Anda di halaman 1dari 10

1 | F i k i h Mu a ma l a h

Riba

AnggiGusela (TH 4)

Ilustrasi

Hakmilikatashartadenganakad-akadpertukaran di
antarasesamaadalahsalahsatuhal yang sangatpenting.
Sejakdahulumanusiasudahmelakukantukarmenukarharta yang
disebutdengan barter. Kemudianmanusiamenemukanalattukar yang
lebihfleksibelhingga barter tidaklagidilakukan.
Makalahirlahberbagaimacamakadharta, sepertijualbeli, sewamenyewa,
pinjammeminjam, upahatasjasa, pemodalanusahasertabagihasilnya,
dan lain sebagainya.
Namun, di sampingberbagaimacamakadhartatersebut,
adasatufenomena yang senantiasaterjadi di setiapmasa, yakni yang
secarakhususdikenaldengansebutanribadalam agama
Islam.Fenomenaribainisenantiasajaditopikhangatdalamperekonomianu
mat Islam. Ribabahkanterjadipadasemua agama samawitermasuk
orang-orang Yahudi yang menyamakanantararibadanjualbeli, duahal
yang sebenarnyasangatberbeda.
1

Larangan riba sebenarnya sudah jelas dalam al-Quran dan as-
Sunnah, cukup banyak yang mengutarakan dan mencelanya, sehingga
pada prinsipnya keharaman riba itu disepakati. Akan tetapi dalam
perkembangan zaman, umat Islam mulai dihadapkan dengan kontak
peradaban barat. Perbankan yang mensyaratkan adanya bunga
merupakan bagian dari peradaban ekonomi mereka. Maka konsep riba
yang dianggap final status hukumnya mulai ditinjau kembali oleh para
tokoh pembaharu Islam.
Kehadirin institusi perbankan dalam Islam, sebenarnya
bukanlah hal asing karena sudah dikenal sejak zaman pertengahan
dulu. Namun ketika dikaitkan denga sistem perbankan modern saat ini,
maka kegiatan perbankan jadi soal baru dalam dunia keislaman.
Karena itu, jika ditinjau dalam hukum Islam, ini menjadi masalah
ijtihadiyyah. Sebagai masalah ijtihadiyyah, perbedaan pendapat
tak kan pernah terlepas daripadanya.

Sekelumit PengertianRiba
RibadalamKamusBahasa Indonesiamempunyaitidakkurangdaritigamakna,
yaitupelepasuang, lintahdarat, danbungauang;
rente.
2
Sedangkanjikadirujukdalambahasaasalnya;bahasaumat Islam yaknibahasa
Arab, makariba() terambil dari akar kata - artinyatambahan() atau
berkembang. Sebagaimanadisebutdalamayat-ayat berikut:

1
QS. Al-Baqarah: 275.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, hal. 1208.
2 | F i k i h Mu a ma l a h

...O4O>4O-LEEg`E-.-O)4L^
4O^E_^1U447.E^-;EO4u--
;e44O4;e44:^4}g`]OuEeg
1)_4^)

Dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah).)QS. al-Hajj: 5(
W-O=E4Oc4Ojgj4O-EOLE
EOuO4O)-O^
Maka (masing-masing) mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu Allah
menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras. (QS. al-Haaqqah: 10)

Arti kata riba dalam ayat pertama yakni QS. al-Hajj: 5 adalah bertambahnya
kesuburan atas tanah,
3
sedang di ayat yang kedua yakni QS. al-Haaqqah: 10
maknanya adalah bertambah kerasnya siksaan.
4

Menurut Abdullah al-Bassam riba adalah tambahan dalam sesuatu yang khusus
yakni syariat.
5
Sejalan pula dengan ar-Raghib al-Asfahani yang menakrifkan riba
dengan tambahan terhadap pokok harta yang khusus dalam masalah syara.
6
Dan
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menambahkan bahwa riba adalah tambahan dalam
pokok harta, baik sedikit ataupun banyak.
7

Pembahasan KeharamanRiba
Riba dimuthlakkan kepada seluruh jual beli yang haram. Bahkan secara global
umat telah ijma (sepakat) akan keharamannya, dan hanya sedikit saja berselisih
pendapat; yakni dalam perincian-perincian riba, hadis-hadis tentang larangannya,
dan tercelanya orang yang berbuat riba.
8
Berikut ini dalil-dalil yang menjadi dasar
pengharaman terhadap riba.
1. Dalil al-Quran
Ahmad Sarwat dalam bukunya Fiqh al-Hayat--mengutip penjelasan Dr.
Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munirmemaparkan bahwa riba diharamkan

3
Muhammad Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafaasir, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan pertama, jld. 2, hal.
283.
4
Ibid, jld. 3, hal. 435
5
Abdullah bin Abdur Rahman al-Bassam, Taudih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, Kairo, Darul Atsar,
, Cetakan pertama, jld. 3, hal. 229. LihatjugaSyaikhAbiAbdillahAbdus Salam AllusydalamIbanah al-
Ahkam: SyarhBulugh al-Maram, jld. 3, hal. 73.
6
Ar-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fii Gharib al-Quran, Beirut, Dar al-Marifah, cetakan pertama,
hal. 193.
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , Jakarta, Cakrawala Publishing, jld. 5, hal. 223. Alih bahasa oleh:
Abdurrahim dan Masrukhin.
8
Imam Muhammad bin Ismail ash-Shanani, Subul as-Salam: Syarh Bulugh al-Maram, Beirut, Dar al-
Fikr, jld 3, hal. 65. Lihat juga Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, jld. 5, hal. 3699.
3 | F i k i h Mu a ma l a h

dalam al-Quran dengan empat tahapan.
9
Empat tehapan tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Tahap Pertama
.4`4+uO>-47}g)`6jOW-4O+u
O=OgEO)4O^`+EEL-EW-O+
O4CE4gN*.-W.4`4+uO>-47}g)
`E_OEEe]C@O>4O;_4*.-Elj
^qN-4pOg;_^-^@_
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).(QS. ar-Ruum: 39)
Ayat ini turun di Mekkah. Menjadi awal mula diharamkannya riba dengan
urgensi untuk menjauhi riba.
b) Tahap Kedua
UO):=}g)`-g~-.-W-1E-E4^
`OEOjgOU4N`e4lj1C;e^UgOq+
Og-g-=)4}4NO):Ec*.--LOOg
1E^gNg-Ou4W-_O4@O-
;~4W-Og+++OuL4N)_)U^444O
^`+EEL-gC4l^)_4^;4-
;N44@OgUggu+g`-EO4N
V1g^g
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan
Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.(QS. an-Nisa: 160-161)
Ayat ini turun di Madinah dan menceritakan tentang prilaku Yahudi yang
memakan riba dan dihukum Allah. Ayat ini merupakan peringatan bagi pelaku
riba.
c) Tahap Ketiga
E_GC^4C-g~-.-W-ON44`-47W-O
U>W--O4@O-LE;LOE
E_G`WW-OE>-4-.-7+UE
4pO)U^>^@
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.(QS. Alu Imran: 130).
Pada tahap ini al-Quran mengharamkan jenis riba yang bersifat fahisy, yaitu
riba jahiliyyah yang bersifat lipat ganda.

d) Tahap Kempat
E_GC^4C-g~-.-W-ONL4`-47W-O
4>--.-W-+OO44`4O4=}g`W
--O4@O-p)+L74-gLg`uG`^g_

9
Ahmad Sarwat, Fikhul Hayat, Jakarta, DU Publishing, hal. 40.
4 | F i k i h Mu a ma l a h

gp)-W-OUE^>W-O+^OOE
)=}g)`*.-g).Oc4O4Wp)4+
:>:U+E+7+O:g4O^`]O
)U;>4]OU;>^g__
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan
rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.(Qs. al-baqarah: 278-279).
Pada tahap ini al-Quran telah mengharamkan seluruh jenis riba dengan segala
macamnya. Alif Lam pada kata mempunyai fungsi lil jins, maksudnya
diharamkan semua jenis dan macam riba, dan bukan hanya pada riba jahiliyyah
saja atau riba nasiah. Hal yang sama pada alif lam dalam kata yang berarti
semua jenis jual beli.
2. Dalil as-Sunnah.
Riba diharamkan pada tahun 8 atau 9 Hijrah.
10
Dalil sunnahnya sebagai
berikut:
. . ...
Dari Abi Hurairah dia berjata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: jauhilah oleh
kalian tujuh hal yang mencelakakan (diantaranya).... memakan riba (HR.
Muttafaq Alaih).

