A. K e c e m a s a n 1. Pengertian K e c e m a s a n Kecemasan adalah (Hilgard dkk., suatu bentuk emosi yang lain selain emosi dasar
yang tidak m e n y e n a n g k a n . Kondisi ini dapat dikatakan pernah dialami oleh semua orang w a l a u p u n dengan taraf yang b e r b e d a - b e d a . S e b e r a p a besar pengaruh dan b a g a i m a n a individu m e n g h a d a p i n y a t e r g a n t u n g pada kondisi Jadi kecemasan m e r u p a k a n p e n g a l a m a n e m o s i o n a l yang (Atwater, 1983), yang m e r u p a k a n m a n i f e s t a s i dari b e r c a m p u r , y a n g t e r j a d i ketika o r a n g sedang batin ( k o n f l i k )
mengalami tekanan perasaan ( f r u s t a s i ) dan pertentangan (Daradjat, 1975). Menurut kronis Drever
unsurnya y a n g paling m e n o n j o l , khusus pada berbagai g a n g g u a n s y a r a f dan mental. B i a s a n y a k e c e m a s a n ini timbul karena a d a n y a a n c a m a n - a n c a m a n
baik y a n g b e r s i f a t nyata m a u p u n i m a j i n e r t e r h a d a p k e a m a n a n seseorang (Hall dan L i n d z e y , normal, 1978). K e c e m a s a n sering m u n c u l pada o r a n g yang meskipun kecemasan merupakan simtom semua
dianggap
psikopatologi terutama gangguan neurotik (Davison dan Neale, 1978). Menurut yang berasal Hurlock (1973), kecemasan sama seperti kekhawatiran dari ketakutan. Biasanya seseorang yang mengalami
kecemasan mempunyai perasaan yang tidak menyenangkan (Hilgard dkk., 1979) disertai satu atau lebih keluhan fisik. Perasaan ini hampir sama seperti bila dia mengalami ketakutan. Akan tetapi pada kecemasan, Sedangkan pada
ketakutan objeknya jelas. Walaupun demikian tidak j a r a n g kecemasan dan ketakutan terjadi secara bersamaan (Atwater, 1983). Kecemasan, walaupun merupakan suatu perasaan yang tidak enak
mempunyai peranan yang konstruktif, yaitu sebagai peringatan akan adanya bahaya dan (Atwater, 1983). Dalam keadaan ini seseorang akan lebih waspada mengatasi masalahnya dengan mengadakan perencanaan kuat, maka ia
berusaha
tidak lagi berfungsi sebagai peringatan adanya bahaya, dan seseorang tidak lagi m a m p u mengadakan perencanaan yang efektif terhadap tindakannya. Lazarus (1976) memberikan batasan kecemasan sebagai reaksi
individu terhadap hal yang dihadapi yang merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, kekhawatiran dan
sebagainya yang berhubungan dengan aspek subjektif Ditambahkannya pula bahwa kecemasan merupakan
10
Lazarus
(1976)
juga
mengatakan
bahwa
istilah
kecemasan
variable.
a. Kecemasan sebagai suatu respon Hampir setiap peasaan individu pernah mengalami kecemasan sebagai suatu
yang tidak menyenangkan. Perasaan ini ditandai oleh kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran, dan sebagainya. Perasaan yang
kebingungan, dialami
bersangkutan saja. Kecemasan disini dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) State anxiety, adalah gejala kecemasan yang timbul bila individu tertentu yang menyebabkan individu gejalanya akan selalu kelihatan
selama situasi tersebut terjadi. 2 ) Trait anxiety, adalah kecemasan sebagai suatu keadaan yang
menetap pada
kepribadian individu yang sedang mengalami kecemasan. Dengan kata lain kecemasan mengandung pengertian disposisi untuk cemas dalam menghadapi bermacam-macam situasi.
menjadi
Sehubungan dengan hal ini, kecemasan dipandang sebagi suatu simtom, yaitu keadaan yang m e n u n j u k k a n kesukaran dalam
menyesuaikan diri.
