Anda di halaman 1dari 25

PROBLEM OF POVERTY IN INDONESIA

Di Susun Oleh : BAYU ERCHAN PRATAMA 11100050

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PROF.DR.HAZAIRIN,SH

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, hanya dengan izinNya terlaksana segala macam aktifitas yang dilakoni oleh hambaNya. Shalawat, rahmat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw, yang kepada beliau diturunkan wahyu Ilahi Al Quran, dan ditugasi untuk menjelaskan seta memberikan contoh pelaksanaanya. Semoga tercurah pula kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau serta seluruh umatnya yang setia. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing dan temanteman yang telah membantu kami hingga makalah ini dapat terselesaikan. saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan terselesainya makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman sekalian.

Bengkulu, januari 2012

Bayu Erchan Pratama

Daftar Isi Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan A. Latar belakang B. Rumusan masalah BAB II Isi / Pembahasan A. Kondisi Kemiskinan di Indonesia B. Faktor Penyebab Kemiskinan C. Penanggulangan Masalah Kemiskinan di Indonesia BAB III Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka / Sumber

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan di Indonesia dan penanggulangannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana kondisi kemiskinan di Indonesia? 2. Faktor apa yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia? 3. Bagaimana cara menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia?

BAB II ISI / PEMBAHASAN A. Kondisi Kemiskinan di Indonesia PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal.

Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu: 1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan. 2. Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 3. Kemiskinan Kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu: 1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan menjangkau perlindungan dasar. 2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan utama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran

dalam

bidang

perlindungan,

dan

peran

dalam

bidang

kemasyarakatan. 3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar dan mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi. Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta (40.1%) pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta (11.3%) pada tahun 1996. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi sejak Juli 1997 dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami pada Desember 2004 membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi sarana umum sehingga mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin menjadi 47,9 juta (23.4%) pada tahun 1999. Kemudian pada 5 tahun terakhir terlihat penurunan tingkat kemiskinan secara terus menerus dan perlahan-lahan sampai mencapai 36,1 juta (16.7%) di tahun 2004 seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini (catatan: terjadi revisi metode di tahun 1996).

60 54.2 50 40 30 20 10 0 43.2 35 30

Revisi metode

47.9 38.4 37.4 36.1

34.5 27.2 25.9 22.5

19 76 19 80 19 84 19 87 19 90 19 93 19 96

Jumlah penduduk miskin (juta)

Menurut data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-RI) per Maret 2010, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 31,02 juta. Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah GarisKemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta (dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada Maret 2010), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Pada Maret 2009, 63,38

19 96 19 99 20 02 20 03 20 04

persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23 persen. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2010, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,5 persen, sedangkan pada Maret 2009 sebesar 73,6 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, bawang merah, kopi, dan tahu. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan, dan pendidikan. Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010 Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010 nampaknya berkaitan dengan faktorfaktor berikut: a. Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen. Menurut kelompok pengeluaran kenaikan harga selama periode tersebut terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 4,11 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 8,04 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,85 persen; kelompok kesehatan sebesar 3,18 persen; kelompok sandang sebesar 0,78 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 2,08 persen, serta kelompok transpor dan komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,38 persen.

b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009Maret 2010. c. Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG. d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di Sektor Pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010. e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.

Dilihat

dari

tahun

2004

sampai

dengan

tahun

2010,

perkembangan tingkat kemiskinan ditunjukkan oleh tabel berikut:

Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp211.726,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5 persen pada

Maret 2010. Pada Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 25,20 persen di perkotaan dan 34,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,93 persen di perkotaan dan 5,90 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir (3,36 persen di perkotaan dan 4,34 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,42 persen di perkotaan dan 2,61 di perdesaan), mie instan (2,97 persen di perkotaan dan 2,51 persen di perdesaan), tempe (2,24 persen di perkotaan dan 1,91 persen di perdesaan), bawang merah (1,36 persen di perkotaan dan 1,66 persen di perdesaan), kopi (1,23 persen di perkotaan dan 1,56 persen di perdesaan), dan tahu (2,01 persen di perkotaan dan 1,55 persen di perdesaan). Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (8,43 persen di perkotaan dan 6,11 persen di perdesaan), biaya listrik (3,30 persen di perkotaan dan 1,87 persen di perdesaan), dan angkutan (2,48 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan), dan biaya pendidikan (2,40 persen di perkotaan dan 1,16 persen di perdesaan). Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk

miskin,

kebijakan

kemiskinan

juga

sekaligus

harus

bias

mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21 pada Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menyempit. semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun 2009. Pada Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,80. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan

hanya 0,40 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,75. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebi buruk dari daerah perkotaan.