Dari Jabir di berkata: Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, yang memberi,
yang mencatat, dan dua saksinya. Beliau bersabda: mereka semua sama.
(HR.Muslimdan Bukhari sepertinya dari hadis Abi Juhaifah).
3. Dalil Ijma.
Umat Islam telah ijma (sepakat) bahwa riba hukumnya haram. Al-Mawardi
berkata: sehingga dikatakan bahwa riba tidak halal dalam urusan syariat
saja.Ijma ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS. an-Nisa: 161.
Ng-Ou4W-_O4@O-;~4W-O
g+++OuL4N)_)U^444O^`+EE
L-gC4l^)_4^;4-;N44
@OgUggu+g`-EO4NV1g
^g

Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah
dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan
jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di
antara mereka itu siksa yang pedih.
11

Riba yang diharamkan dalam Islam ada dua macam, yaitu:
Pertama, riba nasiah; riba ini merupakan satu-satunya riba yang dikenal oleh
orang Arab jahiliah, yaitu riba yang diambil karena pengakhiran atau
penangguhan pelunasan hutang sampai waktu yang baru.
12


10
Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Damaskus, Dar al-Fikr, cetakan ke-8, tahun 2005, jld.
5, hal. 3698.
11
Ibid, hal. 3699.
12
Ibid.
5 | F i k i h Mu a ma l a h

Kedua, riba fadhl; yakni jual beli pada enam macam benda yang jadi pokok
kebutuhan hidup; yaitu emas, perak, gandum, beras, garam dan kurma. Lain
halnya dengan yang pertama, yang haramnya adalah dengan dalil-dalil al-Quran
dan as-Sunnah secara langsung. Riba ini diharamkan dengan sadzu dzariah,
karena mencegah agar tidak menjerumuskan kita kepada riba nasiah.
Pembagian Riba Kepada Beberapa Jenis
Jumhur ulama fuqaha membagi riba jual beli kepada dua macam, yakni riba
nasiah dan riba fadhl, seperti yang tersebut di atas.
13
Sedangkan para ulama
syafiiyyah membaginya kepada tiga macam; yakni riba nasiah, riba fadhl, dan
ditambah riba al-yad, yaitu riba jual beli dengan mengakhirkan atau menyempurnakan
ganti dengan barang yang berbeda jenis, seperti membayar gandum dengan beras,
yang sebelumnya tidak ada dalam akad. Riba ini sebenarnya termasuk kepada riba
nasiah jika memakai tarif hanafiyyah.
14

Hikmah Pengharaman Riba
Para ulama sudah banyak mengungkapkan dalam tulisan-tulisan mereka
mengenai manfaat dan faidah-faidah yang melimpah dari diharamkannya riba. Berikut
saya paparkan di antaranya secara singkat:
1. Karena riba dapat menjerumuskan seorang kepada permusuhan dan
menjauhkan dari tolong menolong, maka dengan diharamkannya akan
menjauhkan setiap orang dari sifat-sifat tercela tersebut.
2. Riba itu mengakibatkan timbulnya kelas-kelas tersendiri bagi orang kaya yang
enggan bekerja. Maka Islam mengharamkannya agar orang-orang semangat
berkreasi, memompa sepirit untuk mendapatkan penghasilan dengan jalan
terbaik, yakni dengan bekerja.
3. Menghindarkan setiap orang dari sikap imperialisme dan penindasan-
penindasan terhadap kaum yang lemah.
15

4. Menunaikan kelembutan dan kasih sayang terhadap sesama manusia.
5. Membelenggu kekuatan si kuat terhadap si lemah
6. Menghapus kemadaratan yang besar bagi manusia
16

Pandangan-pandangan Sekitar Riba
Para ulama sejak dahulu hingga kini, ketika membahas masalah riba, tidak
melihat esensi riba guna sekadar mengetahuinya, tetapi mereka melihat dan
membahasnya sambil meletakkan di pelupuk mata hati mereka beberapa praktek
transaksi ekonomi guna mengetahui dan menetapkan apakah praktek-praktek tersebut
sama dengan riba yang diharamkan itu sehingga ia pun menjadi haram, ataukah tidak
sama.
Dalam tahap prakteknya, sejak zaman sahabat sudah muncul perbedaan.
Perbedaan-perbedaan ini antara lain disebabkan oleh wahyu mengenai riba yang
terakhir turun kepada Rasul saw. beberapa waktu sebelum beliau wafat, sampai-

13
Ibid, hal. 3700.
14
Ibid, hal. 3704.
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , Jakarta, Cakrawala Publishing, jld. 5, hal. 227. Alih bahasa oleh:
Abdurrahim dan Masrukhin.
16
Wabah Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, hal. 3713.
6 | F i k i h Mu a ma l a h

sampai 'Umar bin Khaththab r.a. sangat mendambakan kejelasan masalah riba
ini.Beliauberkata:"Sesungguhnyatermasukdalambagianakhir Al-Quran yang turun,
adalahayat-ayatriba. Rasulullah wafat sebelum beliau menjelaskannya. Maka
tinggalkanlah apa yang meragukan kamu kepada apa yang tidak meragukan kamu."
Berikut paparan sinngkat mengenai perbedaan-perbedaan pendapat sekitar riba.
17

Perbedaan pandangan ini secara global terjadi ketika memahami kalimat
LOEE_G`LE; dalam QS. Alu Imran: 130. Ada
yang mengatakan bahwa pada semua ayat tentang riba, tidak ada satupun ayat yang
menerangkan batasan-batasannya, sedangkan kalimat adafan mudhaafah ayang
artinya berlipat ganda sendiri hanyalah menunjukan kejelekan riba atau menunjukan
satu daripada sifat riba yang haram, sehingga seluruh riba; baik berlipat ganda
ataupun tidak; tanpa terkecuali hukumnya adalah haram.
Pandangan yang sedikit berbeda ditunjukan oleh salah satu ulama kenamaan
Indonesia, seorang yang dikenal sebagai tokoh pembaharuan Islam di Indonesia;
yakni A. Hassan. Dalam tulisannya, ketika mengupas mengenai riba A. Hassan
mengungkapkan bahwa seluruh ayat dan hadis yang berbicara tentang riba dalam ilmu
ushul fikih dinamakan Muthlaq atau umum karena tidak mengikat dan tidak pula
memberi batasan keharaman riba kecuali satu ayat; yaitu QS. Alu Imran: 130. Dalam
pandangan A. Hassan, ayat ini bersifat muqayyad; ,mengikat. Sehingga seluruh
keterangan tentang riba yang muthlak menurut kaidah ushul fikih harus ditarik kepada
yang muqoyyad, jadi yang dipakai sandaran hukum adalah keterangan yang
muqayyad.
18

Kemudian A. Hassan memberikan contoh, seorang dokter berkata kepada
pasiennya: Dengan penyakit anda sekarang ini, anda tidak boleh makan nasi. Lantas
ketika menjelang pulang sang dokter berkata kembali, Ingat! jangan makan pedas,
asam, dan jangan makan nasi terlalu banyak!. Nah, perkataan dokter yang kedua ini,
Jangan makan nasi terlalu banyak, tentunya menunjukan bahwa jika makan nasi
sedikit berarti boleh. Perkataan yang pertama Jangan makan nasi ditarik kepada
perkataan yang kedua, jangan makan nasi terlalu banyak. Demikian kaidah dalam
ilmu ushul fikih, sehingga mengenai riba pun, keterangan yang dipaakai adalah yang
muqayyad; yakni QS. Alu Imran: 130. Kesimpulannya menurut A. Hassan riba yang
adafan mudhaafah atau berllipat ganda itu haram, sedangkan yang sebaliknya;
yang tidak berlipat ganda dan yang tidak membawa kepada berlipat gandaitu tidak
haram.
19

Al-Quran dan hadis tidak menerangkan batasan mengenai riba itu, bukanlah
karena lupa atau tidak sempat, bahkan justru sengaja dibiarkan. Lantaran memberikan
kelonggaran kepada kita untuk mengatur keduniaan, menurut zaman, tempat, dan
keadaan. Kita percaya dan mengakui Allah telah mengharamkan riba, dan kita
percaya pula bahwa yang sudah tentu haramnya adalah yang berlipat ganda, adapun
riba yang sedikit dan tidak membawa kepada berganda-ganda, sedang kita
bicarakan.Demikian lanjut A. Hassan.
20


