Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definsi Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan (Harun, 2006).

B. Anatomi Anatomi Paru-paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan sangat elastis. Jika rongga thorax dibuka, volume paru segera mengecil sampai 1/3 atau kurang. Pada anakanak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel-partikel debu yang akan terperangkap di dalam fagosit paru. Hal ini khususnya terlihat nyata pada penduduk kota dan pekerja tambang. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak disamping kanan dan kiri mediastinum. Oleh karena itu paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, danterdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya masing-masing, hanya dilekatkan padamediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmo yang tumpul, yang menonjol keatas ke dalam leher sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas clavicula; basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan struktur medistinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu, suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung; pada margo

anterior pulmonissinister terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebralis. Lobus dan fissura pulmo dextra (paru kanan) sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dextra dibagi menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan daripinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 2 inci (6,25 cm) di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua. Pulmo sinistra (paru kiri) dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmonis sinistra tidak adafissura horizontalis. Segmenta bronchopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi,dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru, mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat. Bronchus segmentalis diikuti oleh sebuah cabang arteri pulmonales, tetapi pembuluh-pembuluh balik ke vena pulmonales berjalan di dalam jaringan ikat di antara segmenta bronchopulmonaliayang berdekatan. Masing-masing segmen mempunyai pembuluh limfe dan persarafan otonom sendiri.Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentales segera membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago berbentuk U yang ditemuimulai dari trachea perlahanlahan diganti dengan cartilago irregular yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadibronchioli, yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silinder bersilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh. Bronchioli kernudian membelah terjadi bronchioli terminales yang mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadiantara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut, oleh karena itu kantong-kantong lembut dinamakan bronchiolus respiratorius. Diameter bronchioles respiratorius sekitar 0,5 mm.

Bronchioli respiratorius berakhir dengan bercabangs ebagai ductus alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masingmasing alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gasterjadi antara darah yang terdapat di dalarn lumen alveoli, rnelalui dinding alveoli kedalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.

C. Etiologi 1. Ketidak-seimbangan Starling Forces : a. Peningkatan tekanan kapiler paru : 1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). 2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. 3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). b. Penurunan tekanan onkotik plasma. 1) Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. c. Peningkatan tekanan negatif intersisial : 1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). 2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma). d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial. 1) Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik. 2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit). b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).

c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea). d. Aspirasi asam lambung. e. Pneumonitis radiasi akut. f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). g. Disseminated Intravascular Coagulation. h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofuranton, leukoagglutinin. i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. j. Pankreatitis Perdarahan Akut. 3. Insufisiensi Limfatik : a. Post Lung Transplant. b. Lymphangitic Carcinomatosis. c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis). 4. Tak diketahui/tak jelas a. High Altitude Pulmonary Edema. b. Neurogenic Pulmonary Edema. c. Narcotic overdose. d. Pulmonary embolism. e. Eclampsia f. Post Cardioversion. g. Post Anesthesia. h. Post Cardiopulmonary Bypass.

D. Klasifikasi Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak) (Fishman, 2008).

Perbandingan diagnosis Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak (Nadel, 2000): Edema paru kardiak Riwayat Penyakit : Penyakit Jantung Akut Pemeriksaan Klinik : Akral dingin S3 gallop/Kardiomegali Distensi vena jugularis Ronki basah Tes Laboratorium : EKG : Iskhemia/infark Ro : distribusi edema perihiler Enzim jantung mungkin meningkat Tekanan Kapiler Paru> 18mmHg Intrapulmonary shunting : meningkat ringan Cairan edema/protein serum < 0,5 Edema paru nonkardiak Penyakit Dasar di luar Jantung Akral hangat Pulsasi nadi meningkat Tidak terdengar gallop Tidak ada distensi vena jugularis Ronki kering EKG : biasanya normal Ro : distribusi edema perifer Enzim jantung biasanya normal Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg Intrapulmonary shunting : sangatmeningkat Cairan edema/serum protein > 0,7

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-toright shunt (ventricular septal defect); Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara umum (Fishman, 2008). Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi : Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi (Braunwauld, 2001).

E. Faktor resiko Faktor resiko dari edema paru yaitu (Price, 2006): 1.Olahraga pada ketinggian yang sangat tinggi 2.Mengalami episode infark miokard sebelumnya 3.Sedang menderita gagal ginjal 4.Sedang menderita Infeksi Saluran Pernafasan 5.Sedang menderita Stenosis Katup Mitral 6.Telah didiagnosa mengidap Kardiomiopati 7.Telah didiagnosa mengidap Stenosis Katup Aorta

F. Tanda dan gejala 1. Edema Paru Kardiogenik a. Akut Merupakan proses sekunder, dapat dilihat pada dilatasi jantung yang akut selama perjalanan penyakit jantung yang kronis, terutama gangguan ventrikel kiri atau pada stenosis mitral. Penderita tiba-tiba sesak, dada tertekan dan sering sianosis. Ada ronki pada bagian basal atau menyeluruh (Hood, 2009). b. Kronis Sering terdapat pada kegagalan jantung kiri dan stenosis mitral, tetapi dapat juga pada retensi cairan atau pada penderita yang lama berbaring karena suatu penyakit. Pada tahap pertama terdapat ronki basah halus pada basis atau pada posisi tidur di satu sisi. Pada keadaan lebih lanjut, penderita sesak sekali, suara napas berkurang dan kadangkadang terdengar suara bronkovaskular. Bahkan pada keadaan bendungan yang hebat, akan terjadi hidrotoraks (Hood, 2009). 2. Edema non-kardiogenik Gejala klinis dari gagal nafas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas, takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal ( Palililingan JF, 2012).