11
disini
mempengaruhi serangkaian stimulus dan respon. Jadi, kecemasan dalam hal ini tidak dapat diketahui secara langsung melalui observasi, akan tetapi
hanya dapat diketahui secara tidak langsung dari keadaan yang mendahului dan akibatnya. Observasi hanya dapat mengetahui maupun akibatnya,
dalam bentuk fisiologis keadaan yang mencemaskan (Lazarus, 1969). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan suatu bahwa kecemasan adalah
menyenangkan, tidak j e l a s apa yang dirasakan dan tidak diketahui pasti penyebabnya, dari dalam yang biasanya timbul karena ancaman baik dari luar maupun tubuh Pada terhadap integritas aspek psikologis maupun aspek kecemasan dapat mempengaruhi kehidupan penyesuaiannya terhadap lingkungan dan
fisiologis.
umumnya
2. Reaksi Terhadap Kecemasan Telah dinyatakan sebelumnya bahwa kecemasan adalah suatu bentuk emosi yang lain selain emosi dasar, maka reaksi terhadap kecemasan, dengan reaksi manusia pada umumnya terhadap emosi yang
seimbang
meningkat, dapat dibedakan atas reaksi fisiologik dan reaksi psikologik (Hilgard dkk., 1979).
12
Reaksi
yang diproses oleh syaraf otonomi simpatik seperti j a n t u n g , peredaran darah, kelenjar, pupil mata, sistem pencernaan makanan, dan sistem dkk., 1979). Dengan meningkatnya emosi atau
pembuangan
(Hilgard
perasaan cemas satu atau lebih dari organ-organ tersebut akan meningkat dalam lambung fungsinya selama sehingga dapat dijumpai meningkatnya j u m l a h asam kecemasan, atau meningkatnya detak j a n t u n g dalam air atau sekresi keringat yang berlebihan.
berkaitan
dengan organ yang meningkat fungsinya secara tidak wajar. (1981), tekanan pikiran yang
menjadikan
yang membahayakan kesehatan. Bila hal ini terjadi terus menerus, akan menimbulkan penyakit lambung, tekanan darah tinggi, dan asma. Kecemasan individu, baik dapat terwujud pada reaksi emosional dari keadaan j i w a secara psikologis maupun fisiologis sehingga bisa
secara psikologis dapat berupa perasaan yang menyertai reaksi rendah diri, kurang percaya diri, tidak
13
Daradjat
bersifat fisik maupun bersifat mental. Gejala fisik meliputi u j u n g - u j u n g jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, detak jantung lebih cepat dan Gejala mental berupa ketakutan, tidak dapat memusatkan
sebagainya.
perhatian, tidak
tentram dan lain-lain. Individu biasanya tidak mengetahui Pada kecemasan yang tinggi, individu biasanya
penyebab ketakutannya.
sering bermimpi yang m e n a k u t k a n pada malam hari hingga terkejut dan tidak dapat tidur lagi. kondisi kronis, Strange (1976) j u g a mengemukakan bahwa dalam
kecemasan
dapat diketahui dari berbagai gejala yang jantung berdebar serta tak teratur, akan sesuatu yang tidak
perasaan
menyenangkan dan tidak diketahui penyebabnya. Menurut Bucklew (1960), apabila seseorang mengalami kecemasan, maka reaksi yang t a m p a k ada dua tingkatan, yaitu: a. Tingkat psikologis, pada tingkat ini seperti gerakan-gerakan tak tampak adanya gejala psikologis perasaan tegang, ragu-ragu,
terarah,
tidak jelas, serta gejala lainnya yang saling bercampur aduk. b. Tingkat fisiologis, pada tingkat ini kecemasan disorganisasi menyebabkan adanya
14
debar,
tidak
dapat
gemetar dan lain-lain. Jadi dapat dikatakan bahwa kecemasan cenderung diubah dalam kesehatan, dan
lebih jauh lagi akan dapat mengakibatkan adanya gangguan pada seseorang dalam merespon stimulus-stimulus yang datang padanya, baik yang datang
dari dalam dirinya maupun yang datang dari luar. Dari kecemasan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa manifestasi
adalah suatu bentuk reaksi emosi selain emosi dasar yang mental. Pada gejala yang
bersifat fisik terlihat adanya disorganisasi fungsi sistem syaraf sedangkan pada gejala yang bersifat mental berupa ketakutan, perasaan tidak menentu dan tidak jelas.
3. Pengukuran Kecemasan Manifestasi fisiologis. Untuk dari kecemasan dapat berupa aspek psikologis maupun mengungkap atau mengukur gejala kecemasan ada
beberapa metode, yaitu: a). Self report atau questionaire, merupakan sejumlah pertanyaan-
pertanyaan kecemasan.
yang
15
b). Overt
behavioral,
dengan
melakukan
dapat terlihat dari ekspresi kuku dan sebagainya. c). Physiological, menggunakan
alat-alat
pengukur
tertentu,
seperti
pengukuran denyut jantung, pernafasan, keluarnya keringat, aktivitas kelenjar adrenalin dan lain-lain (Davison, dalam Adi, 1985). Adapun instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan itu sendiri ada beberapa macam, yaitu: a. MMPI Tes ini dikembangkaan di tahun 1937 oleh Starke Hathaway, seorang ahli psikologi dan J. Charnley Mckinley, seorang dokter psikiatri. Multiphasic Personality Inventory adalah inventarisasi yang oleh pasien sendiri ( S e l f - r e p o r t ) terdiri atas 500 lebih
dan 17 skala, seperti: A = kecemasan {anxiety), R = Represi ES = Kekuatan ego {ego strength), dan lain-lain.
merupakan
alat
16
Taylor mula-mula menggunakan TMAS untuk mengungkap: 1.Variasi tingkat dorongan {drive) yang dimiliki seseorang, yang
berhubungan
dengan
2. Intensitas kecemasan, yang diketahui dari tingkah laku yang nampak keluar atau yang dimanifestasikan melalui gejala-gejala reaksi
kecemasan (Subandi, 1995). Komponen yang mendasari terdiri dari: 1. self consciousness, lack of self confidence, constant worrying
(kesadaran diri, kurang percaya diri, dan kecemasan menetap). 2. Fear of blushing, cold hand, sweating (tersipu-sipu, tangan dingin
dan berkeringat). 3. Lost of sleep, worry (gangguan tidur dan cemas). 4. Restlessness, motor tension, heart pounding, out of breath (gelisah,
tekanan terhadap alat gerak, jantung berdebar dan kehabisan nafas). (Adi, 1985). IPAT Sesuai dengan perkembangan teori yang m e m b e d a k a n state dan trait
anxiety maka pengukuran kecemasanpun dibedakan menjadi dua macam. State anxiety untuk kecemasan yang temporer atau situasi yang ada, sedangkan untuk terpengaruh oleh
kecenderungan
individu
17
mengembangkan
IPAT
(Anxiety
scale
pada
institute for
and Ability testing). Tes ini untuk mengukur general anxiety umum) yang disebut j u g a dengan free floating atau manifest
anxiety. Kecemasan tersebut termasuk dalam tipe trait anxiety dan sudah diadaptasikan oleh Sumadi Suryabrata dan Bambang Suwarno.
Komponen pada skala IPAT terdiri dari lima unsur yaitu: 1. Q3 = Defective integration, Lack of self sentiment.
= Guilt proneness.
5. QA = Frustative tension or Id pressure (Adi, 1985). d. STAI STAI Skala jenis Anxiety ( State-Traite ini untuk Anxiety Inventory) dikembangkan oleh Spielberger.
mendapatkan self report (melapor sendiri) pada format singkat dan cukup untuk mengukur baik State
ini disusun berdasarkan atas dua komponen yaitu: a). State anxiety {A-State), merupakan kecemasan sesaat atau karena
keadaan. b). Trait anxiety {A-Trait), merupakan kecemasan yang relatif permanen atau karena sifat.
18
Kelebihan dari test ini adalah memungkinkan perbedaan keadaan dan sifat kecemasan diteliti dengan baik, sedangkan kelemahannya adalah nomor STAI dibuat transparan (Kaplan, dkk., 1997). Instrumen yang digunakan oleh penulis untuk mengukur tingkat digunakannya skala TMAS
karena skala ini menekankan pada kecemasan umum, aitem lebih sedikit dibandingkan dengan MMPI sehingga subjek tidak mengalami kebosanan, variasi tingkat
nomor skala dibuat tidak transparan, dapat mengungkap dorongan keperluan dan intensitas kecemasan, dan biasanya
digunakan untuk
treatment.
4. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Menurut Meichati, 1983; beberapa ahli (Partosuwido, 1992; Webster, 1962;
mempengaruhi kecemasan pada mahasiswa adalah sebagai berikut. a. Faktor Masa Transisi Perubahan perlakuan masa yang terjadi pada mahasiswa menyebabkan sikap atau
remaja akhir menempati posisi antara masa r e m a j a awal dan masa yang perubahan yang ini sering disebut dengan masa dewasa.
dewasa,
Diskontinuitas
peran
19
melakukan
penyesuaian pada masa transisi ini. Menurut White dan Watt 1992) Pada mahasiswa tingkat awal dihadapkan asing, suatu kehidupan baru yang ia telah memiliki pengalaman dan
(dalam Partosuwido,
pada situasi baru yang sama sekali penuh dengan tantangan, sedangkan kebiasaan lama yang belum ini
menimbulkan rasa cemas, sedih, ragu, sehingga seseorang tidak suatu keadaan yang Keadaan ini selalu semua mahasiswa penuh
mampu menguasai perasaan dan merasa frustasi, menunjukkan dihadapi tanda-tanda gangguan penyesuaian. mahasiswa, sebagai walaupun namun tidak dapat
oleh
mengalaminya tantangan
hambatan,
dikatakan
kemampuan menyesuaikan diri (Partosuwido, 1992). Senada dengan white dan watt, menurut Webster (1962) kegagalan diri akan menimbulkan perasaan cemas, kegagalan tersebut membuat individu
juang pada individu (Meichati, 1983). b. Faktor fisik Perkembangan fisik pada masa r e m a j a akhir tetap tampak walaupun mengalami perlambatan, dalam arti tidak sepesat perkembangan pada
masa remaja awal, yaitu yang menyangkut perubahan fisik seperti tinggi badan dan proporsi tubuh (Hurlock, 1999), namun kegiatan hormon
20
seksual
yang berkaitan dengan dorongan-dorongan seks tidak jarang konflik dalam diri mereka dikarenakan pertimbanganmoral yang saling bertentangan dengan pengaruh
menimbulkan pertimbangan
dorongan-dorongan seks (Gazali, 1980). c. Faktor psikologis Menurut {fear) Gessel (dalam Hurlock,1975) remaja mengalami rasa takut
akibat hubungannya dengan orang lain, j u g a mengalami rasa timbul karena konflik internal antar nilai yang
