Anda di halaman 1dari 22

RENCANA AKSI PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2010 - 2014

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2011

Lampiran 3

KATA PENGANTAR
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010-2014 yang ditetapkan berdasarkan Kepmenkes Nomor 021 Tahun 2011. Renstra tersebut merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat berbagai program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk kurun waktu tahun 2010-2014, dengan penekanan pada pencapaian sasaran global, regional, nasional dan lokal serta dengan memperhatikan perubahan dinamis pembangunan kesehatan. Dengan tersusunnya Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, maka unit utama (Esleon I) berkewajiban menyusun Rencana Aksi Program 5 (lima) tahunan, sedangkan unit Eselon II dan Satuan Kerja (Satker) menyusun Rencana Aksi Kegiatan 5 (lima) tahunan. Melalui kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya dan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas perhatian, bantuan dan kontribusinya dalam penyusunan Rencana Aksi Program ini. Semoga Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2010-2014 ini bermanfaat dalam penyusunan Rencana Aksi Kegiatan dan peningkatan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di Indonesia. Direktur Jenderal PP dan PL,

KONTRIBUTOR
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, dr. I Nyoman Kandun, MPH, dr. Indriono Tantoro, MPH, dr. Andi Muhadir, MPH, dr. Muhammad Subuh, MPHM, dr. Rita Kusrihastuti, MSc, dr. Azimal, MKes, drh. Wilfred Purba, MKes, dr. Imam Triyanto,MPH, dr. Oenedo Gumarang, MPH, dr. Syahril Aritonang,MKes, dr. Slamet, MHA, dr. I Nyoman Murtiyasa, dr. Tunggul P. Sihombing,MHA, drs. Maryadi Broto, Nandi Pinta, SKM, MEpid, Sudarko, SKM, M.Kes, dr. Bambang M Budiharto S, MM, dr. Yusnidar, M.Kes, Drs. Mawarzy, Rahmat Subakti,SKM,Mkes, Efrijon, SKM, Tadjudin Lodewyk, SH, H. Sabilal Rasyid, SKM, M.Kes, Abdul Salam, SKM, M.Si, Andiek Ochman, SKM, M .Kes, Shirley MR, SKM, M.Si, dr. H. Zamhir S, M.Epid, Alexander D Payung, M.kes, H. Anas, SKM, M.kes, Heri Widiyanto, SKM , MPPM, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes, dr. H.Karsudi,Mkes, dr. Jefri Hasurungan Sitorus, Junghan Sitorus, SKM, M.Kes, Nehemia Solomahu, S.Sos, M.Kes, Mangatur Simanjuntak, SKM, M.Kes, H. Sayuti, SKM ,M.Kes, Endang Saifudin, SKM, M.Kes, Fauzi Suherman, SKM, M.Epid, Bachtiar Agus W, SKM, MSc.PH, dr. Iskandar, M.Kes, Wilhemina Nahumury, S.Sos, Ruslan Fajar, SKM, Brata Sugema, SKM, Anshari, SKM, Warmo, SKM, MKes, dr. H.Sukiman, MKes, Daniel Supodo, Dipl.SE, MScPH, Syarifudin Labanu, SH, MM, Kaston Sidahuruk, SKM, DR. Hari Santoso, SKM, MEpid, Harry Purwanto, SKM.,M.Epid, dr. Sandra Diah Ratih, MHA, Moch. Mardi,SKM.,M.Kes, drg.Dyah Erti Mustikawati.,MPH, dr Widyaningrum, dr. Arie Bratasena, drg. Rini Noviani, dr. Christina Widaningrum,Mkes, dr. Bangkit Hutajulu.,MSc.PH, drh. Misriyah.,M.Epid, Drs. Saktiyono.,MSc, drs. Winarno, MSc, dr. Siti Nadya,M.Epid, dr. Lili Banona Rivai.,M.,Epid, dr. Basalamah Fatum.,MKM, DR. Sonny P Warouw, SKM.,Mkes, Sumarsinah, SKM.M.Epid, dr. Cecep Ali Akbar, Zaenal Ilyas Nampira,SKM.,Mkes, drs. Nanang Besmawanto.,Msi, Dirman Siswoyo,SKM.,Mkes, Ir. Biskar Karmita.,MM, drs. Sri Wahyudi.,Mkes, Sujais, SKM, MM, Barlian, SH, MKes, Dorsinta Simangunsong, SE, Atik Yuliharti, SKM, MKes, Marjuned,SKM.,Mkes, Astuki, SKM, Slamet Mulsiswanto, SKM, Drs. Edy Kusnadi SE, Slamet Mulsiswanto,SKM

EDITOR
dr. Yusharmen, DCommH.MSc, Bambang Wahyudi, SKM, MM, Achmad Djohari, SKM, MM, Raiseki, SKM, MM, dr. Desak Made Wismarini, MKM, dr. Toni Wandra, M.Kes. Ph.D

SEKRETARIAT
Ir. Ade Sutrisno,M.Kes, Rachmat Basuki, SKM, MSc.PH, Sri Hartuti, SSos, MSi, Hikmah Sari, SKM, MSc.PH, dr. Theresia Hermin S, Syamsu Alam, SKM,M.Epid, Sherly Hinelo, SKM, MKM, Rusmawati Silaban, SKM, M.Kes, Nugroho, SKM, Muji Yuswanto, S.Kom, Dhelina, S.Farm (Apt), Sumarno, S.Sos, Sri Suesti, SE, Nurmaijah, SH, Tuti Lestari, AMD, Husni Mocthar, SKM, dr Tia Mardiah.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP 195509031980121001

38

Unit Organisasi Pelaksana 2010 2011 2012 20134 2014

DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar ..................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................. I. PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang ...................................................................... B. Kondisi Umum ....................................................................... C. Isu Strategis .......................................................................... D. Dasar Hukum ........................................................................ E. Organiasasi dan Ketenagaan ............................................... VISI, MISI, NILAI-NILAI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS A. Visi ......................................................................................... B. Misi ........................................................................................ C. Nilai-nilai ................................................................................ D. Tujuan ................................................................................... E. Sasaran Strategis .................................................................. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI .......................................... A. Arah Kebijakan ...................................................................... B. Strategi .................................................................................. PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN ............................................................................. PENYELENGGARAAN ................................................................ i ii 1 1 2 13 14 15 16 16 16 16 17 18 19 19 20 20 24

50 40 30 20 10 9.

RSPI-SS Pengembangan dan penyelenggaraan pusat kajian dan pusat rujukan nasional penyakit infeksi Penyelenggaraan kajian dan rujukan nasional penyakit infeksi 1. Pertumbuhan Kajian Penyakit Infeksi untuk menunjang program PP dan PL 2. Kualitas Pelayanan Rujukan Penyakit Infeksi sesuai Standar (NDR, Infeksi Nosokomial) 35 33 31 28 25

II.

III.

IV. V. VI. VII.

KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL PP DAN PL .................................................................................. 27 PEMANTAUAN DAN PENILAIAN ................................................ 29 29

VIII. PENUTUP .................................................................................... LAMPIRAN Lampiran 1. Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ............................ Lampiran 2. Matriks Pendanaan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ........................... Lampiran 3. Kontributor .......................................................................

30 37 38

ii

No. Program/Kegiatan

Outcom/Output

Indikator

Target

37

Unit Organisasi Pelaksana

I. PENDAHULUAN
Sekretariat Ditjen P2PL KKP BBTKL

A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebagai salah satu pilar utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, berdaya saing, dan indeks pembangunan manusia. Untuk itu pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Sebagai bagian dari pembangunan nasional, pembangunan kesehatan hendaklah dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan. Kontribusi dari seluruh komponen bangsa, baik melalui peran pemerintah, civil society organization maupun masyarakat ( household ) telah berhasil meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, seperti angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi yang terus menurun dan umur harapan hidup yang semakin meningkat. Pencapaian tersebut juga tidak terlepas dari keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan antara lain ditandai

dengan meningkatnya cakupan imunisasi dan menurunya kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, meningkatnya penemuan kasus tuberkulosis secara aktif disertai pengobatan, program eliminasi malaria, filariasis, dan kusta, penemuan dan pengobatan HIV-AIDS secara intensif, peningkatan pengendalian diare dan pneumonia, pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, meningkatnya akses terhadap sumber air minum yang berkualitas dan sanitasi dasar yang layak, membaiknya kondisi kualitas air minum dari penyelenggara air minum, upaya percepatan pembangunan sanitasi pemukiman dan pengembangan wilayah sehat. Upaya tersebut sejalan dengan pengembangan pelayanan masyarakat, seperti Jamkesmas bagi penduduk miskin, peningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui pengembangan pos kesehatan desa, penempatan tenaga medis dan nonmedis, serta pemberian informasi dan pengetahuan kesehatan dasar kepada seluruh lapisan masyarakat menuju masyarakat yang mandiri dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Meskipun demikian, upaya yang lebih intensif masih sangat diperlukan, mengingat masalah kesehatan masyarakat cenderung semakin komplek dan munculnya tantangan baru baik dalam skala nasional, maupun global. Hal ini

2010 2011 2012 20134 2014

100

59

21

100

59

Target

21

100

59

21

100

59

21

100

60

59

21

75

75

80

85

Meningkatnya 1. Jumlah UPT Vertikal yang ditingdukungan manajemen katkan sarana dan prasarananya dan pelaksanaan 2. Jumlah rancangan regulasi dan tugas teknis lainnya standar yang disusun pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Terkendalinya seluruh kondisi potensial untuk melakukan cegah tangkal penyakit di pelabuhan, Bandar Udara dan PLBD (Pos Lintas Batas Darat 7. Penyelenggaraan PP dan PL di Pintu Gerbang Negara

No. Program/Kegiatan

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

36

8.

Penyelenggaraan PP dan PL berbasis laboratorium

Terlaksananya Pemeriksaan laboratorium dan lingkungan untuk penyakit berpotensi wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan faktor resiko lingkungannya

Outcom/Output

Jumlah Pemeriksaan laboratorium dan lingkungan untuk penyakit berpotensi wabah, penyakit menular/ tidak menular prioritas dan faktor resiko lingkungannya

Terkendalinya seluruh kondisi potensial untuk melakukan cegah tangkal penyakit di pelabuhan, Bandar Udara dan PLBD (Pos Lintas Batas Darat)

Indikator

B. Kondisi Umum Gambaran kondisi umum derajat kesehatan masyarakat Indonesia dalam dasawarsa terakhir mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari beberapa indikator kesehatan seperti Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Prevalensi gizi kurang pada balita, menurun dari 25,8% pada akhir tahun 2003 menjadi 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka Pada periode tahun 2004-2009, prevalensi malaria (API) menunjukkan gambaran yang fluktuatif. Pada tahun 2004 API di Indonesia sebesar 3,7 per 1000 penduduk, meningkat menjadi 4,1 per 1000 penduduk pada tahun 2005, sedangkan pada periode tahun 20062009 kembali menurun, yaitu dari 3,36 per 1000 penduduk (2006) menjadi 1,85 per 1000 penduduk (2009). Intensifikasi bersama GF (Global Fund) dalam pengendalian malaria telah dimulai pada tahun 2003 di kawasan Timur Indonesia, meliputi Provinsi Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat yang merupakan daerah

Outcom/Output

No. Program/Kegiatan

Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular

1. Persentase provinsi yang melakukan pembinaan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular (SE, deteksi dini, KIE dan penanganan kasus) 2. Persentase provinsi yang mempunyai peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan (Surat Edaran/ Instruksi/SK/Peraturan Gubernur/PERDA) 3. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular (SE, deteksi dini, KIE dan penanganan kasus) 4. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan IVA dan CBE dari 5% menjadi 25%. 5. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan (Surat Edaran/ Instruksi/SK/Peraturan Walikota/ Bupati/ PERDA) tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan

terlihat dengan adanya tansisi epidemiologi, transisi demografi dan lingkungan, perubahan sosia budaya masyarakat, perubahan keadan politik, ekonomi, keamanan, disparitas status kesehatan, kondisi kesehatan lingkungan yang belum memadai, perubahan gaya hidup masyarakat ( lifestyle ) yang tidak sehat dan meningkatnya faktor risiko penyakit, kinerja pelayanan kesehatan yang belum optimal, serta keterbatasan, kesenjangan dan belum meratanya distribusi SDM kesehatan. Sementara dalam skala global, Indonesia dituntut untuk dapat mewujudkan sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dan mengimplementasikan IHR 2005.

2010 2011 2012 20134 2014

kematian Balita menurun dari 46 per 1000 pada tahun 2003 (SDKI, 2003) menjadi 44 per 1000 pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 66,2 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Berdasarkan laporan rutin dari daerah, cakupan nasional program imunisasi secara umum menunjukkan peningkatan. Program tersebut akan lebih dioptimalkan dengan Kegiatan GAIN (Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional) Universal Child Immunization (UCI) untuk lebih meningkatkan persentase desa yang telah mencapai UCI hingga diatas 80% dimana pada tahun 2009 baru mencapai 69,6%.

100

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular 100

Unit Organisasi Pelaksana

30

25 20 15 10 5

25

90

Target

90

20

80

80

15

70

60

10

Indikator

10

50

40

15

20

25

30

35

2.500 5.500 11.000 16.000 20.000

2010 2011 2012 20134 2014

malaria dengan endemisitas tinggi. Kegiatan utama adalah meningkatkan penemuan penderita secara aktif melalui survei darah massal (mass blood survey), pembentukan posmaldes (pos malaria desa) sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat, kelambunisasi dan skrining malaria pada ibu hamil. Diharapkan dengan intensifikasi ini, eliminasi malaria di Indonesia tahun 2030 dan MDGs tahun 2015, yaitu angka penemuan kasus malaria 1 per 1000 penduduk dapat tercapai. Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dilaporkan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968. Kemudian jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 telah tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Pada awalnya angka kematian DBD sangat tinggi, namun dengan berbagai kegiatan pengendalian angka kematian tersebut dapat ditekan hingga 1,2% pada tahun 2004 dan 0,89% tahun 2009. Namun angka kesakitan DBD masih tetap tinggi, tahun 2004 tercatat sebesar 37,01 per 100.000 penduduk dan tahun 2009 meningkat menjadi 68,22 per 100.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) demam chikungunya dilporkan pertama kali di Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 1973. Sejak tahun 1985 seluruh propinsi di

Indonesia pernah melaporkan adanya KLB. Demam chikungunya termasuk kelompok arbovirosis dengan gejala utama nyeri pada persendian, sehingga dikenal masyarakat sebagai penyakit yang menyebabkan kelumpuhan. Meskipun biasanya tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi dengan kehilangan waktu kerja, karena harus beristirahat dalam waktu yang cukup lama. Pada tahun 2000 eliminasi filariasis telah dilakukan melalui dua pilar, yaitu pemutusan mata rantai penularan dan penanganan kasus. Tahun 2000 jumlah kasus kumulatif yang ditemukan sebesar 6.233 kasus, pada tahun 2004 dan 2009 meningkat 6.998 dan 11.914 kasus. Pada tahun 2009 telah dilakukan pengobatan massal terhadap lebih dari 16 juta orang. Diharapkan dengan keberhasilan penemuan kasus dan pengobatan massal, eliminasi filariasis tahun 2020 dapat dicapai di Indonesia. Penyakit yang tergolong terabaikan yaitu penyakit kecacingan, akan ditingkatkan kegiatan pengendaliannya melalui kerja sama lintas program dan lintas sektor. Di Indonesia juga ditemukan schistosomiasis (demam keong). Penyakit ini disebabkan oleh S. javonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania huensis lindoensis . Daerah endemis di

Unit Organisasi Pelaksana

Direktorat Penyehatan Lingkungan 100

100

100

100

63,5

100

72

83

80

90

93

80

70 65 60 55

Target

69

81

63

80

86

60

75

62,5

95

67

79

70

78

40

75

62

90

64

76

75

50

71

20

No. Program/Kegiatan

34

Penyehatan Lingkungan

Meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan

Outcom/Output

1. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas 2. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat 3. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat 4. Jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 5. Persentase kabupaten/kota/ kawasan yang telah melaksanakan kabupaten/kota/ kawasan sehat 6. Persentase penduduk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) 7. Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim 8. Persentase cakupan tempattempat umum yang memenuhi syarat kesehatan 9. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan 10. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat kesehatan 11. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang sesuai standar sebesar 50%

Indikator

12

85

21

50

70

100

75

85

85

67

75

300.000 400.000 500.000 600.000 700.000

2010 2011 2012 20134 2014

10.000

Indonesia diketahui hanya terbatas di daerah lembah Lindu, Kabupaten Donggala dan lembah Napu dan Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Kegiatan pengendalian sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1981 di lembah Lindu, 1982 di lembah Napu, dan 1987 di lembah Besoa, namun akhir-akhir ini prevalensinya cenderung meningkat, karena kemungkinan besar akibat terjadinya kerusakan lingkungan yang makin meluas dan menurunnya kegiatan pengendalian. Bedasarkan laporan dan hasil penelitian, penyakit zoonosis, yaitu penyakit-penyakit yang secara alami dapat dipindahkan dari hewan vertebrata atau sebaliknya sudah dikenal sebanyak 150 macam di Indonesia. Pada saat ini kegiatan pengendalian lebih diprioritaskan pada rabies, antraks, pes, japanese encephalitis , leptospirosis, dan taeniasis/sistiserkosis. Dalam beberapa tahun terakhir ini penyebaran penyakit zoonosis, seperti rabies semakin meningkat di beberapa wilayah di Indonesia, sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Pada bulan November 2003 telah dilaporkan adanya flu burung yang disebabkan virus avian inflenza tipe A (H5N1) pada unggas dan pada bulan Januari 2004 terjadi wabah yang menyerang peternakan ayam di 10 provinsi di Indonesia. Tahun 2005 ditemukan kasus pertama kali

Target

pada manusia di Tangerang, Jawa Barat, dan tahun 2009 telah tersebar di 13 provinsi. Penyakit ini merupakan new emerging diseases dengan tingkat kematian (CFR) yang sangat tinggi, yaitu sekitar 80%. Dalam 3 tahun terakhir ini jumlah kasus cenderung menurun, yaitu dari 42 kasus pada tahun 2007 menjadi 24 dan 21 kasus pada tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2009, penyakit influenza A tipe baru (H1N1) mulai ditemukan di Indonesia. Penyakit ini telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi, karena menyerang hampir seluruh negara di dunia. Dari beberapa kali kejadian masuknya penyakit-penyakit seperti H5N1 dan H1N1, maka kewaspadaan di semua lini jajaran kesehatan perlu lebih ditingkatkan di masa datang, karena penyakit-penyakit yang dikategorikan new emerging diseases ini mempunyai potensi yang sangat besar dalam penyebaran dan menimbulkan wabah. Upaya pengendalian penyakit bersumber binatang pada dasarnya perlu didukung oleh pengendalian vektor secara komprehensif disertai upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Di Indonesia pengendalian vektor telah dimulai pada era Komando Pemberantasan Malaria (KOPEM) pada tahun 1959. Adanya informasi mengenai

<1.000

Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Bintang

Unit Organisasi Pelaksana

>95 90 80 70 60

100

100

3.000

1,25

100

5.000

100

7.000

1,75

100

100

Outcom/Output

No. Program/Kegiatan

Pengendalian Penyakit Berumber Binatang

Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang

1. Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 penduduk 2. Angka penemuan kasus malaria per 1.000 penduduk 3. Persentase kasus zoonosis yang ditemukan, ditangani sesuai standar 4. Persentase kasus suspect flu burung yang ditemukan, ditangani sesuai standar 5. Persentase cakupan pengobatan massal filariasis terhadap jumlah penduduk endemis 6. Persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping vektor 7. Persentase Angka Bebas Jentik (ABJ) 8. Persentase KLB malaria yang dilaporkan dan ditanggulangi

11. Persentase cakupan penemuan dan tatalaksana penderita pneumonia Balita 12. Angka penemuan kasus baru (NCDR) kusta per 100.000 penduduk 13. Jumlah penduduk berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV 14. Angka penemuan kasus baru frambusia (per 100.000) 15. Angka kecacatan tingkat 2 kusta (per 100.000)

Indikator

100

<5

55

70

45

30

60

100

0,9

<5

54

75

49

70

40

100

0,8

1,5

<5

53

80

55

80

50

100

0,7

<5

52

85

60

90

60

100

0,6

<5

51

90

65

70

33

bionomik vektor, cara pemberantasan dan penilaiannya sangat diperlukan dalam menunjang program pengendalian penyakit yang ditularkan melalui vektor.
285 <1 90 88 50 95 50 88

2010 2011 2012 20134 2014

<0,5

100

224

130.414 orang. Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku HIV-AIDS (STBP) tahun 2007 menunjukkan penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi, yaitu WPS sebesar 66%, Waria (79%), dan Pelanggan (29%). Pada tahun 2003 dimulai upaya intensifikasi pengendalian penyakit HIV-AIDS, Tuberkulosis Paru dan Malaria (ATM) secara terintegrasi dan telah menunjukkan hasil yang cukup baik, meskipun pada beberapa daerah memerlukan perhatian lebih, karena masih mengalami peningkatan jumlah kasus seperti di Provinsi Papua dan Papua Barat. Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang memerlukan perhatian, karena sampai dengan tahun 2009 Indonesia masih menduduki peringkat ketiga di dunia dalam jumlah kasus. Upaya pengendalian TB telah lama dilakukan bahkan semenjak penjajahan Belanda dengan dibangunnya beberapa sanatorium. Sejalan dengan kemajuan teknologi, upaya pengendalian tuberkulosis sudah semakin ditingkatkan. Pada tahun 2004, angka penemuan kasus TB paru (CDR) tercatat sebesar 54%, sedangkan angka keberhasilan pengobatan (success rate - SR) sebesar 89,4%. Pada tahun 2009 CDR meningkat menjadi 73,3%, dengan SR sebesar 91%. Diharapkan dengan upaya

Direktorat Pengendalian Penyakit Menular

Unit Organisasi Pelaksana

1. Prevalensi HIV pada penduduk kelompok umur 15-49 tahun 2. Jumlah kasus TB per 100.000 penduduk 3. Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan 4. Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang disembuhkan 5. Jumlah kasus diare per 1.000 penduduk 6. Persentase ODHA yang mendapatkan ART 7. Persentase penduduk kelompok umur 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV- AIDS 8. Persentase provinsi dengan angka kasus baru TB paru BTA positif/CDR (Case Detection Rate) minimal 70 % 9. Persentase provinsi mencapai angka keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru BTA positif/ SR (Success Rate) minimal 85% 10. Angka kematian diare (CFR) pada saat KLB

10. Persentase setiap kejadian PHEIC di wilayah episenter pandemi dilakukan tindakan karantina < 24 jam setelah ditetapkan oleh pemerintah.

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami epidemi HIV-AIDS dengan prevalensi yang meningkat secara tajam. Hingga saat ini belum menunjukkan adanya penurunan, meskipun berbagai upaya penanggulangan HIV-AIDS telah dilakukan. Respon Nasional terhadap epidemi HIV-AIDS di Indonesai telah dimulai pada tahun 1985 dan terus meningkat selaras dengan meningkatnya kasus dan besaran masalah yang dihadapi. Penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini menyebar sangat cepat baik penderita maupun wilayah penyebarannya. Pada tahun 2004 secara kumulatif jumlah kasus tercatat sebanyak 2.682, pada tahun 2009 meningkat menjadi 19.973. Beberapa hal yang mendorong peningkatan penemuan kasus HIVAIDS adalah meningkatnya keterbukaan masyarakat dalam memberikan informasi dan intensifikasi kegiatan pengendalian baik konseling, penemuan penderita, dan pemberian ART (Antiretroviral Treatment). Sampai dengan tahun 2009, persentase ODHA yang mendapatkan ART sebesar 96,03%, jumlah penduduk berumur >15 tahun yang mendapatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS sebanyak

<0,5

226

100

300

Target

<0,5

228

100

315

<0,5

231

100

330

235

100

350

0,2

Outcom/Output

Indikator

No. Program/Kegiatan

32

Pengendalian Penyakit Menular Langsung

Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular langsung

<1

73

85

30

65

15

80

<1

75

86

75

75

25

82

<1

80

87

80

85

35

84

<1

85

87

85

90

45

86

2010 2011 2012 20134 2014

pengendalian yang komprehensif disertai dengan peningkatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada masyarakat, maka prevalensi TB paru dapat diturunkan di Indonesia. Perhatian terhadap penemuan kasus, keberhasilan pengobatan, ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terutama di tingkat pelayanan primer dan ketersediaan pengobatan MDR bagi TB yang sudah resisten sangat diperlukan. Mengingat TB paru ini sangat terkait dengan AIDS, maka upaya pengendalian kedua penyakit ini perlu dilakukan secara terintegrasi agar tidak menimbulkan peningkatan kembali jumlah kasus TB terutama pada penderita HIV-AIDS. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa diare merupakan penyebab utama kematian pada bayi (31,4%) dan Balita (25,2%). Disamping itu diare merupakan salah satu penyakit yang potensial KLB. Hal ini berkaitan dengan buruknya kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih masyarakat. Selama ini telah terjadi penurunan CFR (Case fatality rate) diare saat KLB dari 2,94% pada tahun 2008 menjadi 1,74% pada tahun 2009. Pengendalian penyakit diare diarahkan pada pengendalian faktor risiko, jejaring survailans dan penanganan kasus sesuai stndar baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga. Dengan mening-

katnya akses masyarakat terhadap sarana kesehatan lingkungan, penyediaan air bersih yang cukup, budaya hidup bersih dan sehat, pelayanan kesehatan yang bermutu, maka dharapkan pada tahun 2014, angka kematian (CFR) diare pada saat KLB dapat diturunkan menjadi kurang dari 1%. Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000. Namun demikian, kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Sejak tahun 2000, setiap tahun masih ditemukan 17.00018.000 kasus baru. Pada tahun 2008, berdasarkan WER (Weekly Epidemiological Report) 2009, Indonesia menempati urutan ke-3 di dunia sebagai penyumbang kasus baru terbanyak di dunia sesudah India dan Brazil. Proporsi kasus anak diantara kasus baru setiap tahunnya berkisar antara 9-10%. Ini mencerminkan masih tingginya penularan kusta di masyarakat. Selain itu ditemukan pula 8-10% cacat tingkat 2 dari kasus baru, cacat yang kelihatan jelas yang menunjukkan keterlambatan kasus baru kusta. Hingga saat ini secara kumulatif terdapat sekitar 30.000 orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) yang mengalami cacat tingkat 2 di seluruh Indonesia. Penyakit Frambusia merupakan

Direktorat Imunisasi dan Karantina 100

Unit Organisasi Pelaksana

100 100 100 80 70 >2 >2 >2 >2

100

100

100

Target

100

82

65

85

80

73

98

80

60

98

80

68

70

No. Program/Kegiatan

Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra

Meningkatnya pembinaan di bidang imunisasi dan karantina kesehatan

Outcom/Output

1. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap 2. Persentase desa yang mencapai UCI 3. Persentase faktor resiko potensial PHEIC yang terdeteksi di pintu negara 4. Persentase penanggulangan KLB <24 jam 5. Persentase terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan pelayanan kesehatan pada wilayah kondisi matra 6. Persentase anak usia sekolah dasar yang mendapat imunisasi 7. Penemuan kasus non-polio AFP rate per 100.000 anak <15th 8. Persentase alat angkut yang diperiksa sesuai standar kekarantinaan 9. Persentase bebas vektor penular penyakit di perimeter area (House Index = 0) dan buffer area (House Index <1) di lingkungan pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat

Indikator

30

60

100

85

70

90

80

98

100

88

75

95

90

98

100

90

80

98

31

Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakait dan Penyehatan Lingkungan, 2010-2014

penyakit yang sulit ditemukan di dunia. Di Asia, hanya Indonesia dan Timor Leste yang mempunyai kasus ini. Ditemukannya kasus Frambusia menunjukkan masih rendahnya fasilitas pelayanan kesehatan, kebersihan perorangan dan penyediaan air bersih di daerah tersebut. Pada tahun 2009, ditemukan lebih dari 8.000 kasus Frambusia di Indonesia. Sebagian besar kasus ini ditemukan di propinsi-propinsi di wilayah timur Indonesia. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), khususnya pneumonia masih menjadi penyebab kematian terbesar pada bayi dan Balita. Namun masalah ini kurang mendapatkan perhatian sehingga WHO menyebut sebagai the forgotten killer of children. Beberapa tahun terakhir, selain menjadi masalah pada bayi dan Balita, pneumonia juga menjadi masalah pada usia dewasa. Pneumonia merupakan pembunuh utama Balita di dunia, yaitu 1,8 juta kematian dari estimasi 9 juta kematian Balita (UNICEF, 2006). Bahkan di Asia Tenggara hanya sekitar 20% anak yang menderita pneumonia mendapatkan terapi antibiotik yang memadai (WHO, 2005). Data Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa pneumonia menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian bayi (12,7%) dan Balita (13,2%). Namun pengendalian

Lampiran 1

pneumonia pada Balita belum optimal di Indonesia. Beberapa penyakit yang dapat di cegah dengan Imunisasi (PD3I) pada tahun 2005 muncul kembali, ditandai dengan adanya kasus polio di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang selanjutnya menyebar ke beberapa provinsi, meskipun sebelumnya Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Difteri kembali ditemukan di beberapa provinsi, sedangkan jumlah kasus campak dilaporkan semakin meningkat. Hasil kegiatan surveilans AFP menunjukkan adanya peningkatan dalam penemuan AFP. Non-polio AFP rate meningkat dari 1,26 per 100.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 2,67 pada tahun 2009. Hal ini diikuti dengan kenaikan spesimen adekuat sebesar 83,3% yang sudah melebihi target nasional (>80%), namun pencapaian ini belum merata di seluruh provinsi di Indonesia. Di Indonesia, proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007 (Riskesdas 2007). Hasil Riskesdas tahun 2007 juga menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma

30

(3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%. Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 15,9% yang merupakan penyebab utama kematian, diabetes melitus 14,7%, penyakit jantung iskemik 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain masing-masing 7,1%, kecelakaan lalu lintas 5,2%, kanker (payudara, leher rahim, dan rahim) 4,8%, penyakit saluran nafas bawah kronik 3,2%, sedangkan di pedesaan akibat stroke 11,5% yang menempati peringkat kedua setelah TB, hipertensi 9,2%, penyakit jantung iskemik 8,8%, diabetes melitus 5,8%, kanker 4,4%, dan penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,2%. Sementara itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 26,8% sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 8,1%, penyakit jantung iskemik 5,8%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 5,1%, penyakit jantung lain 4,7%, dan kanker 3,2%. Sedangkan di pedesaan akibat stroke 17,4% juga

sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 11,4%, penyakit jantung iskemik 5,7%, penyakit jantung lain 5,1%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,8%, dan kanker 3,9%. Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah-masalah yang berkaitan dengan usia lanjut yang akan menyebabkan beban pembiayaan kesehatan. Sementara itu penderita penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah tidak lagi mengenal kelompok status sosial ekonomi masyarakat. Tidak sedikit penderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang justru datang dari kalangan sosial ekonomi menengah kebawah, yang tergolong masyarakat miskin, tidak mampu dan kurang mampu yang kemungkinan diakibatkan perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan meningkatnya faktor risiko penyakit tidak menular. Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan prevalensi beberapa faktor risiko penyakit tidak menular, seperti obesitas umum 19,1% (terdiri dari berat badan lebih 8,8% dan obesitas 10,3%), obesitas sentral 18,8%, sering (satu kali atau lebih setiap hari) makan makanan asin 24,5%, sering makan makanan berlemak 12,8%, sering makan/ minum makanan/minuman manis 65,2%, kurang sayur buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 48,2%,

VII. PEMANTAUAN DAN PENILAIAN


Pemantauan dimaksudkan untuk mensinkronkan kembali keseluruhan proses kegiatan agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan dengan perbaikan segera agar dapat dicegah kemungkinan adanya penyimpangan ataupun ketidaksesuaian yang berpotensi mengurangi bahkan menimbulkan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Untuk itu, pemantauan diarahkan guna mengidentifikasi jangkauan pelayanan, kualitas pengelolaan, permasalahan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Penilaian rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan bertujuan untuk menilai keberhasilan penyelenggaraan pengendalian penyakit dan peyehatan lingkungan di Indonesia. Penilaian dimaksudkan untuk memberikan bobot atau nilai terhadap hasil yang dicapai dalam keseluruhan pentahapan kegiatan, untuk proses pengambilan keputusan apakah suatu program atau kegiatan diteruskan, dikurangi, dikembangkan atau diperkuat. Untuk itu penilaian diarahkan guna mengkaji efektifiktas dan efisensi pengelolaan program.

Penilaian kinerja program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dilaksanakan berdasarkan indikator kinerja (Lampiran 1) yang telah ditetapkan dalam pencapaian sasaran.

VII. PENUTUP
Rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dalam periode waktu 2010-2014 disusun untuk mejawab dan memfokuskan upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dalam menghadapi tantangan strategis di masa depan dan merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan penilaian dalam kurun waktu 5 tahun. Diharapkan melalui penyusunan rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan ini, upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan memberikan kontribusi yang bermakna dalam pembangunan kesehatan khususnya untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan akibat penyakit serta pencapaian sasaran program berdasarkan komitmen nasional, internasional dan target pembangunan millenium tahun 2015.

29

- Administratur Kesehatan 2. B/BTKL - Epid lapangan - Patolog - Mikrobiolog - Parasitolog - Ahli Pencemaran Lingkungan

- Ahli Kimia - Biostatistician - Administratur Kesehatan Kebutuhan tenaga kesehatan strategis Ditjen PP dan PL menurut kualifikasi di berbagai jenjang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

gangguan mental emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7%, dan konsumsi alkohol 12 bulan terakhir 4,6%. Sejalan dengan perubahan gaya hidup dan peningkatan faktor risiko merupakan tantangan dalam pengendalian penyakit tidak menular. Oleh karena itu pengendalian penyakit tidak menular memerlukan pendekatan yang komprehensif, antara lain dengan melaksanakan skrining faktor risiko, KIE, surveilans epidemiologi, pengembangan jejaring kerja, pengendalian faktor risiko berbasis masyarakat, dan kegiatan pengendalian lainnya termasuk penanganan kasus sesuai standar. Sejalan dengan perkembangan organisasi, program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan juga mengalami perkembangan seperti kekarantinaan dan kesehatan matra, peningkatan kualitas kesehatan lingkungan sebagai faktor risiko, serta pengkajian terhadap penanganan kasus dan kinerja surveilans berbasis laboratorium. Upaya kekarantinaan dilaksanakan dengan tujuan untuk mencegah dan menangkal masuk dan keluarnya penyakit-penyakit dan/atau masalah kesehatan yang dapat menjadi kedaruratan kesehatan masyarakat secara international (PHEIC) pada pintu gerbang negara seperti bandar udara, pelabuhan dan

lintas batas darat negara. Kegiatan cegah tangkal ini dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas inti ( core capacity ) pada 48 KKP di Indonesia sesuai dengan persyaratan IHR 2005 termasuk pengawasan lalulintas alat angkut, orang dan lingkungan serta bahan dan alat yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pada tahun 2008, dari data kedatangan 85.596 kapal dari luar negeri menunjukkan 972 kapal (1,1%) di antaranya berasal dari daerah terjangkit, sedangkan 84.624 kapal (98,9%) berasal dari daerah tidak terjangkit. Pada tahun 2008, kegiatan pemeriksaan General Declaration di bandara terhadap kedatangan pesawat dari luar negeri hanya terlaksana 38,71% dari kedatangan 56.247 pesawat, dan diperiksa sebanyak 19.544 pesawat. Dalam pengendalian vektor sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko di lingkungan bandara dan pelabuhan menunjukkan peningkatan aksesibilitas. Kegiatan kesehatan matra difokuskan pada momen aktivitas yang terkait dengan situasi khusus, kejadian bencana dan migrasi penduduk terutama dari dalam dan keluar negeri. Pokok kegiatan kesehatan matra mencakup penanganan kasus dan pengendalian faktor risiko dengan tujuan mencegah atau mengurangi risiko kematian, kesakitan maupun kecacatan.

Tabel. Kebutuhan Tenaga Kesehatan Strategis Ditjen PP dan PL Menurut Kualifikasi di Berbagai Jenjang

28

Sebagai bagian integral dari upaya pengendalian penyakit, peningkatan kesehatan lingkungan diarahkan untuk mengurangi atau mencegah faktor risiko penyebaran penyakit dan/atau gangguan kesehatan lainnya. Fokus kegiatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar yang berkualitas, budaya hidup bersih dan sehat, pemberdayaan masyarakat dan upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan lainnya. Pada tahun 2009, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan uji kualitas air minum PDAM. Diantara 184 PDAM, kualitas air minum yang memenuhi syarat sebesar 65,6%. Desa yang melaksanakan STBM sebanyak 1.821 dari target 1.600 desa. Akses terhadap sanitasi layak menurut provinsi dengan standar nasional 51,02%, yang telah mencapai angka nasional 12 provinsi dan yang dibawah angka nasional sebanyak 22 provinsi. Akses terhadap air minum layak pedesaan menurut provinsi dengan standar nasional 45,65%, yang telah mencapai angka nasional 8 provinsi dan yang dibawah angka nasional 22 provinsi. Akses terhadap air minum layak perkotaan menurut provinsi dengan cakupan nasional 49.79%, yang telah mencapai angka nasional 21 provinsi dan yang dibawah angka nasional 12 provinsi. Secara nasional

tahun 2007 persentase rumah tangga yang memiliki tempat buang air besar di perkotaan sebesar 72,08% sedangkan di pedesaan sebesar 50,57% Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan perlu didukung oleh kajian terhadap penanganan kasus maupun faktor risikonya baik di lapangan maupun di sarana pelayanan kesehatan. Kajian terhadap penanganan kasus penyakit menular dimaksudkan untuk menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Fokus utama kajian diarahkan terhadap penyakit-penyakit potensial wabah, penyakit yang menjadi perhatian dunia dan penyakit-penyakit dalam kategori re and new emerging diseasea. Di samping itu dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, perlu didukung oleh pengembangan kinerja survailans, teknologi laboratorium dan analisis dampak kesehatan lingkungan yang diarahkan untuk melakukan pemantuan wilayah setempat, kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan, antara lain melalui teknologi tepat guna serta pengendalian faktor risiko lainnya. Berdasarkan uraian di atas, kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan pada periode 2010-2014 masih menghadapi

Aksi Program Penyakit dan Lingkungan ini.

Pengendalian Penyehatan

Dalam mendukung penyelenggaraan rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 20102014 diperlukan dana sebagai mana terlampir (Lampiran 2). VI. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATN LINGKUNGAN Untuk mendukung penyelenggaraan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan diperlukan tenaga kesehatan strategis dengan kualifikasi di berbagai jenjang sebagai berikut: A. Desa - Tenaga Lapangan Ditjen PP dan PL - Bidan Komunitas B. Puskesmas - Epidemiolog Lapangan - Sanitarian C. Kabupaten/Kota - Epidemiolog Lingkungan - Sanitarian - Entomolog

Biostatistician Ahli Promosi Kesehatan Ahli Kesehatan Lingkungan Sosio-Antropolog Administratur Kesehatan

D. Provinsi - Epidemiolog Penyakit/ Lingkungan - Sanitarian - Entomolog - Biostatistician - Ahli Promosi Kesehatan - Ahli Kesehatan Lingkungan - Sosio-Athropolog - Administratur Kesehatan E. Pusat - Epidemiolog Penyakit/ Lingkungan - Entomolog - Biostatistician - Ahli Promosi Kesehatan - Ahli Kesehatan Lingkungan - Ahli Perencanaan Kesehatan - Administratur Kesehatan D. UPT 1. KKP - Epidemiolog Penyakit/ Lingkungan - Sanitarian - Farmakolog - Apoteker - Biostatistician

Penyakit/

10

27

2. Peningkatan upaya kekarantinaan dan surveilans epidemiologi 3. Peningkatan pengendalian faktor risiko 4. Peningkatan upaya kesehatan pelabuhan lintas wilayah. G. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Laboratorium 1. Peningkatan surveilans epidemiologi 2. Peningkatan kemampuan ADKL 3. Peningkatan dan pengembangan teknologi laboratorium 4. Peningkatan rancang bangun dan teknologi tepat guna. H. Pengembangan dan Penyelenggaraan Kajian dan Rujukan Nasional Penyakit Infeksi 1. Peningkatan kajian penyakit infeksi untuk menunjang program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2. Peningkatan kualitas pelayanan rujukan penyakit infeksi. I. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1. Peningkatan perencanaan dan informasi 2. Peningkatan urusan hukum, organisasi dan hubungan masyarakat 3. Peningkatan pengelolaan keuangan 4. Peningkatan urusan kepegawaian dan umum. Penyelenggara/pelaku rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan ini adalah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dinas kesehatan provinsi dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas termasuk rumah sakit dan wadah yang ada dalam masyarakat seperti poskesdes/ posyandu/ posbindu/pos PTM. Penyelenggaraan rencana aksi program pengendalian pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dilakukan melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan penilaian dan pertanggungjawaban. Untuk acuan yang lebih rinci, perlu disusun Rencana Aksi Kegiatan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan di masing-masing direktorat dan UPT yang berpedoman pada Rencana

berbagai tantangan perubahan lingkungan strategis, antara lain: 1. Transisi epidemiologi Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Demikian pula reemerging dan new emerging diseases , yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan pandemi. Penyakit yang berpotensi menjadi ancaman internasional (PHEIC) semakin nyata, sehingga diperlukan pula kesiapan semua lini baik jajaran kesehatan dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota termasuk pintu-pintu masuk (bandara, pelabuhan, lintas darat) dalam mencegah keluar masuknya penyakit. 2. Transisi demografi Meningkatnya umur harapan hidup menyebabkan proporsi penduduk usila semakin meningkat, sehingga menyebabkan perubahan pola penyakit dan gangguan kesehatan. 3. Transisi lingkungan Ditandai dengan banyaknya terjadi bencana alam, perubahan

iklim global, berkurangnya lahan pangan, dan lain-lain. Perubahan iklim di dunia (climate cahange) diyakini akan sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran penyakit terutama penyakit bersumber binatang, penyakit tidak menular, kejadian kecelakaan, dan gangguan kesehatan akibat perubahan lingkungan. 4. Perubahan sosia budaya Adanya perubahan gaya hidup ( lifestyle ) yang cenderung menjadi tidak sehat, laju modernisasi yang cepat, dan berkembangnya nilai-nilai baru. 5. Perubahan keadan politik Adanya reformasi dan desentralisasi dimana daerah mempunyai wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri. 6. Perubahan keadaan ekonomi Adanya globaisasi dan pasar bebas 7. Perubahan keadaan keamanan Perubahan keadaan keamanan dengan adanya berbagai macam konflik skala global dan regional, terjadinya perang, dan terorisme termasuk bioterorisme. 8. Disparitas status kesehatan Disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan dan perdesaan masih cukup

26

11

tinggi. Data dari berbagai sumber menunjukkan gambaran angka kematian balita pada golongan penduduk termiskin hampir 4 kali lebih tinggi dari golongan penduduk terkaya, angka kematian bayi dan ibu melahirkan lebih tinggi di daerah pedesaan, kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah. Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan antara lain disebabkan oleh tingginya risiko penyakit, baik menular maupun tidak menular seperti PD3I, diare, ISPA, malaria, hipertensi serta penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. 9. Kondisi kesehatan lingkungan Proporsi masyarakat yang memiliki akses ke sarana sanitasi dasar dan air bersih yang memenuhi syarat masih terbatas dan lingkungan pemukiman dan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi ini diperberat dengan jumlah penduduk yang besar yang menyebabkan daya dukung lingkungan semakin menurun. Salah satu hal yang harus diadaptasi adalah adanya perubahan iklim (climate change). Peningkatan permukaan air laut menyebabkan semakin luasnya breeding places vektor penular penyakit, ancaman penyediaan sumber air bersih dari sumur gali, dan kenaikan suhu menyebabkan

adaptasi vektor penular penyakit ke area yang lebih luas. 10. Perilaku masyarakat Salah satu faktor kunci untuk menekan angka kesakitan penyakit menular dan tidak menular adalah perilaku pola hidup bersih dan sehat yang disertai upaya penyehatan lingkungan. Masih terbatasnya kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dapat dilihat dari masih tingginya prevalensi merokok di masyarakat, kurangnya aktifitas fisik, konsumsi gizi yang tidak seimbang. Kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV-AIDS dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta tingginya kecacatan dan kematian akibat kecelakaan. 11. Kinerja pelayanan kesehatan Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam membuka kesempatan masyarakat memperoleh status kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan yang diberikan ke masyarakat telah mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, namun masih dirasakan belum memadai. Hal ini terlihat dari beberapa indikator diantaranya proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi penemuan kasus (case detection

tahun 2010-2014 dilaksanakan melalui pokok-pokok kegiatan sebagai berikut: A. Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra 1. Peningkatan imunisasi 2. Peningkatan dan pengembangan surveilans epidemiologi dan respon KLB 3. Peningkatan karantina kesehatan dan kesehatan pelabuhan 4. Peningkatan kesehatan matra B. Pengendalian Penyakit Menular Langsung 1. Pengendalian tuberkulosis penyakit

4. Pengendalian penyakit zoonosis 5. Pengendalian vektor. D. Pengendalian Penyakit Tidak Menular 1. Pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah 2. Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik 3. Pengendalian penyakit kanker 4. Pengendalian penyakit kronik dan degeneratif 5. Pengendalian gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. E. Penyehatan Lingkungan 1. Penyehatan air dan sanitasi dasar 2. Penyehatan permukiman dan tempat-tempat umum 3. Penyehatan kawasan dan sanitasi darurat 4. Higiene sanitasi pangan 5. Pengamanan limbah, udara dan radiasi. F. Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan di Pintu Gerbang Negara 1. Peningkatan kapasitas inti sesuai yang disyaratkan IHR 2005.

2. Pengendalian penyakit HIVAIDS dan penyakit menular seksual (PMS) 3. Pengendalian penyakit ISPA 4. Pengendalian penyakit diare dan saluran pencernaan 5. Pengendalian penyakit kusta dan frambusia. C. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang 1. Pengendalian penyakit malaria 2. Pengendalian penyakit arbovirosis 3. Pengendalian penyakit filariasis dan kecacingan

12

25

APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, Sharing cost : Lintas Program, Lintas Sektor, dan sumber dana lainnya). B. Jejaring Kerja Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Upaya melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah untuk bekerjasama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peranan masing-masing dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Upaya tersebut diwujudkan dengan membentuk jejaring, baik lokal, nasional, maupun internasional. Tujuan dari jajaring kerja ini adalah: 1. Meningkatnya komitmen pemerintah dan berbagai mitra potensial di masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2. Adanya sinergi dan keterpaduan dalam berbagai program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 3. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penaggulangan faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan

C. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan, maka perlu pengembangan dan penguatan kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit berbasis masyarakat yang dilaksanakan secara terintegrasi pada wadah milik masyarakat yang sudah ada di masing-masing daerah.

rate) TB paru, penemuan kasus baru kusta, cakupan pengobatan massal filariasis dan lainnya. 12. Keterbatasan, kesenjangan dan distribusi SDM kesehatan Sumber daya manusia dalam upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan adalah tenaga fungsional seperti sanitarian, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan pada sarana kesehatan maupun tenaga masyarakat, kader desa, juru malaria desa, jumantik, juru imunisasi. Sampai saat ini kebutuhan dan distribusi tenaga fungsional tersebut diatas masih belum terpenuhi secara merata, demikian pula tenaga masyarakat banyak yang kurang aktif. C. Isu Strategis Dewasa ini, terjadi kecenderungan perubahan lingkungan strategis, antara lain: 1) Transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit menular (infeksi) menjadi penyakit tidak menular. Keadaan ini merupakan beban global masyarakat dunia, sehingga membutuhkan pula komitmen global dalam pengendalian penyakit tidak menular tersebut; 2) Transisi demografis, ditandai dengan meningkatnya proporsi usia lanjut, masih tingginya kemiskinan, dan lain-lain; 3) Transisi

V. PENYELENGGARAAN
Esensi dari penyelenggaraan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan meliputi penyakit menular/tidak menular, penyehatan lingkungan, kesehana matra, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di gerbang negara, surveilans berbasis laboratorium, kajian, rumah sakit rujukan nasional, isolasi, karantina dan infeksi lainnya. Berdasarkan visi, misi, nilai-nilai, tujuan, arah kebijakan dan strategi serta sasaran strategis sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan pada periode

lingkungan, ditandai dengan banyaknya terjadi bencana alam, perubahan iklim global, ber kurangnya lahan pangan karena terpakai untuk industrialisasi, dan lain-lain; 4) Perubahan sosio-budaya, dengan perubahan gaya hidup (lifestyle) yang cenderung menjadi tidak sehat, laju modernisasi yang cepat, dan berkembangnya nilai-nilai baru; 5) Perubahan keadaan politik, dengan adanya reformasi dan desentralisasi di mana daerah mempunyai wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri; 6) Perubahan keadaan ekonomi, dengan adanya globalisasi dan pasar bebas; 7) Perubahan keadaan keamanan, dengan adanya berbagai macam konflik skala regional, terjadinya perang, dan terorisme termasuk bioterorisme; 8). Disparitas status kesehatan, yaitu masih cukup tingginya disparitas antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan dan perdesaan; 9) Kondisi kesehatan lingkungan, yaitu masih terbatasnya akses masyarakat ke sarana sanitasi dasar dan air bersih, lingkungan pemukiman dan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan; 10) Perilaku masyarakat, yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan pola hidup bersih dan sehat dan penyehatan lingkungan; 11) Kinerja pelayanan kesehatan, yaitu belum memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masarakat; dan 12) Keterbatasan, kesenjangan dan distribusi SDM kesehatan, yaitu

24

13

belum terpenuhi kebutuhan tenaga fungsional seperti sanitarian, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan pada sarana kesehatan secara merata dan banyaknya tenaga masyarakat seperti kader desa, juru malaria desa, jumantik, juru imunisasi yang kurang aktif. Pada saat yang sama Indonesia mengalami perubahan derajat kesehatan maupun pola penyakit. Di beberapa daerah yang tingkat kesehatannya lebih baik, penyakit menular sudah relatif berkurang dan beralih ke penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus, penyakit kronik dan degeneratif lainnya. Pergeseran pola penyakit ini juga sebagai dampak menurunnya angka kematian bayi dan anak, meningkatnya usia harapan hidup, dan peningkatan berbagai upaya kesehatan. D. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut. 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara. 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional. 5. Undang-undang Nomor 7 Tahun tentang Sumber Daya Air.

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pengelolaan Keuangan Negara. 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 10. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. 13. Kepmenkes Nomor 267 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular. 14. Permenkes Nomor 247 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSPI-SS Jakarta 15. Kepmenkes Nomor 118 Tahun 2008 tentang Penetapan RSPISS Jakarta sebagai Pusat Kajian

f. Pelaksanaan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan secara terintegrasi. 4. Mengembangkan (investasi) sumber daya manusia, antara lain dengan melaksanakan TOT (Training of Trainer) dan berbagai bentuk pelatihan ( training ) sesuai dengan kebutuhan dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 5. Memfasilitasi terbentuknya dan berperan sebagai regulator jejaring kerja yang terkait dengan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 6. Memperkuat logistik peralatan deteksi dini faktor risiko, diagnostik dan penanggulangan penyakit bersifat massal di masyarakat dan di fasilitas kesehatan baik ketersediaan (sesuai dengan kebutuhan) maupun manajemennya. 7. Melaksanakan deteksi/diagnosis dini dan penanganan kasus (penderita), SKD KLB, surveilans epidemiologi dan pengembangan sistem informasi. a. Melaksanakan deteksi/ diagnosis dini aktif pada masyarakat umum. b. Melaksanakan deteksi/ diagnosis dini aktif pada

c. d. e.

f.

kelompok masyarakat khusus. Melaksanakan deteksi/ diagnosis dini pasif di fasilitas kesehatan. Melaksanakan penanganan kasus (penderita) sesuai standar. Melaksanakan surveilans epidemilogi faktor risiko dan kasus terintegrasi dengan surveilans epidemiologi nasional termasuk surveilans epidemiologi faktor risiko berbasis masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan memperoleh informasi yang esensial serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi manajemen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan menggunakan teknologi informasi internet website.

8. Monitoring dan evaluasi Melaksanakan supervisi/bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 9. Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan pengendalian penyakit dan penyahatan lingkungan (APBN,

14

23

dalian penyakit dan penyehatan lingkungan 1) Penyuluhan (KIE) Tersedia dan terdistribusinya media KIE Terlaksananya KIE tentang faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan yang mencakup seluruh fase kehidupan dengan berbagai metode, baik perorangan, kelompok, maupun melalui media massa 2) Bina suasana Kelompok sasaran lebih ke tingkat operasional secara berjenjang (Tim Penggerak PKK, Toga, Toma, organisasi profesi, LSM, dan lain-lain). 3) Pemberdayaan Masyarakat Melaksanakan sosialisasi guna menumbuhkan potensi masyarakat secara optimal dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan serta berperan sebagai fasilitator dan regulator kegiatan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. 3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat ( local area specific ) melalui perencanaan terpadu dan kegiatan terkoordinasi, antara lain: a. Pengembangan dan replikasi pilot proyek dari satu atau lebih provinsi dan kabupaten/kota ke provinsi dan kabupaten/kota lainnya. b. Penyediaan peralatan deteksi dini (skrining) faktor risiko, diagnostik dan penanggulangan penyakit yang bersifat massal sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi. c. Pengembangan berbagai bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan sesuai dengan karakteristik dan sosiobudaya setempat. d. Perluasan cakupan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. e. Pengembangan dan distribusi media KIE tentang pencegahan penanggulangan penyakit dan penyehatan lingkungan sesuai dengan bahasa, sosial, dan budaya setempat.

dan Rujukan Nasional Penyakit Infeksi. 16. Permenkes Nomor 356 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. 17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 853/MENKES/SK/IX/ 2009 tentang Tim Jejaring Kerja Nasional Pengendalian Penyakit Tidak Menular (TIM JKN PPTM) 18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 854/MENKES/SK/IX/ 2009 tentang Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. E. Organisasi dan Ketenagaan Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, beserta UPT yang menjadi tanggungjawabnya dan dilaksanakan pula oleh provinsi dan kabupaten sebagai tugas dekonsentrasi maupun tugas perbantuan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyahatan Lingkungan terdiri atas 5 Direktorat, yaitu: 1) Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra; 2) Direktorat Pengendalian Penyakit

Menular Langsung (PPML); 3) Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (PPBB); 4) Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM); dan 5) Direktorat Penyehatan Lingkungan (PL), serta didukung oleh Sekretariat Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dan dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Perumusan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (2) Pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; dan (5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Saat ini Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan memiliki ketenagaan sebanyak 4.424 orang, meliputi: 1) Kantor Pusat (693 orang); 2) BBTKL-PPM (733 orang); KKP (2.428 orang); dan RSPI-SS9 (570 orang).

22

15

II. VISI, MISI, NILAI-NILAI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS


A. Visi Visi Kementerian Kesehatan adalah: Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Sejalan dengan visi Kementerian Kesehatan tersebut, maka visi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan adalah: Masyarakat Sehat yang Mandiri dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Berkeadilan. B. Misi Untuk mencapai masyarakat sehat dan mandiri dan berkeadilan Kementerian Kesehatan telah menetapkan misi, yaitu: 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; 3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan 4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Mengacu pada misi Kementerian Kesehatan, misi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan meliputi:

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. C. Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut: 1. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 2) Peran civil society organization melalui pengembangan dan penguatan jejaring kerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; dan 3) Peran masyarakat melalui pengembangan dan penguatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. A. Program Pokok Secara umum program pokok pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan meliputi halhal sebagai berikut: 1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Pusekesmas, seperti: a. Struktur organisasi pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dan ketenagaan yang tersedia. b. Kebijakan daerah yang terkait dengan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. c. Ketersediaan dan distribusi Norma, Standar, Pedoman (Prosedur), dan Kriteria (NSPK) pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

2. Melaksanaskan advokasi dan sosialisasi a. Advokasi Pendekatan kepada para pimpinan atau penentu/ pembuat peraturan perundang-undangan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan, perlindungan pada berbagai upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan advokasi baik formal maupun informal. Luaran Adanya peraturan perundang-undangan (Surat Edaran/Instruksi/ Surat Keputusan/ Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota/ PERDA) yang berkaitan dengan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Terlaksananya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Tersedianya anggaran dari pemerintah, Lintas Program, Lintas Sektor, dan lain-lain. b. Sosialisasi Kegiatan sosialisasi meliputi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), dukungan/bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat dalam pengen-

16

21

9. Memprioritaskan pencapaian sasaran MDGs, komitmen nasional dan internasional B. Strategi Strategi Kementerian Kesehatan 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-preventif. 3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. 4. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. 5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. 6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna untuk memantapkan desentralisasi

kesehatan yang bertanggungjawab. Dari strategi Kementerian Kesehatan tersebut, maka dalam Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dikembangkan strategi sebagai berikut: 1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal. 2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi. 3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program. 4. Mengembangkan (investasi) sumberdaya manusia. 5. Memperkuat jejaring kerja. 6. Memperkuat logistik, distribusi dan manajemen. 7. Memperkuat surveilans epidemiologi dan aplikasi teknologi informasi. 8. Melaksanakan supervisi/bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi. 9. Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan.

manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. 2. Inklusif Semua kegiatan dalam program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena semua mempunyai peran yang penting. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. 3. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dengan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktorfaktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga diperlukan penangan yang berbeda pula. 4. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien. 5. Bersih Penyelenggaraan pembangunan keseha-tan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme

(KKN), transparan, akuntabel.

dan

Sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, maka dalam melaksanakan pengendaliam penyakit dan dan penyehatan lingkungan diperlukan tambahan nilai, yaitu: Rajin, Bermutu, Prioritas pekerjaan, dan Mengutamakan pemecahan masalah. D. Tujuan Tujuan Kementerian Kesehatan adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sejalan dengan Tujuan Kementerian Kesehatan, maka tujuan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan adalah terselenggaranya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui : 1. Pembinaan surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra. 2. Pengendalian penyakit menular langsung. 3. Pengendalian penyakit bersumber binatang 4. Pengendalian penyakit tidak menular

IV. PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN


Secara umum pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan didasari oleh tiga pilar, yaitu: 1) Peran pemerintah melalui pengembangan dan penguatan program pokok

20

17

5. Penyehatan lingkungan 6. Penyelenggaraan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di pintu gerbang negara. 7. Penyelenggaraan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium 8. Pengembangan dan penyelenggaraan pusat kajian dan pusat rujukan nasional penyakit Infeksi 9. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya dalam program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. E. Sasaran Strategis Sasaran strategis pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, tahun 2010-2014 yaitu: 1. Meningkatnya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) kurang dari 24 jam dari 68% menjadi 100 %. 2. Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%. 3. Meningkatnya persentase desa yang mencapai UCI dari 80% menjadi 100% 4. Meningkatnya faktor risiko potensial PHEIC yang terdekteksi di pintu negara menjadi 100 %. 5. Terlaksananya penanggulangan faktor risiko dan pelayanan kesehatan pada kondisi matra. 6. Meningkatnya jumlah kasus baru tuberkulosis (TB) paru (BTA

positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%. 7. Meningkatnya kasus baru TB paru (BTA positif) yang disembuhkan dari 85% menjadi 88%. 8. Menurunnya prevalensi TB dari 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk. 9. Menurunnya prevalensi HIV menjadi <0,5% 10. Meningkatnya persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS dari 65% menjadi 95% 11. Meningkatnya persentase ODHA yang mendapatkan ART dari 30% menjadi 50%. 12. Menurunnya angka kesakitan diare dari 350 Per 1000 penduduk menjadi 285 per 1000 penduduk. 13. Menurunnya angka kesakitan malaria (Annual Paracite Index API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk 14. Menurunnya angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 51 per 100.000 penduduk. 15. Meningkatnya persentase kasus penyakit zoonosis yang ditemukan dari 70% menjadi 90%. 16. Meningkatnya persentase provinsi yang melakukan pembinaan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular (SE, deteksi dini, KIE dan penanganan kasus) dari 50% menjadi 100%.

17. Meningkatnya kualitas air minum yang memenuhi syarat dari 85% menjadi 100%. 18. Meningkatnya akses penduduk terhadap air minum yang berkualitas dari 62% menjadi 67%. 19. Meningkatnya penduduk yang menggunakan jamban sehat dari 64% menjadi 75%. 20. Meningkatnya jumlah desa yang melaksanakan STBM dari 2500 desa menjadi 20.000 desa. 21. Meningkatnya potensi pengendalian terhadap cegah tangkal penyakit di pelabuhan, bandar udara dan PLBD menjadi 100%. 22. Meningkatnya jumlah pemeriksaan laboratorium dan Lingkungan untuk penyakit berpotensi wabah, penyakit menular/tidak menular prioritas dan faktor risiko lingkungan dari 60% menjadi 85%. 23. Meningkatnya kualitas rujukan penyakit infeksi sesuai standar ditandai dengan menurunkan angka kematian pasien lebih dari 2 x 24 jam dari 35 per 1.000 menjadi 25 per 1.000 24. Meningkatnya kajian penyakit infeksi dari 10% menjadi 50%. 25. Meningkatnya sarana dan prasarananya seluruh UPT vertikal 26. Jumlah rancangan regulasi dan standar yang disusun.

III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI


A. Arah Kebijakan Arah kebijakan dan strategi program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan yang merupakan penjabaran dari arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014, yaitu: 1. Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan pengembangan kapasitas. 2. Meningkatkan kemampuan manajemen dan profesionalisme pengelolaan. 3. Meningkatkan aksesibilitas dan kualitas 4. Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan 5. Mengutamakan program berbasis masyarakat. 6. Meningkatkan jejaring kerja, kemitraan dan kerja sama. 7. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan sumber daya. 8. Mengutamakan promotif dan preventif.

18

19

Anda mungkin juga menyukai