Anda di halaman 1dari 4

Artikel Penelitian

Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol.2, No.1

116

Karakterisasi dan Digitalisasi Frekuensi Signal EEG Penderita Epilepsi


1

Maya Genisa, 2Yeni Zulhamidah, 3Edward Syam

Abstract
1

Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2,3 Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Correspondence Maya Genisa, S.Si.M.T. Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jln Letjen Suprapto Cempaka Putih Jakarta 10510. Telp. 021-4244574

Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakteristik rekaman EEG untuk mengidentifikasi penyakit epilepsi, dengan membedakan karakteristik orang normal dengan pasien epilepsi melalui analisis frekuensi. Metoda yang digunakan untuk menganalisis frekuensi yaitu metoda Fast Fourier Transform (FFT) yang dikembangkan dalam bahasa program Matlab. Rekaman EEG didigitasi menggunakan software Windig dengan frekuensi cut off yang dipakai adalah 100 Hz. Interpretasi analisis frekuensi dilakukan secara kualitatif untuk setiap pasien untuk mencari pembeda karakteristik masing-masing. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil rekaman data dari RSI Pondok Kopi sebanyak dua data pasien dan RSIJ Cempaka Putih sebanyak 6 buah data pasien. Data yang dipilih adalah data dimana pasien mempunyai riwayat yang menunjukkan gejala epilepsi dengan tidak membedakan umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan karakteristik antara pasien epilepsi dengan orang normal.
Kata Kunci : epilepsy, EEG, digitalisasi, unipolar, bipolar.

Pendahuluan Tingkat penderita epilepsi (ayan) pada anak di Indonesia bahkan di negara maju seperti Amerika masih cukup tinggi. Pandangan yang salah dari sebagian masyarakat Indonesia terhadap penyakit epilepsi yang menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit turunan yang menular dan penyakit kutukan telah menyebabkan penderitaan yang berlipat-lipat pada penderitanya. Selain harus menanggung beratnya penderitaan di waktu serangan datang para penderita terkadang dikucilkan oleh masyarakat. Ada sebagian masyarakat masih menganggap bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Anggapan ini telah memperburuk keadaan sehingga penderita tidak jarang dibiarkan tanpa diberikan terapi yang seharusnya. Pemberian terapi secara dini memberikan harapan kepada penderita untuk bisa sembuh total sebelum dewasa. Salah satu metode yang dianjurkan untuk membantu diagnostik epilepsi adalah merekam aktivitas kelistrikan otak melalui rekaman elektro ensepalogram (EEG). Diagnosis terhadap rekaman EEG sering dilakukan dalam domain waktu dengan melihat bentuk gelombang, ketajaman gelombang atau kompleksitas gelombang. Analisis dalam domain frekuensi jarang dilakukan, oleh karena visualisasi dalam domain frekuensi seringkali tidak mudah untuk membedakan penderita epilepsi dengan penderita normal. Penelitian ini dilakukan untuk membedakan penderita normal dengan penderita epilepsi melalui analisis frekuensi.

Perhitungan komputasional terhadap gelombang EEG telah dilakukan orang sejak tiga dekade terakhir. Akan tetapi perhitungan masih didasarkan pada analisis frekuensi dengan melihat frekuensi dari aktivitas otak (Tuunainen,1995). Gelombang alfa bisa dengan mudah terlihat polanya melalui analisis ini. Gelombang alfa mempunyai frekuensi berkisar 813 Hz (Larsson, 2005) pada orang dewasa. Pada anak-anak, usia lanjut, pasien penderita dimentia, skizoprenia, stroke dan penderita epilepsi menurun (Gevins dkk, 1987; Juhasz,1997; Klimesch,1999). Studi gelombang alfa dilaporkan dapat untuk mendeteksi penderita yang mengalami masalah ingatan dan epilepsi (Ktonas,1996). Pada penelitian ini analisis frekuensi akan dilakukan untuk semua rentang frekuensi dan rata-rata tegangan serta melihat harga absolut hasil FFT gelombang EEG. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mendiagnosis epilepsi menggunakan rekaman EEG sehingga lebih mudah dan lebih dini dan bagaimanakah karakteristik gelombang EEG bila dilihat dari spketrum frekuensinya. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai tujuan untuk mencari karakteristik pembeda antara penderita epilepsi dan penderita normal melalui spektral analisis rekaman data EEG. Bahan dan Cara Kerja Sampel Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari data rekaman pasien pada Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Rekaman dalam digital tersebut diolah menggunakan program Matlab

