BAB I
Pendahuluan
Penulis juga membuat makalah dengan tujuan sebagai pemenuhan penilaian yang
diberikan oleh dosen pembimbing dan sebagai pelaksanaan tugas.
Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penulisan
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
2.1 Lembaga Pembiayaan
2.2 Sewa Guna Usaha
2.3 Anjak Piutang
2.4 Consumer Financing
2.5 Contoh Kasus Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
Bank dan Lembaga Keuangan Lain
BAB II
Pembahasan
yang kurang modal atau hendak menghemat pemakaian tanpa harus kehilangan
kesempatan untuk melakukan investasi kembali dalam sektor-sektor ekonomi tertentu
yang dianggap produktif. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa defenisi leasing yaitu
sebagai berikut :
Menurut Financial Accounting Standar Board (FASB) :”..An agreement
coonveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable
assets) usulally for a stated period of time”.10 Definisi diatas menjelaskan adanya
kesepakatan antara dua pihak, lessor (pihak yang menyewakan) dan lessee (penyewa).
Dalam perjanjian ini terdapat persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atau
hak pakai atas aktiva yang dimilikinya yang dapat disiapkan selama periode tertentu dari
lessor pada lessee. Selama periode yang dimaksud dalam perjanjian sebagai balas jasa
dari hak pakai yang diberikan lessor kepada lessee dituntut untuk membayar sejumlah
uang sewa atau kompensasi yang lain sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Lamanya
jangka waktu suatu perjanjian lease tergantung pada perjanjian yang dibuat oleh lessor
dan lessee, sehingga jangka waktu perjanjian lease ini dapat bervariasi tergantung pada
kesepakatan bersama.
Pengertian Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991
tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha adalah: Sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, di mana lessee pada akhir masa
kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai
sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha. Sewa guna usaha lebih gampang disebut dengan
suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa. Tiga (3) pihak utama dalam sewa guna
usaha, antara lain:
Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau dalam hal ini pihak yang
memiliki hak kepemilikan atas barang.
Lessee adalah perusahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak
opsi pada akhir perjanjian.
Supplier adalah pihak penjual yang disewa-guna-usahakan.
Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Dilihat dari segi pandangan hukum, kegiatan sewa guna usaha memiliki 4
(empat) ciri yaitu:
Perjanjian antara lessor dengan pihak lessee.
Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor mengalihkan hak penggunaan
barang kepada pihak lessee.
Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset).
Lessee mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir periode yang
ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang
tersebut.
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara
garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu:
1. Finance Lease
Adalah suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dengan
lessee dengan pemberian hak opsi kepada lessee pada akhir periode lease.
Disamping itu, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksi sebagai
berikut:
1) Direct Financial Lease.
Transaksi leasing dalam bentuk direct lease atau sering pula disebut true-lease
atau disingkat direct lease saja merupakan suatu bentuk trnasaksi leasing di
mana lessor membeli suatu barang atas permintaan pihak lessee dan sekaligus
menyewagunausahakan barang tersebut kepada lessee yang bersangkutan.
2) Sale and Lease Back.
Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Transaksi leasing jenis ini pada prinsipnya adalah pihak lessee sengaja menjual
barang modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna
usaha atas barang tersebut antara lessor dengan lessee yang dalam hal ini
sebagai pihak yang menjual barnag untuk digunakan selama masa lease yang
disetujui kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh
tambahan dana untuk modal kerja. Jadi transaksi leasing disini bersifat
refinancing.
3) Leverage Lease.
Pada prinsipnya leveraged lease merupakan salah satu teknik pembiayaan
dalam finance lease yang digunakan lessor.
4) Syndicated Lease.
Adalah pembiayaan leasing yang dilakukan lebih dari satu lessor atas suatu
objek leasing. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena alasan-alasan
resiko tidak bersedia atau karena suatu alasan tidak memiliki kemampuan
pendanaan untuk menutup sendiri suatu transaksi leasing yang nilainya cukup
besar yang dibutuhkan oleh lessee.
5) Cross Border Lease.
Adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar bataas suatu Negara yaitu
Negara dimana lessor berkedudukan berbeda dengan Negara lessee.
6) Vendor Program.
Vendor program atau disebut juga dengan vendor lease adalah suatu metode
penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan
leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli barang.
2. Operating Lease
Leasing dalam bentuk ini, lessor sengaja membeli barang modal dan
selanjutnya dilease-kan kepada lessee. Berbeda dengan finance lease, dalam
operating lease jumlah seluruh pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan
bunganya.
2.2.4 Proses dan Mekanisme Transaksi Leasing
Bank dan Lembaga Keuangan Lain
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Leasing atau sewa guna usaha adalah suatu bentuk lembaga keuangan bukan
bank yang usahanya adalah memberikan fasilitas pembiayaan modal kerja. Berbeda
dengan bank, perusahaan sewa guna usaha tidak diperkenankan mendapatkan dana
dari pihak ketiga, sehingga untuk mendapatkan kebutuhan dananya didapatkan dari
setoran modal sendiri, pinjaman dari bank atau menjual sahamnya dipasar modal.
Sehingga perusahaan sewa guna usaha memerlukan manajemen khusus untuk dapat
tumbuh dengan baik. PT X Leasing adalah sebuah perusahaan patungan antara salah
satu bank terbesar di Jepang dengan Bank milik pemerintah Indonesia yang
berkonsentrasi dibidang sewa guna usaha. Dengan dukungan kedua bank besar
sebagai pemegang sahamnya, dalam kurun waktu 18 tahun sejak berdirinya, PT X
Leasing tumbuh dengan pesat sehingga assetnya meningkat menjadi 20 kali lipat.
Kondisi ini sangat kontradiktif dengan kondisi perusahaan pada industri sejenis dalam
menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, dimana banyak
perusahaan sewa guna usaha yang tidak mampu untuk bertahan hidup.
Kebijaksanaan fully hedging yang PT X Leasing terapkan jauh sebelum krisis moneter
melanda Indonesia, ternyata menjadi salah satu penolong perusahaan untuk tetap
bertahan melalui masa sulit ini. Sehingga PT X Leasing tetap dapat menjadi salah satu
perusahaan sewa guna usaha dengan tingkat pertumbuhan positif sampai saat ini.
Untuk melakukan strategi fully hedging ini perlu pertimbangan yang cermat.
Selain faktor biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan hedging
tersebut, perusahaan juga akan menurunkan kesempatan untuk mendapatkan margin
keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan tanpa memakai hedging. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam menyusun kebijakan manajemen resiko suku bunga dan
valuta asing antara lain adalah penetapan posisi devisa netto (net open position),
konversi kontrak sewa guna usaha dan interest gapping. Dalam penetapan kebijakan
posisi devisa netto, perusahaan akan melakukan perhitungan semua transaksi valuta
asing yang tidak di hedging pada kedua sisi asset dan liabilitiesnya. Kemudian baru
perusahaan menetapkan posisi yang sejalan dengan tingkat perubahan valuta asing.
Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Sedangkan dalam mengkontrol resiko dari fluktuasi suku bunga, perusahaan perlu
melakukan klasifikasi tingkat sensitifitas dari masing-masing asset dan liabilitiesnya dan
waktu jatuh tempo suku bunganya. Dengan demikian maka perusahaan dapat
melakukan prediksi tingkat pendapatan bunga (net interest margin) dan melakukan
strategi yang diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi suku bunga tersebut.