Anamnesis Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan. (Abdul mukti, 2009) Pemeriksaan fisik Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi,akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat. .(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006) Radiologis Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006) Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah column,dengan bidang-bidang utamanya paru plus tulang-tulang dari vertebral

yang

menunjukan

sebagai bidang-bidang tulang dari

yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dikelilingi oleh struktur-struktur

dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukkan

lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasuskasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidangbidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya. Gambaran Radiologi yang ditemukan: 1.Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus) 2.Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral) 3.Kranialisasi vaskuler 4.Hilus suram (batas tidak jelas) 5.Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodulmilier) (Abdul mukti, 2009)

Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease (kardiomegali,efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi). (Abdul mukti, 2009)

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru 1.Infiltrat di daerah basal (edema basal paru) 2.Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral) Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yangmempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema). (Abdul mukti, 2009) CT-Scan CT-Scan resolusi tinggi dapat menunjukkan konsolidasi wilayah udara luas,yang mungkin memiliki distribusi yang dominan di daerah paru-paru. Sebuah pola retikuler dengan distribusi anterior mencolok sering ditemukan pada CT-Scan pada penderita ARDS, hal ini terkait dengan durasi tekanan-dikendalikan ventilasi, invers-rasio. (Alpert, 2010) Laboratorium Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial

adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapatmenyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yangharus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi. ( Arif, 2009 )

EKG Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemiaatau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelahklinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapatmenjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatiskardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik ataukatekolamin (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006) Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel(hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atauN-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yangakantimbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari katup-katup jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac

pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Metode-

metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk membedakan antara cardiac dan non-cardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis

(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimasukan melalui katup-katup sisi kanan dari jantung dan diletakkan ke dalam kapiler-

kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluhpembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, Sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong noncardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU) setting. (Abdul mukti, 2009) Tabel 1. Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK) ANAMNESIS Acute cardiac event Perifer S3 gallop JVP Ronki Tabel 2. Laboratorium EKG Iskemik FOTO TORAKS Distribusi perihiler ENZIM KARDIAK Bisa meningkat PCWP >18 mmHg SHUNT INTRA Sedikit PULMONER PROTEIN CAIRAN <0.5 EDEMA JVP: jugular venous pressure PCWP:Pulmonary Capilory wedge pressure (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006) Biasanya normal Distribusi perifer Biasanya normal <18 mmHg Hebat >0.7 EPK + Dingin ( low flow state) + Meningkat Basah EPNK Jarang Hangat (high flow meter) Tak meningkat Kering

G. Patogenesis
Alveoli dipenuhi kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah

Menimbulkan masalah pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida)

Kesulitan bernapas

Oksigenasi ke darah memburuk

Gambar I : Patgenesis Edema Paru (sumber : Harun, 2006)

Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru: 1. Membran kapiler alveoli Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari ruang interstitial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengambilan cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru dengan sirkulasi sistemik (Harun, 2006). Q(iv-int) = Kf [(Piv Pint) f(iv int)] Di mana: Q = Kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Piv = Tekanan hidrostatik intravaskuler. Pint= Tekanan hidrostatik interstitial. iv = Tekanan osmotik koloid intravaskuler. int = Tekanan osmotik koloid interstitial.

f = Koefisien refleksi protein. Kf = Konduktans hidraulik. 2. Sistem limfatik Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstitial peribronkial dan perivaskular dan dengan peningkatan kemampuan dari interstitium nonalveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Sehingga ini merupakan konsekuensi terjadinya edema interstitial, saluran napas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi (Harun, 2006).

H. Patofisiologi Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah) (Fishman, 2008). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air di dalam paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien (Fishman, 2008). Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh Starling. Qf = Kf (Pmv Ppmv) (mv - pmv)

dimana Qf = aliran cairan transvaskuler; Kf = koefisien filtrasi; Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler; Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial; = koefisien refleksi osmosis; mv = tekanan osmotic protein plasma; pmv = tekanan osmotic protein intersisial (Fishman, 2008). Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis (Fishman, 2008). Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi (Fishman, 2008). Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma) (Fishman, 2008).

I.

Gambaran Histopatologi

Keterangan :

alveolus berisi cairan merah muda Gambar II : Histopatologi Edema paru (Sumber : Kumar, 2007)

Anda mungkin juga menyukai