Anda di halaman 1dari 26

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Logoterapi Secara etimologi, logoterapi berasal dari perkataan Yunani Logos yang berarti arti/makna atau spirit. Maka logo terapi berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi (logos=makna), logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan pada agama, dan pada gilirannya agama tidak di ajak bicara untuk urusan fisik dan pisikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan (Iyus, 2007). Dimensi spiritual, disebut Frankl sebagai noos, yang mengandung semua sifat yang khas manusia seperti keinginan kita untuk memberi makna, orientasi tujuan kita, kreativitas kita, imajinasi kita, intuisi kita, keimanan kita, visi kita akan menjadi apa, kemampuan kita untuk mencintai di luar kecintaan yang visio-psikologis.kemampuan mendengarkan hati nurani kita di luar kendali super-ego, selera humor kita. Didalamnya juga terkandung

pembebasan diri kita atau kemampuan untuk melangkah ke luar negri dan memandang diri kita, dan transedensi diri atau kemampuan untuk menggapai orang yang kita cintai atau mengajar tujuan yang kita yakini. Dalam dunia spiritual kita tidak di pandu; kita adalah pemandu, pengambil keputusan. Reservoir kesehatan ada pada setiap orang apapun agama dan

keyakinannya. Keyakinan dari reservoir ini terdapat di alam bawah sadar kita, adalah tugas logoterapi agar menyadsarkan kita akan pembendaharaan kesehatan spiritual ini (Fabry,1980 dalam Iyus, 2007).

B. Fungsi Terapi Logo Dalam Prosses Penyembuhan Penyakit Dalam orientasi ruang lingkup dan tujuan dari terapi logo, franki (1955) menggunakan teori psikoanalisis dengan mendefinisikan terapi logo sebagai analisis eksistensi (exsistential analyze) yang mengusahakan penggunaan terapi logo untuk membawa pada keesadaran konsep pemikiran denga tujuan untuk membantu klien mennuju kesadaan akan tanggung jawab.

Penyembuhan bukanlah tujuan tetapi sarana untuk mencapai suatu tujuan yang berarti. Hal tersebut berarti dengan memfasilitasi seseorang bebas dari penyakit atau sembuh dari sakit seseorang dapat bertahan hidup sehingga dengan bertahan hidup dapat menjadi usaha untuk membantu klien untuk menempatkan dirinya dalam kontek eksistensi. Lukas (1979), mencata bahwa setelah selesai engobatan dengan sendirinya klien cenderung meminta sendiri jika ada yang ingin mereka sembuhkan dan apa yang mereka akan lakukan dengan apa yang telah dikembalikan kepada mereka. Hal ini berarti bahwa diharapkan klien setelah sembuh, tahu kebutuhanya sediri, cara menghindari, serta cara mencegah penyakit tersebut. Motivasi yang kuat dapat membantu klien melakukan perubahan yang berarti, dasar motivasi mungkin menjamin peliharaan peningkatan kesejahteraan dengan demikian, klien diajak untuk memulai proses penyembuhan dengan melihat mreka untuk mengevaluasi diri ketika dia melakukan kesalahan dalam proses penyembuhan dan ketidak jelasan

dalam proses penyembuhan untuk kembali kearah jalurnya kearah tujuan yaitu ke jalur positif. Terapi logo dapat membantu menormalkan perubahan dari

penyembuhan, seperti eksitensi normal sari kejaian yang nyata. Ketika klien diminta untuk merenungkan pengaruh anatara ketidakberartian, maka semua perasaan yang terlalu dekat dengan kekosongan dan penggunaan zat / bahan mereka ditawarkan kenormalan. Ilmu Patologi (ilmu tentang penyakit) memandang penggunaan zat sebagai jalan keluar dari ketidakberartian dan merupakan pilihan yang utama dari percobaan untuk memecahkan sakit pada urat sarafdan depresi (frankl, 1978). dengan demikian, kelompok dari meaning of live memperkenalkan berbagai validasi eksistensi menjadi perangkat tambahan motivasi yang membesarkan klien dari ketidakberdayaan dan kembali memfokuskan klien pada pengambilan makna melaui penyembuhan. Terapi logo mencoba membangkitkan kepercayaan dalam diri seseorang dan menyediakan wacana apa saja yang digunakan klien dengan strategi untuk memperkecil sesuatu yang dipermasalahkan klien. Tujuanya adalah untuk menempatkan penyalahgunaan zat dan pemulihan dalam proses dalam perjalanan dan hidup seseorang, untuk menyadarkan makna untuk perasaan memberi

ketidakpastian

menghidupkan

sesuatu

kesembuhan lebih dari hanya sekedar kepentingan fragmatis. Sesungguhnya, dalam masa pemulihan tersebut merupakan bagian dari cerita hidup seseorang, atau jika penyembuhan di anggap sebagai akhir dari segalanya, maka dapat di interprestasikan akan kambuh, karena hal tersebut dianggap sebagai akhir dari segala sesuatu yang pentng dan seterusnya, maka hal itu sama saja membiarkan penyakitnya kambuh. Penyembuhan dalam kehidupan

panjang

berorientasi

pada

sosialisasi

kehidupan

diri

yang

panjang

didefinisikan sebagai sebuah kecanduan atau dari tahun ketahun yang bebas penyakit. Terapi logo selain untuk meningkatkan motivasi berubah, terapi ini juga untu mencegah kekambuhan. Dalam proses ini, fasilitator diajukan untuk membiasakan diri pada apa yang disebut febry (1988), sebagai logohints atau frase, ekspresi wajah, intonasi yang menunjukan apa yang bermakna bagi seseorang pencari, yang di tujukan melalui sikap dan nilai-nilai positi klien. Selanjutnya fasilitator tidak menyediakan arti, tetapi menunjukan

