Anda di halaman 1dari 87

Sudah Mati Pun Masih Dibedah

Kelompok 8 Tutor: dr.Agus

Anggota Kelompok
Nama
Christine natalia Nathalia safitri Silviana tirtasari Elisse Stephanie Linawati Djunaedi Dennis christian Tu Ivan halim Daniella satyasari

Nim
405070013 405070089 4050700162 405070003 405070002 405070014 405070029 405070144

Keterangan
Sekretaris Ketua Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Hadiyanti Regina effenmeita


Eeng sapta hadi Apolonia aurensia

405070125 405070127
405070078 405070130

Anggota Anggota
Anggota Penulis

Sudah Mati Pun Masih Dibedah


Seorang pemuda tanpa identitas berumur sekitar 20 tahunan, ditemukan meninggal dunia di toilet sebuah diskotik. Di samping mayat tersebut terdapat sebuah alat suntik dengan sedikit cairan yang tidak berwarna di dalamnya. Kejadian ini kemudian dilaporkan ke Polisi, yang segera datang dan melakukan olah TKP. Polisi berusaha mengidentifikasi mayat tersebut dan untuk sementara berkesimpulan bahwa pemuda ini telah meninggal dunia karena overdosis narkoba. Setalah mayat tersebut berhasil diidentifikasi, Polisi menghubungi pihak keluarga pemuda tersebut. Polisi kemudian membawa mayat itu ke rumah sakit dan meminta bantuan dokter untuk melakukan otopsi tetapi keluarga pemuda itu berkeberatan dengan alasan bahwa yang bersalah adalah si korban dan si korban sudah meninggal dunia, sehingga tidak ada yang harus dihukum. Mereka juga berkeberatan bila mayat anaknya dibedah. Polisi tetap pada pendiriannya dan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan peraturan undangundang. Akan tetapi, pihak keluarga pemuda bersikeras akan menuntut polisi dan dokter yang melakukan visum tersebut karena otopsi dilakukan tanpa persetujuan mereka. Apa yang dapat Anda pelajari dari kasus di atas?

Istilah asing
Otopsi : pemeriksaan yg dilakukan pd jenazah yg kematiannya diduga tdk wajar.
Tujuan : mencari sebab2 kematian. Dilakukan setelah ada permintaan dr kepolisian berupa SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) & hrs ada persetujuan dr pihak keluarga. Dilakukan o/ ahli forensik. Terdiri dr :
Pemeriksaan luar : pemeriksaan yg tampak dr luar, spt pakaian, tanda2 kekerasaan, dsb Pemeriksaan dlm : pemeriksaan dgn cr membedah jenazah Pemeriksaan tambahan : lab (mungkin adanya zat2 kimia)

Visum et Repertum (VeR) keterangan tertulis yg dibuat o/ dokter dlm ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yg berwenang mengenai hsl pemeriksaan medik thdp manusia, baik hidup / mati ataupun bag / diduga bag tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya & di bwh sumpah, u/ kepentingan pro yustisia.

Visum et repertum

Jenis Visum
1. Untuk Orang Hidup Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, dan psikiatri. Dibedakan atas : a. VeR sementara : - diberikan pd korban yg msh dirawat -VeR yg diterbitkan belum ada kesimpulan karena menunggu observasi lebih lanjut. b. VeR lanjutan : - Merupakan lanjutan dari VeR sementara, dibuat setelah korban sembuh/meninggal. - Tgl & No. VeR sementara dicantumkan. - Telah ada kesimpulannya setelah diobservasi

Jenis Visum
c. Visum Langsung : - Langsung diberikan stlh pmriksaan Korban 2. Visum Jenasah : a. Visum dengan pemeriksaan luar b. Visum dengan pemeriksaan luar & dalam

Macam-Macam Visum et Repertum


Visum et Repertum TKP
Hubungan sebab akibat luka yang ditemukan pada tubuh korban. Saat kematian korban. Barang bukti yang ditemukan. Cara kematian korban jika mungkin.

