Referensi GNU General Public License. Tersedia di http://www.gnu.org Raymond, Eric C. Open Source : The Future is Here. Tersedia di http://www.opensource.org. Raymond, Eric C. The Cathedral and the Bazaar. Tersedia di http://sagan.earthspace.net/esr/writings/cathedral-bazaar.html. Raymond, Eric S. The Hallowen Document. Tersedia di http://www.opensource. org/halloween.html. Wiryana, Made I (1998). Platfrom apakah yang tepat untuk sarana belajar kita menjelang abad 21 ? Tersedia di http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/made/artikel/ Abad21/. www.google.com
ETIKA KOMPUTER
Era 1940-1950an, Nobert Wiener meneliti tentang komputasi pada meriam yang mampu menembak jatuh pesawat yang melintas. Ramalamnya tentang komputasi modern pada dasarnya sama dengan system jaringan syaraf yang bisa melahirkan kebaikan sekaligus malapetaka. Era 1960an, Donn Parker berkata that when people entered the computer center, they left their ethic at the door. Era 1980-an, kemunculan kejahatan komputer (virus, unautorizhed login). Studi berkembang menjadi salah satu diskusi serius tentang masalah etika computer maka lahirlah buku Computer Ethics (Johnson,1985). Era 1990-an samapai sekarang, implikasi pada bisnis yang semakin meluas akibat dari kejahatan computer, membuat lahirlah forum-forum yang peduli pada masalah tersebut.
Esensi dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi pada penggunaan etika komputer
Isi/substansi Data dan/atau Informasi yang merupakan input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi dan disampaikan kepada publik (Content). Dalam hal ini penyimpanan data dan/atau informasi tersebut akan disimpan dalam bentuk databases dan dikomunikasikan dalam bentuk data messages; Sistem Pengolahan Informasi (Computing and/or Information System) yang merupakan jaringan sistem informasi (computer network) organisasional yang efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan perkembangan teknologi informasi kedalam suatu bentuk organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).; Sistem Komunikasi (Communication) yang juga merupakan perwujudan dari sistem keterhubungan (interconnection) dan sistem pengoperasian global (interoperational) antar sistem informasi/jaringan komputer (computer network) maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.
Cyberspace
Cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual, kita dapat merasa seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang dilakukan secara nyata, misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi Menurut William Gibson, cyberspace adalah {consensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators ... a graphical representation of data abstracted from the banks of every computer in the human system}. Cyberspace adalah sebuah: halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap han (berupa) representasi grafis yang sangat ompleks dan data di dalam sistem pikiran manusia yang diabstraksikan melalui bank data setiap komputer. (Gibson, Neuromancer 1993). Cyberspace adalah sebuah ruang imaiiner atau maya yang bersifat artifisial, di mans setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial seha& han dengan cara yang baru. (Howard Rheingold)
Cyberspace
Kita saat ini berada dalam sebuah fase cyber di zaman ini. Dimana hampir semua kegiatan di seluruh dunia menggunakan cyber sources dalam mencapai tujuannya. Komputer, jaringan internet, telepon genggam dengan fasilitas transfer data GPRS atau layanan pesan singkat (SMS) menjadi sesuatu yang sangat akrab dalam keseharian kita. Beberapa aktifitas yang dulunya dilakukan secara manual maupun dengan alat yang lebih sederhana, sekarang bisa dilakukan hanya dengan memencet tombol di keyboard komputer. Mudah sekali. Dunia menjadi sebuah global village. Saya bisa berkomunikasi dengan seorang freelance writer di Amerika dengan layanan e-mail, atau sebaliknya dengan biaya yang sangat murah, sangat cepat dan sangat mudah. Apa yang kita dapatkan dengan semua ini? Dari sisi positif, manusia dapat berhubungan langsung dengan banyak sumber informasi, searching ilmu pengetahuan mutakhir atau data yang urgent sekali. Tapi sisi negatifnya, dengan komputer juga manusia bisa terjebak dalam selera yang sia-sia melalui games, junk e-mail maupun cyber porn
Cyberspace
Cyberspace adalah sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata) tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Cyberspace terdiri dan dua kategori ruang, yaitu private cyberspace (ruang yang hanya dapat diases oleh individu tertentu) dan public cyberspace (yang dapat diases oleh umum). Cyberspace secara umum memiliki kemampuan potensial diantaranya : Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat benda-benda materi tetapi lewat benda-benda virtual, di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi, dan cyberspace menjadi sebuah public share yang ideal yang tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.
Komunikasi virtual
Substansi cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Komunikasi virtual (virtual communication) tersebut - yang dipahami sebagai virtual reality - sering disalah pahami sebagai (alam maya), padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.
Cyberspace menghasilkan manusia yang nyaris tidak perlu berhubungan dalam bentuk tradisional: tatap muka dan bersalaman. Bahkan dapat melakukan hubungan yang sangat akrab tanpa pernah bertemu langsung. Dalam cyberspace, manusia tak perlu lagi menunjukkan identitas diri, wajah, ukuran tubuh, tatapan, nada bicara atau airmata. Dia cukup membubuhkan tanda-tanda itu lewat lambanglambang yang disepakati dalam dunia maya. Manusia melakukan interaksi semakin lama semakin tidak pribadi sifatnya. Tanggung jawab juga mulai luntur karena interaksi tidak perlu dengan kontak secara langsung. Bahkan dalam sebuah milis-pun, ada banyak orang yang tidak mau menunjukkan identitasnya sama sekali dengan alasan tidak ingin merusak budaya komunikasi di alam maya itu. Hal ini tragis karena mereka telah menjadi "the other self" dalam cyberspace. Cyberspace-pun menciptakan budaya instan yang adiktif dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang bisa kita peroleh dengan sangat mudah dalam cyberspace
Cybercrime
Saat ini ternyata kejahatan cybercrime melalui Internet di Indonesia berada di urutan kedua. Setelah korupsi. Hal ini berdasarkan hasil riset terkini yang dilakukan oleh perusahaan sekuriti ClearCommerce (Clearcommerce.com) yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat. Menurut data tersebut, 20 persen dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia di Internet adalah fraud. Tidak heran jika kondisi itu semakin memperparah sektor bisnis di dalam negeri, khususnya yang memanfaatkan teknologi informasi (TI). Berdasarkan hasil survei CastleAsia (CastleAsia.com) yang dilansir pada bulan Januari 2002, menunjukkan bahwa hanya 15 persen responden Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia yang bersedia menggunakan Internet Banking. Dari 85 persen sisanya, setengahnya beralasan khawatir dengan keamanan transaksi di Internet. Dari data tersebut terlihat bahwa tingginya angka cybercrime akan berpengaruh secara langsung pada sektor bisnis skala kecil, menengah dan besar. Pengaruh tidak langsungnya adalah memburuknya citra Indonesia di mata komunitas Internet dunia.
Tidak itu saja. Pada tingkat yang lebih luas, hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 atas kerja sama Federal Bureau of Investigations (FBI) dan Computer Security Institute (CSI) menunjukkan bahwa kerugian akibat serangan cybercrime mencapai nilai sebesar US$ 170.827.000 pada kategori pencurian informasi dan US$ 115.753.000 pada kategori financial fraud (www.gocsi.com). Bahkan, hasil survei yang sama juga menunjukkan kerugian sebesar US$ 4.503.000 akibat penyalahgunaan otoritas oleh orang dalam organisasi itu sendiri. Hal ini dimungkinkan dengan memanfaatkan kelemahan pada sistem keamanan jaringan internal yang kurang diperhatikan. Data tersebut menunjukkan bahwa saat sebagian pihak menekankan pentingnya sisi keamanan Internet, sisi keamanan jaringan internal, termasuk di dalamnya perilaku pengguna yang kurang tepat, ternyata juga berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar, karena kurang mendapat perhatian yang memadai.
Secara umum, dari survei yang dilakukan UCLA Centre for Communicaiton Policy (www.ccp.ucla.edu) pada bulan November 2001 menunjukkan bahwa 79,7 persen responden sangat peduli terhadap keamanan data kartu kredit ketika bertransaksi via Internet. Ditegaskan pula bahwa 56,5 persen responden pengguna Internet dan 74,5 persen responden non-pengguna Internet menyepakati bahwa menggunakan Internet memiliki risiko pada keamanan data pribadi. Peran CTF: Pusat komando dan informasi Membangun hubungan kerja yang baik dengan infrastruktur kritis Mengumpulkan/menganalisa informasi Merespon segera situasi darurat untuk memperkecil kerusakan Intrusion Detection System
Cybercrime
Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek dari perkembangan internet antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Beberapa contoh kasus cybercrime di Indonesia : Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Pencurian account cukup dengan menangkap user_id dan password saja. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Membajak situs web Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Probing dan port scanning Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.
Cyber fraud
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPIIndonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui Internet ini.
Pertama, penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password, dan lainlain. Kedua, penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lain-lain. Ketiga, penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang/jasa. Keempat, penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses eprocurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.
Brata Mandala, dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal.
Pertama, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding (creditcard fraud), Bank Offences, eMail threats, dan Terorisme. Kedua, penyerangan terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber terror.
Lebih lanjut, Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja (setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas apabila serangan tersebut berhasil.
Di Indonesia, pada tahun 2002, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet sebanyak 159 kasus yang dilaporkan, 15 di antaranya kini tengah dalam proses pengadilan dan 2 sudah ada di pengadilan. Sementara untuk penyerangan terhadap komputer, ada 7 kasus yang dilaporkan, tegas Mandala seraya menyangkal data ClearCommerce.com. Baginya, data itu masih simpang siur. Kalau saya lihat laporan dari Amerika yang menempati urutan kedua itu kartu kredit biasa, bukan di cyber, tambahnya.
CyberLaw
Selain itu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan cybercrime maka ada Inisiatif untuk membuat cyberlaw di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada payung hukum yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Selain itu cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT.
Perlunya CyberLaw
Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara. Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan. Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatancybercrime. Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha. Memberikan perlindungan terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi. Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen.
Kita belum punya mekanisme yang disepakati secara nasional mengenai langkah-langkah antisipasi soal cybercrime ini, tegas penggagas ID-FIRST ini kepada eBizzAsia diruang kerjanya. Dalam pernyataannya tentang CTF ini, Sekretaris Menkominfo, JB Kristiadi, mengharapkan lembaga ini bisa mengalang satu jalur komunikasi yang intensif, proaktif dan sejajar. Jalur komunikasi tersebut merupakan salah satu wahana konsultasi dan berbagi informasi, dalam rangka melakukan kajian, analisa dan penentuan langkah antisipatif dalam rangka menghadapi cybercrime. Kementerian Kominfo, Mabes Polri, dan sektor industri yang diwakili ID-FIRST, serta dukungan dari media massa dan masyarakat umum, secara bersama kita menekan seminimal mungkin tingkat cybercrime di Indonesia, sekaligus mengamankan aset bangsa Indonesia dari ancaman cyberterrorism luar negeri, sarannya. Kehadiran cyber task force ini memang dirancang untuk menghadapi aspek-aspek teknis respon darurat bila serangan cyberterrorists terjadi. CTFC ada pada Markas Besar Kepolisian. Di setiap Polda (Kepolisian Daerah), kita bisa jumpai cyber task force ini. Setiap satuan/unit terdiri dari tujuh orang polisi. Bahkan Satuan tugas ini juga tergabung dalam ASEAN Napol yang beranggotakan 10 negara ASEAN.
Misinya adalah mencegah dan merespon keadaan darurat agar kerugian/risiko akibat serangan pada Sistem Informasi terhadap infrastruktur kritis dapat seminimal mungkin. Sementara kegiatannya adalah mengakses kerawanan dari infrastruktur kritis, seperti jaringan listrik, pasokan gas, air dan BBM, jaringan Kominfo, keuangan, pelayanan kesehatan. Fasilitas lain seperti penerbangan, kereta api, pelayanan polisi, kekuatan pertahanan dan pemerintahan. Selain itu, juga merespon secara cepat keadaan darurat agar kerusakannya minim dan menyediakan bimbingan dan bantuan investigasi. Menurut Direktur II Ditserse Mabes Polri, Brigjen Pol. Suyitno, satuan tugas ini juga dapat membuka akses dengan organisasiorganisasi di luar negeri, seperti di Amerika USSF dan US Costomes, yang perwakilannya sudah terdapat di mana-mana. Secara teknis, baik teknis penyelidikan maupun peralatannya, antaraparat penegak hukum ini saling bekerja sama untuk menangkap pelaku dan penadah tindak kejahatan cybercrime ini. Misalnya, peralatan untuk melacak. Namun, Suyitno enggan menyebutkan teknis penangkapan pelaku dan penadah ini. Karena itu teknis kita. Kalau kita buka nanti orang sudah lari duluan, serunya kepada eBizzAsia beberapa waktu lalu.