117

Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2009 Vol.1, No.2

Artikel Penelitian

di Lab Fisika Kedokteran YARSI. Data direkam menggunakan sistem perekaman 10-20 seperti pada gambar 1 (lampiran) dan diambil dengan menggunakan dua cara unipolar dan bipolar. Selanjutnya data hasil rekaman tersebut diolah melalui tahapan : Preparasi data berupa digitalisasi rekaman EEG analog menggunakan software Windig2.5 dengan sampling rate pada frekuensi 100 Hz. Kemudian pada data digital tersebut diterapkan metode FFT untuk mendapatkan analisis frekuensi pada masing-masing sampel baik penderita epilepsi maupun penderita normal dan selanjutnya kedua hasil FFT dibandingkan dengan membuat tabulasi untuk masing-masing chanel terpilih. Sebagai sampel diambil dua orang pasien yang mempunyai riwayat kesehatan yang berbeda yaitu dua orang pasien yang berasal dari Rumah Sakit Islam Pondok Kopi. Data Pasien A : Pasien A berusia 22 tahun berjenis kelamin perempuan, mempunyai riwayat kesehatan mengeluh sakit kepala semenjak berusia 15 tahun, disertai dengan kaku kuduk,umur 9 tahun kepalanya jatuh terbentur dan pada usia lima tahun pernah kesrempet mobil, dan pernah pingsan berulang hingga lima kali. Pasien A didiagnosis menderita

chepalgia kronis dan dilakukan perekaman EEG dalam keadaan sadar dan bisa berkomunikasi. Data Pasien B : Pasien B berusia empat tahun mempunyai riwayat kejang dan pernah kejang disertai suhu tinggi dan berulang hingga dua kali. Pasien B direkam dalam keadaan tidur. Hasil Data rekaman EEG dari kedua pasien hanya diambil pada chanel yang memungkinkan untuk dilakukan digitasi dan chanel tersebut didiagnosis dokter sebagai chanel yang memberikan aktivitas berbeda dari biasanya. Sampling rate data menggunakan frekuensi 100 Hz dan analisis frekuensi dilakukan dengan menggunakan program matlab. Hasil analisis frekuensi untuk masing-masing pasien sebagai berikut : Terdapat empat buah bentuk dasar dari gelombang otak yaitu gelombang alpha, beta, theta dan delta yang dibedakan berdasarkan frekuensinya. Gelombang alpa berkisar pada frekuensi 8-13 Hz, gelombang beta berada di atas 13 Hz, gelombang delta frekuensinya kurang dari 4 Hz dan gelombang teta berada pada frekuensi 4-7 Hz. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua gelombang yang menonjol perbedaannya yaitu gelombang tetha dan gelombang alpha.

Kandungan frekuensi

Kandungan frekuensi

Gambar 1. Spectral EEG pasien A yang diambil secara unipolar.

Gambar 2. Sektral EEG pasien A yang diambil secara bipolar

Artikel Penelitian

Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol.2, No.1

118

Kandungan frekuensi

Kandungan frekuensi

Gambar 3. Spektral EEG Pasien B yang diambil secara unipolar

Gambar 4. Spektral EEG Pasien B yang diambil secara bipolar

Pembahasan Penggunaan EEG untuk mendeteksi aktivitas otak memberikan beberapa keuntungan di antaranya yaitu mempunyai resolusi yang tinggi hingga milisekon yang melebihi resolusi PET atau MRI, dapat mengukur aktivitas otak secara langsung tanpa melalui perantara lain dan tidak seperti metode lain yang mempelajari melalui karakteristik aliran darah atau aktivitas metabolisme. Akan tetapi karena rekaman EEG hanyalah merekam aktivitas otak sesaat, perekaman tersebut akan memberikan kesan yang lain ketika perekaman dilakukan pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu pengidentifikasian terhadap gelombang EEG perlu dilakukan. Data kedua pasien menunjukkan karakteristik yang berbeda. Pada rekaman EEG untuk beberapa chanel, bentuk gelombang dari kedua pasien memang sangat berbeda. Pasien A mempunyai gelombang dengan ritme dan transient yang konsisten sedangkan pada pasien B rekaman tersebut mengandung spike-spike yang sangat tajam dengan ritme yang tidak konsisten. Pasien pertama didiagnosis tidak menderita epilepsi sedangkan pasien B didiagnosis menderita epilepsi. Pada spektral frekuensi kedua pasien juga menunjukkan hal yang berbeda. Dari semua chanel yang dijadikan sampel memperlihatkan keseragaman penampakan spektral frekuensi pada masing-masing pasien. Dua jenis perekaman baik unipolar maupun bipolar menunjukkan karakteristik gelombang yang sama pada setiap pasien, ini menunjukkan bahwa jenis sistem perekaman tidak berpengaruh terhadap kandungan frekuensi gelombang EEG yang dimiliki

oleh seorang pasien. Kandungan frekuensi hanya bergantung terhadap kondisi yang dialami pasien. Dalam hal ini perekaman dilakukan dalam kondisi yang berbeda, pasien A direkam dalam keadaan sadar sedang pasien dalam keadaan tidur. Gelombang delta adalah gelombang EEG dengan frekuensi kurang dari 4 Hz (Clemens,2000), hasil dari kedua pasien menunjukkan bahwa gelombang delta muncul di keduanya walau ada sedikit perbedaan. Gelombang delta pada pada pasien B lebih kuat dibanding pasien A. Gelombang Alfa adalah gelombang EEG dengan frekuensi antara 8-13 Hz (Clemens,2000). Pada pasien A gelombang alfa ini muncul cukup kuat sedangkan pada pasien B tidak muncul. Miles (1995) menggunakan perbedaan kemunculan gelombang alfa pada kelompok anak-anak normal dengan anak epilepsi. Pada anak normal ditemukan kemunculan gelombang alfa sedangkan pada anak epilepsi gelombang tersebut tereduksi. Melihat perbedaan kedua hasil pada gambar 1-2 dan 3-4, ada kemungkinan hilangnya gelombang alfa pada pasien B memang disebabkan oleh adanya epilepsi. Hilangnya gelombang alfa pada pasien B bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah disebabkan pasien B masih anak-anak, atau karena pasien B direkam dalam keadaan tidur atau karena pasien B didiagnosis mengalami penyakit epilepsi (Gevins dkk.,1987). Berdasarkan kajian ini masih terdapat ambigu apakah hilangnya gelombang alfa pada pasien B benar-benar disebabkan oleh epilepsi yang diidapnya atau karena faktor lain. Masih diperlukan data lebih banyak lagi untuk bisa menegaskan bahwa hilangnya gelombang alfa disebabkan oleh epilepsi yang diderita pasien.

119

Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2009 Vol.1, No.2

Artikel Penelitian

Simpulan Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa analisis frekuensi dari rekaman EEG menunjukkan hasil yang sama antara perekaman data secara unipolar dan bipolar, peletakan elektroda baik secara unipolar dan bipolar tidak mempengaruhi aktivitas gelombang otak. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak Rumah Sakit Islam Pondok Kopi terutama Dr.Gea Pandhita SpS dan Rumah Sakit Islam Cempaka Putih yang telah membantu pengadaan data serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Daftar Pustaka
Clemens B., G. Szigeti, Z. Barta, 2000. EEG Frequency Profiles of Idiopathic Generalized Epilepsy Syndromes, Epilepsy Res. 42 (2) :105-115 Drake Miles E., Hosi Padamadan & Sharon A. Newell, 1995. lnterictal Quantitative EEG in Epilepsy, Medical EEG Association, Vancouver BC, October 7, 1995. Gevins A.S., dan A. Remond, 1987. Methods of Analysis of Brain Electrical and Magnetic Signals, Revised series, Vol.1, EEG Handbook Juhasz C., A. Kamondi,and I. Szirmai, 1997. Spectral EEG Analysis Following Hemispheric stroke: evidences of Transhemispheric Diaschisis, Acta Neurol Scand, 96 Klimesch W., 1999. EEG alpha and theta Oscillations Reflect Cognitive and Memory Performance: a review and analysis, Brain Res Rev, 29 169-195 Ktonas P.Y.,1996. Computer Based Recognition of EEG patterns, Electroencep and Clinical Neurophys, 45 : 23-35, Larsson P., and H. Kostov, 2005. Lower Frequency Variability in the alpha activity in EEG among Patients with Epilepsy, Clinical Neurophys, 116 (11) 2701-2706 Niedermeyer E., 1997. Alpha Rhythms as Physiological and Abnormal Phenomena, Int. J. Psychophysiol. 26 (1-3):31-49 Tuunainen A., U. Nousiainen, A. Pilke, E. Mervaala, J. Partanen, P. Riekkinen, 1995. Spectral EEG During Short-term Discontinuation of Antiepileptic Medication in Partial Epilepsy, Epilepsia, 36(8):817-23.

Anda mungkin juga menyukai