Visum et Repertum Jenazah.

Visum et Repertum Korban Hidup


Dibuat setelah pemeriksaan selesai, korban tidak perlu dirawat lebih lanjut atau meninggal. Visum et Repetum sementara, dibuat setelah pemeriksaan selesai, korban masih perlu mendapat perawatan lebih lanjut. Visum et Repertum lanjutan dibuat bila:
Setelah selesai perawatan korban sembuh. Setelah mendapat perawatan, korban meninggal. Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau dokter lain. Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau melarikan diri

Visum et Repertum Jenazah Penggalian. Visum et Repertum barang bukti.

SUSUNAN dan BENTUK Visum Et Repertum


Visum et repertum terdiri dari 5 bagian:
Kata Pro justitia Bagian Pendahuluan Bagian Pemberitaan Bagian Kesimpulan Bagian Penutup

Sudut Kiri Atas : Pro Justica (arti : untuk pengadilan) Pendahuluan :


Identitas pemohon Visum Et Repertum Identitas dokter yang memeriksa Tempat dilakukan pemeriksaan Tanggal dan jam pemeriksaan Identitas korban Keterangan lain seperti kapan dan dimana korban dirawat, kapan meninggal, cara dan sebab kematian korban.

Pemberitaan :
Hasil pemeriksaan luar termasuk identitas korban Hasil pemeriksaan dalam, membuka rongga tengkorak, dada dan perut serta organ dalam, rongga mulut dan leher Pemeriksaan penunjang jika diperlukan seperti konsultasi dengan ahli lain : Pemeriksaan PA, Toksikologi, Balistik, Serologi, Immunologi, Enzimatologis, Trace Evidence

Kesimpulan :
Identitas jenazah Kelainan yang terdapat pada tubuh korban, baik pemeriksaan luar maupun dalam Hubungan kausal dan kelainan yang didapati pada pemeriksaan (penyebab luka, persentuhan dengan benda tajam) Sebab dan saat kematian/klasifikasi luka

Penutup
Dicantumkan kalimat :
Demikianlah Visum Et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah

Diakhiri dengan tanda tangan dan nama lengkap dokter.

Tata Cara Permohonan Visum et Repertum


Pasal 133 ayat (2) KUHAP : Permintaan Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR) harus dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan jenis kasus yang sedang ditangani. SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik yang syarat kepangkatan dan pengangkatannya diatur dalam BAB II pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1983.

Korban yang meninggal dunia harus diantar oleh seorang anggota POLRI dengan membawa SPVR. Korban yang meninggal dunia harus diberi label sesuai dengan peraturan yang tercantum didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et Repertum mengikuti jalannya pemeriksaan bedah jenazah.

Prosedur permintaan VetR korban hidup


Permintaan harus secara tertulis, tdk dibenarkan secara lisan / telepon / via pos. Korban adalah BB, maka permintaan VetR harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban/tersangka. Tidak dibenarkan permintaan V et R ttg sesuatu peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksin Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).

Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui telepon, lisan atau pos. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn Ilmu Kedokteran Forensik. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas mayat ( KUHAP psl 133 ayat 3).

Prosedur permintaan VetR korban mati (mayat)

Pemeriksaan luar
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat. 2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat. 3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.

4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya. 5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. 6. Mencatat benda di samping mayat.

7. Mencatat perubahan tanatologi : i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam. ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme kadaverik. iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dan dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut. iv. Pembusukan v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera 8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.

9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh. 10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya. 11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya. 14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh. 15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain

16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh. 17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.

Pemeriksaan dalam
Lambung Lambung dibuka dengan gunting pada curvatura mayor. Perhatikan isi lambung, simpan dalam botol atau kantung plastik bila isi lambung tersebut diperlukan untuk pemeriksaan toksikologik atau laboratorium. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah

Kelenjar suprarenalis Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Bentuk seperti trapesium.

Anak ginjal kiri terletak di bagian mediokranial kiri kutub atas ginjal kiri, terletak antara pancreas dan diafragma. Bentuk

Limpa Limpa normal, permukaanya keriput, warna ungu, perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran jelas, berwarna coklat merah dan bila di kikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa.

Pankreas Pankreas terletak di bawah lambung, dan pemotongannya mulai dari duodenum hingga limpa. Normalnya permukaan limpa berbelahbelah,warna kelabu agak kekuningan, perabaan kenyal.

Ginjal Ginjal diliputi oleh jaringan lemak (capsula adiposa renis). Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral, ginjal dapat dibebaskan. Perhatikan adanya kelainan berupa resapan darah, luka-luka, atau kista-kista retensi. Irisan pada ginjal dibuat dari lateral ke medial, usahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang akan melewati pelvis renis. Perhatikan gambaran korteks dan medulla ginjal. Perhatikan juga pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah, dsb.

Usus halus Usus halus dapat diperiksa di awal, atau di akhir. Usus halus tidak selalu harus di buka, hanya bila ada indikasi tertentu. Walaupun tidak harus dibuka tetap harus dikeluarkan.

Otak Pemeriksaan otak dapat kita lakukan pertama kali, bila kita mencurigai telah terjadi perdarahan pada daerah otak. Pemeriksaan pada otak, khususnya arteri yang membentuk sirkulus willisi dan venavena vertebra adalah penting, khususnya dalam pemeriksaan kasus-kasus aneurisma berry. Perhatikan permukaan luar otak, apakah terdapat perdarahan, atau laserasi. Pisahkan otak kecil dan otak besar. Otak kecil kemudian dipisahkan juga dari batang otak

Teknik Autopsi Forensik


Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuanpenemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.

PEMBAGIAN OTOPSI
1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.

Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.

2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antar diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, patogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya

Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara.

Tujuan dari otopsi medikolegal adalah : Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.

OTOPSI MEDIKOLEGAL
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal : 1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah. 2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. 3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi. 4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik. 5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.

6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh. 7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang. 8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten. 9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. 10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah: 1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum. 2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut. 3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.

4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup : Timbangan besar untuk menimbang mayat. Timbangan kecil untuk menimbang organ. Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam. Guntung, berujung runcing dan tumpul. Pinset anatomi dan bedah. Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel. Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater. Gelas takar 1 liter. Pahat. Palu. Meteran. Jarum dan benang. Sarung tangan Baskom dan ember Air yang mengalir 5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan otopsi.

UU No.36 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat


Pasal 117: Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantungsirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Pasal 118 (1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 119 (1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit. (2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian. (3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien. (4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan. Pasal 120 (1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran. (2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya. (3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 121 (1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. (2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 122 (1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 123 (1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi organ. (2) Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 124 Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi. Pasal 125 Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hokum ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD.

KUHAP pasal 133


(1) : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati ang diduga karena peristiwa yang mrupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) : Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) dilakukan secara legal untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

(3) : Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identifikasi mayatm dilakukan dengan diberi cap jabatn yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat

Penjelasan ayat (2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.

Berdasarkan pasal 133 ayat 1 yang berhak melakukan pemeriksaan atas tubuh manusi adalh : Ahli kedokteran kehakiman Dokter Ahli lain karena dengan dipergunakannya kata-kaa dan atau ahli lain berarti ahli lain dapat memeriksa sendiri tanpa bekerja sama dengan dokter.

Melakukan pemeriksaan ini merupakan kewajiban bagi dokter and ahli dengan ancaman pidana menurut KUH Pidana pasal 224 : Barangsiapa dipanggil secara sah untuk mejadi saksi ahli atau juru bahasa, dengan sengja tidak menjalankan kewajiban yang sah yang harus dijalankanya : 1. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama lamanya sembilan bulan 2. Dalam perkara perkara lain dipidina dengan pdana penjara seama-lamanya 6 bulan

Jika dokter mau melakukan pemeriksaan mayat tersebut, dokter dapat dituntut oleh ahli waris mayat tersebut : Pidana Dokter dapat dikatakan merusak mayat, jika ia melakukan bedah mayat berdasarkan KUHPidana psal 406 ayat 1 --. Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat sehingga tidakd apat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang semuanya atau sebagian adalah milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanak banyaknya Rp 4.500,00

Perdata Diatur dalam KUHperdata pasal 1365 : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut Pasal 1366 Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati hatinya.

Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, yang diatur dalam Bab VI, perumusan ketentuan pidana

Pasal 36 : (1) Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 37 : (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau surat atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia atau memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 38 : (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan korporasi, pengenaan pidana dijatuhkan kepada korporasi dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. (2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dicabut izin usahanya. (3) Pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

SIAPA YANG BERHAK MEMINTA VISUM ET REPERTUM JENAZAH


1. Penyidik (KUHAP I butir 1, 6,7,120, 133, PP RI NO 27 Th 1983)

* Pejabat polisi negara RI tertentu sekurang-kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA) * Kapolsek berpangkat Bintara dibawah PELDA (AIPDA) 2. Penyidik Pembantu (KUHAP I Butir 3, 10, PP RI NO. 27 Th 1983) * Pejabat polisi negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat SERDA Polisi (BRIPDA) 3. Provos
* UU No I Darurat Th 1958 * Keputusan Pangab No. Kep/04/P/II/1984 * UU No. 31 tahun 1997 ttg Peradilan Militer 4. Hakim Pidana (KUHAP 180)

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dimana yang dimaksud disini adalah autopsi forensik dalam membantu peradilan: * KUHAP 133 * KUHAP 134 * KUHAP 179 * KUHP 222 * Reglemen pencatatan sipil Eropa 72 * Reglemen pencatatan sipil Tionghoa 80 * STBL 1871/91 * UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70

Pasal 134 KUHAP Ayat 1: Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2: Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. Ayat 3: Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undangundang ini.

SAKSI
pasal 222 KUHP Barang siapa sengaja mencegah,menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat utk pengadilan,diancam dengan pidana penjara plg lama 9 bln pidana denda plg byk Rp. 4.500,00

PERMINTAAN sbg SAKSI AHLI (masa persidangan) Pasal 179 KUHAP Ayat 1: Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Ayat 2: Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Pasal 224 KUHAP O Barang siapa dipanggil sebagi saksi, ahli atau juru bahasa menurut UU dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban brdasarkan UU yg harus dipenuhinya diancam dalam perkara pidana, dgn penjara plg lama 9 bln.

KETERANGAN AHLI Pasal 1 Butir 28 KUHAP O Keterangan Ahli adalah keterangan yg diberikan seorang yg mmiliki keahlian khusus tentang hal yg diperlukan utk mmbuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksa

Kewajiban Menjadi saksi Pasal 224 KUHP : Barang siapa di panggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang- undang selaku demikian harus di penuhi, di ancam: 1.Dalam perkara pidanan atau pidanan penjara paling lama 9bulan 2.Dalam pidana lain pidanan penjara paling lama 6 bulan

Dalam KUHP pasal 242 disebutkan: (1) Barangsiapa dalam kadaan dimana undang undang menentukan supaya memberikan keterangan diatas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu diatas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2)Jika keterangan palsu diatas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
Ayat 1: Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga kesehatan. Ayat 2: Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ayat 3: Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerinta

ALAT bUKTI
Pasal 184 (1)Alat bukti yang sah ialah: a.keterangan saksi; b.keterangan ahli; c.surat; d.petunjuk; e.keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Ahli A Decharge
Menurut KUHAP pasal 184 suatu Keterangan Ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah dan dengan demikian memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan salah tidaknya seorang terdakwa

(Manusia biasa)

Ahli

Kesalahan
Hak untuk mengajukan ahli yang dapat memberi keterangan yang menguntungkan bagi dirinya

Terdakwa

Ahli A Decharge

KUHAP pasal 65
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya

KUHAP pasal 160 ayat 1c


Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut

KUHAP pasal 179 ayat 2


Dimana kedudukan seorang ahli disamakan dengan kedudukan seorang saksi

Larangan Untuk Menjadi Ahli


KUHAP pasal 168
Kecuali ditentukan lain dalam undang - undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. Keluarga sedarah atau semendalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama sama sebagai terdakwa; b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama sama sebagai terdakwa.

Jika dokter itu tidak keberatan, bahwa Visum et Repertum yang dibuatnya dipakai dalam perkara itu dan disetujui oleh terdakwa serta penuntut umum makan dapat dipergunakan KUHAP pasal 169:
1. Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah 2. Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberi keterangan tanpa sumpah

Penggeledahan Badan Seorang Tersangka


Dibenarkan dengan adanya KUHAP pasal 37 yang berbunyi:
1. Pada waktu menangkap tersangka penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita 2. Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan tersangka

Penggeledahan Badan Seorang Tersangka


Para dokter diminta melakukan pemeriksaan rongga badan seorang tersangka

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari luar tanpa alat alat dan atau obat

obatan

Pemeriksaan pada korban keracunan


Racun suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang dalam dosis toksis menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh, hal mana dapat mengakibatkan penyakit atau kematian

Keracunan sebagai penyebab kematian perlu dipikirkan kemungkinan pada kasus kasus:
Kematian mendadak, khususnya bila tempat dimana korban ditemukan merupakan tempat umum seperti kematian di hotel, tempat pelacuran, tempat hiburan dsb Kematian mendadak dimana sebelumnya korban berada dalam kondisi kesehatan yang baik Kematian pada sekelompok orang yang terjadi dalam waktu bersamaan

Keadaan dimana pemeriksaan racun diperlukan dalam kaitannya dengan perkara pidana:
Kecelakaan lalu lintas, khususnya pemeriksaan pada pengemudi dan juga korbannya Kasus kebakaran Kasus pembunuhan Penyalahgunaan obat bius/narkotika

Kematian karena obat bius, khususnya narkotika pada umumnya bersifat kecelakaan oleh karena tidak mengetahui berapa dosis yang sebenarnya masuk ke dalam tubuhnya Pembunuhan kadang-kadang terjadi juga yag biasanya dilakukan oleh pengedar obat-obat yang berbahaya tersebut karena ia takut langganannya membuka rahasia jaringan operasi peredaran dan perdagangan obat bius

Untuk dapat menentukan sebab kematian seseorang karena keracunan diperlukan kriteria sebagai berikut:
Adanya keterangan yang menyatakan bahwa korban benar kontak dengan racun, ada yang melihat sedang menyuntik atau meminum racun. Adanya tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan tanda dan gejala keracunan racun yang diduga Secara pemeriksaan laboratoris dapat dibuktikan adanya racun dalam benda bukti yang berupa sisa makanan atau sisa obat Pada pemeriksaan bedah mayat ditemukan yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan pada kasus keracunan racun yang sama. Tentunya pemeriksaan mikrokopis Secara pemeriksaan laboratorium dapat dibuktikan adanya racun atau hasil pemecahan (metabolit) didalam tubuh korban secara menyeluruh (sistimatis)

Keracunan morfin dan heroin merupakan keracunan paling banyak didapatkan Dalam tubuh heroin akan cepat diubah menjadi morfin, dengan demikian gejala maupun kelainan yang didapatkan pada pemeriksaan korban mayat pada umumnya tidak berbeda

Gejala keracunan
Mula2 terjadi eksitasi SSP dengan cepat akan diikuti dengan fase narkose Korban tidak sadarm nadi kecil dan lemah, relaksasi otot-otot, pernafasan sukar teratur dan menjadi dan dangkal, tubuh menjadi dingin,pucat, teleng mata mengecil (pin head size) dan akhirnya mati Kematian yang langsung disebabkan narkotik, umumnya disebabkan karena terjadi depresi pusat pernafasan, oedema pulmonum dan syok anafilaktik Kematian tidak langsung disebabkan karena terjadi pelbagai infeksi sebagai pemakaian alat dan preparat yang tidak steril

Pemeriksaan Mayat
Pemeriksaan luar
Bekas-bekas suntikan pada daerah lipat siku, punggung tangan, leher, sekitar puting susu dan pada daerah2 dimana pembuluh balik tumbuh dan mudah dilihat Menggunakan morfin/heroin dengan cara sniffingperforasi dan septum nasi Pembesaran kelenjar getah bening setempat khususnya kelenjar getah bening disekitar daerah ketiak Skin blisterbiasanya dikaitkan dengan pemakaian narkotika dalam jumlah besar Tanda2 mati lemasseperti keluarnya busa halus putih dari hidung dan mulut, bintik2 perdarahan di daerah mata dsb

Pemeriksaan dalam
Oedema dan kongesti paru2, yang disertai denan tanda2 asfiksia dan didapatkan kelainan yang disebut narcotic lungs dimana paru2 tampak sangat mengembang terdapat bintik2 perdarahan, sebagian tampak pucat (emfisem), sebagian tampak lebih gelap (atelektasis) dan paru2 menjadi lebih berat Pemeriksaan mikropis dilihat adanya kristal magnesium silikat (khususnya pecandu kronis) Kelainan pada hati, khususnya yang disebut triaditis dan kadang dapat ditemukan kelainan akibat visum yang ikut masuk bersama suntikan Pembesaran kelenjar getah bening disekitar hati, saluran empedu dan kelenjar ludah perut Tanda peradangan pada alat2 dalam lain dan pembesaran pada limpa

Untuk menentukan sebab kematian pada keracunan narkotika, penyidik perlu mengambil menyita barang bukti yang ada kaitannya (alat suntik, botol atau tempat yang berisi narkotika atau sisanya, bahan pelarut dsb) Sample biologis (pemeriksaan toksikologis)
Urine, cairan empedu, daerah tempat suntikan (diambil sampai radius 5-10cm dari tempat suntikan), darah korban Korban yang menggunakan cara sniffing, ack-ack, chasing the dragonnasal swab

Froehde Opium Morfin Heroin Dilaudid Kodein Dikodid Pethidin Apomorfin Papaverin Biru-ungu Biru-ungu Biru-ungu Biru-ungu Olive hijau Khaki-hijau O Hijau Ungukuning-O

Marquis Merah-ungu Merah-ungu Merah-ungu Merah-ungu (lambat) Merah-ungu

As.nitrat Merah-oranye Merah-oranye Hijau Merah-oranye Merah-oranye (lemah) Kuning (lambat)

Ferrikhlorida Biru-hijau Biru-hijau O Biru-hijau O O Merah-orange O

Merah-ungu (lambat) Oranye-lemah Merah-ungu UnguUnguMerah-oranye Merahkuning Oranye

Pembuatan reagensia Froehde : 2 1/2g ammonium molybdate dalam 25mL asam sulfat pekat Marquis : 40tetes formaldehyde 40% dalam 60mL asam sulfat pekat As-nitrat : asam nitrat pekat : Ferrikhlorida dalam air

Narkotika

Reagensia (dilarutkan dalam 100mL air) Kalium tri-iodide (2gl 4gK1) Merkuri khlorida Platinum khlorida (5g) Kalium cadmium iodida (1g cadmium iodide 2gK1) Asam pikrat pekat

Tipe kristal

Kepekaan (mikrogram) 0,1 0,1 0,25 0,01

Morfin Heroin Kodein

Plates Fine dendrites Rosettes Gelatinous resettes Feathery rosettes

Pethidin

0,1

Kesimpulan dan saran


Dalam melakukan pemeriksaan mayat, dokter harus melakukan sesuai prosedur dan landasan hukum yang berlaku

Terimakasih

Daftar Pustaka
Munim Abdul, Tjiptomartono Agung L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Edisi Revisi. Jakarta : Sagung Seto 2008.

Anda mungkin juga menyukai