Tugaskoe
Tugaskoe
Nu’man
Somantri, M.Sc.Ed.; Ko-Promotor: Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, M.A.; Anggota:
Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M.Ed.
Disertasi ini menyajikan hasil kajian Pendidikan Kewarganegaran (PKn) dalam konteks
Pendidikan IPS untuk memperoleh kejelasan tentang: (1) ontologi dan kedudukan PKn
dalam konteks filsafat pendidikan disiplin ilmu serta kontribusi domain PKn terhadap
pembentukan struktur keilmuan; (2) peran PKn dalam membangun karakter bangsa; dan
(3) proses pembangunan karakter bangsa dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia.
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya memperoleh dasar-dasar teoritik-konseptual PKn
untuk memberi sumbangan pemikiran bagi masyarakat akademik dalam memperkokoh
keilmuan PKn.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara; (1) wawancara terhadap para pakar dalam
bidang keilmuan secara multidisiplin yang menaruh perhatian besar terhadap PKn dan
upaya pembangunan karakter bangsa; (2) observasi terhadap akademisi, birokrat,
ilmuwan, dan tokoh nasional yang memiliki perhatian besar terhadap PKn dan upaya
pembangunan karakter bangsa dalam berbagai kesempatan forum ilmiah; dan (3) studi
dokumentasi sebagai pembanding dan pemerkaya temuan penelitian. Data kemudian
diolah melalui proses reduksi, analisis, dan penyajian secara kualitatif.
Simpulan temuan penelitian ini adalah: (1) Pengembangan PKn sebagai pendidikan
disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian eklektik yang dinamakan “an integrated
system of knowledge”, “synthetic discipline”, “interdisciplinary”, “multidimensional“,
“scientific boundary line” dan atau “kajian konseptual sistemik” memiliki ontologi
“perilaku warga negara” dan landasan pokok, filosofis, normatif, psikologis, dan
material serta dua tugas ialah: tugas dalam bidang telaah dan tugas dalam bidang
pengembangan; (2) Peran PKn dalam membangun karakter bangsa memiliki kedudukan
yang sangat strategis karena bidang ini memfokuskan proses pembelajaran pada perilaku
individu warga negara dan proses pendidikan yang melibatkan tanggung jawab bersama
secara sinergi antara keluarga, masyarakat, sekolah, dan pemerintah; (3) Proses
pembangunan karakter bangsa di Indonesia dilakukan pada sebelum dan sesudah
berdirinya NKRI dengan fokus dan orientasi yang disesuaikan dengan tuntutan dan
tantangan perkembangan zaman.
Berdasarkan pada simpulan di atas, maka diperlukan paradigma baru PKn Indonesia.
Rekomendasi ditujukan kepada para pakar (global reformers) dan peneliti hendaknya
melanjutkan pengkajian keilmuan PKn secara lebih mendalam dan meluas, sedangkan
untuk praktisi baik pengembang kurikulum maupun guru perlu mengkaji,
mempertimbangkan, dan mengimplementasikan temuan penelitian ini dalam
mengembangkan kurikulum baik pada tataran makro maupun mikro.
This dissertation presents the research findings on Civic Education (CE) to build the
National Character within the context of Social Studies Education in order to clarify: (1)
ontology and position of CE in the area of philosophy of social sciences education and
their contributions to the structure of the body of knowledge of CE; (2) the role of CE to
build the national character; and (3) the process of the national character building in the
Indonesian history. The study was also conducted as an effort to formulate the
theoretical and conceptual foundations to contribute to the community of CE scholars in
strengthening the building of the structure of CE as scientific discipline.
Data collection was undertaken by means of: (1) interviewing a number of experts with
multidisciplinary backgrounds who concern to the CE and national character building; (2)
observing the academicians, bureaucrats, and a number of experts in the area of
philosophy, law, and civic education in some academic forums; (3) analyzing documents
as a comparison to and enrichment for research findings. Data were then analyzed
qualitatively using reduction, analysis, and presentation techniques.
Conclusions finally drawn were: (1) Civic Education as the social studies education
developed eclectively in term of “an integrated system of knowledge”, “synthetic
discipline”, “interdisciplinary”, “multidimensional“, “scientific boundary line” or
“systemic-conceptual analysis” has main ontology called “citizen’s behavior” and
fundamental, philosophical, normative, psychological, and material foundations as well
as two formal tasks, namely (a) a domain of analysis and (b) domain of development; (2)
The role of CE in the national character building was argued as an important position
emphasizing a process of learning on an individual citizen behavior and synergyzing an
educational process as a collective responsibility of family, school, community, and
government; (3) The process of national character building in Indonesia was conducted at
pre and post stages of the declaration of the independence of Indonesia focusing on the
needs and challenges of era.
Based on those conclusions above, it was needed a new paradigm of Indonesia civic
education and recommended that: (1) the community of scholars as well as researchers
should continue efforts to investigate more broadly and deeply the area of CE as a
structure of knowledge, and (2) for the practitioners both as curriculum developers and
teachers should analyze, develop, and implement the research findings in the scopes of
macro and micro curriculum development respectively.
