Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PKL 53

ANALISIS POTENSI SEKTOR INFORMAL DI PROVINSI LAMPUNG

OLEH: TIM PROPOSAL B PKL 53

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dewasa ini sektor informal memegang peranan yang strategis dalam perekonomian dunia. Menurut hasi penelitian Jacques Charmers tahun 2000 yang diselenggarakan oleh Institute of Research for Development Paris diestimasi bahwa di banyak negara 50% pekerja di sektor non-pertanian adalah pekerja informal. Sementara itu kontribusi sektor informal terhadap Domestic Product adalah sebesar 30%. Untuk Asia sendiri angka ini mencapai 67,5% dan 37,3%. Lebih jauh di negara sedang berkembang mencapai setengah sampai tiga perempat dari pekerjanya adalah pekerja informal. Sebagian besar pekerja dan unit usaha di sektor pertanian bersifat informal sehingga apabila sektor pertanian disertakan maka kontribusi sektor informal akan semakin besar. Misalnya di India, 83% pekerja di sektor non-pertanian adalah pekerja informal dan 93% dari total pekerjanya adalah pekerja informal. Melihat dari fakta ini maka tidak mengherankan bila sektor informal memegang peranan yang penting. Faktanya, di banyak negara termasuk Indonesia pencatatan sektor informal belum dilakukan secara rutin dan kontinu. Padahal data ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang tepat guna dalam memberdayakan sektor informal mengingat kontribusinya yang besar. Menurut kerangka Interational Conference of Labour Statisticians (ICLS) ke-17, pengklasifikasian seseorang sebagai pekerja informal dilakukan dengan melihat sifat pekerjaannya dan unit usahanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja informal terdiri dari mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu karyawannya, yang berusaha di sektor informal, karyawan yang status pekerjaannya informal namun bekerja di sektor formal, karyawan yang bekerja di sektor informal, pekerja yang dibayar oleh rumah tangga, pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar, dan anggota kooperasi produsen informal.

Berusaha di sektor informal dapat diartikan sebagai upaya bertahan bagi mereka yang tidak dapat atau tidak mampu masuk sektor formal, upaya rintisan bagi mereka yang ingin masuk ke dalam sektor formal, dan usaha sampingan bagi mereka yang sudah masuk dalam sektor formal. Ditambah lagi usaha di sektor informal memiliki dampak luas, yaitu tidak hanya meningkatkan pendapatan usahanya, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan sehingga secara tidak langsung meningkatkan pendapatan orang lain. Oleh karena itu pencatatan wirausaha di sektor informal adalah hal yang perlu dilakukan. Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 45,26% dari keseluruhan pekerja di Lampung berstatus sebagai pengusaha. Fakta lain dari SAKERNAS menunjukkan bahwa sekitar 70,78% pekerja bekerja di sektor informal. Dengan data-data tersebut, provinsi Lampung adalah representatif bila dijadikan sebagai lokasi penelitian tentang potensi usaha sektor informal.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana distribusi usaha bersadarkan lapangan usaha sektor formal dan informal di Lampung tahun 2014 2. Lapangan usaha mana yang mempunyai produktifitas tinggi di Lampung tahun 2014?

3. Apa saja faktor penarik dan pendorong wirausahawan untuk berusaha di sektor informal? 4. Apa saja kendala dalam berusaha di sektor informal di Lampung? 5. Bagaimana transisi usaha sektor informal di Lampung? 6. Sejauh mana peran pemerintah dalam mendukung usaha di sektor informal di Lampung? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui distribusi usaha bersadarkan lapangan usaha sektor formal dan informal di Lampung tahun 2014. 2. Mengetahui lapangan usaha sektor informal yang mempunyai produktivitas tinggi di Lampung tahun 2014. 3. Menganalisis faktor penarik dan pendorong wirausahawan untuk berusaha di sektor informal di Lampung. 4. Menganalisis kendala dalam berusaha di sektor informal di Lampung. 5. Menganalisis transisi usaha sektor informal di Lampung 6. Mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam mendukung usaha di sektor informal