kemungkinan-kemungkinan arti. Sebagaimana dicatat oleh lukas (1979), tanggung jawab akhir adalah untk menemukan arti dan implikasinya dengan klien. Fasilitator tetap menyadari bahwa antara makna dan spiritualitas saling mempengaruhi, tetapi tetap menghindari berdiskusi mengenai topik agama secara langsung, mengalihkan klien dari pertanyaan langsung tentang pernyataan agama dari sesama anggota kelompok dan menangguhkan diskusi langsung

kepercayaan- kepercayaan agama forum non-sekuler. Tentu saja fasilitator lebih menghindari menjatuhkan nilai-nilai mereka atau menguasai nilai-nilai orang lain dengan penekanan kelompok yang meningkatkan pada saat pernyataan dari pada menjawab pertanyaan mereka. Fasilitator secara eksplisit mengakui dan membantu klien untuk menerima, bahwa meskipun mungkin ada pertanyaan, tetapi tidak selalu ada jawabanya.

C. Teknik analisa dalam logo terapi 1. Mengajukan Pertanyaan Pada Diri Sendiri

Apa yang anda inginkan dalam hidup ini? sungguh pertanyaan filosofis yang menyentuh pada dasar kebutuhan manusia. Kita akan mendapatkan jawaban yang beragam dari setiap orang. Jawaban-jawaban itu akan terucap dari pengalaman-pengalaman individu yang berbeda dan faktor keinginan serta kebutuhan yang terdekat dari dirinya. Sedangkan kualitas yang diberikan bergantung kepada latar belakang intelektual dan spiritual individu itu sendiri. Hal ini terjadi pada Viktor Emil Frankl, seorang penggagas logoterapi (Iyus, 2007). 2. Melihat Dan Merenungkan Pengalaman Yang Bermakna Logoterapi di ciptakan Frankl berdasarkan pengalaman hidupnya yang mengerikan kamp-kamp konsentrasi Nazi. Kisah hidupnya secara detail iya ceritakan dalam buku mans search for meaning, yang kemudian di terjemahkan kedalam bahasa indonesia, mencari makna hidup: hakikat kehidupan, makna cinta, makna penderitaan (Iyus, 2007). Sebenarnya seperti yang ditulisnya dalam pengantar edisi 1984, edisi aslinya dan 2004 untuk edisi terjemahan, Frankl tidak bermaksud menulis namanya pada buku ini. Sebab isi buku tersebut, sebuah berita yang sangat mengerikan dalam sejarah dalam hidup manusia tentang sebuah kekejaman yang tidak perlu terulang kembali. Di sisi lain, ia

memberikan isyarat nyata bahwa dalam keadaan apapun manusia dapat bertahan dan meraih kebahagiaan, meski ada dalam kungkungan penderitaan. Isyarat inilah yang kemudian menjadi roh kualitas buku, sekaligus menjadi daya tarik bagi setiap orang yang membacanya (Iyus, 2007).

Menurut Frankl, di dalam kehidupan kamp konsentrasi, para tahanan termasuk dirinya tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mengikuti perintah penjaga kamp. Kebebasan itu tidak ada. Sebaliknya, tekanan hidup yang menghantuinya. Para tahanan dipaksa untuk bekerja keras, tidak boleh sakit juga merasa lelah. Bila ada tahanan yang terlihat lesu sedikit saja, pengawas tahanan akan memisahkan dari kelompoknya, kemudian mengirimkannya ke kamar gas. Disinilah terjadi pembunuhan masal bagi mereka yang tidak mengikuti perintah atau karena kondisi fisik yang lemah. Wajar, bila kemudian kamar gas, menjadi momok bagi setiap penghuni kamp (Iyus, 2007). Sebagian besar penghuni kamp mengalami frutasi dan kehampaan eksistensial, karena harapan hidup untuk bebas mereka terbatasi bahkan tidak ada. Tidak syak lagi, upaya bunuh diri tahanan kerap ditemui setiap hari mereka yang bisa bertahan adalah orang-orang yang

mempertahankan harapan masa depannya dalam ingatan. Upaya mempertahankan harapan ini yang ditanamkan Frankl pada rekan-rekan sesama tahanan saat itu (Iyus, 2007). Ia menjelaskan bahwa masa-masa bahagia di masa lalu tidak akan ada yang merampas dari diri kita. Hanya kita yang memilikinya. Seperti halnya dengan harapan di masa depan, tidak mustahil dapat diraih. Dengan begitu, penderitaan yang berat sekalipun dapat dirasakan dengan lebih arif dan bermakna. Bila individu akhirnya harus mengalami kematian dalam menanggung penderitaannya, setidak-tidaknya kematiannya sangat bermakna dan memiliki arti (Iyus, 2007).

