Anda di halaman 1dari 10

Kolesistitis Akut Kolesistitis akut adalah inflamasi akut kandung empedu yang dicetuskan oleh obstruksi duktus sistikus.

Penyebab tersering kolesistitis akut adalah obstruksi terus-menerus duktus sistikus oleh batu empedu yang mengakibatkan peradangan akut kandung empedu. Pada hampir 90% kasus disertai dengan kolelitiasis. Respons inflamasi ditimbulkan oleh tiga faktor, yakni mekanik, kimiawi, dan bakterial. Inflamasi mekanik disebabkan oleh meningkatkan tekanan (intraluminal) dan peregangan yang mengakibatkan tertekannya pembuluh darah dan iskemia dinding mukosa, dapat terjadi infark dan gangren. Inflamasi kimiawi disebabkan oleh terlepasnya lisolesitin (karena aksi dari fosfolipase pada lesitin dalam cairan empedu), reabsorpsi garam empedu, serta keterlibatan prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya. Lisolesitin bersifat toksik pada mukosa kandung empedu. Inflamasi bakterial berperan pada 50-85% kasus kolangitis akut. Kuman yang sering diisolasi dari kultur cairan kandung empedu antara lain E.coli, Klebsiella sp, Streptococcus sp dan Clostridium sp. Kolesistitis sering dimulai sebagai serangan nyeri bilier progresif. Hampir 60-70% pasien melaporkan pernah mendapat serangan nyeri bilier sebelumnya yang sembuh spontan. Nyeri sering kali timbul larut malam atau dini hari, biasanya di kuadran kanan atas abdomen atau epigastrium dan menjalar ke bawah sudut skapula kanan. Nyeri terasa seperti dibor atau seperti ditekan dan tidak ada posisi badan yang nyaman. Nyeri biasanya meningkat ke suatu platu dan dapat berlangsung selama 30-60 menit tanpa mereda, biasanya lebih dari 3 jam dan setelah itu bergeser dari epigastrium ke kuadran kanan abdomen, tidak seperti spasme pendek kolik bilier. Serangan dapat dicetuskan oleh makan berat atau makan berlemak malam hari. Pasien berkeringan, terbaring tidak bergerak, dan posisi badan melengkung. Serangan sering disertai mual, muntah-muntah, dan demam. Spektrum gejala pada kolesistitis akut cukup luas, pada beberapa pasien menjadi sakit berat dan akut dalam waktu singkat dan pada beberapa pasien lain gejala timbul relatif ringan dan sembuh tanpa intervensi medis. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan rasa nyeri di kuadran kanan atas yang sering meluas hingga epigastrium. Adanya tanda klasik Murphy menunjukkan nyeri yang nyata dan

inspirasi terbatas pada palpasi (yang dalam) di bawah arkus kosta kanan. Pada sebagian kasus (30-40%) dapat diraba massa yang merupakan kandung empedu. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan leukositosis dan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri. Adanya gangguan tes fungsi hati, seperti meningkatnya bilirubin serum, fosfatase alkali/ gamma GT, mengarah pada kecurigaan adanya obstruksi saluran empedu. Diagnosis kolesistitis akut ditegakkan atas dasar riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani yang khas. Adanya triad gejala berupa nyeri di kuadran kanan atas, demam, dan leukositosis mengarah pada kolesistitis akut. Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya edema kandung empedu dan ada batu di dalamnya pada sebagian besar kasus. Komplikasi Kolesistitis Akut Komplikasi kolesistitis akut dapat berupa empiema dan hidrops kandung empedu, perforasi kandung empedu, abses perikolesistik, fistulasi ke usus, kolesistitis emfisematus, ileus batu empedu, dan sindroma Mirizzi. Empiema dan Hidrops Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat progresi kolesistitis akut dengan obstruksi duktus sistikus persisen dan superinfeksi cairan empedu yang stagnan disertai pembentukan pus. Gambaran klinis menyerupai kolangitis dengan demem tinggi, nyeri hebat di kuadran kanan atas, dan leukositosis yang nyata. Hidrops atau mukokel kandung empedu dapat juga timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang berkepanjangan, biasanya karena batu soliter yang besar. Pada keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat melebar dengan progresif oleh mukus (mukokel) atau oleh transudat yang jernih (hidrops). Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa visibel, mudah diraba, tidak nyeri, dan kadang meluas dari kuadran kanan sampai kedalam fossa iliaka kanan, biasanya asimptomatik walau dapat timbul nyeri kronik di kuadran kanan atas. Gangren dan Perforasi Gangren kandung empedu timbul akibat iskemia dan nekrosis dinding, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi. Batu empedu dapat mengikis dinding yang nekrotik. Perforasi biasanya terjadi di bagian fundus yang merupakan bagian yang paling sedikit

vaskularisasinya. Prognosis buruk dengan angka mortalitas sekitar 30%. Penanganan berupa antibiotik yang adekuat dan tindakan bedah secepatnya. Sindrom Mirizzi Pada keadaan ini, batu terjepit di leher kandung empedu atau duktus sistikus sehingga dapat menyebabkan obstruksi parsial duktus hepatikus komunis di dekatnya. Sindrom ini sering menyebabkan kolangitis dan didiagnosis dengan cara ERCP. Prognosis Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi dari gejala akut dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan rumah sakit. Pada 25% kasus, timbul penyulit, misalnya empiema dan hidrops, gangren dan perforasi, pembentukan fistula dan ileus batu empedu, serta kandung empedu porselen. Dalam hal ini, diperlukan segera tindakan bedah. Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir seperempatnya akan kambuh dalam kurun waktu satu tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat satu kali serangan kekambuhan dalam waktu enam tahun. Oleh karena itu, bila mungkin, tindakan yang terbaik adalah tindakan bedah dini. Tatalaksana Tindakan umum yang sering dilakukan adalah tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan. Pemberian antibiotika sering diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan empiema. Mikroorganisme yang sering ditemukan adalah Eschericia coli, Streptococcus faecalis, dan Klebsiella sp. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti Bacteroides sp dan Clostridium. Pembedahan merupakan salah satu cara terbaik dalam kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akut sebaiknya dilakukan kolesistektomi laparoskopik secepatnya pada 1-2 hari perawatan. Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien

benar-benar hampir pulih, dengan dasar pemikiran, bahwa aspek teknik kolesistektomi akan lebih mudah jika proses inflamasi tekah mulai menyembuh. Dibandingkan dengan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi laparoskopi, pasien dapat keluar rumah sakit 1-2 hari pascaoperasi dengan jaringan parut minimal dan dapat kembali beraktivitas lebih cepat. Sekitar 10%, kolesistektomi laparoskopi harus diubah menjadi kolesistektomi konvensional dikamar operasi karena adanya inflamasi yang luas, perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu yang memerlukan perbaikan. Kolesistitis Akut Akalkulus Pada 5-10% pasien kolesistitis akut, tidak ditemukan batu yang menyumbat duktus sistikus pada saat pembedahan. Kolesistitis akut akalkulus ini paling sering muncul pada pasien yang sakit kritis di unit perawatan intensif, misalnya pasien pascabedah, pasien cedera berat, kebakaran luas, hiperalimentasi parenteral yang lama, gagal organ multisistem, sepsis dan lainlain. Patogenesisnya belum jelas dan kemungkinan multifaktoral. Duktus sistikus tersumbat pada hampir semua kasus kolesistitis akut akalkulus, dan hal ini diduga karena inflamasi dan edema. Mukus kandung empedu, kepekatan empedu, dan lumpur bilier diduga berperan penting pada banyak kasus. Secara klinis pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki gejala dan tanda serupa dengan pasien kolesistitis kalkulus, namun banyak pasien tidak menunjukkan gejala, gejala minim atau berupa nyeri tekan pada pemeriksaan. Hal ini terutama terdapat pada pasien sakit berat yang sedang diintubasi, memakai ventilator, atau sedang mendapatkan analgesik narkotik. Pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, atau scan radionuklid bilier menunjukkan distensi dan dinding kandung empedu yang menebal, kadang disertai cairan dalam dinding atau cairan perikolesistik tanpa adanya batu empedu. Terapi pilihan adalah melakukan kolesistektomi secepatnya. Pada pasien yang sakit berat untuk dilakukan kolesistektomi, dapat dilakukan kolesistosomia perkutan dibawah bimbingan ultrasonografi untuk drainase kandung empedu dan abses perikolesistik bila ada. Kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas yang tinggi, dimana sebagian karena sering terdapat penyakit multisistem yang berat yang membelakanginya.

Kolesistitis Kronik Kolesistitis kronik merupakan tipe tersering penyakit kandung empedu, dan hampir selalu berhubungan batu empedu. Inflamasi yang kronik dapat mengikuti suatu kolesistitis akut, tetapi biasanya timbul secara insidius. Patologi Kandung empedu tampak berkerut dan fibrotik, dengan dinding yang menebal, kadang disertai kalsifikasi. Cairan empedu berupa lumpur dan batu tertanam di dinding. Pada mukosa terdapat ulserasi dan jaringan parut. Gambaran Klinis Diagnosis kolesistitis kronik sulit dilakukan karena gejala tidak jelas. Pasien kolesistitis kronik biasanya mempunyai batu empedu dan pernah mendapat serangan nyeri bilier atau kolesistitis akut. Terdapat distensi abdomen atau rasa tidak nyaman di epigastrium, terutama sesudah makan berlemak, sering disertai mual. Selain terdapat nyeri tumpul yang menetap di hipokondrium kanan dan epigastrium, dapat juga dirasakan nyeri di skapula kanan, substernal, atau di bahu kanan. Adanya tanda Murphy atau nyeri lokal di atas kandung empedu sangat mengarah ke kecurigaan kolesistitis kronik. Pemeriksaan Suhu badan, leukosit, hemoglobin, dan laju endap darah dalam batas normal. Foto polos abdomen dapat menunjukkan batu empedu yang telah mengalami kalsifikasi. Pemeriksaan penunjang pilihan adalah ultrasonografi yang menunjukkan batu empedu di dalam kandung empedu dengan dinding berkerut dan menebal. Pemeriksaan kolesistografi menunjukkan kandung empedu yang tidak berfungsi. Terapi Bila didiagnosis tidak jelas, terapi dilakukan dengan obat-obatan dan dilakukan observasi terlebih dahulu. Hal ini terutama bila gejala tidak jelas dan fungsi kandung empedu masih baik. Tatalaksana lainnya berupa menurunkan berat badan dan diet rendah lemak. Kolesistektomi

dilakukan bila terdapat episode nyeri berulang dan terdapat batu koledokus yang harus dikeluarkan. Koledokolitiasis Sebagian besar batu dalam duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu yang bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sistikus, dan koledokus. Batu tersebut dapat terus ke duodenum bila berukuran kecil. Batu yang tinggal di koledokus akan menimbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi, sekitar 10% pasien dengan batu kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu, umumnya pada duktus koledokus atau hepatikus komunis, tetapi dapat juga didapatkan di saluran empedu intrahepatik. Di negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari pasase batu dari kandung empedu. Ukuran duktus sistikus dan ukuran batu empedu berpengaruh pada insiden migrasi batu tersebut. Pada kasus ini, batu di kandung empedu dan di saluran empedu berasal dari jenis yang sama, yakni batu kolestrol atau batu pigmen hitam, disebut juga batu sekunder saluran empedu. Selain batu yang bermigrasi dari kandung empedu, batu koledokus dapat pula terbentuk di awal saluran empedu, disebut batu primer saluran empedu. Biasanya batu ini terbentuk akibat obstruksi bilier parsial karena batu sisa, striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan bilier kongenital. Infeksi dapat merupakan kejadian awal. Batu berwarna cokelat, tunggal atau multipel, oval, dan menyesuaikan diri dengan sumbu memanjang saluran empedu. Batu cenderung terjepit di ampula Vater. Di Asia, terutama Asia Timur, terdapat insiden baru saluran empedu dan batu intrahepatik (batu pigmen cokelat) yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara barat. Patogenesis Batu yang ada di saluran empedu dapat bersifat primer (de novo, terbentuk di saluran empedu), atau sekunder (terbentuk di kandung empedu). Bila dilihat dari jenisnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, batu saluran empedu primer adalah batu pigmen cokelat. Batu saluran empedu dapat ditemukan di sepanjang traktus biliar, baik di duktus koledokus, duktus hepatikus, bahkan di duktus bilier intrahepatik. Disebutkan bahwa batu saluran empedu terbentuk karena adanya pencetus statis aliran empedu, misalnya kelainan anatomis, seperti penyakit Caroli dan