B. Faktor Penyebab Kemiskinan Pada kondisi tertentu, kemiskinan dapat disebabkan dari berbagai segi, diantaranya : Kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana alam. Kemiskinan buatan. Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin. Sulitnya pemenuhan hak-hak dasar kehidupan manusia antara lain makanan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pendapatan perkapita masyarakat. Kesenjangan pembangunan antara kota-kota besar dipulau jawa dan kota-kota didaerah diluar pulau jawa, dan juga antara kota dengan pedesaan dan daerah terpencil lainnya yang tentunya belum terjamah pembangunan, dan juga potensi sumber daya alam yang berbeda. Guncangan perekonomian sebagai akibat dari lemahnya dasar perekonomian pengangguran. Indonesia, yang mengakibatkan banyaknya

Kemiskinan yang dialami oleh kaum perempuan, dimana kurangnya perhatian pemerintah dalam mengikusertakan atau memberdayakan perempuan dalam pembangunan

Kultur dan Budaya daerah yang turut mempengaruhi.

C. Penanggulangan Masalah Kemiskinan di Indonesia Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan yang jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya patut mendapat acungan jempol atas berbagai usaha yang telah dijalankan dalam membentuk strategi penanggulangan kemiskinan. Hal pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintahan baru adalah menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalam mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan tersebut. Peningkatan fasilitas jalan dan listrik di pedesaan. Berbagai pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa, dengan populasi sekitar 90 juta orang belum menikmati tenaga listrik.

Walaupun berbagai masalah di atas terlihat rumit dalam pelaksanaannya, solusinya dapat terlihat dengan jelas. o Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaandan di tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan pada umumnya. o Membiayai program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi buruk, terutama dalam masalah kemiskinan. Peta lokasi kemiskinan, bersama dengan peta kondisi jalan, dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah tersebut. Masyarakat miskin setempat juga harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan mereka, serta menjamin tersedianya pemeliharaan secara lebih baik. o Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya. Program seperti ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas jalan di pedesaan disamping sebagai bentuk perlindungan sosial. Untuk daerah yang terisolir, program ini bahkan dapat mengurangi biaya pembangunan. o Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik. Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana

pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat penyediaan listrik secara lebih luas. Peningkatan tingkat kesehatan melalui fasilitas sanitasi yang lebih baik Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang dari satu persen limbah rumah tangga di Indonesia yang menjadi bagian dari sistem pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas pengumpulan, pengolahan dan pembuangan akhir. Pada tahun 2002, pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk perbaikan sanitasi sebesar 1/1000 dari anggaran yang disediakan untuk penyediaan air. Akibatnya, penduduk miskin cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering berada di dekat tempat pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk miskin cenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif. Pada tahun 2001, kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasi diperkirakan mencapai Rp 100.000,- per rumah tangga setiap bulannya. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan: o Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik. o Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus meningkat. Dua pilihan yang dapat

dilakukan adalah: (i) mengadakan kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan (ii) mendorong pemerintah local untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standar pelayanan minimum. Penghapusan larangan impor beras Larangan impor beras yang diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang tepat dalam membantu petani, tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin. Studi yang baru saja dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang masuk dalam kategori miskin akibat dari kebijakan tersebut. Bahkan bantuan beras yang berasal dari Program Pangan Dunia (World Food Program) tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia karena tidak memiliki izin impor. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga beras. Tetapi ini hanya menguntungkan pihak yang memproduksi beras lebih dari yang dikonsumsi, sementara 90 persen penduduk perkotaan dan 70 persen penduduk pedesaan mengkonsumsi lebih banyak beras dari yang mereka produksi. Secara keseluruhan, 80 persen dari penduduk Indonesia menderita akibat proteksi tersebut, sementara hanya 20 persen yang menikmati manfaatnya. Bahkan manfaat tersebut tidaklah sedemikian jelas. Harga beras di tingkat petani tidak mengalami kenaikan yang berarti sementara harga di tingkat pengecer naik cukup tinggi. Dapat dikatakan bahwa hanya para pedagang yang menikmati manfaat kenaikan harga tersebut. Sementara itu, dukungan dan bantuan bagi petani dapat dilakukan dengan berbagai cara lain, seperti penyediaan infrastruktur pertanian