Di samping para tahanan yang putus asa, yang mengeluh, mengapa semuanya ini terjadi padaku? Mengapa aku harus menanggung derita ini? ada juga para tahanan yang berfikir, apa yang harus aku lakukan bahkan dalam situasi yang mencekam seperti ini? yang pertama umumnya berakhir dengan kematian. Yang kedua banyak yang berhasil lolos dari lubang jarum kematian itu (Iyus, 2007). Yang membedakan keduanya adalah pemberian makna. Pada manusia ada kebebasan yang tidak bisa dihancurkan bahkan oleh pagar kawat berduri sekalipun. Dan itu adalah kebebasan untuk memilih makna. Sambil mengambil pemikiran Freud tentang efek berbahaya dari represi dan analisa mimpinya, Frankl menentang Freud ketika ia menganggap dimensi spiritual manusia sebagai sublimasi dari insting hewani. Sambil memuji Jung karena mengungkap keberagaman yang tak sadar, ia mengkritik Jung karena psikolodismenya. dengan alasan Fenomenologis, Frankl membantah keduanya yang menjelaskan perilaku manusia sebagai akibat dari proses psikis saja. Baginya, pemberian makna berada di luar semua psikologis. Ia mengembangkan teknik psikoterapi logoterapi (logos=makna) (Iyus, 2007). Frankl memberikan konstribusi banyak pada perumusan yang disebut

kecerdasan spiritual Danah Zihar. Pembahasan logoterapi tidak mugkin di tuliskan disini. ada berbagai teknik untuk mengungkap makna, tetapi ada lima situasi ketika makna membesit ke luar dan mengubah jalan hidup kita menyusun kembali hidup kita yang porak poranda. Pertama, makna kita temukan ketika kita menemukan diri kita (self-discovery). Sadi, penyair besar Iran, pernah kehilangan sepatunya di mesjid damaskus. Ketika ia

sedang bersungut-sungut kejengkelannya, ia melihat seorang penceramah itu buntung kedua kalinya. Tiba-tiba ia disadarkan, segala kejengkelanya mencair. Ia sedih kehilangan sepatu, padahal disini ada orang yang tertawa ceria walaupun kehilangan kedua kakinya (Iyus, 2007). Kedua, makna muncul ketika kita menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika kita terjebak dalam satu keadaan; ketika kita tidak dapat memilih. Seorang eksekutif pindah dari bandung ke jakarta. Ia mendapat posisi yang sangat baik dengan gaji yang berlimpah. Tetapi, ia juga kehilangan waktu untuk berkencan dengan keluarga dan anakanaknya. Ia ingin mempertahankan jabatannya dan ingin punya waktu lebih banyak untuk keluarga. Pada suatu hari, ia berdiri di depan rapat pimpinan dan menyatakan mengundurkan diri. Saat itu, ia merasakan kebahagiaan menemukan kembali makna hidupnya (Iyus, 2007). Ketiga, makna ditemukan ketika kita merasa istimewa, unik, tak ergantikan oleh orang lain. aku senang bersama cucuku, kata seorang kakek. ia suka bilang ikuti aku, opa dan aku menuruti semua kemauannya. Tidak ada seorangpun yang dapat melakukan itu baginya. Ibunya juga tidak, karena terlalu sibuk. Seorang mahasiswa merasa sangat bahagia ketika Margaret Mead menanyakan pendapatnya. bayangkan, seorang Margaret Mead menanyakan pendapatku untuk mendapatkan pengalaman seperti itu, kata Fabry, kita tidak selalu memerlukan Margaret Mead. Carilah orang yang mendengarkan kita dengan penuh perhatian, kita akan merasa hidup kita bermakna (Iyus, 2007).

Keempat, makna terbersit dalam tanggung jawab. Fabry berkisah tentang seorang perempuan yang berlibur ke Accapulco tanpa suaminya. Disana ia berkenalan dengan seorang anak muda yang tampan. Ia jatuh pada rayuannya. Ketika pemuda itu mohon di izinkan untuk

mengunjunginya di kamar hotelnya, perempuan itu selama dua minggu. Ada hasrat seksual yang bergejolak. Ia menunggu pemuda itu dengan penuh gairah. Tetapi ketika ia mengetuk pintu kamarnya, perempuan itu merasakan sengatan keras di jantungnya. Ketika ketukan pintunya makin keras, ia teringat suaminya. Ia memutuskan untuk tidak membuka pintu. Lalu, kata perempuan itu aku mendengar langkah-langkah kakinya

yang menjauh. Aku menengok dia lewat jendela. Ketika akumelihatnya pergi, aku mengalami perasaan bahagia yang paling intens dalam hidupku. Kelima, makna mencuat dalam situasi transendensi, gabungan dari ke empat hal yang di atas. Ketika kita mentransendensikan diri kita, kita melihat seberkas diri kita yang otentik, kita membuat pilihan, kita merasa istimewa, kita menegaskan tanggungjawab kita. Transendensi, kata Zohar, adalah pengalaman yang membawa kita keluar dunia fisik, keluar pengalaman kita yang biasa, keluar suka dan duka, keluar diri kita yang sekarang, ke konteeks yang luas. Pengalaman transendensi adalah pengalaman spiritual. Kita di hadapkan pada makna akhir (ultimate meaning) yang menyadarkan kita akan aturan agung yang mengatur alam semesta. Kita menjadi bagian penting dalam aturan ini. Apa yang kita lakukan mengikuti rancangan besar, yang di tampakkan kepada kita. Tidak

jadi soal apakah ia berasal dari the collective unconscious-nya jung atau dimensi spiritualnya frank (Iyus, 2007). Sambil dengan cepat melewati maslaw, yang menyebut

