Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi yang paling sering ditemui.

Karies disebut sebagai penyakit multifaktorial karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Karies hanya akan terjadi Bila keempat faktor tersebut berinteraksi dan saling mempengaruhi. Pada tahap awal, karies terlihat sebagai gambaran bercak putih kapur dipermukaan gigi (white spot). Daerah white spot ini akan terlihat jelas pada gigi karena gigi asli berwarna putih transparan dan mengkilat serta dilapisi pelikel (lapisan tipis bening dan tipis pada gigi). Jika pelikel ini ditumbuhi oleh kuman maka terbentuklah plak dan hal ini jika dibiarkan, lama-kelamaan akan bercampur dengan kalsium, mengeras dan membentuk karang gigi. Karang gigi ini menyebabkan permukaan gigi menjadi besar dan menjadi tempat menempe plak kembali sehingga lama-kelamaan karang gigi akan mengendap, tebal dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat terlihat

kekuningan atau kehitaman misalnya akibat campuran rokok, teh, dan zat-zat lain yang dapat meninggalakan warna pada gigi. Jadi dari karang gigi itulah terjadi karies gigi. Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar gignya. Penyakit yang ditandai dengan munculnya karies disetiar seri atas dan gigi geraham besar kini banyak ditemukan pada anak usia 3-6 tahun. Rampan karies merupakan penyakit multifaktorial dimana faktor-faktor tersebut saling berinteraksi. Faktor kejadian karies gigi antara lain faktor dari makanan, kebersihan mulut, kebiasaan yang tidak sesuai dengan kesehatan seperti mengemut makanan dan pemberian makanan melalui botol. Selain dari faktor kebiasaan dan faktor makanan, konsisi yang memperparah terjadinya karies pada anak karena ketidakpahaman orang tua pada anak terhadap
1

terjadinya penyebab utama karies tersebut, dimana karies tersebut dipicu oleh pemberian larutan yang manis, seperti air susu, soft drink menggunakan botol, serta air susu ibu yang cara pemberiannya kurang tepat. Lamanya larutan tersebut didalam rongga mulut, seperti ketika anak tertidur sambil mengemut softdrink, air susu dalam botol lebih memperparah terjadinya rampan karies. Dunia medis masih ini masih kesulitan mendeteksi karies gigi, terutama karies rampan. Kebanyakan, para dokter gigi masih menggunakan cara lama yaitu sonde (manual) dan foto rontgen. TORRES adalah sebuah inovasi baru yang diusulkan penulis dalam rangka mempermudah mendeteksi karies rampan. Alat yang akan diluncurkan dengan bentuk lembaran ini diharapkan mampu menarik perhatian anak-anak untuk memeriksakan giginya pada dokter gigi.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, bisa dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut, yaitu : Bagaimana cara kerja TORRES (Detektor Karies) untuk mendeteksi karies rampan pada anak-anak atau balita?

1.3 Tujuan Penelitian Inovasi ini lebih mudah digunakan untuk mendeteksi karies rampan pada anak-anak atau balita.

1.4 Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian study kasus di bidang kesehatan gigi dan mulut, khususnya tentang penyakit rampan karies.

b) Manfaat Praktis Untuk dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

informasi dasar dalam rangka memelihara kesehatan gigi anak.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Kerja Denlay Prinsip kerja denlay ini menyerupai spectrometer yaitu alat optik yang digunakan untuk mengamati dan mengukur sudut deviasi cahaya datang karena pembiasan dan dispersi. Denlay adalah alat yang dipakai untuk mengukur

panjang gelombang cahaya dengan akurat yaitu dengan menggunakan kisi difraksi. atau prisma untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Denlay ini sendiri memancarkan sinar X.

2.2 Prinsip Kerja Sinar - X Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang di dalamnya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung Roentgen dihubungkan ke transformator filamen. Transformator filamen ini akan memberi supplai sehingga mengakibatkan terjadinya pemanasan pada filamen tabung Roentgen, sehingga terjadi thermionic emission, dimana elektronelektron akan membebaskan diri dari ikatan atomnya, sehingga terjadi elektron bebas dan terbentuklah awan-awan elektron. Anoda dan katoda dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi 10 kV-150 kV. Primer HTT diberi tegangan AC (bolak-balik) maka akan terjadi garis-garis gaya magnet (GGM) yang akan berubah-ubah bergantung dari besarnya arus yang mengalir. Akibat dari perubahan garig-garis gaya magnet ini akan menyebabkan timbulnya gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder, yang besarnya tergantung dari setiap perubahan fluks pada setiap perubahan waktu. Dari proses ini didapatkanlah tegangan tinggi yang akan disuplai ke elektroda tabung Roentgen. Elektron-elektron bebas yang ada disekitar katoda akan ditarik menuju anoda, akibatnya terjadilah suatu loop (rangkaian tertutup) maka akan terjadi

