Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Penduduk merupakan salah satu modal utama pembangunan nasional. Penduduk yang besar dan berkualitas merupakan investasi yang berharga bagi suatu negara sehingga setiap orang harus sehat agar mampu melakukan aktifitas yang produktif. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,48% per tahun, artinya bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,48%. Namun apa yang akan terjadi bila pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi tanpa diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. ( Sulistyawati, 2010 ) Dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan ekonomi maka akan membawa dampak dan beban berat bagi Negara khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. Dampak nyata yang dirasakan oleh penduduk Indonesia adalah sejumlah penduduk tidak menikmati kehidupan yang layak, mereka menderita kekurangan pangan dan gizi sehingga tingkat kesehatannya buruk, mempunyai pendidikan yang rendah dan kekurangan lapangan pekerjaan. ( Prawirohardjo, 2005 )

Masalah kependudukan merupakan masalah jangka panjang sehingga penanggulangannya dilaksanakan secara berkesinambungan. Upaya pengendalian penduduk dilaksanakan secara terus menerus untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu program pemerintah dalam pengendalian laju pertumbuhan penduduk untuk mencapai kondisi yang ideal antara kualitas dan kuantitas adalah dengan mengintensifkan program keluarga berencana. Keluarga berencana merupakan salah satu program atau upaya untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, yaitu dengan mengatur atau merencanakan kehamilan. KB pada hakikatnya merupakan program yang turut berperan penting dalam menciptakan generasi masa depan bangsa Indonesia yang berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa lain.

( www.jabarprov.go.id ) Menurut World Health Organization WHO ( 1997 ), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat melahirkan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. ( Hartanto, 2004 ) Sedangkan menurut UU No 10 tahun 1992 Program Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan ( PUP ), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera ( Handayani, 2010 ). Keluarga Berencana

merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami isteri menghindari kehamilan yang beresiko tinggi. Pada awal tahun 70-an seorang wanita di Indonesia rata - rata memiliki 5,6 anak selama masa reproduksinya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) menunjukkan Angka Total Fertility Rate ( TFR ) pada periode 2002 sebesar 2,6 artinya potensi rata rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2 -3 anak. Pada tahun 2007, angka TFR stagnan pada 2,6 anak. Sekarang ini di samping keluarga muda yang ketat membatasi anak, banyak pula yang tidak mau ber - KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak banyak rezeki. Artinya ada dua pandangan yang berseberangan, yang akan berpengaruh pada keturunan / jumlah anak masing- masing. ( Sulistyawati, 2010 ) Pada awalnya pendekatan keluarga berencana lebih diarahkan pada aspek demografi dengan upaya pokok untuk mengendalikan jumlah penduduk dan penurunan fertilitas. Namun pada tahun 1994 diadakan konferensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan yang menyepakati perubahan paradigma program KB, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hakhak reproduksi dan kesetaraan gender. Untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yaitu dengan memperbaiki kondisi dan posisi perempuan agar dapat setara dengan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat salah satunya dalam penggunaan metode kontrasepsi. ( Yurni, 2005 )

Metode Kontrasepsi diharapkan dapat digunakan secara efektif oleh Pasangan Usia Subur ( PUS ) sebagai sarana pengendalian kelahiran. PUS adalah pasangan suami isteri yang hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak dimana umur isterinya antara 15-49 tahun.

( Wirosuhardjo, 2004 ). Idealnya, penggunaan alat kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pasangan suami dan isteri, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami isteri tanpa

mengesampingkan hak - hak reproduksi masing-masing. Setidaknya dibutuhkan perhatian dan dukungan dari suami dalam menentukan metode kontrasepsi. Adapun pilihan jenis kontrasepsi yang dapat digunakan oleh PUS terbagi dalam 2 bagian yaitu jenis Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ( MKJP ) yang terdiri dari Intra Uterine Device ( IUD ), Implant dan Kontrasepsi Mantap ( MOW dan MOP ) dan jenis Non MKJP yang terdiri dari pil, suntik, kondom dan jenis metode alami. Akan tetapi dari jenis alat kontrasepsi dan penggunaan alat kontrasepsi tersebut lebih didominasi oleh perempuan, sedangkan jenis pengguna alat kontrasepsi pria relatif lebih sedikit penggunaannya. ( Hartanto, 2004 ) Berdasarkan SDKI tahun 2012 proporsi peserta KB tercatat sebesar 61,9%. Bila dirinci lebih lanjut proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik 31,9%, pil 13,2%, implant 4,3%, MOW 3,7%, kondom 0,9%, MOP 0,4%, MAL 0,1%, dan sisanya merupakan akseptor KB tradisional ( BKKBN, 2006 ). Jumlah akseptor KB di Jawa Barat sendiri sebanyak 1.423.800 orang. Pengguna Suntik 55,36 %, Pil