pengalaman ini sebagai peak eksperience atau plateau , kita meloncat kepada angkatan ke empat psikologi transpersonal (Iyus, 2007). 3. Mengungkap Makna Dalam Kondisi Kritis Untuk menstimulasi pencarian arti dalam diri pasien-pasiennya, frankl bertanya kepada mereka yang putus asa: ... karena kamu hidup begitu menderita kenapa kamu tidak bunuh diri? dari jawaban-jawaban mereka, misalnya karena cinta kepada anak, ibu, atau kekasih, karena pengabdian kepada tugas atau partai, frankl bisa memunculkan dan menggabungkan semua tenaga-tenaga pendorong yang memberi arti kepada kehidupan psikis dan spiritual mereka. Motto logo terapi adalah pernyataan Nietzche yang terkenal : ia yang mempunyai sebab untuk hidup dapat menanggungkan hampir segala-galanya. Baginya, sebab pokok ledakan gangguan-gangguan emosional masakini adalah frustasi dari kehendak manusia modern akan arti. Kehidupan modern telah menyebabkan manusia tak bisa melihat arti dan sebab yang sesungguhnya untuk hidup. Jadi, kehendak akan arti adalah watak dasar manusia. Frustasi terhadap kehendak itu membawa kepada kekosongan dan eksistensial, kepada pertemuan dan

ketidakadaan; dengan yang tidak hidup. Frustasi ini terutama sekali terwujud kebosanan dan kecemasan eksistensial yang mungkin sekali bisa membawa kepada apa yang bisa di sebut oleh frankl sebagai Noogenic Neurosis. Noogenic neurosis adalah suatu neurosis yang

timbul akibat konflik moral dan spiritual antara sebagai nilai-nilai, bukan sebagai akibat konflik antara dorongan-dorongan dan insting yang diyakini oleh para psikoanalisis (Iyus, 2007). Menurut Frankl, makna hidup bisa ditemukan bahkan saat kita dihadapkan pada situasi yang tidak membawa harapan, saat kita dihadapkan pada nasib yang tidak bisa diubah. Pada saat-saat seperti itu, kita menjadi saksi adanya potensi manusia yang unik, yang bisa mengubah tragedi menjadi kemenangan, mengubah kemalangan menjadi keberhasilan. Frankl percaya bahwa beberapa bentuk gangguan mental dan emosional dipicu oleh kegagalan penderita dlam menemukan makna dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan mereka. Tidak seperti ahli psikoterapi lain yang sekedar berteori, Frankl mengalami sendiri penderitaan yang hebat, dengan demikian kata-katanya layak di percaya (Iyus, 2007).

D. Ruang Lingkup Terapi Logo Frankl (1955) dalam Abdul Nasir (2011), menjelaskan ruang lingkup terapi logo sebagai analisis eksistensial, menekankan eksplorasi pada arti dari sebuah kehidupan, arti dari kematian, arti dari penderitaan, arti dari kerja dan arti dari cinta. Di bawah ini merupakan 8 hal pokok yang menyusun panduan dari kelompok arti kehidupan.

1. Arti Dari Ketidakberartian

Ruang lingkup yang pertama mempunyai tiga tugas untuk menyediakan pelatihan peran bagi kelompok untuk mengubah

ketidakberartian dalam diri klien, dan untuk memfasilitasi harapan positif mengenai relevansi kelompok kepada pemulihan klien. Pelatihan dalam kelompok arti hidup dimulai dengan penjelasan rasional bagi kelompok dan presentasi aturan kelompok. Lima pertanyaan eksistensial inti mungkin secara ringkas disajikan untuk merangsang minat dan

keterlibatan. Kunci ide yang lain dalam hal ini adalah sebagai berikut: a. Mencari bantuan makna dalam mencari motivasi dalam pemulihan. b. Pemulihan ketika tujuan pengobatan bukan merupakan tujuan hidup itu sendiri, pemulihan yaitu cara untuk di akhiri, bukan akhir dari hal tersebut. c. Penggunaan bahan/zat dinormalisasikan dan dimanusiawikan sebagai sesuatu yang dapat dipahami, tetapi sulit mencari makna, untuk beberapa dan ruang lain sebagai sesuatu yang dapat dimengerti meskipun bermasalah, bentuk salinan dengan tidak keberatan. Dalam menyajikan alasan dan ide-ide di atas, fasilitator menjadi model perenungan, tidak menghakimi situasi dan memperkuat gagasan yang filosofis, yaitu berfikir tentang makna kehidupan bukan kemewahan, melainkan suatu kebutuhan untuk lebih mengatur suasana hatikelompok. Anggota kelompok mungkin akan diminta untuk mengambil waktu mereka ketika mereka menatap bintang. Dalam mendatangkan cerita klien, memandang bintang merupakan sebagai sesuatu pengalaman diakui sebagai upaya untuk mengintegrasikan diri klien dan diminta untuk mengingat kembali setelah memandang bintang, mereka merasa

terinspirasi, termotivasi untuk berubah, dan bagaimanapun membawa kehidupan mereka pada kenyataan. 2. Arti Dari Rasa Sakit Dan Penderitaan (Makna Dari Kesengsaraan) Sering kali, penggunaan zat untuk pengobatan identik dengan penderitaan yang dirasakan. Penderitaan yang dirasakan tersebut, mendorong seseorang untuk mencari pengobatan yang didorong oleh respon emosional yang berlebihan melalui proses penemuan makna dan motivasi untuk meningkatkan kecenderungan mencari motivasi solusi atas penderitaan yang dirasakan. Dapat dijelaskan bahwa penderitaan dan kemalangan yang dihasilkan dari kegagalan klien dalam mengolah respon emosional dapat membantu klien untuk melihat bahwa penderitaan mereka tidak ada pada semua lapisan. Dalam perkataan Elizabeth Lukas, pendekatan terapi logo memungkinkan kegagalan menjadi sebuah pengalaman penuh makna uang dapat dijelaskan sebagi berikut: a. Problem Solving Vs Makna Penderitaan Problem solving dirancang untuk mengurangi penderitaan. Pada proses problem solving terdapat dua pendekatan untuk mengurangi penderitaan. Focus pada permasalahan dan focus pada penanggulanagn emosi. Focus pada permasalahan dalam rangka mengurangi penderitaan dilakukan melalui pemecahan masalah. Focus pada penanggulanagn emosi bertujuan untuk mengurangi penderitaan dengan cara mengontrol dan menekan emosi negative. Strategi focus pada permasalahan dan focus pada penanggulangan emosi sama-sama usaha untuk mencegahkan masalah, baik melalui solusi perilaku maupun sikap dalam mencapai kedua pendekatan.