dan pedesaan serta penyediaan riset dalam bidang pertanian. Pengenaan bea masuk juga dapat menjadi altenatif yang lebih baik daripada larangan impor. Pembatasan pajak dan retribusi daerah yang merugikan usaha lokal dan orang miskin Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Setengah dari penghasilan masyarakat petani miskin berasal dari usaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan tersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun iklim usaha yang lebih kondusif. Sayangnya, sejak proses desentralisasi dijalankan, pemerintah daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus berbagai izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum lagi beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman. Berbagai biaya ini menghambat pertumbuhan usaha di tingkat lokal dan menurunkan harga jual yang diperoleh penduduk miskin atas barang yang mereka produksi. Pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin Adanya kepastian dalam kepemilikan tanah merupakan faktor penting untuk meningkatkan investasi dan produktifitas pertanian. Pemberian hak atas tanah juga membuka akses penduduk miskin pada kredit dan pinjaman. Dengan memiliki sertifikat kepemilikan

mereka

dapat

meminjam

uang,

menginvestasikannya

dan

mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari aktifitas mereka1. Sayangnya, hanya 25 persen pemilik tanah di pedesaan yang memiliki bukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh dari kondisi di Cina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki oleh hamper seluruh penduduk. Program pemutihan sertifikat tanah di Indonesia berjalan sangat lambat. Dengan program pemutihan yang sekarang ini dijalankan, dimana satu juta sertifikat dikeluarkan sejak 1997, dibutuhkan waktu seratus tahun lagi untuk menyelesaikan proses tersebut. Disamping itu, kepemilikan atas 64 persen tanah di Indonesia tidaklah dimungkinkan, karena termasuk dalam klasifikasi area hutan. Walaupun pada kenyataannya, di area tersebut terdapat lahan pertanian, pemukiman, bahkan daerah perkotaan. Perbaikan atas kualitas pendidikan dan penyediaan pendidikan transisi untuk sekolah menengah Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar. Hanya saja, banyak anak-anak dari keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dan terpaksa keluar dari sekolah dasar sebelum dapat menamatkannya (lihat gambar dibawah). Hal ini terkait erat dengan masalah utama pendidikan di Indonesia, yaitu buruknya kualitas pendidikan. Membangun lembaga lembaga pembiayaan mikro yang memberi manfaat pada penduduk miskin Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang

memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi. Program pemberian pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi manfaat kepada penerimannya. Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan lembaga pembiayaan mikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal, lembagalembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani masyarakat miskin secara lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Mengurangi tingkat kematian Ibu pada saat melahirkan Hampir 310 wanita di Indonesia meninggal dunia pada setiap 10.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingkat kematian menjadi tinggi terkait dengan dua sebab. Pertama karena ibu yang melahirkan sering terlambat dalam mencari bantuan medis. Sering terjadi juga bantuan medis yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kedua karena kebanyakan ibu yang melahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan bidan tradisional daripada fasilitas medis yang tersedia. Menyedian lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin Kesenjangan fiskal antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas

maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab II, kami dapat menyimpulkan bahwa, Kondisi kemiskinan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Oleh karena itu, perlu mendapat penanganan khusus dan terpadu dari pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. B. Saran Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA http://images.imnis.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SDH88woKCt 8AAF8LARk1/Bagian%20III%20Kemiskinan.doc?nmid=96869950 Indonesia Policy Briefs - Ide-Ide Program 100 Hari BADAN PUSAT STATISTIK - Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

Anda mungkin juga menyukai