1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Bagi Mahasiswa Mahasiswa memperoleh sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran teruatama berkaitan dengan melaksanakan suatu survei mulai dari perencanaaan, persiapan lapangan, pelaksanaan lapangan, pengolahan data, penyajian dan analisis data yang baik, serta pengolahan organisasi kegiatan PKL. 1.4.2 Bagi Pemerintah Provinsi Lampung Manfaat penelitian ini bagi Pemerintah Provinsi Lampung yaitu: Sebagai alat analisis situasi untuk merumuskan kebijakan pemberdayaan sektor informal Sebagai indikator keberhasilan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan sektor informal 1.4.3 Bagi Badan Pusat Statistik (BPS)

Diharapkan laporan PKL yang dihasilkan dapat menambah ketersediaan data statitik usaha sektor informal di Provinsi Lampung. 1.4.4 Bagi Masyarakat Memberi gambaran mengenai potensi sektor informal sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan di luar sektor formal.

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Konsep dan Definisi Usaha Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usaha didefinisikan sebagai kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar atau menunjang kehidupan dan menanggung risiko. Sektor Informal ILO (International Labour Organization) menyatakan bahwa istilah sektor informal yang sebelumnya banyak digunakan kemungkinan dapat menyesatkan dan mengusulkan istilah alternatif. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan pada saat ini bahwa rumah tangga, bahkan juga individu, dapat terlibat dalam pekerjaan sektor formal dan informal sekaligus. ILO lebih sering menggunakan istilah ekonomi informal ketimbang sektor informal karena ekonomi informal lebih cocok untuk menggambarkan pendekatan yang terintegrasi dalam menggambarkan ketidak-formalan (House, 2003). Pandangan ILO : Ekonomi informal terdiri dari unit-unit ekonomi yang termarjinalisasi dan pekerjapekerja yang memiliki karakteristik: mengalami defisit yang parah dalam hal pekerjaan yang layak, defisit dalam hal standar perburuhan, defisit dalam hal produktivitas dan kualitas pekerjaan, defisit dalam hal perlindungan sosial dan defisit dalam hal organisasi dan hak suara. Dengan mengurangi defisit yang dimiliki oleh ekonomi informal, diharapkan akan dapat meningkatkan gerakan kearah kegiatan-kegiatan yang diakui, terlindungi dan formal didalam kerangka perekonomian utama dan yang memenuhi peraturan (ILO, 2002).

Meskipun tidak ada konsensus khusus mengenai definisi sektor informal, perngertian sektor informal ini sering dikaitkan dengan dikotomi sektor formal-informal. ILO (1972) mengidentifikasi sedikitnya tujuh karakter yang membedakan kedua sektor tersebut yaitu: a. kemudahan untuk masuk b. kemudahan untuk mendapatkan bahan baku c. sifat kepemilikan d. skala kegiatan e. penggunaan tenaga kerja dan teknologi f. tuntutan keahlian g. deregulasi dan kompetisi pasar International Conference of Labour Statisticians (ICLS) tahun 1993 membuat definisi ekonomi informal berdasarkan unit produksi sebagai berikut : unit usaha yang terlibat dalam produksi barang dan jasa dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi orang-orang yang terlibat. Hubungan ketenagakerjaan, jika memang ada, kebanyakan atas dasar pekerjaan tidak tetap, persaudaraan atau hubungan pribadi dan hubungan sosial, dan bukan atas dasar persetujuan kontrak dengan jaminan formal. Selanjutnya konsep ini juga membedakan antara dua sub-kategori dari ekonomi informal, yaitu : 1) Perusahaan keluarga, terdiri dari pekerja mandiri, pekerja keluarga, pekerja magang, dan mereka yang tidak memiliki pegawai tetap. 2) Perusahaan kecil, terdiri dari unit usaha dengan pegawai berjumlah kurang dari 5 sampai dengan 10 orang, dan tidak terdaftar sebagai perusahaan. The 15th ICLS (ILO, 1993) mengkonseptualkan sektor informal sebagai:

i.