Penanggulangan tersebut memunculkan taktis dan memberikan gambaran yang lebih besar akan kelalaian sehingga eksistensi sebagai makna dari mempunyai masalah merupakan hal yang pertama. Arti berfokus pada penderitaan yang berhubungan dengan penanggulangan, tidak hanya berfokus pada penderitaan yang berhubungan dengan penanggulangan, tidak hanya berfokus pada penderitaan tetapi berusaha menetapkan permasalahan yang

diberikan/terjadi yang menghasilkan pendritaan dalam sebuah konteks keberadaan yang lebih luas. Penilaian bergantung pada intrapersonal perorangan, seseorang mungkin tidak menganggap bahwa

penderitaan adalah sebuah masalah dan melihat kenyataan dari suatu masalah bukan sebagai masalah, melainkan sebagai :tanda penting kehidupan atau konsekukuensi dari pilihan yang mereka buat secara bebas. Sebagai akibatnya, makna dari pendertiaan dapat terfokus tanpa menggantikan pemecahan masalah (solusi terfokus), namun memandang penderitaan sebagi suatu kesempatan untuk meletakan nilai-nilai sikap. b. Memfasilitasi Makna Penderita Terfokus Dalam mengembangkan tema penderitaan terfokus, fasilitator dapat secara singkat mengenalkan perbedaan Antara

penanggulangannya masalah berfokus dengan emosi berfokus sebagai suatu acara untuk mendiskusikan makna dari penderitaan terfokus. Fasilitator dapat membuka diskusi dengan pertanyaan, Menurut anda, apa makna dari penderitaan, rasa sakit, dan

kesengsaraan? diskusi tersebut menghasilkan berbagai interpretasi makna dari penderitaan. Berikut ini merupakan interpretasi umum dari penderitaan secara ringkas. 1) 2) Kesengsaraan sebagi hal yang kontras. Rasa sakit dan penderitaan akan membuat jelas perasaan bahagia dan sejahtera. 3) 4) 5) Anda tidak dapat mengetahui kesenangan tanpa rasa sakit. Kesengsaraan merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan. Kesengsaraan itu wajar, tidak dapat dicegah, dan merupakan bagian dari pengalaman manusia. 6) 7) 8) 9) Rasa sakit merupakan tanda penting, tanda bahwa kita hidup. Kesengsaraan sebagi sebuah kesempatan pembelanjaran. Tidak ada rasa sakit, maka tidak ada rasa nyaman. Ada sebuah lapisan perak (sebuah kesempatan untuk

berkembang) pada setiap mega (kesengsaraan). 10) Kesengsaraan kebebasan kita. 11) Kesengsaraan merupakan peristiwa sebagi konsekuensi pilihan kita. 12) Kesengsaraan sebagai hukuman atau kesengsaraan adalah hukuman dan penebusan dosa. 13) Kesengsaraan merupakan sebuah hasil kemalangan dan merupakan peristiwa kosekuensi dan atas

keuntungan ynag buruk.

14) Kesengsaraan sebagi sebuah persiapan dan suntikan untuk menghadapi kesengsaraan yang lebih besar. 15) Apa yang tidak sampai membunuh kita, membuat kita lebih kuat. 16) Mengatasi kesegaran merupakan sebuah keterampilan,

kesengsaraan merupakan kesempatan untuk berlatih mengatasi kesengsaraan. c. Penderita Berfokus Dan Berpengaruh Penggunaan Suatu Zat Untuk mengonsolidasikan tema dari makna kesengsaraan, fasilitator disarankan untuk menganjak klien mengamati pengaruh antara kesengsaraan dan kegunaan suatu zat, misalnya: masalah penderitaan, mungkin suatu bencana besar yang tidak dapat ditoleransi dan diterima, dapat mengarahkan pada penanggulangan dengan bahan kimia. Penanggulanagn dengan solusi berfokus juga memandang kesegaran sebagai sebuah masalah dan dapat

menurunkan seseorang untuk mengatasi kesengsaraan dan rasa sakit dengan cara menggunakan suatu zat. Makna penderitaan terfokus bias saja menolak pandanagn bahwa penderitaan adalah suatu masalah dan melihat kenyataan dari mempunyai permasalahannya pada tingkat minimal. Hai itu dianggapmsebahi hal yang wajar dalam kehidupan dan pada tingkat maksimal. Selain itu, juga sebagai suatu kesempatan untuk manifestasi nilai-nilai kehidupan seseorang. Fasilitator memperkenalkan gagasan dari penekanan makan dari penderitaan. Fasilitator bias jadi menawarkan suatu kiasan dari penderitaan. Para klien diminta untuk berfikir tentang hal ini, yaitu penderitaan di masa lalu kemudian menyampaikannya.

3. Siapa/Apakah Saya (Makna dari Kesendirian) Siapa/apakah saya merupakan suatu pernyatan besar yang masih ambigu dan merupakan ujian akan kesabaran seseorang atas keberadaan dirinya. Oleh karena itu, untuk memengaruhi minat pada partisipan dalam pertanyaan ini, fasilitator akan melakukan sesuatu dengan baik untuk memulai dengan cara mengajak para anggota kelompok untuk menggali kemungkinan akan pentingnya mengetahui siap/apakah mereka dalam konteks pemulihan mereka. Pendekatan awal pada topic ini merupakan kesempatan baik untuk mengulang kembali pandangan bahwa pemuliahn lebih merupakan alat unutuk sebuah akhir daripada tujuan dari hal itu sendiri. Kunci pokok pada saat ini adalah memperluas pandangan klien di luar pandangan mereka yang sering kali sempit sebagi seorang pecandu atau seorang pecandu yang melakukan Pemulihan. Hal ini dapat dicapai dengan pemeriksaan dari siapa/apakah sebelum klien menggunakan zat serta mendorong klien untuk

mempertimbangkan siapa/apa mereka selain dari menggunakan zat dan selain proses pemulihan mereka. Misalnya, anda mengatakan bahwa anda adalah seorang pecandu, juga pecandu yang sedang melakukan pemulihan. Oke dan disamping itu, anda menganggap diri anda ini siapa? Hal lain apa yang dapat anda katakan tentang siapa diri anda? Apa yang membuat anda menjadi diri anda?. Seseorang perlu menggali definisi mengenai kecanduan diri. Klien dalam pengobatan menggunakan zat sering menetapkan diri sebagai pecandu atau pecandu dalam masa pemulihan/pecandu alcohol (Abdul Nasir, 2011).

Penyelidikan penguasaan pengobatan tentang definisi diri sama seperti ucapan menghina kecanduan, misalnya istilah junkie, kepala retak, kepala berlubang dapat membuat klien mengevaluasi dampak dari konseptualisasi diri atas penghargaan diri mereka dan kekuatan pemulihan secara lebih spesifik. Ketika klien ditanya ketika anda menyebut diri anda seorang pecandu, apa arti dari hal tersebut? Apa arti dari perkataan anda bahwa anda selalu memulihkan kecanduan anda akan alcohol? fasilitator juga menawarkan klien untuk mengevaluasi dan membandingkan alternative definisi kecanduan diri sebagai penggunaan zat biasa atau pengguna bahan kimia (Abdul Nasir, 2011). Penemuan diri melalui masa lalu. Fabry (1988),

merekomendasikan penyelidikan mengenai cerita sebuah keluarga sebagai cara untuk menemukan makna dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita dapat mengajak klien untuk menggali cerita keluarga meraka, yang mungin akan berguna untuk membantu klien dalam menghargai dari mana mereka datang dan kemana mereka akan pergi. Eksplorasi asal-usul seseorang dapat membantu klien merasa terhubung dan berasal dari masa lampau, dan untuk melihat peran serta tanggungjawab mereka akan nilai-nilai dan tradisi keluarga yang biasa disebut hierarki nilai. Penilaian akan nilai-nilai seseorang juga dapat membuktikan sebuah cara yang berguna dalam pencarian makna dari siapakah saya, Febry (1988), menawarkan satu penilaian resmi dari hierarki nilai yang memungkinkan klien untuk melacak nilai-nilai murni mereka dengan sumber dari keluarga, masyarakat, diri sendiri, dan lainlain. Penilain tersebut juga dapat membantu klien untuk menggali sejauh

mana mereka menjadi produk budaya, berhubungan keluarga, dan pada hal apa mereka merupakan fungsi dari nilai-nilai mereka sendiri. Pengobatan diarahkan pada ketidaksesuaian antara kenyataan diri ideal. Sebagai mana klien mencari makna siapakah mereka, mungkin juga mereka mendorong untuk mengevaluasi tingkat kerespondensi antara bercita-cita menjadi apakah mereka (ideal diri). Penyejajaran antara kenyataan dan keidealan diri menciptakan dosinasi kognitif yang hamper sama dengan apa yang diistilahkan sebagai gejolak psikologi, yaitu suatu hal yang memfasilitasi motivasi untuk perubahan (Abdul Nasir, 2011). 4. Makna Arti Dari Keberadaan Ringkasan emosi dari poko ini adalah untuk membangkitkan rasa penghargaan karena masih hidup sampai saat ini. Tujuannya adalah untuk mencoba memfasilitasi munculnya rasa tentang keadaan yang mendesak serta mencoba mengajukan dan merenungkan pertanyaan eksistensial agar tidak kehilangan kesempatan yang berarti. Metode utama dari sesi ini adalah menanamkan kesadaran akan waktu. Suatu diskusi tentang masalah ekstensial, tanpa gejolak psikologi akan kesadaran waktu, dapat menjadi sebuah latihan intelektual yang murni. Penanaman atas kesadaran akan waktu yang telah berlaku ke dalam diskusi dari permasalahan ekstensial menetapkan sifat untuk sarat secara afektif. Oleh karena itu, hal ini memberikan motivasi dan pengalaman pribadi yang relevan. Sebagai contoh, bagaimana seseorang mengidentufikasi pengalaman pribadi secara relevan. Pada catatan teknis, para pasilitator tiba pada sesi pencerminan dairi selama 1 jam dan menawarkan untuk mulai merenung:detik-detik waktu detik jam waktu

berlalu. Saat saya tidur, saat saya pergi bekerja, saat saya duduk dalam kemacetan lalu lintas. Terlewatinya waktu terlewatinya hidup seseorang meninggal seseorang baru saja lahir Fasilitator menunggu dalam keheningan, membiarkan imajinasi menguasai. Kemudian