striktur duktus koledokus. Statis aliran empedu adalah fasilitator presipitasi kristal pigmen maupun kolestrol. Meski demikian, mayoritas pasien dengan batu saluran empedu tidak mempunyai kelainan tersebut. Perjalanan batu saluran empedu tidak selalu diketahui. Banyak batu di duktus koledokus ditemukan secara tidak sengaja dan tidak menimbulkan gejala. Seberapa sering batu tersebut lolos ke duodenum, juga tidak di ketahui. Lama batu dapat berdiam di saluran empedu hingga menimbulkan gejala juga tidak diketahui. Manifestasi Klinik Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena batu tersebut berlaku sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu koledokus baru dapat silent dan tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus paling sering. Kelainan laboratorium berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan fosfatase alkali, gamma GT, serta peningkatan transaminase serum. Pada penyumbatan yang transien dari papila vater, transaminase serum bisa meningkat secara mencolok. Derajat obstruksi bilier berkorelasi dengan derajat ikterus yang timbul. Cairan empedu yang tergenang mudah terkena infeksi yang kemungkinan berasal dari usus. Cairan empedu menjadi opak dan cokelat gelap (lumpur bilier). Kadang infeksi timbul lebih akut dari cairan empedu menjadi purulen. Duktus koledokus menebal dan melebar, kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu intrahepatik dan menimbulkan abses hati, dan pankreatitis bilier. Batu yang terjepit atau lewat melalui ampula Vater dapat menimbulkan pankreatitis akut atau kronik. Tatalaksana Diagnosis koledokolitiasis dapat menggunakan cholangiography. Sebanyak 15% pasien yang menjalani kolesistektomi akan terdapat batu pada duktus koledokus (common bile duct). Kolangitis Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri pada cairan empedu didalam saluran empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi aliran empedu seperti tumor, strikur, stent, dan paling sering batu koledokus. Gejala umumnya beruba demam, menggigil, nyeri perut, dan ikterus (trias Charcot).

Patogenesis Timbulnya kolangitis berasal dari kombinasi adanya bakteri di cairan empedu ditambah dengan meningkatnya tekanan dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada beberapa keadaan, jalur infeksi cukup jelas, misalnya timbulnya kolangitis setelah ERCP, pada anastomosis enterobilier, bakteri mencapai saluran empedu secara retrogad, namun pada banyak keadaan, mekanisme yang tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu jelas. Kemungkinan besar bakteri naik dari duodenum yang dimungkinkan oleh adanya divertikel periampular atau disfungsi motorik sfingter Oddi. Bakteri yang terlibat adalah bakteri gram negatif aerob seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp, Psudomonas sp atau Enterobacter sp. Bila kolangitis tidak diobati dengan baik, dapat timbul bakteremia, dan selanjutnya abses hati tunggal atau multipel. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik yang paling sering adalah demam, mengigil, ikterus dan nyeri abdomen (trias Charcot). Rentang dan derajat beratnya gejala sangat bervariasi. Beberapa pasien hanya menunjukkan demam, menggigil dan nyeri. Pasien lain, terutama pasien lanjut usia, hanya menunjukkan gejala nyeri dan ikterus atau gejala yang minimal. Nyeri abdomen yang muncul khas, seperti pada batu kandung empedu, yakni di kuadran kanan atas atau di epigastrium dan dapat menjalar ke punggung atau dibawah skapula kanan. Bentuk kolangitis yang paling berat adalah kolangitis supuratif dengan adanya pus di saluran empedu dengan gejala klinis yang berat. Diagnosis Karakteristik kolangitis berupa leukositosis dan kadar bilirubin serum 2-4mg/dl karena obstruksi biasanya tidak total. Bila bilirubin serum di atas 10mg/dl perlu dicurigai obstuksi saluran empedu total akibat neoplasma. Fosfatase alkali, gamma GT, dan 5' nukleotidase meningkat mencolok. Transaminase serum juga meningkat. Pada obstruksi akut dan transien, transaminase serum akan meningkat sangat tinggi (lebih dari 10 kali lipat) karena nekrosis hepatoseluler, namun akan menurut dengan cepat dalam 2-3 hari. Diagnosis utama ditegakkan dengan USG dimana ditemukan pelebaran saluran empedu proksimal obstruksi pada 90% kasus. Batu koledokus tidak selalu tampak pada USG. Bila terdapat pelebaran saluran empedu,

pemeriksaan kolangiografi langsung seperti ERCP/PTC sangat berguna untuk diagnosis dan terapi. Pankreatitis Batu Empedu Pankreatitis batu empedu adalah pankreatitis yang terjadi akibat batu yang menimbulkan obstruksi transien atau persisten di papilla vateri. Batu empedu yang terjepit pada ampula vateri/sfingter oddi atau dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas. Gejala klinis yang disebabkan oleh pankreatitis batu empedu disebut dengan trias klasik, yaitu : Nyeri perut yang khas berupa nyeri epigastrik dengan onset mendadak (<30 menit), menjalar ke punggung, menghilang dalam <72 jam. Muntah, yang juga penyebab hipovolemia. Ikterus, menunjukkan adanya kolangitis yang berhubungan dan meningkatkan kemungkinan batu empedu. Pemeriksaan fisik pada pankreatitis batu empedu didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Umumnya disertai demam, takikardi, ikterus dan dapat disertai tanda ileus paralitik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan beberapa hasil pemeriksan, seperti : Kenaikan enzim lipase serum (2-3 kali batas normal) merupakan petanda diagnostik utama. Kenaikan enzim amilase serum >3 kali batas atas normal. Leukositosis karena respons inflamasi sistemik. SGOT, SGPT meningkat signifikan (SGPT>150 IU/L atau >3 kali batas atas normal) pada pankreatitis bilier. Hiperglikemik karena sekresi insulin berkurang, glukagon meningkat.

Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan foto polos abdomen, dapat ditemukan distensi jejunum karena paralisis segman, distensi duodenum seperti huruf C. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen ditemukan pembengkakan karena udem pankreas jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas, dan mungkin batu empedu. Ultrasonografi bisa memperlihatkan batu empedu pada pasien yang menderita pankreatitis batu empedu.

Penatalaksanaan Kebanyakan pankreatitis akut dapat dikelola secara konservatif. Prioritas pertama ialah perbaikan keadaan umum. Pasien harus dipuasakan untuk mengistirahatkan pankreas dan menghindarkan refleks gastropankreatik yang menyebabkan pelepasan gastrin. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengeluarkan cairan lambung, mencegah distensi dan dekompresi ileus paralitik usus. Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi oleh stress atas sekresi lambung dan pankreas. Prioritas kedua terapi suportif adalah untuk mencegah kemungkinan komplikasi pankreatitis. Karena sebab utama kematian adalah sepsis, maka antibiotika biasanya diberikan. Pengambilan batu pada saluran empedu melalui koledokotomi atau papilotomi endoskopik sangat penting pada pankreatitis yang disebabkan oleh batu empedu. Tindakan bedah berupa debridemen di jaringan pankreas dan sekitarnya yang nekrotik kadang diperlukan. Penentuan waktu kolesistektomi pasca pankreatitis bilier agak kontroversial. Secara klasik pembedahan ditunda untuk memungkinkan pankreatitis sembuh total dan kolesistektomi interval dilakukan 6 minggu kemudian. Tetapi banyak pasien akan mendapatkan gejala berulang selama interval 6 minggu. Sehingga banyak ahli bedah saat ini menganjurkan kolesistektomi dini setelah resolusi gejala pankreatitis.

Anda mungkin juga menyukai