Latar Belakang Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Defisit pengetahuan adalah suatu keadaan ketika seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2007). Wordl Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global Tuberkulosis Paru (TBC) Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burdencountries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TBC di dunia. Menurut WHO estimasi Insidence Rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan Basil Tahan Asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000. Data WHO tahun 2008 di Indonesia total kasus TBC tercatat 285.243 - 160.752 di antaranya dengan basil asam (BTA) positif menular, ini meningkat dibandingkan tahun 2007 yang berjumlah 275.193 kasus. Selain itu di Indonesia WHO report tahun 2008 menyebutkan jumlah kasus TBC baru di Indonesia sekitar 534.439 orang per tahun dengan jumlah kematian 88.113 orang per tahun ( Imam Subekti, 2011).
Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kota Tegal (358,91 per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (44,04 per 100.000 penduduk). Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA (+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA (+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2012 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 100 %. Meskipun masih dibawah target yang ditentukan, capaian CDR tahun 2012 sebesar 58,45 % lebih rendah dibanding tahun 2011 (59,52 %). CDR tertinggi di Kota Magelang sebesar 292,91 % dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 21,82 %. Terdapat lima kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100 % yaitu kota Magelang (292,91 %), Kota Surakarta (128,17 %), Kota Salatiga (109,84 %), Kota Tegal (203,09 %) dan Kota Pekalongan (137,75 %) (Profil Kesehatan Provinsi Jateng, 2012). Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya. Namun tingkat pendidikan yang tinggi tidak juga mendukung tercapainya suatu derajat kesehatan yang setinggi-tingginya tergantung
dengan pola hidup dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Apabila di dalam sebuah keluarga ditemukan masalah kurangnya pengetahuan akibat dari rasa keingintahuan keluarga terhadap informasi kesehatan yang minim maka akan timbul masalah-masalah keluarga yaitu tentang ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit, sehingga akan menimbulkan suatu dampak yang kurang menguntungkan yaitu keluarga tidak mampu dalam mengendalikan suatu infeksi yang ditimbulkan dari penyakit tuberkulosis (Profil Kesehatan Provinsi Jateng, 2012). Pengetahuan penderita yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pencegahan akan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan sebagai orang yang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang sekelilingnya. Sikap dan tindakan tersebut seperti batuk tidak menutup mulut, tidur dalam satu kamar lebih dari dua orang (Suhardi, 2008). Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis ( Muttaqin, 2008).
Untuk mencapai derajat kesehatan bagi keluarga yang terdapat anggota keluarga yang sakit TBC maka penulis menyarankan agar keluarga tersebut harus mengetahui mengenai cara penularan, bahaya dan cara pencegahannya. Serta dengan adanya dukungan dari keluarga, masyarakat, dan kerjasama dengan petugas kesehatan sehingga akan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan yang ada pada keluarga tersebut agar dapat mengubah pola hidup ke arah yang lebih baik. Berdasarkan uraian diatas, maka sangat diperlukan penjelasan tentang risiko yang ditimbulkan oleh tuberkulosis. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul Kurang Pengetahuan tentang Penyebaran Infeksi Tuberkulosis Paru Berhubungan dengan Ketidakmampuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga yang Sakit. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum penulisan yaitu menggambarkan serta melaporkan pengelolaan kasus keluarga dengan risiko penyebaran infeksi tuberkulosis paru berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit. 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan : 1) Menuliskan biodata klien dan keluarga.
2) Pengkajian (assessment), mencangkup riwayat kesehatan klien dan keluarga (patient history), tinjauan sistem terkait (review of system), data umum: hasil pemeriksaan data fokus (examination and assessment), dan pemeriksaan penunjang. 3) Masalah keperawatan yang ditemukan pada keluarga dengan risiko penyebaran infeksi tuberkulosis. 4) Perencanaan untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan dari keluarga yang memeliki risiko penyebaran infeksi tuberkulosis. 5) Pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga dengan risiko penyebaran infeksi tuberkulosis. 6) Evaluasi tindakan yang telah diberikan. b. Membahas kesenjangan antara teori dengan keadaan nyata kasus di lapangan terkait dengan tuberkulosis. c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan anggota keluarga terhadap potensi penularan TB Paru pada keluarga. C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan bagi pihak Program Studi Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Semarang. 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, dan
menginformasikan data serta meningkatkan ilmu dan pengetahuan dalam bidang keperawatan. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Lain Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat praktis dalam keperawatan yaitu bagi tenaga kesehatan lain dalam pengelolaan kasus khususnya tentang risiko penyebaran infeksi tuberkulosis paru.