arus elektron yang berlawanan dengan arus listrik yang kemudian disebut arus tabung. Pada saat yang bersamaan, elektronelektron yang ditarik ke anoda tersebut akan menabrak anoda dan ditahan. Jika tabrakan elektron tersebut tepat di inti atom disebut peristiwa breamstrahlung dan apabila menabraknya dielektron di kulit K, disebut K karakteristik. Akibat tabrakan ini maka terjadi hole-hole karena elektron-elektron yang ditabrak tersebut terpental. Hole-hole ini akan diisi oleh elektron-elektron lain. Perpindahan elektron ini akan menghasilkan suatu gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya berbedabeda. Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,1 1 A inilah yang kemudian disebut sinar X atau sinar Roentgen .

2.3 Proses Terjadinya Radiografi Bayangan laten yang terbentuk pada film Roentgen (radiografi) dihasilkan oleh berkas sinar-X sesudah menembus objek mengenai film atau berasal dari berkas cahaya tampak yang dihasilkan pada proses emisi cahaya dari interaksi radiasi sinar-X dengan lembar penguat. Berkas radiasi sinar-X yang mengenai objek sebagian diserap oleh objek dan sisanya diteruskan (menembus objek). Berkas cahaya yang diteruskan tersebut mengenai emulsi film sehingga terbentuk bayangan objek. Berkas cahaya sinar-X yang menembus objek akan diserap oleh lembar penguat dan dipancarkan kembali dalam bentuk cahaya tampak. Berkas cahaya tampak tersebut selanjutnya mengenai emulsi film sehingga terbentuk bayangan laten.

2.4 Camdent Camdent merupakan alat yang dimasukkan ke dalam mulut, lebih tepatnya di dekatkan di bagian belakang gigi yang hendak dilihat keadaan giginya terutama karies gigi. Camdent ini terdiri dari lembar penguat dan terdapat film di dalamnya. Camdent ini juga memiliki kabel yang dihubungkan ke laptop untuk melihat hasilnya berupa gambar. Lembar penguat merupakan alat yang terbuat dari kardus kecil berlapis fosfor. Dibuat dalam bentuk persegi yang

berhadapan lansung dengan film. Lembar penguat berfungsi mengubah sinar-X menjadi cahaya tampak dan cahaya tampak tersebut akan berinteraksi dengan film sehingga membentuk bayangan laten. Bila memakai film emulsi tunggal, digunakan sebuah lembar penguat yang berhadapan dengan sisi emulsi film, sedangkan pada film emulsi ganda digunakan dua buah lembar penguat yang masing-masing berhadapan dengan kedua permukaan film.

2.5 Prinsip Kerja Lembar Penguat Foton sinar-X yang mengenai kristal fosfor, dapat menghasilkan beribu foton cahaya yang diemisikan kristal fosfor. Proses perubahan sinar-X menjadi cahaya tampak oleh screen disebut dengan luminisensi (perpendaran cahaya). Energi radiasi diserap (penyerapan fotolistrik oleh atom-atom dari material fosfor). Ada dua jenis luminisensi : a. Fosforisensi, yaitu cahaya yang dipancarkan setelah terjadinya penyerapan energi dari radiasi gelombang pendek (sinar-X), pemancaran akan diteruskan walaupun radiasi gelombang pendek sudah berhenti menyinarinya. Istilah ini disebut after glow. Waktu terjadinnya pencahayaan lebih besar dari 10detik. b. Fluoresensi, yaitu cahaya yang dipancarkan setelah terjadi penyerapan energi dari radiasi gelombang pendek, cahaya dipancarkan hanya selama adanya radiasi gelombang pendek tersebut. Waktu terjadinnya pencahayaan kurang dari 10detik. Ketika sinar-X mengenai butiran fosfor akan memendarkan cahaya, kerapatan lapisan fosfor juga terdapat celah antar butiran fosfor lainnya sehingga radiasi akan melewati celah tersebut yang juga akan memendarkan cahaya pada lapisan lembar penguat berikutnya. Elektron yang terlepas meninggalkan pita valensi menuju pita konduksi. Pada posisi ini elektron memasuki energi yang lebih tinggi. Material fosfor yang tidak murni menghasilkan luminisensi yang cenderung memiliki kekuatan menarik elektron kembali ke pita valensi. Karena energinya

cukup tinggi maka terjadi lompatan elektron dari energi tinggi ke daerah energi rendah. Pada saat terjadi lompatan energi terebut terjadilah pelepasan energi foton cahaya, sebagai bentuk pencahayaan fluoresensi.

2.6 Jenis-Jenis Bahan Lembar Penguat Tidak semua fosfor berluminisensi menghasilkan warna yang sama. Hal ini penting menyangkut aplikasi dalam radiografi. Ada fosfor yang digunakan dalam bentuk murninya dan ada beberapa fosfor yang membutuhkan pengaktif untuk berluminisensi. Pengaktif meningkatkan kemampuan fluoresensi juga mempengaruhi warna cahaya yang dipancarkan. Syarat utama bahan dasar lembar penguat mempunyai spesifikasi koefisien serap yang tinggi, biasanya bahan dengan nomor atom yang tinggi dan mempunyai after glow yang singkat.

a.

Calsium Tungsten Calsium tungsten dapat berluminisensi tanpa pengaktif. Memancarkan cahaya ultraviolet bila terkena radiasi gelombang pendek. Maksimum fluoresensi sekitar 420 nm. Namun jenis fosfor ini sudah jarang digunakan lagi karena efisiensi mengubah sinar-X ke cahaya hanya berkisar 5% jika dibandingkan dari fosfor jenis rare earth sekitar 15%.

b.

Barium Fluorochloride Jika dibandingkan dengan calcium tungsten maka barium fluorochloride mengabsorbsi sinar-X lebih banyak atau dengan kata lain koefisien absorbsinya lebih tinggi, selain itu barium fluorochloride lebih efisien dalam mengkonversikan sinar-X menjadi cahaya. Diaktifkan dengan europium. Sinar yang dihasilkan ultraviolet dan biru dengan panjang gelombang sampai 380 nm.

c.

Rare Earth Materi fosfor yang secara alamiah jumlahnya sangat terbatas. Rare earth merupakan material fosfor efisiensi yang tinggi dalam menyerap berkas sinar-X menjadi cahaya tampak sehingga banyak dipakai sebagai bahan baku lembar penguat radiografi. Pencahayaannya menghasilkan empat kali lebih besar dari bahan lembar penguat calsium tungsten. Fosfor rare earth dibagi dalam tiga jenis, yaitu : 1. Gadolinium oxysulphide, diaktifkan oleh terbium. 2. Lantanum oxysulphide, diaktifkan oleh terbium. 3. Ytrium oxybromide, diaktifkan oleh telerium. Lanthanum oxysulphide, lanthanum oxysulphide, dan ytrium soxybromide dengan pengaktif terbium dan telerium akan mengemisikan sinar warna hijau dengan panjang gelombang antara 625-550 nm.

BAB III KESIMPULAN

TORRES adalah sebuah inovasi baru yang diusulkan penulis dalam rangka mempermudah mendeteksi karies rampan. Alat yang akan diluncurkan dengan bentuk lembaran ini diharapkan mampu menarik perhatian anak-anak untuk memeriksakan giginya pada dokter gigi. TORRES ini terdiri dari dua bagian yaitu denlay dan camdent. Denlay ini berfungsi memancarkan sinar X ke bagian depan gigi, sedangkan camdent berfungsi untuk menerima sinar X dan merubah sinar X menjadi cahaya tampak sehingga dapat menghasilkan sebuah gambar yang dihubungkan ke laptop. TORRES ini dapat mempermudah dalam proses mendeteksi karies rampan pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1.

The American Dental Association Council on Scientific Affairs. The use of cone-beam computed tomography in dentistry. J Am Dent Assoc 2012;143(8):899-202.

2.

Anbiaee N, Mohassel AR, Imanimoghaddam M, Moazzami SM. A comparison of the accuracy of digital and conventional radiography in the diagnosis of recurrent caries. J Contemp Dent Pract 2010;11(6):E025-032.

3.

Senel B, Kamburoglu K, Ucok O, et al. Diagnostic accuracy of different imaging modalities in detection of proximal caries. Dentomaxillofac Radiol 2010;39(8):501-11.

4.

Ulusu T, Bodur H, Odabas ME. In vitro comparison of digital and conventional bitewing radiographs for the detection of approximal caries in primary teeth exposed and viewed by a new wireless handheld unit. Dentomaxillofac Radiol 2010;39(2):91-4.

5.

Tracy KD, Dykstra BA, Gakenheimer DC, et al. Utility and effectiveness of computer-aided diagnosis of dental caries. Gen Dent 2011;59(2):136-44.

6.

Atchison KA, White SC, Flack VF, Hewlett ER. Assessing the FDA guidelines for ordering dental radiographs. J Am Dent Assoc

1995;126(10):1372-83. 7. Atchison KA, White SC, Flack VF, Hewlett ER, Kinder SA. Efficacy of the FDA selection criteria for radiographic assessment of the periodontium. J Dent Res 1995;74(7):1424-32.

10

Anda mungkin juga menyukai