17
M. Quraish Shihab, Riba Dalam al-Quran, hal. 1 (makalah).
18
A. Hassan, Kumpulan Risalah, Bangil, Pustaka Elbina, Cetakan pertama, thn. 2005, hal. 252.
19
Ibid, hal. 253-253.
20
Ibid. Hal. 253.
7 | F i k i h Mu a ma l a h

Selanjutnya, sebelum memaparkan sifat-sifat riba yang haram dan tidak
haram, lebih dahulu A. Hassan memberikan 2 poin pendahuluan. Pertama, Oleh
sebab orang-orang di zaman Nabi Saw. kebanyakannya sudah mengalami zaman
jahiliyyah, maka mereka sudah mengalami pula kejelekan dan bahaya riba, sehingga
turun ayat yang mengharamkan riba. Setelah itu riba ditinggalkan sama sekali, sedang
orang yang tukang riba dalam Islam, dalam sejarah tidak terlihat kecuali satu dua
orang saja. Itupun sesudah mereka masuk Islam,, dengan kesucian hati mereka,
mereka tinggalkan ynag dipandang jelek oleh pikiran yang sehat. Namun, dengan
sebab riba yang berlipat ganda maupun yang tidak itu ditinggalkan sama sekali, ini
tidak menunjukan bahwa riba yang sedikit juga haram.Kedua, ada keterangan Umar
berkhutbah sewafatnya Rasulullah Saw.; beliau belum menerangkan tentang riba.
21

Setelah itu, barulah A. Hassan memaparkan sifat-sifat ribayang haram,
1. Adanya paksaan. Orang yang berhutang dipaksa membayar, jika tidak bisa
maka hutangnya ditanbah, umpama hutang 100 ribi jadi 150 atau 200 ribu dan
seterusnya.
2. Dlarar, yakni kesusahan dan kepayahan. Umpama, yang berhutang tidak
dapat untung dari usahanya, ia tidak dapat membayar hutangnya karena riba
tersebut.
3. Berlipat ganda, yakni riba jahiliyyah yang sudah dijelaskan oleh banyak
mufassir.
22

Lebih jauh, sebaliknya dijelaskan pula sifat-sifat riba yang tidak haram.
1. Tidak berlipat ganda.
2. Tidak mendorong kepada yang berlipat ganda
3. Tidak mahal, yaiut sekiranya orang yang berhutang dapat berusaha mengganti
modalnya dan membayar hutang bersama ribanya tanpa mengalami kerugian.
4. Pinjaman itu hendaklah untuk usaha, berdagang, bertani, dan sebagainya. Jika
hutang atau pinjaman bukan untuk usaha yang mendatangkan hasil, maka
tentu akan mendatangkan kerugian, walaupun ribanya murah.
23

Diakhir penjelasannya, A. Hassan menegaskan bahwa kasarnya hukum agama
itu terbagi kepada tiga. Pertama, yang berkaitan dengan itiqad (aqidah); dalam hal ini
wajib mempercayai semua yang diwajibkan agama. Kedua, yang berhubungan dengan
ibadah; yang wajib maka wajib dilaksanakan, yang sunnat maka sunnat dilaksanakan,
yang kufur haram dikerjakan, dan semua yang dianggap ibadah padahal tidak ada
keterangannya dari agama, maka itu bidah, dan yang bidah itu sesat. Ketiga, yang
berkaitan dengan keduniaan; tidak ada yang maksuh atau haram kecuali yang
diharamkan dan dimakruhkan oleh agama; tidak ada yang wajib atau sunnat kecuali
yang diwajibkan atau disunanatkan oleh agama; selain dari iru kita bebas
melakukannya, asal tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
24

Alasan-alasan yang dikemukakan oleh A. Hassan ini mendorongnya pada
kesimpulan bahwa tidak semua tambahan atau riba itu haram. Termasuk juga bunga