bersalah {guilt)
dipegangnya dengan
remaja menyimpang dari norma, makin besar potensinya untuk merasa bersalah (Hurlock, 1975). Menurut O f f e r (dalam Hurlock, tipe surgent 1999) kebanyakan r e m a j a berada pada surgent growth remaja yang labil, kadang
berkembang tidak menentu dan mengalami situasi progresif dan kadang regresif Pada
banyak mengalami masalah dalam konflik dengan orang tua. d. Faktor Kognitif
Reaksi emosional manusia diakibatkan oleh proses kognitif atau cara manusia berpikir Schachter hubungan (Burns, 1988; Beck dalam Retnowati, 1990). Menurut
(Powell, 1983), antara berpikir dan emosi terdapat suatu timbal balik. Bila individu menerima suatu stimulus,
21
emosinya akan timbul dan mempengaruhi emosinya. Jadi bila individu berpikir positif tentang stimulus yang diterimanya, maka ia akan
mengalami emosi yang positif pula. Berkaitan dengan kecemasan, menurut pandangan Frankl (dalam
Schultz, 1991) kecemasan atau hal-hal yang tidak menyenangkan akan hilang apabila individu mengubah pola berpikirnya kearah yang positif Faktor penyebab yang dianggap penting untuk diteliti oleh penulis adalah faktor masa mahasiswa tahun transisi dan faktor kognitif, karena pada masa transisi angkatan awal lebih banyak mengalami kecemasan
pada laporan dari bagian pelayanan bimbingan dan konseling mahasiswa di UGM (Nasori, 2000). Sedangkan faktor kognitif yang j u g a dianggap diteliti dikarenakan, segala reaksi emosional
manusia diakibatkan oleh proses kognitif atau cara berpikirnya (Burns, 1988).
B. Tahun Angkatan Istilah tahun dalam lingkungan Perguruan Tinggi ada dua, yaitu tahun adalah akademik waktu dan tahun angkatan. Pengertian dari tahun akademik
yang digunakan untuk belajar atau kuliah pada seluruh tahun yang
tingkat perguruan tinggi, sedangkan tahun angkatan adalah menunjukkan individu tercatat sebagai mahasiswa
22
Penggunaan kata
Fakultas
yang dapat diartikan bahwa Adis N. R. P. D. tercatat sebagai peserta didik di UII pada tahun 1993 (Warta Kampus, 1997). Berdasarkan melanjutkan studi pada ketentuan mahasiswa yang dinyatakan layak
(Katalog
angkatan mahasiswa dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Angkatan awal adalah terhitung mulai saat mahasiswa terdaftar sebagai
mahasiswa yaitu semester pertama (mahasiswa baru) sampai akhir semester keempat. b. Angkatan tengah adalah mahasiswa yang sudah terbebas dari Droup Out dan belum diperkenankan mengikuti kegiatan akhir seperti: KKN (Kuliah Kerja Nyata), TA (Tugas Akhir), dan Skripsi. Mereka berada di semester lima dan enam. c. Angkatan sudah akhir adalah mahasiswa yang sudah melewati enam semester,
dan Skripsi. Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa tahun angkatan adalah
tahun saat pertama kali seorang mahasiswa tercatat sebagai peserta didik di lembaga Perguruan Tinggi.
23
C. Berpikir Positif 1. Pengertian Berpikir Positif Berpikir dengan merupakan lain. Dengan kemampuan manusia yang membedakannya berpikir manusia menemukan hakikat
makhluk
Dengan
kemanusiaannya.
hidupnya. Berpikir secara umum adalah suatu cara penyesuaian individu terhadap lingkungannya, baik secara terjadi sebagai internal maupun eksternal. Berpikir
respon terhadap masalah yang timbul dari dunia luar dapatlah dikemukakan bahwa orang itu
(Vinacke,
berpikir bila menghadapi permasalahan atau persoalan (Walgito, 1990). Berpikir beranjak positif menurut Peale (1992) adalah cara seseorang
mengatasi
kekuatan atau
diri sendiri. Contohnya, apabila seseorang dihadapkan pada mencapai tujuan yang diinginkan, maka individu
yang berpikir positif akan lebih memusatkan perhatiannya pada t u j u a n yang ingin dicapainya, Dengan kata lain, perhatian akan lebih banyak diarahkan
pada gambaran-gambaran tentang kepuasan atau perasaan senang pada saat tujuan telah tercapai daripada terhadap rintangan yang tengah dihadapi saat ini. Jadi individu memusatkan perhatian lebih banyak pada semua
kemungkinan positif yang ada, agar dapat mempertahankan semangatnya. Sementara berpikir positif itu, Albrecht (dalam Susetyo, 1998) memberikan batasan yang berkaitan dengan positive attention (perhatian
24
terhadap
segi-segi
yang
positif)
dan
pengalaman yang menyenangkan, harapan-harapan yang positif, serta sifatsifat baik yang ada pada diri sendiri, orang tengah dihadapi. istilah-istilah perasaan. berpikir lain maupun masalah yang pada penggunaan pikiran maupun
yang
Menurut Susetyo (1998), berpikir positif adalah kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian pada sisi positif dari
keadaan diri, orang lain, dan situasi yang dihadapi. Berpikir positif merupakan sebuah keterampilan yang harus terus dipelajari lebih positif. dan diusahakan, dan tidak akan datang dengan sendirinya. Orang
mudah berpikir negatif daripada tetap mempertahankan pola berpikir Setiap saat individu harus selalu mengaktifkan kembali
perhatiannya pada
hal-hal yang positif. Berusaha untuk m e n e m u k a n aspek yang mudah, terutama pada saat individu mengalami berat dan beruntun. Asumsi ini j u g a dihasilkan dari
penelitian Goodhart (1985), bahwa efek berpikir negatif terbukti lebih bertahan lama bila dibandingkan dengan efek berpikir positif. Hasil ternyata bertahan lama di
dalam ingatan individu, sehingga efeknyapun menjadi lebih lama. Berdasarkan batasan-batasan diatas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa berpikir positif adalah kecenderungan kemampuan berpikir
25
seseorang yang lebih memusatkan perhatian pada aspek-aspek positif dari keadaan diri sendiri, orang lain maupun masalah yang tengah dihadapi.
2. Efek Berpikir Positif Menurut Albrecht (Susetyo 1998), dalam proses berpikir sadar
terdapat tiga bahasa berpikir, yaitu isyarat verbal, isyarat visual dan isyarat kinestetik. Isyarat verbal berupa kata-kata yang individu. Misalnya dihasilkan oleh pikiran
pada suatu makanan yang lezat, maka individu tersebut akan menyebutkan nama makanan tersebut di dalam pikirannya. Kemudian, isyarat visual adalah kelanjutan gambaran tersebut. atau dari isyarat verbal yang terjadi dalam bentuk bayangan, imajinasi tentang apa yang tengah dipikirkan individu
maka dalam pikirannya akan tergambar pula bentuk makanan tersebut, kemudian keseluruhan yang terakhir adalah isyarat kinestetik yang berupa sensasi yang dapat menimbulkan respon fisik maupun psikis.
tersebut menjadi lapar, terbentuk air liur, timbul suatu membeli sampai pada perilaku untuk m e w u j u d k a n
keinginannya tersebut. E f e k berpikir positif dapat dijelaskan sadar. akan berdasarkan proses berpikir
Misalnya seseorang memusatkan perhatiannya pada kesuksesan, timbul suatu bayangan tentang situasi yang menggambarkan
26
kesuksesan dan menimbulkan pula suatu sensasi keseluruhan seperti rasa bangga, puas, senang, Jadi keinginan untuk sukses, serta semangat untuk pada prinsipnya, dengan memusatkan perhatian akan mengalami sensasi keseluruhan
memperjuangkannya.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Berpikir Positif Menurut Vinacke (1952), secara garis besar dapat dikatakan bahwa
ada faktor utama yang mempengaruhi cara berpikir seseorang, yaitu: a. Faktor etnosentris Faktor dimiliki etnosentris, menurut Vinacke (1952) adalah sifat-sifat yang
oleh suatu kelompok atau suatu area yang m e n j a d i cirikhas dari atau ras
kelompok atau ras tersebut yang berbeda dengan kelompok lainnya. kelamin, Faktor
agama, kebangsaan dan kebudayaan. Hal-hal tersebut akan yang sama diantara individu-
membentuk kecenderungan cara berpikir individu dalam kelompok sosial dan Gardner (Vinacke, yang
digolongkan dalam masyarakat kelas atas cenderung memiliki cara positif bila dibandingkan dengan orang kulit hitam
m
27
b. Faktor egosentris Faktor egosentris adalah sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi itu lain. Faktor egosentris ini akan membedakan cara berpikir individu yang satu dengan yang lain,
karena adanya keunikan pribadi masing-masing individu. Disamping kedua juga dipengaruhi oleh melakukan pemecahan sesuatu masalah faktor tersebut, menurut Albrecht berpikir positif harapan-harapan individu yang positif, yaitu dalam lebih dan memusatkan menjauhkan perhatian diri dari pada kesuksesan,
bayangan-bayangan
kegagalan, serta memperbanyak penggunaan kata-kata yang mengandung harapan, seperti "saya dapat melakukannya", "mengapa tidak", "mari kita lakukan", dan sebagainya (Susetyo, 1998).
D. Perbedaan Tingkat Kecemasan ditinjau dari Tahun Angkatan Kehidupaan mahasiswa secara relatif tuntutan, kondisi penuh dengan tantangan dan
dijalani. Menurut Suryabrata (1982), banyak mahasiswa yang mengalami hambatan dalam mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini selain dipengaruhi oleh konisi
mahasiswa itu sendiri yang masih berada pada masa r e m a j a akhir. Hal yang
28
ini adalah meningginya emosi. Adapun meningginya berada di bawah tekanan sosial dari usaha yang baru
penyesuaian diri dari pola perilaku baru dan harapan sosial (Hurlock, 1999). Menurut teori
maka ia akan mudah terlibat dalam gangguan emosional, misalnya rasa tidak berdaya, rasa cemas, tegang 1992). Kecemasan mempunyai hubungan yang sangat erat angkatan pada mahasiswa, terutama Asumsi 1992). dengan tahun dan mudah tersinggung (Partosuwido,
ini didasarkan pada pandangan White dan Watt (Partosuwido, Menurut White dan watt, mahasiswa tingkat awal lebih sering gangguan perilaku dibandingkan dengan mahasiswa tingkat Hal ini dikarenakan pada mahasiswa tingkat awal dihadapkan
lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa dihadapkan pada situasi baru yang sama sekali asing, suatu kehidupan baru yang penuh dengan tantangan, sedangkan ia telah memiliki pengalaman dan kebiasaan lama yang belum
tentu sesuai dengan situasi baru (Partosuwido, 1992). Teori tersebut didukung pula oleh laporan dari bagian pelayanan bimbingan dan konseling mahasiswa di UGM (Nashori, 2000), yang problem dan
29
berkonsultasi lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa pada umumnya tingkat akhir juga tidak terlepas dari kecemasan. Karena mereka mengalami masa penurunan gairah belajar
(Partosuwido,
1992).
