Anda di halaman 1dari 32

DIABETES MELLITUS DEFINISI Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya(1). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin(2). ETIOLOGI(1)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb: 1. Diabetes Melitus tipe 1 DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau Insulin dependent atau Ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah juvenile onset sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 1113 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamicacid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4. Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi. Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2 Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan

hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup diabetogenik yaitu : Faktor keturunan Faktor obesitas : (perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya barat, asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah). Faktor demografi : Jumlah penduduk meningkat Urbanisasi Penduduk berumur diatas 40 tahun meningkat Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras. yang

3. Diabetes Melitus tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.

Defek genetik kerja insulin Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium. Penyakit eksokrin pankreas Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas. Endokrinopati Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi. Karena obat/zat kimia Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin. Infeksi Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps. Imunologi Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas. Sindroma genetik lain Downs syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

4. Diabetes Kehamilan/gestasional Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia prevalensi DM telah meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir, dari sekitar 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta pada 2000. Berdasarkan perkembangan saat ini, 360 juta orang akan menderita diabetes pada tahun 2030 (Gambar 3382). Meskipun prevalensi dari kedua tipe 1 dan tipe 2 DM meningkat di seluruh dunia, prevalensi DM tipe 2 meningkat jauh lebih cepat karena meningkatnya obesitas dan mengurangi tingkat aktivitas sebagai negara menjadi lebih maju. Hal ini berlaku di sebagian besar negara, 6 dari 10 negara dengan tingkat tertinggi di Asia. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) diperkirakan 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi menderita diabetes pada

tahun 2005 (30% dari individu dengan diabetes yang tidak terdiagnosis). Sekitar 1,5 juta individu (> 20 tahun) yang baru didiagnosa diabetes pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di DM Sates Serikat diperkirakan 0,22% pada mereka <20 tahun dan 9,6% pada mereka> 20 tahun. Pada individu> 60 tahun prevalensi DM 20,9%. Prevalensi ini sama pada pria dan wanita hampir seluruh rentang usia (10,5% dan 8,8% pada individu> 20 tahun) tapi sedikit lebih pada pria> 60 tahun. Perkiraan di seluruh dunia pada tahun 2030 jumlah terbesar orang dengan diabetes pada usia 45-64 tahun.

Diabetes Mellitus Type 1 Di Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe 1 sangat jarang. Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini ada hubungannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka prevalensi berbagai negara terlihat bahwa semakin jauh negara dari daerah khatulistiwa semakin tinggi prevalensi DM tipe 1 nya. Adanya kekurangan asam aspartat pada posisi 57 dari rantai HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu jadi rentan atau susceptable terhadap timbulnya DM tipe 1. Dan juga didukung oleh faktor lingkungan yang sangat berperan(2). Diabetes Mellitus Type 2(3) Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% kecuali Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%. Prevalensi di Pekajangan agak tinggi karena banyak perkawinan antara kerabat.Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Menurut perkiraan WHO Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025.

KLASIFIKASI Secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable atau maturity onset atau non insulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan dengan orang normal, tetapi ini biasanya berhubungan dengan obesitas dan atau inaktifitas fisik. Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat dibagi lagi atas kelompok kecil. Pada satu kelompok besar IDDM atau Diabetes tipe 1. Kelompok besar lainnya NIDDM atau diabetes tipe 2. Istilah inipun digunakan oleh ADA pada tahun 1997 sampai 2005. Klasifikasi DM berdasarkan ADA 2009

PATOFISIOLOGI Tubuh manusia memerlukan bahan untuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Dan tubuh manusia juga membutuhkan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari hari yaitu : Karbohidrat (gula dan tepung-tepungan) Protein (asam amino) Lemak (asam lemak)

Pengolahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Didalam saluran cerna makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar,zat makanan harus masuk kedalam sel agar dapat diolah. Didalam sel zat makanan terutama glukosa dibakar lalu menjadi energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin berfungsi sebagai yang memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh beta di pancreas. Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi / tenaga. Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal. Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan menyebabkan resistensi insulin dan kehilangan sel beta pankreas. Data terbanyak dari epidemiologi mengindikasikan tingginya pengaruh faktor genetik, terdapat sel monozigot setelah umur 40 tahun.3 Seseorang dengan orang tua yang menderita diabetes melitus tipe 2 mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena diabetes melitus; jika kedua orang tua mempunyai diabetes melitus resiko meningkat 40%.

Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonurea (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis. Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.

MANIFESTASI KLINIS Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. badan

DIAGNOSIS Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan screening. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan screening bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. PERKENI membagi alur diagnosis DM menajdi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala Khas Poliuria Polidipsi Polifagia Gejala Tidak Khas Lemas Kesemutan Luka yang sulit sembuh

Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas

Gatal Mata kabur Disfungsi ereksi (pria) Pruritus vulva (wanita)

Keterangan : Apabila ditemukan gejala khas DM pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup memastikan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulangulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada bagan berikut :

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan penyaring Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan1. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun.

Screening Diabetes Mellitus4

Tabel 3. Screening Diabetes mellitus2

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

Tabel 5. Evaluasi penegakan diagnosis DM secara keseluruhan2

Kriteria Diagnosis

Tabel 6. perbandingan kriteria diagnostik WHO 1999 dan ADA 20037

Kriteria Diagnosis yang digunakan 1,2,5,6: 1. Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) atau 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau 3. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau

4. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut PERKENI 2011 : Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial A1C Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinar-x dada

1. Urinalisis Glukosuria Menggunakan diastix atau clinistix yang sensitive terhadap glukosa di urin hingga 100mg/Dl (5,5 mmol) Ketonuria Menggunakan test netropusside (ketosix). Meskipun tes ini tidak dapat mendeteksi adanya -hydroxybutiric acid, tetapi estimasi nilai semikuantitaif ketonuria dapat digunakan di praktek klinik. 3 2. Pemeriksaan darah 3. Lipoprotein

Rujukan

Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang memungkinkan dilakukan rujukan. Rujukan meliputi5: Rujukan ke bagian mata Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar. Konsultasi lain sesuai kebutuhan.

TERAPI Tujuan penatalaksanaan jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Pilar penatalaksanaan DM5 : I. II. Edukasi. Terapi Nutrisi Medis.

Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

Pemanis alternatif Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI)

III.

Latihan Jasmani. Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan

jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Tabel 7. Aktivitas fisik sehari-hari5

IV.

Terapi Farmakologis. Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat).

1. Obat hipoglikemik oral. Bentuk sediaan terdapat pada (lampiran 1) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan5: a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion c. Penghambat glukoneogenesis (metformin) d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. e. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Meningkat sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. E. DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon. Contohnya adalah exenatide, liguratide.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan. DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

2. Suntikan 1. Insulin. Bentuk sediaan terdapat pada ( Lampiran 2 ) Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) nsulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).

2. Agonis GLP-1 Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang

tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Contohnya adalah sitagliptin; saxagliptin; linagliptin.

3. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixedcombination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

KOMPLIKASI Komplikasi Akut

1. Hipoglikemia

HIpoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat oabt hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida. Penyebab hipoglikemia : a. Makan kurang dari aturan yang ditentukan b. Berat badan turun c. Sesudah olahraga d. Sesudah melahirkan e. Sembuh dari sakit f. Makan obat yang mempunyai sifat serupa g. Pemberian suntikan insulin yang tidak tepat

Tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bias juga muncul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervarias.

Tanda tanda hipoglikemia 1. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun. 2. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana 3. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama dihidung, bibir atau tangan, berdebar-debar. 4. Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang

Pengobatan Hipoglikemia Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan. Pasien dan dokter bekerja sama sebaik-baiknya. Dokter dapat memberikan penerangan (edukasi) tentang obat, pengaruh terhadap glukosa darah dan hubungannya dengan makanan. a. Stadium permulaan (sadar) Pemberian gula murni + 30 g ( 2 sendok makan ). Stop obat hipoglikemik, periksa glukosa darah sewaktu dan pemulihan ulang setiap 4 jam selama 24 jam penderita OAD perlu dikaji ulang

b. stadium lanjut (koma hipoglikemi) penanganan keadaan gawat darurat ini harus cepat dan tepat. Berikan larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakon, intravena setiap 10-20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal.

2. Hiperglikemia Pada hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat, pada subkelompok ketoasidosis diabetes (KAD) terdapat hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Pada dasarnya pengobatan kelompok hiperglikemia adalah pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama bagi sekelompok hiperglikemia non ketotik (HNK).

Ketoasidosis Diabetik Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan terjadi peningkatan anion gap.

Pengobatan Setelah diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan maka pengobatan harus segera dimulai. Prinsip dasar penatalaksanaan adalah : 1. Rehidrasi Rehidrasi cepat merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan. Cairan yang dipilih adalah NaCl 0,9%, meskipun ada pendapat lebih baik digunakan 0,45%. Pemberian cairan sebanyak 1 liter pada 30 menit pertama kemudian 0,5 liter pada 30 menit kedua, jadi berjumlah 3 liter pada jam pertama. Bila kadar glukosa darah <200 mg/dl, NaCl 0,9% segera diganti dengan dextrose 5 %. 2. Insulin Insulin mulai diberikan pada jam ke-2, dalam bentuk bolus (intravena) dosis 180mU/kgbb. Dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila glukosa darah <200mg/dl, kecepatan dikurangi menjadi 45 m U/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg/dl selama 12 jam, dilanjutkan dengan drip insulin 1-2 unit/jam dan dilakukan penyesuaian kebutuhan insulin setiap 6 jam. 3. bikarbonas Koreksi natrium bikarbonat dilakukan bila pH < 7,1. Pemberian bikarbonas berlebihan dan tidak tepat akan menimbulkan asidosis serebral. 4. Kalium Pemberian kalium agak penting terutama pada pasien yang tidak mengalami syok. Cara pemberian tergantung skema pengobatan yang dipergunakan. Suplementasi kalium dapat dilakukan perinfus atau bila pasien sadar dapat diberikan peroral. Natrium bikarbonat disertai dengan pemberian kalium. 5. Antibiotika Antibiotika yang adekuat diberikan pada waktu permulaan. Bila keadaan tidak memungkinkan dapat diberikan sefalosporin 2-3 g iv per hari atau floxacine sambil menunggu hasil mikroba dan resistensinya.

Hiperglikemik Non ketotik (HNK) HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan asidosis ringan. Pada keadaaan lanjut dapat menyebabkan koma. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma nonketoasidosis.

Komplikasi Kronis Komplikasi kronis pada DM meliputi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi meliputi retinopati, nefropati, dan neuropati. Komplikasi makrovarkuler yang terjadi yaitu penyakit kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer.

EPIDEMIOLOGI Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress. Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat. Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.

DAFTAR PUSTAKA
1. harrison tr. harrison's manual of medicine. `18 ed. shanahan james djk, editor. new york: McGraw - Hill Companies; 2013. 2. suyono slamet ws, dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2 ed. jakarta: balai penerbit FKUI; 2009. 3. Suyono slamet ws, dkk. buku ajar ilmu penyakit dalam. sudoyo aru w sB, dkk, editor. jakarta: interna Publishing; 2009.

Anda mungkin juga menyukai