi 3 yang harus diamati dan dilakukan pengukuran yaitu : pengambilan sampel tanah , Pencatatan curah hujan dan pengukuran besarnya limpasan .

3.4.6

Pengumpulan Data Penelitian Data curah hujan , data sampel tanah , dan data besarnya limpasan

dikumpulkan sehingga data penelitian tersebut dapat di analisis. Sebagian data seperti data curah hujan dan data besarnya limpasan di hitung mengggunakan metode rasional sehingga dapat diketahui koefisien nilai run off. Adapun rumusnya seperti berikut :

Q=0,278.C.I.A...................(6) Sehingga

Q .....................(7). 0.0028.i. A

dimana : Q : Debit (m3/detik) 0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2 C I A : Koefisien aliran : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) : Luas daerah aliran (km2)

19

3.4.7

Analisis Data Data yang sudah dikumpulkan dan dihitung dapat dilakukan analis data

sehingga pada penelitian ini kita dapat memberi kesimpulan tentang pendugaan besarnya limpasan permukaan pada lahan yang diteliti.

3.5 Parameter yang akan di ukur

3.5.1 Pengukuran Volume Aliran Permukaan Volume aliran permukaan permukaan diukur dari setiap kejadian hujan yang menimbulkan aliran permukaan. Dari setiap petak ditetapkan dengan mengukur volume air di dalam bak penampungg (V1) dan drum (V2) dengan volume tanah yang mengendap (Vt) . Volume aliran permukaan dapat ditentukan sebagai berikut

(
( (

)
) )

..............(8) ..................(9) ).............(10)

20

)..............(11)

Pengukuran BD tanah (gram/cm3) 1. Ambilah sampel tanah kering di lahan, misalnya beratnya adalah A (gram). 2. Masukkan kedalam gelas ukur berisi air sehingga terbaca perubah volume air (V). 3. (gram/cm3)..................(12)

3.5.2 Pencatatan Curah hujan Langkah pertama untuk menentukan curah hujan yaitu dengan melakukan perhitungan hujan rancangan dengan metode mononobe yaitu : [ ] .....................(13) Dimana: I = intensitas hujan (mm / jam ). R24 = curah hujan maksimum dalam sehari (mm). t = lamanya hujan (jam). 3.5.3 Pengambilan Sampel Uji Tanah Pengambilan sampel uji tanah diperlukan untuk analisis tekstur tanah sehinggga hasilnya dapat diperoleh dan disesuaikan dengan daftar koefiesien run off. Tabel 2. Sampel Uji Tanah

DAFTAR PUSTAKA

Annonimous.2006.Peranan Agroforestry dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai . http//www.worldagroforestrycentre.org Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis Jenis Kayu Komersil, Departemen kehutanan Jakarta. Bafdal, Nurpilihan (2011). Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Bandung: Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Bannet.HH.1995. Element Of Soil Conservation New York Mc Grawl Hill, New York. Dariah , Ai ett all. 2003. Erosi dan Aliran Permukaan Pada Lahan Tanaman Kopi Di Sumberjaya , Lampung Barat. Jurusan Ilmu Tanah IPB. Foth, Hendry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi keenam. Erlangga: Hakim, N. M. Y. 1982. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung. Hanafiah, Ali Kemas. 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akapres, Jakarta. Indarto, D. (2010). HIDROLOGI Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hodrologi. Jakarta : PT Bumi Aksara. Kalsim. Dedi Kusnadi .2003. Pendugaan Puncak Limpasan .Laboratorium zteknik Tanah dan Air IPB. Leo.2009.Hidrologi Dasar. http//leosejati.blogspot.com/2009/ Hidrologi Dasar-1. html,

19

Muthowal , Wahid. 2012. Arti dan Ciri -Ciri Lahan Pertanian. http://pertanianlahankering.blogspot.com/. Diakses pada Tanggal 26 September 2013 Pukul 18:44. Prastowo.2003.Masalah Sumberdaya Air di Indonesia;Kerusakan Daerah Aliran Sungai Dan Rendahnya Kinerja Pemamfaaatan Air. Makalah Falsahah Sains. Program Pasca Sarjana IPB. Rahim, S. E. (2003). Pengendalian Erosi tanah dalam rangka pelestarian lingkungan hidup. Jakarta : PT Bumi Aksara. Suhendra, a. (2012, oktober 30). Dipetik september 5, 2013, dari aconkmedia: http://aconkmedia.wordpress.com/hidrologi-limpasan-dan-hidrograf/ Sutedjo dan Kartasapoetra.2002. Pengantar Ilmu Tanah ; Terbentuknya Tanah dan Lahan Pertanian, Bina Aksara, Jakarta. Supanngat, Agung B, dan Ugro H murtion.2002. Kajian Koefisien Pada Beberapa Sub Das Di Das Solo Hulu. Prosiding Seminar Monotoring Dan Evaluasi Pengelolaan DAS.

20

Anda mungkin juga menyukai