Anda di halaman 1dari 17

BAB I ILUSTRASI KASUS

I.

IDENTITAS Nama Jenis kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan Agama Status perkawinan Suku bangsa Alamat Tanggal masuk RS : Ny. E : Perempuan : 43 tahun : Guru : Tamat S1 : Islam : Menikah : Padang : Jl. Jambano Raya no. 21 RT. 003 RW. 006 : 15 Oktober 2013

II.

ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 Oktober 2013

Keluhan Utama : Tangan kanan kesemutan sejak 3 bulan yang lalu SMRS

Keluhan Tambahan : Nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik syaraf RSUP Fatmawati dengan keluhan tangan kanan kesemutan sejak 3 bulan yang lalu SMRS. Kesemutan dirasakan pada jempol, telunjuk dan jari tengah. Kesemutan mula-mula hilang timbul, lama-lama menjadi terus menerus. kesemutan akan bertambah dengan aktivitas seperti menulis terlalu lama, mengetik dan mengulek sambel dan pada waktu dingin. Nyeri dirasakan berkurang jika diluruskan atau diistirahatkan. Selain itu dirasakan nyeri menjalar sampai ke lengan bawah dan pasien mengaku genggamannya menjadi tidak kuat sehingga sering 1

menjatuhkan gelas atau dompet. Pasien merasa terganggu dengan gejala yang dalaminya dan merasa sulit beraktivitas. Tidak didapatkan bengkak pada sisi jempol pasien. Gejala ini baru pertama kali dialami pasien. Pasien sempat berobat ke dokter dan diberi obat (lupa nama obatnya), tetapi gejalanya masih saja muncul.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, trauma pada pergelangan dan riwayat rematik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Sikap Koperasi Keadaan Gizi Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan : Tampak sakit ringan : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 : Duduk : Kooperatif : Cukup : 120 / 80 mmHg : 80 x/mnt : 36,4 0C : 18x/mnt

Keadaan Lokal Trauma Stigmata Pulsasi A.Carotis Perdarahan Perifer Columna Vertebralis :: Teraba, kanan = kiri, reguler : capilary refil < 2 detik : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit Kepala

: Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-) : Normosefali, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga

: Normotia +/+, perdarahan -/-, lapang +/+

Hidung Mulut Tenggorok Leher

: Deviasi septum -/-, perdarahan -/: Bibir sianosis -, lidah kotor : Faring hiperemis -, tonsil T1-T1 : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula sinistra. : batas kanan jantung di ICS 4 linea sternalis dekstra, batas kiri jantung di 1 ICS 5 linea midklavikula sinistra, pinggang jantung di ICS 3 linea para sternalis sinistra. Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur -, gallop -

Pemeriksaan Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis : vocal fremitus kanan dan kiri sama,tidak teraba benjolan : perkusi di seluruh lapang paru sonor : suara nafas vesikuler, rhonki - / -, wheezing - /-

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : datar, efloresensi -, venektasi : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba membesar : timpani : bising usus + normal, 3 x/menit

Pemeriksaan Ekstremitas Atas Bawah : akral hangat + / +, edema - / : akral hangat + / +, edema - / -

IV.

STATUS NEUROLOGIS Rangsang Selaput Otak Kaku kuduk Laseque :: >700 / >700 3

Kerniq Brudzinsky I Brudzinsky II

: > 1350 / > 1350 ::-/-

Peningkatan Tekanan Intrakranial : -

Saraf-saraf Kranialis N.I (olfaktorius) : normosmia + / +

N.II (optikus) Acies visus Visus campus Lihat warna Funduskopi : baik / baik : baik / baik : baik / baik : tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen) Kedudukkan bola mata Pergerakkan bola mata : ortoposisi + / + : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior, inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah) Exopthalmus Nystagmus Pupil Bentuk Reflek cahaya langsung Reflek cahaya tidak langsung Reflek akomodasi Reflek konvergensi : bulat, isokor, 3mm/3mm : +/+ : +/+ : +/+ : +/+ :-/:-/-

N.V (Trigeminus) Cabang Motorik Cabang sensorik Ophtalmikus Maksilaris Mandibularis : baik / baik : baik / baik : baik / baik 4 : baik / baik

N.VII (Fasialis) Motorik Orbitofrontalis : gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi simetris kanan-kiri Orbikularis okuli : pasien dapat memejamkan mata saat diberikan tahanan ringan pada kedua kelopak mata dengan tangan pemeriksa Orbikularis oris Pengecapan lidah : plica nasolabialis simetris kanan dan kiri : baik / baik

N.VIII (Vestibulocochlearis) Vestibular Vertigo Nistagmus Koklearis Tuli Konduktif Tuli Perseptif Test penala rinne Test penala weber :-/:-/:+/+ : tidak didapatkan lateralisasi ::-/-

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus) Motorik Sensorik : baik / baik : baik / baik

N.XI (Accesorius) Mengangkat bahu Menoleh : baik/ baik : baik / baik

N.XII (Hypoglossus) Pergerakkan lidah Atrofi Fasikulasi Tremor : baik, tidak ada deviasi :::5

Sistem Motorik Ekstremitas atas proksimal - distal : 4555 / 5555

Ekstremitas bawah proksimal - distal : 5555 / 5555

Gerakkan Involunter Tremor Chorea Atetose Miokloni Tics Trofik Tonus :-/:-/:-/:-/:-/: eutrofik + / + : normotonus + / +