29,85 %,

Implant 2,50 %,

IUD 8,04 %, Kondom 1,31 %, MOW 2,65 %,

MOP 0,29 %. ( www.jabarprov.go.id ) Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor juga harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping, konsekwensi kegagalan dan status kepercayaan terhadap metode tersebut. Penggunaan MOW cenderung lebih rendah dibandingkan dengan metode kontrasepsi yang lain, hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya yaitu faktor dari sisi perempuan itu sendiri meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, dan dukungan pasangan. ( BKKBN, 2002 ) Metode kontrasepsi efektif yang dapat digunakan oleh PUS yang sudah tidak menginginkan kehamilan adalah metode kontrasepsi mantap yaitu salah satunya adalah MOW. MOW adalah tindakan yang dilakukan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut tubektomi atau sterilisasi ( Sulistyawati, 2011 ).

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan ( BKBPP ) Kabupaten Kuningan tahun 2012 menyebutkan dari keseluruhan PUS yang berjumlah 248.977 orang didapatkan data Pengguna Suntik 118.825 sekitar 62,6 %, Pil sebanyak 12.122 sekitar 6,4 %, Implant 12.282 sekitar 6,5 %, IUD 38.267 sekitar 20,1 %, Kondom 1.115 sekitar 0,6 %, MOW 7.003 sekitar 3,7 %, MOP 339 sekitar 0,2 %. Pada penelitian yang dilakukan Ismiyatin ( 2012 ) menyatakan bahwa masih banyak para ibu dengan pengetahuan yang kurang tentang metode kontrasepsi wanita yaitu sekitar 13,9 %. Disebutkan pula dalam penelitian yang dilakukan Tatarini ( 2009 ) bahwa paritas, pengetahuan dan sikap ibu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan metode kontrasepsi. Banyak faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemilihan metode kontrasepsi tertentu dilihat dari berbagai aspek, yaitu umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan pasangan. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi organ, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur yang menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan. Selain umur, jumlah anak juga mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan. ( Winkjosastro, 1999 ) Pendidikan yang tinggi, akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah anak yang sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah anak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Tingkat pengetahuan masyarakat akan
6

mempengaruhi penerimaan program KB di masyarakat, dengan pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam program KB. ( Handayani, 2010 ) Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek, dengan sikap yang positif terhadap program KB akan mempertinggi keikutsertaan ibu dalam menjadi akseptor KB. Selain itu, dukungan suami sangat dibutuhkan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Hartanto ( 2004 ) mengatakan bahwa metode kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh seorang isteri tanpa kerjasama dan dukungan dari suaminya. Suami yang mendukung terhadap MOW akan mempertinggi keikutsertaan perempuan untuk memilih MOW. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD 45 Kuningan didapatkan data sekunder yaitu jumlah persalinan tahun 2011 sebanyak 2.775 kasus dan ibu yang bersedia menjadi akseptor MOW berjumlah 682 orang atau sekitar 24,6 %. Sedangkan pada tahun 2012 dari sebanyak 2.576 kasus ibu yang bersalin hanya 493 orang yang bersedia menjadi akseptor MOW atau sekitar 19,1 %. Dilihat dari perbandingan wanita PUS yang menjadi akseptor MOW selama tahun 2011 dengan tahun 2012 mengalami penurunan yang signifikan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti Faktor-faktor yang

berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada Ibu Pasangan Usia Subur ( PUS ) di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor - faktor apa sajakah yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada Ibu PUS di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014 ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Faktor - faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada Ibu PUS di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik Ibu PUS meliputi umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, sikap dan dukungan pasangan dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kabupaten Kuningan Tahun 2014. b. Mengetahui hubungan antara umur ibu PUS dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014. c. Mengetahui hubungan antara paritas ibu PUS dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014. d. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu PUS dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014. e. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu PUS dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014.

f. Mengetahui hubungan antara sikap ibu PUS dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014. g. Mengetahui hubungan antara dukungan pasangan dengan pemilihan kontrasepsi MOW di RSUD 45 Kuningan Tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai sarana menambah wawasan keilmuan serta diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan / referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah sakit Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk dapat memberikan pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan akseptor dengan meningkatkan kualitas pelayanan. b. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan diri dan menerapkan ilmu yang telah didapat.

E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah tentang faktor faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW. Subjek dalam penelitian ini adalah Ibu PUS yang bersalin pada bulan Februari Maret di RSUD 45 Kuningan. Penelitian ini dilakukan karena adanya penurunan yang signifikan presentase PUS akseptor KB MOW dari 24,6 % tahun 2011 menjadi 19,1 % pada tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Survey Analitik dengan metode pendekatan Potong Silang ( Cross Sectional ). Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari responden atau sampel secara langsung melalui kuesioner.

10

Anda mungkin juga menyukai