Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Stroke atau Gangguan Peredaran Darah Otak (GPOD) adalah gangguan

fungsi otak, fokal (atau global), timbul mendadak (akut), berlangsung lebih dari 24 jam (kadang-kadang berakhir dengan kematian sebelum 24 jam), yang disebabkan gangguan peredaran darah otak.1 Stroke dibagi dalam dua kelompok utama yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Subtipe dari stroke iskemik berupa stroke trombotik disebabkan oleh agregasi dari factor-faktor darah. Jenis lain stroke embolik, disebabkan tersumbatnya secara mendadak arteri di otak akibat jendalan darah benda asing yang terbawa aliran darah. Subtipe stroke hemoragik adalah perdarahan intaserebral yang disebabkan oleh banyak factor dan perdarahan suaraknoid yang umumnya karena pecahnya kantong aneurisma intracranial atau pecahnya Arteriovenosus malformation.2

Stroke merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain dengan kelompok usia 45 tahun ke atas.1 Dengan kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2

1.2

Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. Apa definisi stroke infark emboli? Bagaimana cara mendiagnosis pasien stroke infark emboli? Bagaimana penatalaksanaan pada stroke infark emboli? Bagaimana prognosis serta komplikasi pada stroke infark emboli?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui dan memahami definisi stroke infark emboli


1

2. 3. 4.

Bagaimana cara mendiagnosis pasien stroke infark emboli Bagaimana penatalaksanaan pada stroke infark emboli Bagaimana prognosis serta komplikasi pada stroke infark emboli

1.4

Manfaat Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan para pembaca

khususnya kalangan medis agar dapat membuat diagnosa tentang stroke infark emboli, serta membuat perencanaan penatalaksanaan stroke terutama stroke infark emboli.

BAB II STATUS PASIEN

2.1

Indentitas Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Satus Perkawinan Suku Tanggal Pemeriksaan : Tn. S : tahun : Laki-laki : : Menikah : Jawa : 22-01-2014

2.2 -

Anamnesa (Autho/Heteroanamnesa) Keluhan Utama : Badan sebelah kanan lemas

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama : Kejadian mendadak Perjalanan penyakit :

Pasien datang ke IGD RSD Mardi Waluyo Blitar hari senin tanggal 19 Januari 2014 jam 17.00 WIB. Pasien merupakan rujukan dari BP Mitra Husada dengan GCS 315 dan GDA 285. Keluarga pasien mengeluh bahwa pasien mendadak lemas pada tubuh dan tangan serta kaki kanan. Selain itu, pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak dapat berkomunikasi dengan sekitar, baik bicara dan memahami perkataan orang lain. Keluhan timbul secara mendadak setelah beraktifitas. Sebelumnya dari keterangan keluarga pasien tidak mengeluh seperti pusing, muntah, dada berdebar-debar, nyeri pada dada kiri dan sesak nafas. Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi (+) Gula darah (disangkal) Penyakit lain disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Penyakit lain disangkal

Riwayat Kebiasaan Riwayat minum alkohol (-) Riwayat minum jamu-jamuan (-) Riwayat Merokok (+) Setiap hari melakukan aktifitas hanya di sekitar rumah

Keadaan Psikososial : menengah kebawah

2.3 -

Status Interne Singkat Keadaan Umum Tampak lemah, kesadaran stupor (GCS E3V1M5).

Tanda Vital Tensi Nadi : 200/150 mmHg : 76 x / menit, ireguler : 36 oC

Pernafasan : 20 x /menit, reguler Suhu Kulit Turgor kulit lambat/menurun (-) Kepala Bentuk mesocephal, atrofi m. temporalis (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-). Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata terlihat agak cekung. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). Mulut Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-), bibir perot (-).

Telinga SDE

Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid pembesaran kelenjar limfe (-) (-),

Thoraks Normochest, simetris, pernapasan abdominothoracal, retraksi (-) Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat Perkusi : batas kiri atas batas kanan atas batas kiri bawah : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra : SIC II Linea Para Sternalis Dextra : SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung terkesan normal) Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : Statis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi : dinding perut tampak datar : pergerakan dada kanan sama dengan kiri : fremitus raba kiri sama dengan kanan : sonor/sonor : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Palpasi

: supel,

nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,

pembesaran lien (-). Perkusi Auskultasi : timpani seluruh lapang perut, meteorismus (+) : bising usus (+) meningkat

Ektremitas Palmar eritema (-/-) Akral dingin Oedem -

2.4 A. -

Status Neurologik Kesan umum Keadaan Umum : Kesan lemah Kesadaran : Stupor G.C.S: 214 Pembicaraan : (- Disartri (- Monoton (- Scanning : (+) : (-) : (- Motorik : (+) (- Afasi (+) (- Sensorik : (+) (- Amnesik (Anomik) : (+) Kepala : (- Besar : (-) - Muka : (- Mask (topeng) : (-) (- Myopathik : (-) (- Fullmoon : (-)

(- Asymmetri : (-) (- Sikap paksa : (-)

(- Torticollis : Tidak dilakukan B. Pemeriksaan Khusus 1. Rangsangan Selaput Otak Kaku Tengkuk : (-) Laseque Kernig : (-) : (-) Brudzinski I Brudzinski II : (-) : (-)

2.

Saraf Otak NI KANAN KIRI SDE SDE NII Visus : KANAN SDE KIRI

Hyp/Anosmi : SDE Parosmi : SDE

Melihat warna : SDE Funduskopi :Tidak dilakukan

N III, IV, VI Kedudukan bola mata Pergerakan bola mata : Simetris ( Kenasal ( Ketemporal ( Keatas ( Kebawah ( Ketemporal Bawah Exophthalmus Celah mata (Ptosis) PUPIL Bentuk Lebarnya Perbedaan lebar : : : : :

: KANAN

KIRI

: SDE : SDE : SDE : SDE : SDE

SDE SDE SDE SDE SDE

(-) (-)

(-) (-)

Bundar 3mm Tidak dilakukan

Bundar 3mm Tidak dilakukan Normal Normal Normal Normal (-)

Reaksi cahaya langsung Reaksi cahaya konsensuil Reaksi akomodasi Reaksi konvergensi Doll eye phenomena NV Cabang Motorik Otot masseter Otot temporal Otot pterygoideus int/ext

: : : :

Normal Normal Normal Normal (-) KANAN : SDE : SDE : SDE : SDE

KIRI SDE SDE SDE SDE

Cabang Sensorik :

(I ( II ( III

: SDE : SDE : SDE : Normal : Normal

SDE SDE SDE Normal Normal

Refleks kornea langsung Refleks kornea konsensuil

N VII Waktu Diam

KANAN

KIRI Waktu Gerak: Simetris Simetris Simetris - Mengerut dahi - Menutup mata - Bersiul - Memperlihatkan

KANAN

KIRI

- Kerutan dahi : Simetris - Tinggi alis - Sudut mata - Lipatan Naso-labial Pengecapan 2/3Depan lidah : Tidak dilakukan N VIII Vestibular (- Vertigo : Normal : Simetris : Simetris

: SDE : SDE : SDE SDE

SDE SDE SDE SDE

Normal

gigi

Cochlear : Tidak dilakukan Weber Rinne Schwabach Tuli konduktip Tuli perseptip

KANAN : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

KIRI Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(- Nystagmus ke

: Tidak dilakukan

(- Tinnitus Aureum

: SDE

(- Test Kalori

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

N IX, X Bagian Motorik : Suara biasa/ parau/ : SDE Menelan : Normal

tak bersuara Kedudukan arcus pharynx Kedudukan uvula Pergerakan arcus pharynx/ uvula Vernet-Rideau phenomenon Detik Jantung : 76 x/menit Bising usus : (+) Normal SDE : : Ditengah Kanan : : Tidak dilakukan Kiri : Tidak dilakukan : Kanan : Tidak dilakukan Kiri : Tidak dilakukan

(ireguler) Bagian sensorik : Pengecapan 1/3 belakang lidah Refleks OculoCardiac Refleks Carotica-Cardiac N XI Mengangkat Bahu : Kanan Memalingkan kepala, kanan N XII : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan Refleks muntah (pharynx) Refleks palatum moile : SDE : SDE Kiri Kiri : SDE : SDE : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Kedudukan lidah waktu istirahat ke tengah Kedudukan lidah waktu gerak SDA Atrofi kanan : (-) Kiri : (-) Fasikulasi/Tremor Kanan : (-) Kiri : (-) Kekuatan lidah menekan pada bagian dalam kanan : SDE

Kiri : SDE

3.

Sistem Motorik (N.B. : Normal = 5, Parase ringan (bisa melawan gravitasi/tidak bisa melawan tahanan sedang) = 4, Bisa melawan gravitasi/tidak bisa melawan tahanan ringan = 3, Gerakan sendi (tapi bisa melawan gravitasi) = 2, Konraksi saja/tanpa gerakan sendi = 1, Tidak ada respon = 0). Kekuatan Otot Tubuh : Otot perut Otot pinggang : Normal : Normal : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan - Tungkai : (Kanan/Kiri)

Kedudukan diagfragma: - Gerak - Istirahat Lengan : (Kanan/Kiri)

- M. Deltoid (Abduksi lengan atas) - M. Biceps (Flexi lengan atas) - M. Triceps (Extensi lengan atas) - Flexi sendi pergelangan tangan - Extensi sendi pergelangan tangan - Membuka jari-jari tangan - Menutup jari-jari tangan

: SDE Flex artic coxae (Tungkai atas)

: SDE

: SDE

Extensi artic coxae (Tungkai atas)

: SDE

: SDE

Flexi sendi lutut (Tungkai bawah)

: SDE

: SDE

Extensi sendi lutut (Tungkai bawah)

: SDE

: SDE

Flexi plantar kaki

: SDE

: SDE

Extensi dorsal kaki

: SDE

: SDE

Gerakan jari-jari

: SDE

Besar Otot (Sebutkan otot mana) Perkusi - Atrofi - Pseudohyperfi Palpasi Otot - Nyeri - Kontraktur - Konsistensi : (-) : (-) : Lunak : (-) : (-)

Response

terhadap

- Normal - Reaksi myotonik Tonus Otot : Tidak dilakukan Tungkai Ki. -/-/-/Ka. -/-/-/: Tidak dilakukan Ki.

Lengan Ka.

Hypotoni Spastik Rigid

: : :

Rebound phenomen Gerakan-Gerakan Involunter - Tremor - Chorea - Athetose - Myokloni - Fasikulasi : Waktu istirahat (-) Waktu gerak (-) : (-) : (-) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

10

Koordinasi - Jari tangan-jari tangan - Jari tangan-hidung - Ibu jari kaki-jari tangan - Tumit-lutut - Pronasi-supinasi - Tapping dengan jari-jari tangan - Tapping dengan jari-jari kaki Gait: Station Gait : - Jalan diatas tumit - Jalan diatas jari kaki - Tandem Walking - Jalan lurus lalu putar - Jalan mundur Hopping : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : SDE : SDE : SDE : SDE : SDE : SDE : SDE

- Berdiri dengan satu kaki : Tidak dilakukan Station: - Romberg Test 4. Sistem Sensorik Rasa eksteroceptik - Rasa nyeri superficial - Rasa suhu (panas/dingin) - Rasa raba ringan Rasa proprioceptik - Rasa getar - Rasa tekan - Rasa nyeri tekan Kanan SDE Tidak dilakukan SDE Kanan Tidak dilakukan SDE SDE Kiri SDE Tidak dilakukan SDE Kiri Tidak dilakukan SDE SDE : Tidak dilakukan

Refleks kulit Refleks dinding perut : Tidak dilakukan

Refleks tendon/Periost : - Refleks mandibula - Refleks biceps : Tidak dilakukan

: +3/+2

11

- Refleks cremaster - Refleks interscapular - Refleks gluteal - Refleks anal

: :

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

- Refleks triceps - Refleks periostoradial - Refleks periostoulnar - Refleks patella - Refleks achilles

: +3/+2 : Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

: +3/+2 : +2/+2

5.

Refleks-Refleks (N.B. : 0 = Tidak ada gerakan, +1 = Ada kontraksi tidak ada gerakan sendi, +2 = Normal, +3 = Meningkat berlebihan, +4 = Clonus)

Refleks Patologik Tungkai - Babinski - Chaddock - Oppenhein - Rossolimo - Gordon - Schaefer - Mendel-Bechterew - Stransky - Gonda 6. Susunan Saraf Otonom - Miksi - Salivasi 7. : Normal : Tidak dilakukan - Defekasi - Sekresi keringat : Normal : Dalam batas normal Kanan : + : + : + : Tidak dilakukan : + : + : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan :Kiri Lengan - Hoffmann Tromner : -/-

Columna Vertebralis - Kelainan Lokal : ( Skoliosis ( Kyphose : (-) : (-)

( Kyphoskoliose : (-) ( Gibbus - Nyeri tekan/ketok lokal - Nyeri tekan sumbu : (-) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

12

- Nyeri tarik sumbu 2.5 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap a. Haemoglobin g/dL) b. Leukosit c. Eritrosit d. Trombosit e. Hematokrit : 9.400 : 4.510.000 : 300.000 : 42,7 : 14,0

: Tidak dilakukan

(n: L 13,5-18 g/dL; P 11,5-16,0

(n: 4000-11000 /cmm) (n: L 4,5-6,5 jt/cmm; P 3-6 jt/cmm) (n: 150.000-450.000 /cmm) (n: L 40-54 %; P 35-47 %)

f. MCV/MCH/MCHC : 94.7/31.0/32.8 g. LED/BBS h. Hitung Jenis : 63-101 (n: L 0-15 /jam; P 0-20 /jam)

: eos/bas/stab/seg/lim/mon - / - / 3 / 63/ 29/ 5 62/25-33/3-7) (n:1-2/0-1/3-5/54-

Gula Darah Acak Kolesterol Trigliserida Faal Hati

: 101 : 124 : 70

(n: 70-140 mg/dL) (n: < 250 mg/dL) (n: < 150 mg/dL)

a. Bilirubin Total : 0,66 b. Bilirubin Direk : 0,17 c. SGOT d. SGPT e. Gamma GT CT-Scan : 30 : 11 : 23

(n: Sampai 1 mg%) (n: Sampai 0,25 mg%) (n: L 37 U/L; P 31 U/L) (n: L 40 U/L; P 31 U/L)

13

Gambar 2.1 Gambaran Ct-Scan Kepala

Gambar 2.1 Gambaran Ct-Scan Kepala

Tampak lesi hipodens batas kurang tegas, wedge-shapes di lobus temporoparietal kiri sesuai dengantentori A. Cerebri media kiri disertai gambaran MCA kiri dense sign dan effacerment sulci dan gyri di regio tersebut.

Sulci dan gyri di luar lesi tampak baik Sistem ventrikel dan cisterna tampak baik Tak tampak deviasi midline Tampak kalsifikasi di basal ganglia kanan kiri Pons dan cerebellum tampak baik Orbita, musculi ekstraocculi dan nervus opticus kanan kiri tampak baik

14

Mastaoid dan sinus paranasal kanan kiri tampak baik Calvaria dan soft tissue scalp tak tampak kelainan

Kes: Subacute embolic cerebral infarction di lobus temproparietal kiri sesuai dengan tentori A. Cerebri media sinistra

2.6

Working Diagnosa Diagnosa klinis Diagnosa topis : Hemiparese (D) + afasia + hipertensi + stupor : Hemisfer sinistra

Diagnosa etiologi : CVA emboli infark

2.7 -

Penatalaksanaan Farmakologi :

IVFD NS 20 tetes/ menit Injeksi Piracetam 3x3 gr Injeksi ranitidin 2x1 amp Simarc 1x2 gr

Non Farmakologi : Pasang NGT Monitoring GCS ,vital sign dan keluhan pasien Fisioterapi

15

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Definisi Cerebrovascular disease adalah abnormalitas otak yang disebabkan oleh

proses patologi pembuluh darah. Proses patologi meliputi oklusi lumen karena emboli atau thrombus, pecah pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, atau peningkatan viskositas darah yang mengalir di pembuluh darah otak. Proses patologi pembuluh tidak hanya aspek umum (emboli, thrombosis, atau pecah pembuluh), juga menganai gangguan dasar, seperti aterosklerosis, hipertensi, perubahan aterosklerosis, arteritis, aneurysmal

dilatation, dan pembentukan malformasi. Terdapat dua tipe lesi pembuluh yang menyebabkan perubahan parenkim otak, yaitu iskemik (dengan atau tanpa infark) dan pendarahan. 1,2

3.2

Epidemiologi Data epidemiologik dari berbagai wilayah di seluruh dunia saat ini

menunjukkan bahwa stroke menduduki peringkat kedua dalam urutan penyebab kematian. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organitation), pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal karena stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di dunia. Angka kejadian di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. 1 Misbach dkk (1997) mendapatkan 2057 penderita dari 28 rumah sakit di seluruh Indonesia selama kurun waktu Oktober 1996 sampai dengan Maret 1997. Kejadian stroke kardioemboli bervariasi dari setiap penelitian. The National Institute of Neurogical Disorders and stroke (NINDS), Stroke data bank (1983 1986), mendapatkan dari 1273 penderita stroke Infark, 246 (14%) penderita merupakan stroke kardioemboli. Streifler mengumpulkan data dari berbagai proyek multisenter, dengan kriteria diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang beragam mendapatkan angka stroke kardioemboli antara 15-20% dari seluruh stroke Infark. Prevalensi stroke kardioemboli lebih tinggi pada usia dibawah 45

16

tahun, antara 23-36%,walaupun pada kenyataannya penyakit jantung mayor yang mendasarinya lebih banyak pada usia yang lebih tua. Kardioemboli merupakan saalah satu dari 3 penyebab stroke paling sering pada dewasa muda.3,4

3.3

Klasifikasi Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas

gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.5 Berdasarkan penyebabnya stroke dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu stroke iskemik (infark) dan stroke hemorhagik (perdarahan). Stroke iskemik 2/3 berupa stroke trombotik dan 1/3 berupa stroke embolik, sedangkan stroke perdarahan terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan subarahnoid.5 Selain itu, Simon RP (1999) juga membagi stroke iskemik menurut perjalanannya menjadi: 1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attact (TIA) 2. Defisit neurologi iskemik yang reversibel atau Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) 3. Stroke progresif atau stroke in evolution 4. Stroke komplit Berdasarkan patogenesisnya stroke iskemik dapat digolongkan menjadi: 1. Stroke iskemik trombotik 2. Stroke iskemik embolik 3. Stroke iskemik karena sebab lain, misal karena kelainan hematologic 4. Stroke iskemik dengan penyebab yang belum diketahui

3.4

Faktor Resiko Mengenai faktor resiko untuk terjadinya stroke, dapat diajukan banyak hal,

namun dapat dibagi ke dalam faktor resiko yang tidak dapat dirubah (Nonmodifiable) dan faktor resiko yang dapat dirubah (Modifiable), antara lain:6

17

Tabel 3.1 Faktor Resiko Stroke 3.5 Patogenesa Pembentukan emboli yang menoklusi arteri di otak bisa bersumber dari jantung sendiri atau berasal dari luar jantung, tetapi pada perjalanannya melalui jatung, misalnya sel tumor, udara dan lemak pada trauma, parasit dan telurnya. Yang sering terjadi adalah emboli dari bekuan daran (clots) karena penyakit jantungnya sendiri. Trombus intracardiak di atrium ventrikel kiri paling sering menyebabkan emboli, walaupun trombus di atrium, ventrikel kanan dan ekstremitas dapat menyebabkan emboli otak melalui septal defek di jantung. Trombus di ventrikel kiri dapat pula terjadi karena proses koagulopati trombosik tanpa disertai kelainan jantung.4,5 Caplan LR (1991) membagi berbagai tipe dari bahan emboli yang berasal dari jantung, yaitu:7 1. trombus merah, trombus terutama mengandung fibrin (aneurisma ventrikel) 2. trombus putih, aggregasi pletelet fibrin (Infark miokard) 3. vegetasi endocarditis marantik 4. bakteri dan debris dari vegetasi endocarditis 5. kalsium (kalsifikasi dari katup dan anulus mitral) 6. myxoma dan framen fibroelastoma

18

Pembentukan trombus atau emboli dari jantung belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada beberapa faktor prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam proses pembentukan emboli, yaitu:4,5,7 1. Faktor mekanis Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial fibrilasi), mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli. Terjadinya emboli di serebri setelah terjadi kardioversi elektrik pada pasien atrial fibrilasi. Endokardium mengontrol jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun rangsangan tersebut berkurang pada endokardium yang intak. Trombus yang menempel pada endokardium yang rusak (oleh sebab apapun), akan menyebabkan reaksi inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya akan menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata, sehingga akan melepaskan material emboli. Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli. Perlekatan trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai resiko (kemungkinan) yang lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan dengan trombus yang melekat pada permukaan sempit seperti pada kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang melekat pada permukaan sempit mudah lepas. Trombus yang mobil, berdekatan dengan daerah yang hiperkinesis, menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya serta rapuh seperti pada endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan emboli. 2. Faktor aliran darah Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk trombus yang terutama mengandung trombosit, karena pada shear rate yang tinggi adesi trombosit dan pembentukan trombus di subendotelial tidak tergantung pada fibrinogen, pada shear rate yang tinggi terjadi penurunan deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit meningkat. Sebaliknya pada shear rate yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau resirkulasi akan terbentuk trombus yang terutama mengandung fibrin, karena pada shear rate yang rendah pembentukan trombus tergantung atau membutuhkan fibrinogen. Stasis aliran darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada penderita

19

fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, Infark miokardium, kardiomiopati dilatasi 3. Proses trombolisis di endokardium Pemecahan trombus oleh enzim trombolitik endokardium berperan untuk terjadinya emboli, walupun pemecahan trombus ini tidak selalu menimbulkan emboli secara klinik. Hal ini telah dibuktikan bahwa bekuan (clot) setelah Infark miocard, menghilang dari ventrikel kiri tanpa gejala emboli dengan pemeriksaan ekhokardiografi. Keadaan kondisi aliran lokal yang menentukan kecepatan pembentukan deposit platelet disertai dengan kerusakan endotelium yang merusak proses litik, kedua hal ini akan menyebabkan trombus menajdi lebih stabil 3.6 Tanda dan Gejala Perbedaan klinis stroke iskemik (trombotik dan emboli) maupun hemoragik (intraserebral dan subaraknoid)
TANDA & GEJALA Permulaan Waktu Serangan Peringatan Sebelumnya Nyeri Kepala Muntah Kejang Kesadaran Menurun Bradikardi Ptosis Rangsang Meningeal Papil Edem Lokasi INFARK Subakut Bangun pagi ++ + + Kortikal/Subkortikal HEMORAGIK Akut Aktivitas ++ ++ ++ ++ Sejak awal serangan + ++ ++ Subkortikal

Tabel 3.2 Tanda dan Gejala

20

Gambaran Klinik Serangan

Stroke Trombotik Saat istirahat/tidur malam, Sering didahului TIA Fokal, sering memberat secara gradual

Stroke Embolik Saat aktivitas sehari-hari, tidak saat tidur Fokal, seringkali maksimal saat serangan

ICH Saat melakukan aktivitas Fokal, sangat akut disertai tanda peningkatan TIK (nyeri kepala, muntah, kesadaarn menurun, kejang,dll) Hipertensi berat (sering) Penyakit jantung hipertensif, retinopati hipertensif

SAH Nyeri kepala sangat hebat, mendadak, biasanya saat aktivitas Defisit neurologic jarang dijumpai Tanda rangsangan selaput otak

Defisit Neurologik

Tekanan darah Temuan khusus lainnya

Hipertensi (sering) Penyakit jantung/pembuluh darah arterosklerotik

Normotensi Aritmia jantung, fibrilasi atrial, kelainan katup jantung, bising karotis/tanda sumber embolik lain Area hipodens pada infark hemoragik, tampak pula area hiperdens

Hipertensi (jarang) Perdarahan subhialoid/preretinal likwor berdarah

CT Scan Kepala

Area Hipodens

Area hiperdens intraserebral / intraventikular

Area hiperdens di sisterna basalis

Tabel 3.3 Gambaran Klinis Berbagai Macam Stroke

3.7

Penegakan Diagnosa Diagnosis klinis stroke dibuat berdasarkan batasan stroke. Adanya deficit

neurologic fokal (atau global) yang timbul mendadak, berlangsung lebih 24 jam, serta ditemukannya factor resiko yang mendasari terjadinya kelainan vaskuler primer pada otak, merupakan petunjuk bahwa yang sedang kita hadapi adalah kasus stroke. Beberapa kelainan non-vaskular, dan vascular sekunder (non primer), dapat memberikan gejala dan tanda klinik yang menyerupai stroke. Dibawah ini merupakan langkah diagnosis stroke :8

21

Defisit Neurologic Fokal

(1)

Vaskular

Non Vaskular

(2)

Iskemik

Perdarahan

Tumor Trauma Infeksi Fenomena Todd Lain-lain

Trombotik Embolik

- Intraserebral - Subaraknoid

(3)

Kelainan Vaskular yang mendasari terjadinya stroke

(4)
Besar dan letak lesi

Gambar 3.1 Diagram Diagnosa Stroke Penatalaksanaan8,9,10

3.8

Pada prinsipnya tujuan utama terapi pada stroke adalah: 1. Mencegah kerusakan otak yang bersifat ireversibeL 2. Mencegah komplikasi 3. Mencegah kecacatan yang lebih berat 4. Mencegah serangan ulang Penatalaksanaan stroke meliputi: 1. Terapi umum Pedoman terapi ini meliputi 5B, yaitu: a. Breath Menjaga agar fungsi pernafasan dan oksigen adekuat terutama pada penderita dengan kesadaran menurun. b. Blood Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat hingga normotensi pada stroke fase akut harus dihindarkan karena menurunkan perfusi ke otak. Obat antihipertensi dipertimbangkan terutama pada penderita muda

22

dengan tekanan darah 180/100 mmHg atau penderita tua dengan tekanan darah 210/120 mmHg atau lebih. Penurunan tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 20% dari tekanan darah arterial rata-rata. Beberapa obat antihipertensi yang direkomendasikan antara lain: Nitroprusid, nitrigliserin, labetolol, diltiazem yang diberikan secara iv, sedangkan oral dapat diberikan captopril, nifedipin dan lain-lain. Cairan Tujuan dari terapi cairan adalah euvolemi. Optimal CVP bervariasi di antara pasien. Jika terjadi hipovolemi yang dapat mengakibatkan hipotensi, maka CVP dipertahankan antara 5-12 mmHg. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat celcius pada penderita panas) Elektrolit (sodium, potassium, kalsium, magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai harga normal Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil BGA Cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan dosis 1 ml/kgBB/jam adalah yang dianjurkan pada penderita PIS Cairan yang mengandung dekstrosa dihindari kecuali ada hipoglikemia Sistemik hiposmolality (< 280 mmol/kg) harus segera diterapi dengan manitol atau hipertonik salin 3% Status euvolume harus dipertahankan dengan memantau keseimbangan cairan, central venous pressure dan berat badan c. Brain Penurunan kesadaran Dipantau dengan GCS (Glasgow Coma Scale) serta tanda-tanda vital (tekanan darah, derajat nadi, frekuensi pernafasan) serta waspada agar jangan mengalami aspirasi

23

Peningkatan tekanan intrakranial Beberapa cara untuk menurunkan tekanan intracranial yang meningkat, antara lain: Tirah baring dengan kepala ditinggikan 20-300 Hipotermi Hiperventilasi dengan ventilasi sehingga PaCO2 30-35 mmHg Manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kgBB/kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali sehari

d. Bowel Dengan memperhatikan fungsi saluran cerna dan nutrisi Nutrisi enteral harus segera dimulai setelah 48 jam untuk mencegah terjadinya malnutrisi Bisa juga memakai nasoduodenal tube untuk emngurangi resiko terjadinya aspirasi Penelitian membuktikan terjadi penurunan angka kematian sebanyak 6% pada penderita disphagic stroke yang mendapatkan nutrisi enteral seawall mungkin dibandingkan dengan yang tidak dipasang tube feeding selama 1 minggu pertama e. Bone and body skin Dengan cara mengubah posisi tidur miring kiri dan kanan secara bergantian tiap selang waktu beberapa jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi seperti decubitus, postural pneumoni, dan lainlain 2. Perawatan dan pemantauan kulit

Terapi khusus stroke infark Penanggulangan stroke iskemik yang diderita oleh sebagian besar (> 80%)

dari seluruh penderita stroke. Upaya yang paling krusial untuk menurunkan kecacatan dan kematian akibat stroke adalah upaya terapi stroke pada fase akut. Untuk mencegah kecacatan dan kematian karena stroke, penderita harus diperlakukan dengan prinsip time is brain. Menurut cara pandang ini, serangan stroke akut merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani. Terapi stroke harus dimulai sedini mungkin, agar tidak terjadi kecacatan dan kematian.

24

Beberapa penelitian klinik telah menunjukkan bahwa iskemia serebral yang berlangsung lebih dari 6 jam dapat mengakibatkan kerusakan sel otak secara permanen. Strategi pengobatan stroke iskemik saat ini tertuju pada tatalaksana modifikasi faktor resiko melalui kombinasi perubahan gaya hidup, termasuk diet, olahraga, henti merokok, operasi karotis pada resiko tinggi dan terapi farmakologik dengan antihipertensi, antihiperlipidemia, antikoagulan dan atau antiplatelet. Strategi pengobatan stroke iskemik ada 2, yaitu: a. Reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki area iskemik dengan obat-obatan antitrombotik

(antikoagulan, antiplatelet dan trombolitik) b. Neuroproteksi yaitu mencegah kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik. Obat yang digunakan antara lain pirasetam, CPD cholin dan lain-lain. Obat-obatan yang digunakan pada stroke infark, antara lain: a. Terapi antiplatelet Terapi antiplatelet memegang peran penting dalam prevensi jangka panjang stroke iskemik dan kejadian vaskuler pada penderita yang telah mengalami stroke iskemik akut atau TIA. Pada meta analisis dari 287 studi penelitian yang melibatkan penderita dengan resiko tinggi untuk kejadian vaskuler iskemik terapi antipletelet menurunkan resiko stroke sebesar 30%. Beberapa faktor membantu kita menentukan pemilihan penggunaan antiplatelet yang harus segera diberikan pada TIA atau stroke iskemik. Faktor-faktor seperti penyakit komorbid, efek samping obat dan biaya pengobatan akan mempengaruhi penentuan pemilihan obat, mulai dengan aspirin dosis rendah, kombinasi aspirin dan dipyridamole ER, ADP antagonis reseptor ticlopidine dan clopidogrel. Aspirin merupakan antiplatelet yang lebih murah dan akan berpengaruh pada kepatuhan jangka panjang. Belum cukup data untuk merekomendasikan pilihan antiplatelet selain aspirin. Tidak terdapat bukti untuk meningkatkan dosis aspirin akan memberikan keuntungan tambahan.

25

b. Aspirin Aspirin dengan dosis antara 50 hingga 1300 mg per hari, efektif untuk prevensi stroke iskemik setelah serangan stroke atau TIA. Penelitian dengan dosis tinggi dan rendah menunjukkan efikasi yang sama dalam prevensi kejadian vaskuler. Dan pada dosis tinggi aspirin memberikan resiko perdarahan saluran cerna yang lebih besar. Dampak terapi disebabkan kemampuan aspirin untuk menghambat cyclo-oxygenase secara ireversibel dan mengurangi pembentukan thromboxane A2 yang diketahui sebagai aktivator untuk trombosit yang kuat. Pemberian aspirin dalam waktu 48 jam pada stroke iskemik akut memberikan keuntungan yang kecil, tapi bermakna secara statistic dalam mengurangi terjadinya stroke iskemik sekunder. Dalam studi International Stroke Trial (IST) dilaporkan lebih sedikit penderita yang memperoleh stroke berikutnya pada kelompok yang diberikan aspirin dalam 14 hari pertama stroke (RR 23%). Pada CAST (Chinese Acute Stroke Trial) penderita yang diberikan aspirin lebih sedikit mengalami serangan stroke ulang dalam 30 hari pengamatan (RR 30%). Masih diperdebatkan tentang dosis aspirin yang optimal. Dosis harian antara 30 hingga 325 mg dianjurkan pada pencegahan stroke sekunder. Beberapa penderita masih menunjukkan kejadian vaskuler walaupun mereka telah mempergunakan aspirin. Beberapa penderita menunjukkan resisten terhadap aspirin secara biokimia seperti yang dilaporkan pada penelitian agregasi platelet. Pada keadaan seperti ini dianjurkan segera menentukan pilihan antiplatelet yang lain untuk prevensi stroke. c. Dipyridamole Dipyridamole adalah inhibitor phosphodiesterase platelet yang

mempertahankan cyclic adenosine monophosphate, sehingga mencegah agregasi platelet. Dipyridamole juga bekerja sebagai vasodilator dan mencegah adhesi platelet ke dinding pembuluh darah. Studi dipyridamole hanya untuk prevensi sekundee stroke. European Stroke Prevention Study (ESPS 1) membandingkan dipyridamole dan aspirin terhadap plasebo dan mendapatkan penurunan resiko relative stroke sebesar 38% lebih besar

26

pada mereka dengan terapi kombinasi. Diduga ini adalah efek tambahan dari dipyridamole dan selanjutnya pada studi ESPS 2 diperoleh hasil ER dipyridamole 200 mg 2 kali sehari bersama dengan aspirin 50 mg per hari adalah lebih superior dibanding monoterapi dengan aspirin denga penurunan resiko absolute sebesar 2,9% dan RR 23%. Juga lebih efektif dibanding plasebo dengan RR 37%. Sering dijumpai keluhan nyeri kepala yang menyebabkan penghentian obat, namun secara statistik tidak ada peningkatan angka perdarahan secara bermakna dibandingkan dengan pengobatan aspirin momoterapi. d. Triclopidine Sebagai derivate dari thienopyridine telah dilakukan evaluasi ticlopidine pada 3 penelitian secara acak (CATS-TASS-AAAPS) dengan penurunan resiko keluaran sebesar 23% dibanding plasebo. Kerja samping obat yang terbanyak adalah diarrhea (12%), gejala gastrointestinal lain dan rash pada kulit serta dengan kemungkinan frekuensi perdarahan yang sama dengan aspirin. Neutropenia terjadi pada 25% kasus dan juga dilaporkan gambaran thrombotic thrombocytopenic purpura pada penderita dengan ticlopidine. e. Clopidogrel Clopidogrel adalah inhibitor fungsi platelet yang bersifat ireversibel dengan hambatan pada reseptor adenosine diphosphat untuk mencegah agregasi platelet. Clopidogrel memiliki profil kemanan yang sama dengan aspirin pada penderita dengan resiko tinggi pada kejadian iskemin yang berulang namun disebutkan angka kejadian perdarahan gastrointestinal dan intracranial yang lebih rendah. Tolerabilitas copidogrel telah ditunjukkan pada studi CAPRIE dan MATCH dimana copidogrel diberikan untuk jangka waktu 1,5 hingga 3 tahun. The Copidogrel versus Aspirin in Patients at Risk of Ischemic Events (CAPRIE) studi merupakan penelitian terkontrol yang meelibatkan sekitar 20000 penderita yang diberikan aspirin 325 mg atau copidogrel 75 mg per hari. Studi ini menunjukkan penurunan resiko absolute 0,5% dan sebesar 8,7% penurunan resiko relative untuk kelompok copidogrel pada primary end point.

27

f. Terapi antikoagulan Bukti meta analisis menunjukkan warfarin adalah efektif pada pencegahan primer stroke thromboembolik pada penderita dengan fibrilasi atrium (AF) dengan penurunan resiko sebesar 68%. Lebih jauh pada studi investigasi pencegahan stroke sekunder pada penderita dengan AF non rematik dan TIA atau stroke minor yang baru terjadi, warfarin lebih efektif dibanding aspirin dengan perbandingan 90 terhadap 40 kejadian vaskuler (utamanya stroke) yang dapat dicegah tiap tahun untuk setiap 1000 penderita. Percobaan pemberian inhibitor thrombin ximelagatran pada AF hasilnya setara dengan warfarin, namun FDA tidak merekomendasikan obat ini berdasarkan resiko keamanan obat. Studi warfarin dibandingkan dengan aspirin untuk pencegahan serangan ulang iskemia serebral yang bukan berasal dari jantung dihentikan karena tingginya komplikasi perdarahan dengan warfarin (WARSS-Warfarin Aspirin Recurrent Stroke Study) dan tidak ada peebedaan yang bermakna efektivitas warfarin dan aspirin untuk pencegahan serangan ulang stroke iskemik pada penderita dengan stroke non kardioemboli; perbedaan lebih besar dan tidak bermakna antara aspirin dibanding warfarin pada pria dibandingkan wanita. Hasil studi WASID menunjukkan warfarin tidak lebih baik untuk pencegahan sekunder penderita dengan stenosis intracranial. Lebih banyak dijumpai komplikasi perdarahan dengan mortalitas lebih besar pada kelompok warfarin. Sesuai dengan konsensus, maka warfare hanya diberikan pada penderita dengan AF, sumber emboli t yang jelas berasal dari jantung (katub prothesa, infark miokard dengan thrombus mural, kardiomiopati dan gagal jantung kongesti) dan juga diindikasikan pada thrombosis vena serebral. g. Trombolitic agents (rtPA) Pemberian suntikan rtPA intravena 0,9 mg/kg berat badan dengan dosis maksimal 90 mg, dilakukan dengan prosedur tertentu. Berdasarkan criteria NINDS (National Institute of Neurogical Disorders and Stroke), pemberian rtPA hanya dilakukan dalam selang waktu 3 jam setelah serangan stroke iskemik akut dengan syarat, antara lain:

28

Gambaran CT-Scan kepala tidak menunjukkan adanya perdarahan Penderita tidak pernah mengalami trauma kepala maupun serangan stroke selama 3 bulan terakhir Serta tekana darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110 mmHg

h. Neuroprotektan Hingga saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui manfaat neuroprotekta yang diduga dapat melindungi sel neuron dari kematian akibat stroke iskemik akut. Beberapa diantaranya adalah golongan penghambat kanal kalsium (nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel, selfotel, serestat, magnesium), agonis GABA (klomethiazol), penghambat peroksidase lipid (titrilazad), antibody anti-ICAM-1 (enlimomab) dan activator metabolic (pirasetam, sitikolin). Sangat diharapkan pemberian neuroprotektan pada stroke iskemik akut akan dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian. Pencegahan10,11

3.9

Terdapat dua cara untuk mencegah terjadinya stroke, yaitu: 1. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah langkah-langkah untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu: Mengatur tekanan darah baik sistolik meupun diastolic Mengurangi makan asam lemak jenuh Berhenti merokok Minum aspirin 2 kali sehari, 300 mg per hari, pada: Individu dengan anamnesa keluarga dengan penyakit vaskuler Umur lebih dari 50 tahun Tidak ada ulkus lambung Tidak ada penyakit mudah berdarah Tidak alergi aspirin

2. Pencegahan sekunder

29

Bila tedapat gejala TIA atau iskemik retina, maka ini merupakan bukti bahwa pencegahan primer gagal. Gejala ini merupakan tanda bahwa terjadi tromboemboli atau penyakit pembuluh darah yang primer. Cara-cara pencegahan sekunder, antara lain: a. Hipertensi diturunkan melalui Minum obat antihipertensi Mengurangi berat badan Mengurangi netrium dan meningkatkan kalium Olahraga Jangan minum amfetamin

b. Turunkan kadar kolesterol yang meningkat c. Mangurangi natrium makanan dan meningkatkan intake kalium melalui sayur dan buah-buahan d. Mengurangi obesitas Karena resiko hipertensi dan DM berkurang, maka secara sekunder resiko stroke juga berkurang e. Mengurangi minum alkohol f. Mengurangi rokok g. Mengurangi kadar gula darah pada penderita DM h. Mengontrol penyakit jantung Penyakit jantung yang berbahaya antara lain: Gangguan irama, gangguan katub dan kerusakan miokard i. Olahraga Olahraga akan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kadar LDL dan mengurangi obesitas j. Mengurangi hematokrit kalau meningkat Phlebotomy dianjurkan untuk mengurangi hematokrit yang meningkat k. Mengurangi trombositosis dengan aspirin l. Berilah kontrasepsi estrogen rendah pada wanita dengan hipertensi dan yang menghisap rokok m. Hindari penyalahgunaan obat narkotik

30

Komplikasi dari pemkaian narkotika adalah krisis hipertensi dengan infark atau perdarahan otak n. Obat-obat antitrombotik Berilah antiplatelet agregating agents. Agregasi trombosit ada 3 jalur, yaitu: Asam arakhidonat ADP Platelet activating factor (PAP)

Aspirin (menghambat jalur 1), dosis 300 mg/hari 2 kali sekali. Ticlopidine (menghambat jalur 2 dan 3), kombinasi aspirin dan ticlopidine adalah yang terbaik. o. Pengobatan pembedahan Carotid endarterectomy, maupun EC/IC hypass, ternyata tidak bermanfaat untuk pencegahan stroke

3.10 Prognosis Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan. Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.

3.11 Komplikasi Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu: Pneumonia, septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih), trombosis vena dalam dan emboli paru, infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung, ketidakseimbangan cairan. Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan

31

akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Faktorfaktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang meliputi ulkus decubitus. epilepsy, jatuh berulang dan fraktur, spastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu.

32

BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis stroke infark emboli berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis yang mendukung stroke infark emboli yaitu : Pasien mendadak lemas pada tubuh dan tangan serta kaki kanan Pasien mengalami penurunan kesadaran Tidak dapat berkomunikasi dengan sekitar, baik bicara dan memahami perkataan orang lain Keluhan timbul secara mendadak setelah beraktifitas Sebelumnya dari keterangan keluarga pasien tidak mengeluh seperti pusing, muntah, dada berdebar-debar, nyeri pada dada kiri dan sesak nafas. Riwayat hipertensi tidak terkontrol

Sedangkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditemukan Kesadaran stupor dengan GCS 315 Vital Sign o TD o Nadi Afasia (+) Pemeriksaan nervus cranialis sulit dievaluasi Didapatkan lateralisasi pada ekstremitas kanan Didaptkan hemiparese dextra Kekuatan motorik 0 0 5 5 : 200/150 mmHg : 76 x/menit, ireguler

Reflek fisiologi BPR KPR +3 +3 +2 +2 KPR APR +3 +3 +2 +2

33

Reflek patologis Tungkai - Babinski - Chaddock - Oppenhein - Rossolimo - Gordon - Schaefer - Mendel-Bechterew - Stransky - Gonda Kanan : + : + : + : Tidak dilakukan : + : + : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan :Kiri Lengan - Hoffmann Tromner : -/-

Pada pemeriksaan CT-Scan kepala didapatkan gambaran tampak lesi hipodens batas kurang tegas, wedge-shapes di lobus temporoparietal kiri sesuai dengantentori A. Cerebri media kiri disertai gambaran MCA kiri dense sign dan effacerment sulci dan gyri di regio tersebut. Kesimpulan : Subacute embolic cerebral infarction di lobus temproparietal kiri sesuai dengan tentori A. Cerebri media sinistra.

Pada pemeriksaan EKG

o Irama : Irreguler o HR : 142/menit o Sinus : Sinus tachycardi o AF ditandai dengan absennya gelombang P Pada hasil pemeriksaan fisik pemeriksaan nervus cranialis sulit dievaluasi dikarenakan kondisi pasien yang mengalami penurunan kesadaran sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan sekitar, baik berbicara dan memahami perkataan orang lain. Pada pemeriksaan refleks fisiologis ditemukan hiperrefleks dan beberapa pemeriksaan patologis positif pada ekstremitas kontrakateral

menunjukan lesi bersifat UMN (upper motoric neuronal). Pada pemeriksaan CT-Scan kepala didapatkan gambaran tampak lesi hipodens batas kurang tegas, wedge-shapes di lobus temporoparietal kiri sesuai

34

dengan tentori A. Cerebri media kiri disertai gambaran MCA kiri dense sign dan effacerment sulci dan gyri di regio tersebut. Gambaran tersebut didapatkan khas pada Subacute embolic cerebral infarction. Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi endotel pembuluh darah, permeabilitas pembuluh darah meningkat, vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah, iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal. Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstruksi aliran darah, yang dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah, sehingga dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam beberapa menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap. Bagian distal dari obstruksi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat proses diatas dan tekanan aliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan mengalami migrasi ke bagian distal. Keadaan hipoksia dan peningkatan CO2 pada daerah distal yang terkena akan semakin luas sehingga kerusakan neuron akan terjadi lebih luas. Maka dari itu klinis yang muncul pada Subacute embolic cerebral infarction akan lebih berat dibandingkan jenis strok lainnya. Penatalaksanaan farmakologi pada kasus adalah : IVFD NS 20 tetes/menit, neurotropic : piracetam inj. 3 x 3 gr, AH2 reseptor antagonis: Ranitidin inj. 2 x 1 ampl IV, Antikoagulan : Simarc 1x2 mg. Ranitidine untuk mencegah stress ulcer. Piracetam digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada syaraf-syaraf otak. Simarc diberikan sebagai antikoagulan untuk mencegah terjadinya bentukan emboli berulang. Penatalaksanaan non-farmakologi pada kasus ini adalah pemasangan NGT dan fisioterapi. Pemasangan NGT dilakuakan karena melihat pasien yang tidak sadar sehingga perlu bantuan alat untuk memenuhi nutrisi. Pada pasien dengan riwayat stroke perlu dilakukan fisioterapi untuk melatih motorik yang mengalami parese. Simarc (Na Warfarin) adalah anti koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K-yang berperan dalam pembekuan darah- sehingga terjadi deplesi

35

faktor II, VII, IX dan X. Ia bekerja di hati dengan menghambat karboksilasi vitamin K dari protein prekursomya. Karena waktu paruh dari masing-masing faktor pembekuan darah tersebut, maka bila terjadi deplesi faktor Vll waktu protrombin sudah memanjang. Tetapi efek anti trombotik baru mencapai puncak setelah terjadi deplesi keempat faktor tersebut. Jadi efek anti koagulan dari warfarin membutuhkan waktu beberapa hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah yang baru dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah ada disirkulasi. Warfarin tidak mempunyai efek langsung terhadap trombus yang sudah terbentuk, tetapi dapat mencegah perluasan trombus. Warfarin telah terbukti efektif untuk pencegahan stroke kardioembolik. Karena meningkatnya resiko pendarahan, penderita yang diberi warfarin harus dimonitor waktu protrombinnya secara berkala.13,14 Farmakokinetik : Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah pemberian, kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam, Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam, Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV, Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan ginjal, Ekskresi: melalui urine clan feses. Farmakodinamik : 99% terikat pada protein plasma terutama albumin, absorbsinya berkurang bila ada makanan di saluran cerna.13,14 Indikasi peggunaan obat ini antara lain untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan dengan fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis terjadinya emboli sistemik setelah infark miokard (FDA approved), profilaksis TIA atau stroke berulang yang tidak jelas berasal dari problem jantung. Kontraindikasi penggunaan simarc yaitu pasien dengan hipersensitif terhadap warfarin atau komponen lain dalam sediaan, hemoragi, hemofilia, trombositopenia purpura, leukemia, operasi mata atau saraf, anestesia blok lumbar regional atau operasi besar lainnya, pasien yang mengalami pendarahan pada saluran pencernaan, pernapasan, aborsi, anuerism, defisiensi asam askorbat, riwayat pendarahan diastesis, prostatektomi, poliartritis,

pendarahan pada kolon, hemoragi serebrovaskular, eklampsia dan pre-eklampsia, hipertensi tidak terkontrol, penyakit hepatik parah, perikarditis atau efusi perikardial, endokarditis bakteri sub akut, visceral carcinoma, setelah punktur

36

spinal dan diagnostik lain atau prosedur terapi untuk pendarahan signifikan, riwayat nekrosis yang diinduksi warfarin, pasien tidak patuh, kehamilan. 13,14 Interaksi obat : Warfarin berinteraksi dengan sangat banyak obat lain seperti asetaminofen, beta bloker, kortikosteroid, siklofosfamid, eritromisin, gemfibrozil, hidantoin, glukagon, kuinolon, sulfonamid, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, omeprazol, aminoglikosida, tetrasiklin, sefalosporin, anti inflamasi non steroid, penisilin, salisilat, asam askorbat, barbiturat, karbamazepin dll. 13,14 Efek samping dapat terjadi perdarahan dari jaringan atau organ, nekrosis kulit dan jaringan lain, alopesia, urtikaria, dermatitis, demam, mual, diare, kram perut, hipersensitivitas dan priapismus. Hati- hati untuk usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Hati- hati bila digunakan pada orang tua. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat melewati plasenta sehingga bisa menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya. Dijumpai pada ASI dalam bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui. 13,14 Sediaan simarc peroral bentuk tablet 2 mg, 2,5 mg, 5mg, 7,5 mg, dan10 mg. Dosis inisial dimulai dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur agar dapat dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat tergantung pada kasusnya. Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai bahaya terjadinya emboli dan trombosis sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu protrombin dilakukan setiap hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu protrombin yang stabil di batas terapeutik. Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu protrombin tergantung pada penilaian dokter dan respon penderita terhadap obat. Interval yang dianj urkan adalah 1-4 minggu.
13,14

Prognosis pada pasien stroke ditentukan berdasarkan tipe dan luasnya


serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik dan lainnya akan mengalami gejala yang menetap.

37

BAB V PENUTUP

4.1

Kesimpulan Cerebrovascular disease adalah abnormalitas otak yang disebabkan oleh

proses patologi pembuluh darah. Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vaskuler (WHO).
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke adalah meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik dan mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.

4.2

Saran Perlu perhatian khusus bagi para dokter pelayanan primer untuk mengetahui

dasar-dasar tentang stroke sebagai dasar penanggulangan untuk melakukan pertolongan pertama dan rujukan ke rumah sakit terdekat.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams and Victor's. 2000. Principles of Neurology. 7th edition. 2. Adams, H.P., et al. 2003. Guidelines for the Early Management Stroke of patients With Ischemic Stroke. A Scientific Statement from the Stroke Council of the American Stroke Association. Stroke 34:1056-1083 3. Asinger RW. Cardiogenic brain embolism. The second report of the cerebral embolism task force. Arc. Neurol. 1989 (46): 727-43 4. Helgason CM. Cardioembolic stroke: topography and pathogenesis in cerebrovascular and brain metabolism reviews. New York: Raven Press, 1989: 28-58 5. Chandra, B. 1994. Neurologi Klinik. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK Unair. Surabaya 6. Harrison, P., Lewis. 2006. Harrison Principles of Internal Medicine. 16th Edition. Pennsylvania: Mc Graw Hill 7. Caplan RL. Stroke a clinical approach. 2nd ed. Boston: Butterworth, 1993: 349-60 8. Wahjoepramono EJ, Stroke : Tatalaksana Fase Akut. Jakarta : FK Universitas Pelita harapan ; 2005. p. (f.risk),171-5 9. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC 10. Silbernagl, Stefan. 2006. Teks Atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC 11. Warlow, C.P., et al. 1996. Stroke. A Practical Guide to Management. London: Blackwell Science. pp 598-649 12. Widjaja, D. 2006. Biomolecular Events in Acute Ischemic Stroke. Department of Neurology. Airlangga University. Faculty of Medicine. Surabaya 13. Lexi-Comp's Drug Information Handbook - 14th edition, 2006 14. Karmila N, Pengaruh Pemberian Warfarin. e-USU Repository :2010. p.17-30 Avaiableat:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6349/1/10E00182. pdf accessed on : 5 Desember 2012.

39

Anda mungkin juga menyukai

  • GASTRITIS
    GASTRITIS
    Dokumen39 halaman
    GASTRITIS
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Gastritis
    Patofisiologi Gastritis
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Gastritis
    Julianda Eprianti
    100% (1)
  • Head CT Scan
    Head CT Scan
    Dokumen46 halaman
    Head CT Scan
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Bag Awal
    Bag Awal
    Dokumen5 halaman
    Bag Awal
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Genogram Keluarga Tn A Ny S
    Genogram Keluarga Tn A Ny S
    Dokumen4 halaman
    Genogram Keluarga Tn A Ny S
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Bedah Hernia
    Lapsus Bedah Hernia
    Dokumen44 halaman
    Lapsus Bedah Hernia
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Weekly Report MINGGU 6
    Weekly Report MINGGU 6
    Dokumen58 halaman
    Weekly Report MINGGU 6
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Weekly Report. 20112013pptx
    Weekly Report. 20112013pptx
    Dokumen59 halaman
    Weekly Report. 20112013pptx
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • APENDISITIS
    APENDISITIS
    Dokumen37 halaman
    APENDISITIS
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Difteria
    Lapsus Difteria
    Dokumen45 halaman
    Lapsus Difteria
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • MAp Kas Kelompok 4 KK
    MAp Kas Kelompok 4 KK
    Dokumen4 halaman
    MAp Kas Kelompok 4 KK
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Gambar Nda
    Daftar Isi Gambar Nda
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi Gambar Nda
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Pre
    Pre
    Dokumen16 halaman
    Pre
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Makalah Ok2
    Makalah Ok2
    Dokumen24 halaman
    Makalah Ok2
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Makalah Ulkus Peptikum 2
    Makalah Ulkus Peptikum 2
    Dokumen33 halaman
    Makalah Ulkus Peptikum 2
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien
    Status Pasien
    Dokumen6 halaman
    Status Pasien
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Amebiasis
    Diagnosis Amebiasis
    Dokumen3 halaman
    Diagnosis Amebiasis
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Disfagia
    Disfagia
    Dokumen6 halaman
    Disfagia
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Divertikulum Esofagus Gejala dan Terapi
    Divertikulum Esofagus Gejala dan Terapi
    Dokumen3 halaman
    Divertikulum Esofagus Gejala dan Terapi
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • CEDERA KEPALA
    CEDERA KEPALA
    Dokumen6 halaman
    CEDERA KEPALA
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen31 halaman
    Laporan Kasus
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Ektopik Terganggu
    Kehamilan Ektopik Terganggu
    Dokumen34 halaman
    Kehamilan Ektopik Terganggu
    Mytta Putri Utami
    Belum ada peringkat
  • Bismillah PEB
    Bismillah PEB
    Dokumen32 halaman
    Bismillah PEB
    Baiq Sholatia Furqonie
    Belum ada peringkat