21
Ibid. Hal. 253-254.
22
Ibid. Hal. 254-255.
23
Ibid. Hal. 255-256.
24
Ibid. Hal. 256.
8 | F i k i h Mu a ma l a h

Bank; boleh-boleh saja asal memenuhi kriteria atau sifat-sifat yang sudah dirumuskan,
yakni tidak ada paksaan hingga jadi mendzalimi, tidak ada dlarar hingga mendzalimi,
dan tidak berlipat ganda hingga mendzalimi.
25

Di Indonesia, tampaknya bukan hanya A. Hassan yang berkesimpulan
demikian. Tercatat ulam sekelas M. Quraish Shihab pun tampaknya senada
dengannya. Dalam sebuah makalah, dengan gaya berbeda namun jalan pikiran yang
hampir sama, ia berkesimpulan tidak jauh dengan kesimpulan A. Hassan.
Mengawali analisanya tentang Riba dalam al-Quran, M. Quraish Shihab
terlebih dahulu memaparkan secara ringkas kesejarah riba pada masa jahiliyyah, mirip
dengan dua pendahuluan yang juga dipaparkan oleh A. Hassan. Kendati ia pun
mengutip penjelasan al-Maraghi dan Al-Shabuni bahwatahap-tahap pembicaraan Al-
Quran tentangriba sama dengan tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman
keras), yang pada tahappertama sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di
dalamnya (Al-Rum: 39),kemudian disusul dengan isyarat tentang keharamannya (Al-
Nisa': 161). Selanjutnyapada tahap ketiga, secara eksplisit, dinyatakan keharaman
salah satu bentuknya (Alu 'Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara
total dalam berbagai bentuknya(Al-Baqarah: 278).
Namun, ia menjelaskan bahwa dua mufassir tersebut tidakmengemukakan
suatu riwayat yang mendukungnya, sementara para ulama sepakat bahwamustahil
mengetahui urutan turunnya ayat tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih,dan
bahwa turunnya satu surat mendahului surat yang lain tidak secara
otomatismenjadikan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu
mendahuluiseluruh ayat dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas dasar
pertimbangantersebut, kita cenderung untuk hanya menetapkan dan membahas ayat
pertama danterakhir menyangkut riba, kemudian menjadikan kedua ayat yang tidak
jelas kedudukantahapan turunnya sebagai tahapan pertengahan.
Hemat kami, untuk menyelesaikan hal ini perlu diperhatikan ayat terakhir
yang turun menyangkut riba, khususnya kata-kata kunci yang terdapat di sana.
Karena, sekalipun teks adh'afan mudha'afah merupakan syarat, namun pada akhirnya
yang menentukan esensi riba yang diharamkan adalah ayat-ayat pada tahapan ketiga.
Di sini yang pertama dijadikan kunci adalah firman Allah wa dzaru ma
bagiya min alriba. Pertanyaan yang timbul adalah: Apakah kata al-riba yang
berbentuk ma'rifah (definite) ini merujuk kepada riba adh'afan mudha'afah ataukah
tidak?. Demikian tulis M. Quraish Shihab.
26

Hingga akhirnya, di memberikan kesimpulan bahwa yang dapat kita
garisbawahi adalah bahwa riba pada masa turunnya Al-Quran adalah kelebihan yang
dipungut bersama jumlah utang yang mengandung unsur penganiayaan dan
penindasan, bukan sekadar kelebihan atau penambahan jumlah utang.

25
Ibid. 258-259. Lihat juga Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama, jld 1-2, Bandung , CV.
Diponegoro, Cet. 15, thn. 2007, hal. 678. Dalam buku tersebut, ketika ditanya mengenai bunga Bank
dengan tidak ada aqad atau perjanjian, dengan tegas A. Hassan menjawab Boleh diambil.
26
M. Quraish Shihab, Riba Dalam al-Quran, hal. 6 (makalah).
9 | F i k i h Mu a ma l a h