Saat itu dirasakan sebagai saat yang m e m b o s a n k a n , belajar dan tidak lagi dirasakan
perlunya meneruskan belajar. Mahasiswa tingkat akhir sering mengalami kegelisahan, gelisah karena memikirkan angka-angka prestasi akademis yang mereka peroleh (Robert, kekuatiran 1978), kegelisahan ini dikarenakan adanya
akan dikeluarkan dari perguruan tinggi ( Kedaulatan Rakyat, 23 atau kehilangan keunggulan lain dalam penampilan akademis akhir mengkhawatirkan kemungkinan
Maret 2001)
sendiri, melainkan kepuasan psikologis yang diperoleh (Robert, 1978). Dari uraian diatas akhir lebih dapat dikatakan bahwa tahun angkatan awal dan
banyak mengalami kecemasan dibandingkan dengan tahun dikarenakan perilaku mahasiswa tingkat awal lebih sering
angkatan mengalami
tengah
gangguan
dalam proses penyesuaian dirinya dan berat khususnya mahasiswa tahun angkatan
30
E. Hubungan antara Pola Berpikir DenganTingkat Kecemasan Pola berpikir bisa dibedakan menjadi dua yaitu pola berpikir positif dan pola berpikir negatif. Peran pola pikir sangat penting dalam
menghadapi permasalahan atau peristiwa yang tidak mengenakkan karena segala reaksi emosional mahasiswa diakibatkan oleh proses kognitif atau cara berpikirnya (Burns, 1988). Sikap positif memandang permasalahan akan membantu individu
menahan tekanan beban psikis dari permasalahannya, serta secara fleksibel dan adaptif mengatasi masalah tersebut secara objektif. Masalah yang sering menjadi lebih berat karena cara individu tersebut Hal ini disebabkan karena individu berpikir
masalahnya.
peranan yang konstruktif, yaitu sebagai (Atwater, 1983). Dalam keadaan ini
seseorang akan
mengadakan perencanaan tindakan yang efektif. Sebaliknya bila kecemasan begitu kuat maka ia tidak lagi berfungsi sebagai peringatan adanya bahaya, dan seseorang tidak lagi mampu mengadakan perencanaan yang e f e k t i f terhadap tindakannya.
31
Berpikir positif diperlukan untuk mengurangi kecemasan. Asumsi ini didasarkan (dalam atas pandangan Frankl berdasarkan pengalaman hidupnya
Schultz,
1991). Menurut Frankl, individu yang mengubah pola yang positif dan menyenangkan, maka kesakitan,
kearah
kecemasan, ataupun penderitaan akan hilang karena pikiran membangkitkan j i w a yang tertekan dan memberikan kekuatan
untuk mengatasi penderitaan dan keputusasaan pada suatu momen. Teori tersebut didukung pula oleh pandangan yang menyatakan
bahwa pemusatan perhatian pada aspek positif dari keadaan yang tengah dihadapi akan membuat individu menjadi lebih mampu mempertahankan emosi positifnya dan mencegah emosi yang negatif, serta membantu atau menimbulkan
Goodhart (1985) terhadap 173 mahasiswa menemukan positif mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kondisi psikologis yang positif, tetapi tidak berhubungan dengan adanya efek negatif dan simtom psikologis. Menurut Schachter (dalam terdapat stimulus, tersebut suatu hubungan akan Powell 1983) antara berpikir dan emosi
timbal balik. Bila individu menerima suatu timbul yang dan mempengaruhi pikiran individu diterimanya. Sebaliknya, apa yang
emosinya tentang
stimulus
32
Jadi
ia akan mengalami emosi yang positif pula. Individu yang berpikir positif tidak menganggap masalah sebagai hal yang harus dihindari, tidak diakui atau disesali, melainkan sebagai bagian memperoleh makna
dari kehidupan yang harus dihadapi sehingga akan hidupnya. Individu akan
memiliki harapan yang positif dan menggunakan menganalisis kesulitan yang ada dengan keadaan
Dari penelitian Krantz dan Parkes (Retnowati, 1990) diperoleh bukti bahwa dalam menghadapi situasi yang menekan, keberhasilan individu atau Individu coping behavior sangat tergantung pada penilaian
situasi yang dihadapinya dengan baik, sebaliknya individu yang penilaian negatif akan mengalami kesulitan mengatasi
positif akan m e n d u k u n g perkembangan emosi yang positif, sehingga dapat memberikan kekuatan untuk mengatasi situasi-situasi yang mengancam
33
mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan tingkat kecemasan antara subjek tahun angkatan awal, tengah dan subjek tahun angkatan akhir. Tingkat tahun angkatan awal dan akhir lebih tahun angkatan tengah. 2. Ada hubungan negatif antara berpikir positif dengan tingkat kecemasan. kecemasan subjek