Kokom Komalasari, S.Pd., M.Pd., Yusuf Haryasa, S.Pd. M.M. dan Dra.
Andayaningsih
Penelitian tindakan kelas ini beranjak dari permasalah yang dihadapi oleh guru PKN
Kelas VII-1 SMP Negeri 44 Bandung sebagai berikut: 1) Siswa menganggap mata
pelajaran PKN menjemukan karena berisi konsep-konsep yang harus dihapal; 2) Siswa
menghapal konsep-konsep dari buku teks PKN, bukan mengalami dan menemukan
sendiri melalui penugasan inquiry, sehingga mudah lupa (tidak berbekas); 3) Siswa hapal
konsep-konsep dalam PKN, tetapi tidak memahami maknanya (Verbalisme); 4) Siswa
mengetahui konsep tetapi tidak memahami bagaimana penerapan konsep dalam
memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya; 5) Guru berorientasi pada
target hasil dan mengabaikan proses belajar siswa menuju penguasaan materi.
Untuk itu perlu perbaikan mutu pembelajaran PKN, maka dilakukan kolaborasi antara
guru pelajaran PKN dengan dosen LPTK untuk mengadakan classroom action research
pembelajaran PKN di Kelas VII-1 SMP Negeri 44 Bandung, dimana disepakati bersama
bahwa untuk memperbaiki mutu pembelajaran PKN dalam upaya meningkatkan
kompetensi kewarganegaraan siswa dalam civic knowledge, civic dispositions dan civic
skills perlu diterapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Penelitian dilakukan di kelas VII.1 SMPN 44 Bandung dengan jumlah siswa 38 orang
dan melibatkan 2 orang guru PKN dan 1 dosen LPTK. Penelitian dilaksanakan dalam 3
siklus, karena setelah siklus ketiga proses dan hasil pembelajaran telah sesuai dengan
harapan atau tujuan yang ingin dicapai. Masing-masing siklus menggunakan tahapan dari
Hopkins (1992) yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi, dan Tindak Lanjut
Kegiatan. Siklus 1 menerapkan metode cooperative learning dengan media berupa
lembar pertanyaan, siklus 2 metode cooperative learning, analisis gambar dan pemecahan
masalah, siklus ke 3 cooperative learning dan analisis artikel surat kabar.
Keberhasilan penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning dapat dilihat dari
adanya: 1) Respon positif siswa dalam penerapan pendekatan Contextual Teaching and
Learning; 2) Partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran berbasis Contextual
Teaching and Learning; 3) Peningkatan kompetensi siswa dalam aspek pengetahuan,
sikap, keterampilan kewarganegaraan.
Penelitian ini berhasil melakukan perbaikan dalam strategi pembelajaran menuju ke arah
student centered, dan metode pembelajaran lebih bervariasi melalui cooperative learning,
pemecahan masalah, analisis gambar dan artikel. Oleh karena itu, maka perlu diteruskan
kolaborasi antara guru dengan dosen LPTK dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan
Kelas untuk memperbaiki mutu pembelajaran di sekolah. Dan penerapan Pendekatan
pembelajaran PKN berbasis Contextual Teaching and Learning perlu diterapkan oleh
guru PKN di kelas lain, bahkan pada mata pelajaran lain.
• Pendidikan Kewarganegaraan
ANALISIS
BAB 2
NASIONALISME, NEGARA BANGSA DAN KEWARGANEGARAAN
• click link
• 343 clicks
Untuk dapat merequest file lengkap yang dilampirkan pada setiap judul, anda harus
menjadi special member, klik Register untuk menjadi free member di Indoskripsi.
Semua Special Member dapat mendownload data yang ada di website ini.
NB: Ada kemungkinan beberapa data belum ada filenya, karena dikirim oleh member
biasa dan masih menunggu konfirmasi dari member yang bersangkutan. Untuk
memastikan data ada atau tidak silahkan login di download area.
• Pendidikan Kewarganegaraan
BAB I
PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA
Kebudayaan
Teknologi
E. PKN Sebagai Program Pendidikan
PKN berobjekkan warga negara, karena status WNI itu didapat sejak manusia lahir dan
berakhir sampai dengan akhir hayat, maka PKN merupakan pendidikan seumur hidup.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
yang semuanya berlangsung seumur hidup. Sistem pendidikan adalah sistem buatan
manusia yang dengan sendirinya tidak lepas dari proses perubahan.
Secara skematis sistem pendidikan dapat disajikan sebagai berikut:
Lingkungan
Dalam hal ini ada 2 pihak dalam proses pendidikan. Yaitu pihak pengelola (pemerintah,
swasta) dan pihak peserta didik (subjek didik) yaitu pihak yang dikenai atau diatur.
Hasil pendidikan yaitu orang terdidik. Tujuan pendidikan meliputi perubahan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
BAB II
PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA
SEBAGAI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Menurut Edgars Fours yang menyebutkan prinsip pendidikan seumur hidup yaitu :
1. Prinsip membimbing untuk posisi pendidikan
2. Prinsip perspektif menyeluruh
3. kurang formalitas dalam pendidikan
4. mobilitas dan pilihan
5. pendidikan pra sekolah merupakan prakondisi yang asasi bagi kebijakan pendidikan
dan kebudayaan
6. Pendidikan dasar
7. memperluas pendidikan umum
8. mobilitas kejuruan yang maksimal
9. peran pendidikan dari perdagangan dan industri
10. variasi dalam pendidikan tinggi
11. kriteria seleksi
12. pendidikan orang dewasa
13. pandai membaca menulis
14. belajar sendiri
15. teknologi pendidikan
16. penerapan teknik baru
17. kedudukan pengajar
18. pendidikan konvensional dan tidak konvensional
19. tempat pelajar dalam kehidupan sekolah
20. tanggungjawab pengajar
BAB III
KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM PEMERINTAHAN
MENURUT UUD 1945
B. Beberapa hal tentang Kehidupan pemerintah dan Warga Negara dalam Hubungannya
ddengan Pelaksanaan UUD 1945
Ada beberapa pasal yang berkaitan dengan hubungan pemerintah dan warga negara
antara lain :
1. Pasal 26 UUD 1945 yang mengatur tentang siapa yang berhak menjadi warga negara
RI.
2. Pasal 27 UUD 1945 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam bidang
hukum dan pemerintahan
3. Pasal 28 UUD 1945 yang mengatur tentang pengakuan atas adanya hak untuk
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat baik berupa lisan maupun tulisan
4. Pasal 29 UUD 1945 yang mengatur hak kehidupan beragama
5. Pasal 30 UUD 1945 yang mengatur bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara
6. Pasal 31 UUD 1945 yang mengatur yang mengatur tentang hak dalam pendidikan
7. Pasal 32 UUD 1945
8. Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur tentang hak dan kewajiban dalam perekonomian
9. Pasal 34 UUD 1945
BAB IV
WARGA NEGARA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
ASPEK-ASPEK KEHIDUPAN IDEOLOGI, SOSIAL, BUDAYA DAN HANKAM
Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan
menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut
kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan
pernah kamu lupakan."
Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya.
Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya
dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah
payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa
berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian
menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.
Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu
tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.
Pengembara yang lain, merasa tidak dapat melawan beruang yang sangat besar itu
sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah
meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau
orang yang telah meninggal.
Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang
berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat
kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang
tersebutpun berjalan pergi.
"Beruang itu berkata," kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan
bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak
menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."
Si Pelit
Aesop
Seorang yang sangat pelit
mengubur emasnya secara diam-diam di tempat yang dirahasiakannya di tamannya.
Setiap hari dia pergi ke tempat dimana dia mengubur emasnya, menggalinya dan
menghitungnya kembali satu-persatu untuk memastikan bahwa tidak ada emasnya yang
hilang. Dia sangat sering melakukan hal itu sehingga seorang pencuri yang
mengawasinya, dapat menebak apa yang disembunyikan oleh si Pelit itu dan suatu
malam, dengan diam-diam pencuri itu menggali harta karun tersebut dan membawanya
pergi.
Ketika si Pelit menyadari kehilangan hartanya, dia menjadi sangat sedih dan putus asa.
Dia mengerang-erang sambil menarik-narik rambutnya.
Satu orang pengembara kebetulan lewat di tempat itu mendengarnya menangis dan
bertanya apa saja yang terjadi.
"Emasmu! di dalam lubang itu? Mengapa kamu menyimpannya disana? Mengapa emas
tersebut tidak kamu simpan di dalam rumah dimana kamu dapat dengan mudah
mengambilnya saat kamu ingin membeli sesuatu?"
"Membeli sesuatu?" teriak si Pelit dengan marah. "Saya tidak akan membeli sesuatu
dengan emas itu. Saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbelanja sesuatu dengan
emas itu." teriaknya lagi dengan marah.
Pengembara itu kemudian mengambil sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam
lubang harta karun yang telah kosong itu.
"Kalau begitu," katanya lagi, "tutup dan kuburkan batu itu, nilainya sama dengan hartamu
yang telah hilang!"
Harta yang kita miliki sama nilainya dengan kegunaan harta tersebut.
Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia
menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di
kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah,
dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru
beserta kebanggaannya.
Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai
yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan
sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa
mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.
Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar,
dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan
berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali
dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke
pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa
menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari
sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.
Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun
tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya
keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan
malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut
akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di
bawahnya.
Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.
"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan
menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja
yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"
"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang;
"Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah
berlalu."
"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut
telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian
semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa
memperdulikan sang Belalang lagi.