Sektor informal secara luas merupakan unit produksi barang atau jasa dengan tujuan utama menciptakan lapangan kerja dan pendapatan. Unit ini biasanya beroperasi pada level organisasi yang rendah, sedikit atau tidak ada sama sekali pembagian antara tenaga kerja dan modal sebagai faktor produksi, berskala kecil.

ii.

Unit produksi pada sektor informal biasanya memiliki karakteristik perusahaan rumah tangga: aset bukan kepunyaan unit produksi melainkan kepunyaan pemilik (owners), pemilik menanggung sendiri risiko usaha tanpa batas, pengeluaran untuk produksi biasanya sulit dipisahkan dengan pengeluaran rumah tangga, barang modal seperti bangunan atau kendaraan yang digunakan juga sulit dibedakan penggunaannya, apakah untuk tujuan usaha atau keperluan rumah tangga, pekerja biasanya merupakan pekerja bebas, berdasarkan hubungan kekerabatan, hubungan pribadi, dan sosial, bukan berdasarkan kontrak perjanjian dengan jaminan resmi.

Cakupan pekerja informal: i. Mereka yang berusaha sendiri dan pengusaha yang bekerja di usaha sektor informal miliknya (sel 3 dan 4). Sifat informal mereka karena mereka sulit dipisahkan dari usaha yang mereka miliki. ii. Pekerja keluarga, terlepas dari apakah mereka bekerja di usaha sektor formal atau informal (sel 1 dan 5). Sifat informal mereka disebabkan oleh fakta bahwa pekerja keluarga biasanya tidak memiliki kontrak kerja tertulis secara eksplisit, dan biasanya pekerjaan mereka tidak tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan, peraturan jaminan sosial, atau kesepakatan bersama, dll.

iii. Anggota koperasi produsen informal (sel 8). Sifat informal pekerjaan mereka berkaitan langsung dengan karakteristik koperasi di mana mereka menjadi anggota. iv. Karyawan yang memegang pekerjaan informal di perusahaan sektor formal, perusahaan sektor informal, atau dibayar sebagai pekerja rumah tangga yang dipekerjakan oleh rumah tangga (sel 2, 6, dan 10). Mereka dianggap memiliki pekerjaan informal, jika hubungan kerja mereka, secara hukum atau dalam prakteknya: tidak tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan nasional, pajak pendapatan, perlindungan sosial, atau hak pekerja lainnya (pemberitahuan di muka tentang pemecatan, pesangon, bonus tahunan atau cuti sakit, dll). v. Berusaha sendiri yang memproduksi barang yang penggunaan akhirnya khusus untuk rumah tangga mereka sendiri (sel 9). Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia selama ini menggunakan pengertian/definisi mengenai sektor informal berdasarkan kategori dari status pekerjaan dari pekerja. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Seperti diketahui, sejak tahun 2001 BPS membagi status pekerjaan menjadi 7 kategori, yaitu: a. Berusaha sendiri b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar d. Buruh/Karyawan/Pegawai e. Pekerja bebas di pertanian f. Pekerja bebas di non pertanian g. Pekerja tak dibayar Penelitian ini menggunakan definisi sektor informal berdasarkan ICLS ke-17 di atas.

Usaha Sektor Informal Dari definisi usaha dan definisi sektor informal di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha sektor informal adalah kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar atau menunjang kehidupan dan menanggung risiko yang dilakukan oleh mereka yang termasuk dalam klasifikasi 3 dan 4 dalam kerangka ICLS ke-17, yaitu mereka yang berusaha sendiri dan mereka yang berusaha di sektor informal. Usaha sektor formal Usaha sektor formal merupakan segala kegiatan yang tidak tercakup dalam usaha sektor informal. Lapangan Usaha Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja. Lapangan pekerjaan pada publikasi ini didasarkan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009. Terdapat 9 (sembilan) lapangan usaha menurut Sistem Neraca Nasional 2008, yaitu : 1. Pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Konstruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, real estate dan jasa perusahaan 9. Jasa - jasa Kesembilan lapangan usaha ini menjadi dasar penggolongan lapangan usaha dalam penelitian ini.

Wirausaha Wirausaha menurut Joseph Schumpeter (1934) adalah seorang inovator yang

mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk : (1) memperkenalkan produk baru, (2) memperkenalkan metode produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Geoffrey G. Meredith (2000) dalam bukunya yang berjudul Kewirausahaan, Teori dan Praktek yang dialihbahasa oleh Andre Asparsayogi, mengemukakan bahwa: Para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan meng-ambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan wirausaha adalah tenaga kerja yang berusaha sendiri, berusaha dengan dibantu oleh karyawan/buruh/pegawai baik tetap maupun tidak tetap, dan pekerja dibayar ataupun tidak dibayar (pekerja keluarga). Status pekerjaan Menurut BPS, status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu: a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.

b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap. c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar. d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah tangga) yang sama dalam sebolan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bolan. Apabila majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari satu. e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang

lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian. Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati. f. Pekerja bebas di nonpertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir), di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha non pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air, sektor konstruksi/ bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

Huruf e dan f yang dikembangkan mulai pada publikasi 2001, pada tahun 2000 dan sebelumnya dikategorikan pada huruf d dan a (huruf e termasuk dalam d dan huruf f termasuk dalam a).

g. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang. Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari:
o

Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan tidak dibayar.

Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di warung dan tidak dibayar. Bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya dan tidak dibayar.

Transisi dari sektor informal ke sektor formal : 1. Tahap pertama, suatu usaha baru dimulai dirintis ketika tidak mempekerjakan orang lain, dengan kata lain pengusaha tersebut berusaha sendiri. 2. Tahap kedua, suatu usaha sudah memiliki pekerja, namun bersifat pekerja tidak tetap ataupun pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga). 3. Tahap ketiga, suatu usaha memiliki perkerja tetap dan dibayar penuh oleh pengusaha tersebut. Tahap ketiga ini dapat dikategorikan sebagai usaha sektor formal Produktivitas Produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua yaitu efisien yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan relisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. (Menurut Dewan Produktivitas Nasional (dalam Husien, 2002:9)

Faktor penarik sektor informal : Modal kecil Tidak membutuhkan tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi Tidak mengharuskan ada ijin usaha Pelaksanaan kegiatan ekonomi tidak diatur oleh pihak lain

Faktor pendorong ke sektor informal : Dampak urbanisasi Tidak dapat atau sulit untuk memasuki sektor formal Menambah penghasilan Hanya memiliki sedikit modal dan keterampilan

Peran pemerintah Memberikan pinjaman modal usaha Memberikan jaminan sosial dan kesehatan untuk pekerja Memberikan pelatihan keterampilan pada kelompok masyarakat

2.2 Kerangka Pikir Usaha

Faktor Pendorong

Faktor Penarik Peran Pemerintah


Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Informal

Masa Transisi

Sektor Formal

Karakteristik Produktivitas | Kendala | Lapangan Usaha

Usaha dapat dikaji dari dua sisi, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor ini berbeda dalam berbagai macam karakteristik, antara lain kepemilikan izin usaha, pembukuan pengeluaran yang sulit dibedakan antara untuk usaha dan untuk rumah tangga, status pekerjaannya, dan sebagainya. Penelitian ini berfokus pada usaha sektor informal, yang perkembangannya dipengaruhi oleh adanya faktor pendorong, faktor penarik, peran pemerintah, dan penyerapan tenaga kerja. Karakteristik sektor informal yang akan dilihat yaitu produktivitas usaha, kendala yang dihadapi, dan dilihat dari jenis lapangan usahanya. Terdapat keterkaitan antara sektor informal dengan sektor formal, yaitu ditinjau dari masa transisinya yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, suatu usaha baru dimulai dirintis ketika tidak mempekerjakan orang lain, dengan kata lain pengusaha tersebut berusaha sendiri. Tahap kedua, suatu usaha sudah memiliki pekerja, namun bersifat pekerja tidak tetap ataupun pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga). Tahap ketiga, suatu usaha memiliki perkerja tetap dan dibayar penuh oleh pengusaha tersebut. Tahap ketiga ini dapat dikategorikan sebagai usaha sektor formal.

2.3 Hipotesis Penelitian Ada beberapa hipotesis penelitian yang dapat dikaji dalam penelitian ini, yaitu: Diduga bahwa terdapat perbedaan jumlah usaha yang mengalami kendala terbesar dalam menjalani usaha antara lapangan usaha pertanian dengan lapangan usaha non pertanian. Diduga bahwa jumlah usaha sektor informal yang mendapat bantuan pemerintah lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Diduga bahwa lamanya masa transisi dari tahap berusaha sendiri ke tahap berusaha dibantu pekerja tidak tetap lebih cepat dibandingkan masa transisi dari tahap berusaha dibantu pekerja tidak tetap ke tahap berusaha dibantu pekerja tetap. Diduga bahwa sektor informal mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan sektor formal. Diduga bahwa jumlah usaha sektor informal pada lapangan usaha pertanian lebih besar dibandingkan dengan pada lapangan usaha non pertanian Diduga bahwa produktivitas usaha sektor informal pada lapangan usaha non pertanian lebih besar dibandingkan pada lapangan usaha pertanian.

BAB III METODOLOGI

3.1

Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.2 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan rumah tangga usaha dengan objek penelitian berupa usaha. Data dan Keterangan yang Dikumpulkan

3.2

Metode Pengumpulan Data 3.2.1 Sumber Data Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap anggota rumah tangga yang terpilih sebagai responden. Dalam wawancara, pencacah membacakan pertanyaan dan pernyataan yang ada dalam kuesioner beserta pilihan jawaban yang tersedia. Dalam kegiatan wawancara ini, pencacah berusaha untuk tidak memengaruhi jawaban responden.Pencacah hanya memberikan penjelasan mengenai hal yang kurang jelas dan belum dipahami oleh responden. Sedangkan untuk data sekunder, penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2013 di Provinsi Lampung. 3.2.2 Cakupan Survei Populasi Survei

Populasi survei pada penelitian ini adalah seluruh usaha di Provinsi Lampung tahun 2014. Populasi Target Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh usaha di Provinsi Lampung tahun 2014. Unit Observasi Unit observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah wirausaha yang terpilih menjadi sampel. Unit Sampling Unit sampling dalam penelitin ini adalah : 1) Primary Sampling Unit : Blok Sensus Biasa 2) Ultimate Sampling Unit : Usaha Unit Analisis Unit analisis adalah usaha sektor formal dan informal

3.2.3 Desain Sampling Kerangka Sampel Kerangka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka sampel blok sensus yang di dalamnya memuat banyaknya rumah tangga hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 di Provinsi Lampung dan kerangka sampel usaha yang dimiliki oleh Anggota Rumah Tangga di Provinsi Lampung hasil kegiatan pendaftaran anggota rumah tangga pada pelaksanaan pencacahan lapangan penelitian ini.

Rancangan Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel yang digunakan di Kota Semarang adalah Stratified Two Stage Sampling with Proportional Allocation. Teknik ini membagi Blok Sensus yang ada di Provinsi Lampung menjadi dua strata, yaitu klasifikasi perkotaan dan pedesaan. Tahap I Tahap II Penentuan Jumlah Sampel

DAFTAR PUSTAKA

Firnandy. 2008. Studi Profil Pekerja Di Sektor Informal Dan Arah Kebijakan Ke Depan. http://www.bappenas.go.id/files/4213/5027/5937/13profil-pekerja-di-sektor-informal-dan-arahkebijakan-ke-depan__20081123002641__12.pdf Geoffrey G. Meredith et.al. 2000. Kewirausahaan : Teori dan Praktek. Jakarta : Pusaka Binaman Pressindo. Suprobo, Tara Bakti dkk. 2007. Sektor Informal di Indonesia dan Jaminan Sosial. Edisi 3. http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/publikasi/sektor_informal_di_indonesia.pdf http://bps.go.id/ (Diakses pada tanggal 18 Januari 2014) http://tesisdisertasiblogspot.com/2010/11/pengertian-produktivitas.html diakses pada tanggal 18 januari 2014. ILO. 2011. Lingkungan Usaha bagi Pengusaha Muda Indonesia.

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_165272.pdf

Anda mungkin juga menyukai