melanjutkan Anda sekarang masih hidup anda bias saja pergi dalam waktu sekejap Apa artinya bagi anda tentang kehidupan anda sekarang. Pada saat ini, saat setelah begitu banyak orang telah meninggal dan saat dimana banyak orang belum dilahirkan? sesuai dengan cerita

perenungan ini, Fasilitator membiarkan klien untuk berfikir dan bereaksi. Fasilitator menjalankan proses dengan cara menanamkan kembali kesadaran akan pentingnya waktu dan mereka tidak punya banyak waktu lagi sekarang. Pada saat ini, kehidupan seseorang dating untuk menuju sebuah akhir, mereka mungkin tahu/tidak tahu tentang hal itu, bahwa waktu mereka suatu saat akan berakhir dan kehidupan seseorang baru saja dimulai Apa makna dari hal itu bagi anda sekarang? Fasilitator mengakhiri sesi ini dengan cara memeriksa perasaan yang dirasakan klien. Perasaan juga dapat memvalidasi hasrat ini untuk melakukan sesuatu sebagai pembelaan umum (mania) terhadap keprihatinan akan kematian dan dapat mendorong klien untuk tetap dalam kegelisahan agar tidak buru-buru untuk melakukan sesuatu dan menunggu kesempatan yang berarti menjadi lebih jelas ketika hal itu kabur dan memusingkan. Fasilitator meninggalkan mereka beberapa saat agar mereka menghargai kehidupan yang terjadi, bagi masing-masing dan tiap anggota kelompok dalam ruanga tersebut. Fasilitator juga dapat melakukan bimbingan denga lembut, dengan mengatakan: sekarang ini adalah kehidupan anda yang

anda lalui apakah sekarang anda ada? fasilitator harus mempersiapkan diri jika beberapa klien akan menemukan ajakan ini dan menyadari akan keberadaan mereka sebagai suatu hadiah dan lainnya yang tidak merasakan kesadaran akan hal itu dan mungkin menolak ajakan ini dengan cara saling berbisik / tertawa terkikih-kikih. 5. Kemana Saya Akan Pergi? (Makna Kematian) Makna dari kehidupan dan kematian saling berkaitan. Kepercayaan kita tentang kematian menentukan pendekatan hidup kita. Pertanyaan atas makna kematian seringkali mengjutkan bagi masyarakat yang bukan filsuf. Fasilitator bersiap-siap untuk keterkejutan ini. Fasilitator cukup bertanya: apa itu kematian? apa makna kematian bagi anda? bagaimana kepercayaan anda atas kematian? menurut anda, apa yang akan terjadi nanti setelah anda meninggal? jika hidup adalah perjalanan, ke mana anda akan pergi? apa yang anda percayai tentang tujuan dari perjalanan tersebut yang kita sebut sebagai kehidupan? Jawaban dari pertanyaan tentang makna kematian seperti mengungkapkan kepercayaan keagamaan para klien. Degan

menyebutkan pemikiran, menjadi hal penting untuk mencegah evaluasi dari pernyataan kepercayaan. Misalnya pasilitator dianjurkan untuk meghindari penyelidikan seperti apa yang dipikirkan orang lain tentang apa yang dikatakan? setelah melakukan hal tersebut, fasilitator meringkas pokok-pokok yang sudah disebutkan dan menawarkan diskusi tentang

hubungan antara kepercayaan para klien tentang kematian dengan zat yang mereka gunakan. Tujuan dari diskusi ini adalah suatu temapat vs tidak dimana pun. Beberapa orang melihat kehidupan seperti tanpa tujuan selain kematian. Oleh karena itu, hal itu menjadi tujuan bagi dirinya sendiri. Menurut pengalaman saya, perbedaan pada hal ini memiliki potensi yang cukup memecah belah emosi. Akibatnya, dalam membantu klien mencari kepercayaan mereka tentang makna kematian, fasilitator harus berada dalam prosesnya untuk meminimalkan percekcokan dalam perdebatan. Fasilitator sebaiknya menyiapkan diri untuk memahami dan menyimpulkan tiga perspekstif umum mengenai kematian berikut ini. a. Kematian sebagai sebuah hal awal setelah kehidupan b. Kematian sebagai akhir dari kehidupan c. Kematian sebagai suatu kelahiran kembali (reinkarnasi) Sewajarnya fasilitator juga dapat menjalankan peran/perspektif tidak tahu tentang apa makna dari kematian, yang kemudian dapat dibangun bahwa kematian adalah hal yang tidak diketahui. Kepercayaan tentang kematian berhubungan dengan kontinuitas diri ini tampaknya merupakan tugas berat jika dipandang dari sudut fisiologi. Akan tetapi, relatif lebih mudah jika diperkenalkan melalui hal berikut. Beberapa orang menyarankan bahwa anda adalah ketidaksadaran anda. Dengan pemikiran ini, maka hal itu seperti keadaan tidur/tidak sadar/koma dari kematian psikologi. Ide disini adalah untuk melihat

kematian dari segi kehilangan perasaan atau pengendaliandiri seperti dalam kasus tidak sadar. Dalam konteks ini, kehidupan kemudian

didefinisikan sebagai terbangun dari sadar, menjadi diri anda sendiri seperti biasanya, dan kematian diartikan sebagai tidur, tidak sadar, dan tidak menjadi diri anda sendiri. Dengan menggali ide ini lebih jauh, fasilitator dapat juga menggali ide dari sebuah rasa mabuk atau edang mabuk di bawah pengaruh sebagai suatu kematian

sementara/penghentian diri seseorang dari dirinya yang biasanya. Secara keseluruhan, dari pokok ini adalah untuk menggali perspektif penggunaan zat dari segi kehilangan diri dalam waktu yang sementara. Hal ini dapat menjadi wawasan alam bawah sadar yang berarti menjadi orang yang terjaga. Pada kenyataanya hal ini, merupakan suatu kehilangan kesadaran atau kehilangan diri. Untuk lebih memudahkan diskusi, terapis dapat bertanya secara sederhana, dalam cara yang bagaimana penggunaan zat dapat mirip dengankematian? menurut pengalaman saya, ini adalah tema klinis pokok yang berpotensi memotivasi diri dalam penggunaan zat sebagai pembantalan kematian. Kebanyakan penyedia layanan perawatan menggunakan bahan yang akrab dengan orang yang suka dari kenyataanjika merasa tidak berfungsi sehingga terjadi bunuh diri dengan menggunakan zat. Beberapa individu, pada saat kesulita terus mencari cara untuk terbebas, untuk melepaskan diri dari rasa sakit dan penderitaan, serta untuk membebaskan diri mereka sendiri. Obat-obatan dan minuman keras biasanya dijadikan sebagai alat untuk bunuh diri yang merupakan sebuah jalan keluar dari diri seseorang yang mungkin akan ada dalam pembahasan makna dari kematian.

6. Apakah Saya Bebas (Makna Dari Kebebasan) Ini merupakan salah satu pertanyaan penting bagi setiap orang, khususnya bagi seseorang yang sedang dalam proses penyembuhan dari penggunaan za. Apakah saya sudah bebas dari ketergantungan obat atau bebas dari penyakit? Jawaban dari pertanyaan ini sering kali menentukan kerangka konseptual klien akan proses penyembuhan. Tingkat pilosofi abstrak para fasilitator memperkenalkan topik pada tingkat abstraksi terluas dengan pertanyaan sederhana:apakah

kebebasan itu? pembebasan dapat lebih ditingkatkan dengan pengenalan perbedaan antara kebebasan dan terkekang dengan pengenalan

perbedaan suatu hal, misalnya memperkenalkan kebenaran mutlak sebagai suatu ide bahwa segala sesuatu ada sebabnya kemudian menantang klien untuk coba mendamaikan yang kelihatannya nyata dai hubungan sebab akibat dari segala sesuatu yang terjadi dengan meyakinkan kebebasan pilihan. Klien juga mungkin juga didorong dengan pertanyaan seperti apa pendapat anda tentang nasib atausebuah rencana hebat? Klien dapat juga ditawarkan untuk tindkan tertentu yang dengan pilihan keras dan lembut. Misalnya para fasilitator dapat memberikan sebuah contoh dari seseorang dengan apa yang disebut short fuse yang berada dibawah keadaan biasa. Mungkin mudah untuk menyalakan amarah, tetapi bgaimana pun, akan lebih baik jika dapat mengatur kemarahan mereka. Diskusi seperti ini dapat membantu klien mengenali perbedaan sebenarnya. antara penyebab ini kecenderungan dapat lebih dan pilihan perilaku dengan

Sub-tema

dikonsolidasikan

memberikan definisi dari kebebasan sebagai kesadaran pilihan yang tersedia bagi tiap individu pada suatu titik (Somov dan Somova, 2003). Namun, kebebasan seseorang juga diikat oleh kesadaran moral akan suatu kebebasan memilih sebagai sesuatu implementasi terhadap proses interaksi. Pada tingkat abstraksi ini, para fasilitator mengalihkan diskusi kearah etika dan implikasi praktis tentang kepercayaan klien akan kebebasan. Hal ini dapat dicapai dengan bertanya pada klien tentang hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab. Secara khusus para fasilitator dapat menanyakan hal berikut: pertanyaan ini untuk siapa yang percaya bahwa segala sesuatu ada sebabnya dan perilaku anda yang sekarang adalah kegunaan dari anda yang kemarin dan seterusnya, maka bagaimana anda bertanggung jawab atas apa yang anda lakukan pada suatu titik? sebagai tambahan, para fasilitator juga dapat menggali implikasi etika prgmatis dari kepercayaan klien tentang pengaruh antara faktor sosial ekonomi dan masalah kemiskinan, kekerasan atau penggunaan zat. Kesimpulan dari subtema ini adalah tentang kebebasan dan tanggung jawab, para fasilitator dapat

menawarkan dua perspektif berikut: a. jika anda percaya bahwa semuanya sudah ditentukan, maka anda percaya bahwa anda tidak bebas. Oleh karena itu, anda tidak bertanggung jawab atas tindakan anda, walaupun masyarakat dan hukum akan memaksa anda untuk bertanggung jwab atas apa yang anda lakukan. b. jika anda yakin bahwa pada dasarnya anda bebas, meskipun ada kecenderungan psikologi sosial yang mungkin anda miliki, pada

akhirnya anda juga akan bertanggung jawab, dimana tanggung jawab tersebut merupakan harga diri kebebasan anda. Penggunaan zat pada tingkat abstraksi seperti halnya diskusi, menuntut kemajuan dari falsafah ke pribadi, yang cenderung disertai dengan risiko peningkatan emosional, yang mana dalam proporsi tidak aman dari kepercayaan diri. Salah satu kepercayaan yang terletak pada inti eksistensial dari kebebasan dan tanggung jawab adalah kepercayaan bahwa kecanduan merupakan suatu penyakit. Para fasilitator cenderung berhati-hati disekitar maslah ini, maka hal itu hanya sebagai

Anda mungkin juga menyukai