Anda di halaman 1dari 4

ATLAS KESESUAIAN LAHAN BAHAN PANGAN

Gilang Adi Nugroho

Indonesia merupakan negara yang memiliki tanah yang subur sehingga hampir semua tanaman tropis dapat tumbuh subur. Hal ini merupakan keuntungan alami untuk ketahanan pangan Anehnya, ketahanan pangan merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh negara ini. Kebijakan pemerintah yang terlalu fokus kepada komoditas beras membuat beberapa bahan pangan lokal menjadi tergusur, yang sebenarnya merupakan makanan pokok di beberapa daerah dan memiliki nilai gizi yang tidak kalah dari beras. Contoh dari bahan pangan local seperti sagu di Papua, Jagung di Madura dan Ketela di Jawa. Kebijakan pemerintah adalah mengangkat kembali beberapa bahan pangan local yang ada di daerah sebagai alternative bahan pangan utama masyarakat atau lebih dikenal dengan diversifikasi pangan. Masalah yang masih ditemukan untuk mengangkat bahan pangan local adalah lokasi lahan yang berpotensi untuk dikembangkan komoditas tersebut. Pengembangan tanaman sesuai dengan jenis lahannya maka akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk komoditas tersebut. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Sistem Informasi geografi dapat menunjukkan secara relative potensi lahan untuk komoditas tertentu. Definisi Kesesuaian lahan menurut FAO adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. hasil kesesuaian lahan akan diklasifikasikan untuk mengetahui perbandingan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO terdapat 5 Kelas yaitu 1. S1 (Sangat Sesuai) : lahan ini tidak mempunyai pembatas/halangan secara fisik untuk komoditas tertentu, kalaupun ada, tidak berpengaruh besar. 2. S2 (Cukup sesuai) : Lahan dengan kode S2 memiliki pembatas agak berat sehingga dapat mengurangi produktivitas dan kualitas. 3. S3 (Sesuai secara marginal) : Lahan ini mempunyai pembatas yang berat sehingga perlu dilakukan beberapa rekayasa untuk meningkatkan kualitas lahan.

4. N1 (tidak sesuai untuk saat ini) : Lahan ini mempunyai pembatas yang lebih berat tetapi masih bisa direkayasa akan tetapi membutuhkan biaya yang tinggi serta hasil produktivitas tidak akan maksimal 5. N2 (tidak sesuai selamanya) : Lahan ini mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak dapat digunakan. Kriteria-Kriteria Fisik yang digunakan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk mengetahui kesesuaian lahan adalah : 1. Suhu 2. Ketersediaan Air 3. Ketersediaan Oksigen 4. Media Perakaran 5. Gambut 6. Retensi hara 7. Bahaya erosi, sulfidik, dan banjir 8. Sodisitas dan Toksisitas Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian telah mengidentifikasi karakteritik kesesuaian lahan 116 jenis tanaman pangan yang ada di Indonesia termasuk bahan pangan local seperti umbi-umbian, sagu dan jagung. Evaluasi kesesuaian lahan selama ini belum dipetakan sehingga dalam penerapan program diversifikasi pangan masih nirspasial. Pemetaan kesesuaian lahan dapat menggunakan metode Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografi (SIG atau GIS) adalah sistem berbasis komputer bak perangkat keras, lunak dan prosedur) yang dapat digunakan untuk menyimpan, memanipulasi informasi geografi (Stand Aronof dalam Darmawan 2011). Sistem Informasi Geografis dapat membantu memetakan lahan-lahan di suatu daerah yang sesuai dengan komoditas yang akan dikembangkan.

Atlas Kesesuaian Lahan Bahan Pangan Program diversifikasi pangan merupakan program yang dicanangkan pemerintah pusat untuk memperkuat ketahanan pangan negara. Hal yang menjadi kelemahan dalam program tersebut adalah ketahanan pangan hanya merujuk kepada beberapa komoditas saja seperti beras dan jagung padahal banyak bahan pangan local dapat dikembangkan

baik secara ekonomi maupun kesehatan. Progam tersebut hanya sekedar himbauan untuk masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan local selain beras. Masalah ketersediaan lahan dan jumlah penduduk yang terus meningkat belum dijadikan pertimbangan untuk program tersebut. Lahan pertanian/kosong sekarang sudah teralihkan oleh pembangunan permukiman dan jumlah penduduk yang semakin meningkat sedangkan kebutuhan pangan semakin melonjak pesat. Hal ini menuntut langkah efisien yang terkait dengan lahan dan pemenuhan permintaan bahan pangan local. Kegiatan evaluasi kesesuaian lahan dapat menjadi salah satu solusi untuk memaksimalkan lahan berdasarkan potensi dan karakteristiknya. Pengembangan komoditas yang sesuai dengan potensi lahannya diharapkan akan meningkatkan mutu komoditas baik secara kuantitas maupun kualitas. Atlas Kesesuaian Lahan Bahan pangan merupakan dokumen daerah yang berisi tentang peta-peta kesesuaian lahan beberapa komoditas yang bertujuan untuk menggambarkan potensipotensi komoditas apa yang dapat dikembangkan di daerah tersebut. contoh evaluasi kesesuaian lahan dapat dilihat di Gambar 1.1 yang menunjukkan peta kesesuaian lahan komoditas ubi di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.

Gambar 1.1 Peta Kesesuaian lahan Tanaman Ubi jalar Kecamatan Playen
Sumber : (Dhoni, dkk, 2012)

Gambar 1.1 dapat menunjukkan lokasi lahan yang sesuai dengan komoditas ubi jalar sehingga pemerintah daerah dapat melakukan perencanaan diversifikasi pangan yang lebih konkrit dibandingkan hanya himbauan. Atlas Kesesuaian lahan berisi petapeta kesesuaian lahan untuk beberapa komoditas sesuai dengan bahan pangan local yang akan dikembangkan. Atlas Kesesuaian Lahan Bahan Pangan Lokal memiliki manfaat dalam pengembangan diversifikasi pangan yaitu pertama adalah mengetahui lokasi spasial lahan-lahan yang sesuai untuk dikembangkan komoditas-komoditas bahan pangan local. Manfaat kedua adalah dapat menentukan spesialisasi pengembangan komoditas bahan pangan lokal di tiap- tiap daerah. misal di Kecamatan A sesuai untuk komoditas ubi jalar, Kecamatan B untuk komoditas jagung dan seterusnya. Spesialisasi produk sendiri juga mengandung nilai efektivitas. Hal ini dapat dilihat dengan pembandingan jika kita menjual suatu produk dengan banyak jenis yang harus membutuhkan lahan dan modal yang tidak sedikit. Spesialisasi produk bahan pangan lokal membuat tumbuhnya hubungan mutualisme antar daerah sehingga meminimalkan persaingan antar daerah. Manfaat ketiga atlas ini adalah pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakankebijakan yang mencegah konversi lahan yang menjadi potensi bahan pangan lokal karena lahan-lahan potensial sudah diketahui sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai