Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari
kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat
kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi
Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan
Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun
demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu
ditanam di belakang rumahnya.
Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon
semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan
subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya. Tentulah
ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan.
Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu.
Ukuran semangka ini luar biasa besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya.
Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan
memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah
mengangkatnya dengan kedua belah tangannya. Setelah diletakkannya di atas
meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka
terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning
yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh,
nyatalah bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari
karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit
yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima
kasih!" seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.
(diolah dari Cerita Rakyat dari Kalimantan Barat 2, Syahzaman, PT.Grasindo, 1995)
Kelas: XI IPA 1