Sistem Sensorik Propioseptif Eksteroseptif : baik : hipestesi sejalan dengan n. medianus dextra dan sinistra

Fungsi Serebelar Ataxia Tes Romberg Disdiadokokinesia Jari-jari Jari-hidung Tumit-lutut Rebound phenomenon Hipotoni : baik : baik : baik : baik : baik : baik : baik :-/-

Fungsi Luhur Astereognosia Apraxia Afasia :::-

Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi keringat : baik : baik : baik

Refleks Fisiologis Kornea Biceps Triceps Dinding perut Otot perut Lutut Tumit Kremaster :+/+ : +2 / +2 : +2 / +2 :+/+ :+/+ : +2 / +2 : +2 / +2 : tidak dilakukan

Refleks Patologis Hoffman Tromer Babinsky Chaddok Gordon Schaefer Klonus lutut Klonus tumit :-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/-

Keadaan Psikis Intelegensia Tanda regresi Demensia : baik ::-

Tes Finkelstein Tes Phalens Tes Tinel

:-/:+/:+/-

V.

RESUME 7

Pasien perempuan 43 tahun datang dengan keluhan tangan kanan kesemutan sejak 3 bulan yang lalu SMRS pada jempol, telunjuk dan jari tengah. Kesemutan terus menerus, bertambah dengan aktivitas dan berkurang jika diluruskan atau diistirahatkan. Selain itu dirasakan nyeri menjalar sampai ke lengan bawah dan genggamannya tidak kuat. Pada pemeriksaan phalens test + pada tangan kanan.

VI.

DIAGNOSIS KERJA Diagnosis klinis Diagnosis etiologi Diagnosis topis : parestesi, nyeri, genggaman lemah : carpal tunnel syndrome dextra : n. medianus dextra

VII. RENCANA PEMERIKSAAN EMG

VIII. TATALAKSANA Istirahatkan pergelangan tangan Pasang bidai (splint) pada pergelangan tangan pada malam hari Prednisone Mecobalamin Meloxicam Ranitidin Gabapentin 1 x 5 mg PO 3 x 500 ug PO 1 x 7,5 mg PO 1 x 50 mg PO 2 x 100 mg PO

IX.

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : bonam : bonam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum.1,2 Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut.3 Setiap perubahan yang

mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.4

B. EPIDEMIOLOGI STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai.1,5-11 Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan1,4,8 Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada pria.1,2,5,8,11-14 Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan.1,2,8,13 Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik.

C. PATOFISIOLOGI Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik clan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang 9

berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluru.1 Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.1

D. GEJALA KLINIS Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat5,12,13 Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1,2,3 dan setengah sisi radial jari 4 walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jarijari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadangkadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan.1,5,8,12,13 Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai 10

mempergunakan tangannya.1,4 Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam.1,4,12 Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus medianus.

E. DIAGNOSIS Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu : 1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah1,8: a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam. d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK. e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa

11

penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK. f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa. j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (twopoint discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa. k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK. 2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)1,8,12,15 a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus STK. b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik. c. Pemeriksaan radiologis1,5,8,13. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada 12

vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. d. Pemeriksaan laboratorium1,5,8,12,13. Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

F. PENATALAKSANAAN Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu: 1. Terapi langsung terhadap STK1,8 a. Terapi konservatif. Istirahatkan pergelangan tangan. Obat anti inflamasi non steroid. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg 8 atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan.1 Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.1,5 Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif. 13

Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar.8 Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik

memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.8,12,14 Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.

c. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STK kembali. Pada keadaan di mana STK terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah kekambuhannya antara lain3: Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk. Batasi gerakan tangan yang repetitif. Istirahatkan tangan secara periodik. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.

14

Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya STK seperti 1: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik.17 Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

H. PROGNOSIS Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik.1,17 Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini1,8: 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. 15

BAB III KESIMPULAN

Sindroma Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati jebakan yang sering ditemukan, lebih banyak mengenai wanita dan sering ditemukan pada usia pertengahan. Kebanyakan penulis berpendapat bahwa STK mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan berlebihan. Gejala awal STK umumnya hanya berupa gangguan sensorik seperti rasa, nyeri, parestesia, rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervus medianus. Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik hanya dijumpai pada penderita STK yang sudah berlangsung lama, demikian pula adanya atrofi otot-otot thenar. Penegakan diagnosa STK didasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi dapat membantu usaha menegakkan diagnosa. Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda. Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK dikelompokkan lagi atas terapi konservatif dan terapi operatif (operasi terbuka atau endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap ada.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27. 2. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559. 3. Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) : Krames Comm ; 1994: 1-7. 4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275. 5. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York: McGrawHill ; 1997.p.1358-1359. 6. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256. 7. Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382. 8. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg Graphics; 1994.p.414-419. 9. Devinsky o, Feldman E, Weinreb HJ, Wilterdink JL. The Resident's Neurology Book. Philadelphia: F.A. Davis Co;1997.p.173-174. 10. Rosenbaum R. Occupational and Use Mononeuropathies. In:Evans RW, editor. Neurology and Trauma. Philadelphia: WB Saunders Co; 1996.p.403-405. 11. Lindsay KW, Bone I .Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3 rd ed. New York : Churchill Livingstone ;1997.p.435. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601. 12. Gunderson CH. Quick Reference to Clinical Neurology. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1982.p.370-371. 13. Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome. In : Johnson RT, Griffin JW, editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis :Mosby ;1997.p.374-379.

17

Anda mungkin juga menyukai