Kesimpulan di atas diperkuat pula dengan paktek Nabi saw. yang membayar
utangnyadengan penambahan atau nilai lebih. Sahabat Nabi, Abu Hurairah,
memberitahukanbahwa Nabi saw. pernah meminjam seekor unta dengan usia tertentu
kepada seseorang,kemudian orang tersebut datang kepada Nabi untuk menagihnya.
Dan ketikaitudicarikanunta yang sesuaiumurnyadenganunta yang
dipinjamnyaitutetapiNabitidakmendapatkankecuali yang lebihtua.
Makabeliaumemerintahkanuntukmemberikanuntatersebutkepada orang yang
meminjamkannyakepadanya, sambilbersabda, "Innakhayrakumahsanukumqadha'an"
(Sebaik-baikkamuadalah yang sebaik-baiknyamembayarutang).
Jabir, sahabat Nabi, memberitahukan pula bahwa ia pernah mengutangi Nabi
saw. Danketika ia mendatangi beliau, dibayarnya utangnya dan dilebihkannya. Hadis
di ataskemudiandiriwayatkanolehBukharidan Muslim.
Benar bahwa ada pula riwayat yang menyatakan bahwa kullu qardin jarra
manfa'atanfahuwa haram (setiap piutang yang menarik atau menghasilkan manfaat,
maka ia adalahharam). Tetapi hadis ini dinilai oleh para ulama hadis sebagai hadis
yang tidak dapatdipertanggungjawabkan kesahihannya, sehingga ia tidak dapat
dijadikan dasar hukum.
Lalu sebagai penutup, ia mengutip perkataan Rasyid Ridla dalam tafsir al-
Manar, bahwa, Tidak pula termasuk dalam pengertian riba, jika seseorang yang
memberikan kepada orang lain harta (uang) untuk diinvestasikan sambil menetapkan
baginya dari hasil usahatersebut kadar tertentu. Karena transaksi ini menguntungkan
bagi pengelola dan bagipemilik harta, sedangkan riba yang diharamkan merugikan
salah seorang tanpa satu dosa(sebab) kecuali keterpaksaannya, serta menguntungkan
pihak lain tanpa usaha kecualipenganiayaan dan kelobaan. Dengandemikian,
tidakmungkinketetapanhukumnyamenjadisamadalampandangankeadilanTuhandantida
k pula kemudiandalampandanganseorang yang berakalatauberlakuadil."
27

Secarik Kesimpulan
Dengan ulasan yang cukup panjang lebar dalam makalah sederhana ini, dan
juga alasan-alasan atau argumen-argumen yang penulis kutip dari tulisan-tulisan para
pakar, maka penulis menarik kesimpulan bahwa memang tidak semua riba atau
tambahan itu haram. Al-Quran dan hadis pun secara jelas tidak memberikan batasan,
dan karena dalilnya umum, maka tentu tidak bisa kita batas-batasi kecuali dengan
keterangan atau riwayat yang kuat.
Seandainya tidak menimbulkan penindasan dan penganiayaan, dan juga tidak
menghilangkan illat dari hikmah pengharamannya, maka selama itu tidak jadi
masalah untuk dilakukan, Apalagi jika hal ini justru mendatangkan manfaat yang
besar.
Demikian kesimpulan sementara penulis, dengan sesadar-sadarnya akan segala
keterbatasan dan kekeurangan, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
Wallahu alam.

27
Ibid. Hal. 9.
10 | F i k i h Mu a ma l a h


Daftar Pustaka
ZuhailiWahbah, Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Damaskus, Dar al-Fikr, tahun 2005,
jld. 5.
HassanA., Kumpulan Risalah, Bangil, Pustaka Elbina, thn. 2005.
Quraish ShihabM., Riba Dalam al-Quran(makalah).
Ahmad Sarwat, Fikhul Hayat, Jakarta, DU Publishing.
Hassan A.,Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama, jld 1-2, Bandung , CV.
Diponegoro.
SabiqSayyid, Fikih Sunnah , Jakarta, Cakrawala Publishing, jld. 5.
al-AsfahaniAr-Raghib, al-Mufradat fii Gharib al-Quran, Beirut, Dar al-Marifah.
ash-ShabuniMuhammad Ali, Shafwah at-Tafaasir, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan
pertama, jld. 2.
ash-ShananiMuhammad bin Ismail, Subul as-Salam: Syarh Bulugh al-Maram,
Beirut, Dar al-Fikr.
Abdus Salam AllusyAbiAbdillah,Ibanah al-Ahkam: SyarhBulugh al-Maram, jld. 3.
al-BassamAbdullah bin Abdur Rahman, Taudih al-Ahkam min Bulugh al-Maram,
Kairo, Darul Atsar.
Kamus Pusat BahasaTim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai