Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya Pembangunan Nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (UU Kesehatan, 1992). Walaupun banyak kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibentuk dalam menanggulangi masalah kesehatan tetapi masalah kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi berarti pelayanan kesehatan balum baik. Sebaliknya bila Angka Kematian Ibu (AKI) rendah berarti pelayanan kesehatan sudah baik. Pengalaman di negara maju dan berkembang menunjukkan investasi panjang kombinasi antara pendidikan dan status perempuan, peningkatan gizi serta keluarga berencana mempunyai dampak yang paling besar menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) (Saifuddin, 2002). Angka Kematian Ibu (AKI) menurut WHO pada tahun 2003 adalah 470/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2003 Angka Kematian Ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup (w.w.w/int/Reproduktif/mpr/2003). Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat pada tahun 2011 adalah 321/100.000 kelahiran hidup (BPS.Jabar, 2010). Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2010 Dinas Kesehatan Kuningan adalah 9 orang, disebabkan oleh perdarahan 3 orang, eklampsi 2 orang dan faktor lain 4 orang. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan post partum (40-60%), toksaemia gravidarum (20-30%), infeksi (20-30%), penyakit lain (5%) (Manuaba, 1998). Penyebab perdarahan post partum atonia uteri (50-60%) . Di Indonesia pada tahun 2006, angka perdarahan yang diakibatkan karena atonia uteri adalah sebanyak 43 kasus (w.w.w/int/Reproduktif/mpr/2008). Di Jawa Barat (2011) angka kejadian atonia uteri adalah sebanyak 33 kasus (BPS, Jabar 2010). Sedangkan pada tahun 2010 angka kejadian atonia uteri adalah sebanyak 45 kasus (BPS, Jabar 2010). Angka kejadian atonia uteri di Kabupaten Kuningan tahun 2010 sebesar 39 kasus . Sedangkan angka kejadian atonia uteri di Kabupaten Kuningan tahun 2011 ada peningkatan sebesar 50 kasus dari kelahiran hidup sebesar 1515 (Dinkes, Kuningan 2011). Sedangkan di Rumah Sakit Umum 45 kuningan kejadian

perdarahan post partum karena atonia uteri sebesa 40 % dari jumlah kelahiran . Perdarahan post partum di RSUD Kebupaten Kuningan pada tahun 2011 adalah 43 kasus dan disebabkan karena atonia uteri.

Seorang ibu dengan atonia uteri akan mengalami perdarahan hebat dan akan mengakibatkan kematian bilamana tidak mendapat perawatan yang sesuai termasuk pemberian obat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan atau operasi. Hal-hal yang menjadi karakteristik ibu post partum dengan terjadinya atonia uteri antara lain, usia, paritas, partus lama dan anemia (Prawirohardjo, 2001). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Karakteristik ibu post partum dengan kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan Tahun 2011

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya karakteristik ibu post partum dengan kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. Sehingga pertanyaan penelitian adalah Analisis hubungan karakteristik ibu post partum dengan kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011

C. Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi karakteristik ibu post partum yang terdiri dari : usia ibu, paritas, partus lama, dan anemia dengan atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Analisis hubungan karakteristik ibu post partum dengan kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran kasus atonia uteri berdasarkan variabel usia ibu, paritas, partus lama, anemia di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. b. Diketahuinya hubungan karakteristik usia ibu post partum dengan kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. c. Diketahuinya hubungan karakteristik paritas ibu post psrtum terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. d. Diketahuinya hubungan karakteristik partus lama ibu post partum terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. e. Diketahuinya hubungan karakteristik anemia ibu post partum terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dokumentasi yang berguna untuk bahan pengembangan dan sumbangsih ilmu pengetahuan pada dunia pendidikan tenaga kesehatan.

2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kegawat daruratan dalam kehamilan, dan diharapkan agar supaya ibu dapat memeriksakan selama kehamilannya lebih dari 4 kali, agar komplikasi kehamilan ter deteksi sedini mungkin. a. Bagi Penulis Untuk mengaplikasikan ilmu yang di dapat di bangku kuliah. b. Bagi Pendidikan Sebagai bahan evaluasi dan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya. c. Bagi Institusi Lahan Penelitian Dapat menjadi dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan untuk menurunkan angka kejadian atonia uteri pada ibu post partum. d. Bagi Praktisi Memberikan masukan pada pelayanan antenatal care agar memberi penyuluhan kepada ibu hamil tentang pencegahan sebab-sebab terjadinya perdarahan post partum karena atonia uteri sehingga kejadian atonia uteri dapat ditekan seminimal mungkin. e. Bagi Profesi Dapat dijadikan informasi bagi pemberi pelayanan kebidanan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk penanganan atonia uteri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Partum 1. Definisi Periode atau masa segera setelah melahirkan sampai organ reproduksi dapat kembali secepatnya bila mungkin seperti keadaan sebelum hamil biasanya 6-8 minggu. (Mochtar, 2002). Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran planeta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saifuddin, 2001).

2. Periode Masa (Post Partum) a. Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0-24 jam sesudah melahirkan). b. Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium, waktunya 1-7 hari setelah melahirkan (1 minggu pertama) c. Later puerperium adalah waktu 1-6 minggu sesudah melahirkan. (Saefuddin, 2001).

3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Post Partum a. Involusi Rahim Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30 gram. Proses preteolitik adalah pemecahan protein yang akan dikeluarkan melalui urin. Dengan penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urin setelah persalinan, sehingga hasil pemecahan protein dapat dikeluarkan. Proses involusi yang terjadi pada uterus dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Involusi Bayi lahir Plasenta lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat symphisis Tidak teraba di atas symphisis Sebesar hamil 2 minggu Normal Berat uterus 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram

b. Perubahan Pada Serviks Segera setelah post partum serviks agak menganga seperti corong, warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah,

konsistensi lunak. Segera setelah lahir tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke kavum uteri, setelah 2 jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke kavum uteri. c. Pengeluaran Lochea Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina pada masa nifas. Sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir, cairan ini berasal dari tempat melekatnya plasenta. Luka tempat melekatnya plasenta menimbulkan pecahnya

pembuluh darah dan dalam proses penyembuhan mengeluarkan getah, selain itu terdapat sia-sia selaput chorion yang tertinggal pada desidua, liquor amnii yang belum dikeluarkan waktu persalinan, verniks caseosa, rambut lanugo dan kemungkinan mekonium. Lochea dibagi dalam : 1) Lochea rubra : pada hari pertama sampai hari ke-3 post partum, berwarna merah dan hitam. Terdiri dari sel desidua, rambut lanugo, verniks caseosa, dan sisa air ketuban. 2) Lochea sanguinolenta : pada hari ke-3 sampai ke-7 post partum, berwarna putih bercampur merah. 3) Lochea serosa : pada hari ke-7 sampai ke-14, setelah satu minggu berwarna agak kuning dan tidak berdarah lagi.

4) Lochea alba : setelah hari ke-14 berwarna putih kekuningan, berisi selaput lendir, leukosit dan kuman penyakit yang mati. 5) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah pada hari ke-7-14 pasca persalinan. 6) Lochea statis : lochea tidak lancar keluarnya. d. Laktasi/Pengeluaran ASI Payudara tersusun dari kelenjar-kelenjar yang bersekresi berbentuk kubus berjumlah kurang lebih 20 lobus. Lobus (lobulus) yang terdiri dari alveoli yang dindingnya terdiri dari sel acini yang diliputi oleh pembuluh darah yang mengedarkan zat-zat serta menghisap zat makanan untuk memproduksi ASI. ASI yang dihasilkan alveoli tersebut dialirkan ke duktus laktiferus dan berakhir pada tempat yang lebar yaitu ampula mammae. Pada waktu dua hari post partum, buah dada belum mengandung susu melainkan kolostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae. 1) Mekanisme Pengeluaran ASI Setelah plasenta lahir dengan menurunnya hormon estrogen dan progesteron, maka prolaktin dapat berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkan ke dalam alveoli bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu menyebabkan reflek pengeluaran oksitosin dan hipofise sehingga mioepitel yang terdapat

10

di sekitar alveoli dan duktus kelenjar ASI berkontraksi dan mengeluarkan ASI ke dalam sinus dinamakan reflek let down. 2) Keuntungan Keberadaan Puting Susu Pada Mulut Bayi : a) Reflek pengeluaran ASI lebih sempurna b) Menghindari lecet pada puting susu c) Kepuasan bayi pada saat menghisap d) Semprotan ASI lebih sempurna dan menghindari terlalu banyak udara yang masuk ke dalam lambung bayi.

3) Pengeluaran ASI Dapat Dibedakan Atas : a) Kolostrum, berwarna kuning jernih dengan protein berkadar tinggi. Pengeluaran kolostrum berlangsung sekitar dua atau tiga hari dan diikuti dengan ASI yang mulai berwarna putih. b) ASI transisi yaitu ASI antara yang biasanya berwarna putih bening dengan susunan yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan kemampuan usus bayi dalam mencerna. c) ASI sempurna yaitu pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan usus bayi sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna. 4) Keuntungan Pemberian ASI a) Meningkatkan martabat wanita dan sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

11

b) Sesuai dengan kebutuhan bayi. c) Sterilitas yang terjamin. d) ASI dapat disimpan 8 jam tanpa ada perubahan apapun. e) Menghindari bayi dari berbagai macam penyakit. f) Bayi dapat mengukur sendiri rasa laparnya. e. Ligamen-Ligamen, Diafragma Pelvis dan Fasia Adalah yang meregang sewaktu kehamilan dan melahirkan. Setelah jalan lahir berangsur-angsur menciut kembali seperti semula. Tidak

jarang ligamentum rotodum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh ke belakang dan tidak jarang wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena jaringan penunjang alat genitalia tersebut. f. Perubahan Psikologis Pada Masa Post Partum 1) Perubahan emosional setelah kehamilan dan persalinan a) Perubahan gaya hidup b) Tekanan jiwa setelah melahirkan c) Cemburu dan kemarahan d) Rasa puas 2) Sesudah empat pekan pertama Empat minggu pertama setelah melahirkan merupakan waktu untuk menyesuaikan diri, membuat keseimbangan antara kebutuhan sebagai orang dewasa dan kebutuhan anak yang sedang tumbuh.

12

3) Post partum blues Cukup sering ibu menunjukkan depresi ringan beberapa hari setelah kelahiran. Depresi ini biasa disebut Depresi Post Partum (Post Partum Blues). Penyebanya antara lain: a) Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakkan wanita selama selama kehamilan dan persalinan. b) Rasa sakit pada masa nifas awal. c) Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan setelah melahirkan pada kebanyakan rumah sakit. d) Kecemasan pada kemampuannya untuk merawat bayinya setelah meninggalkan rumah sakit. e) Rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya.

4) Tahapan aktifitas masa post partum a) Periode Taking In Periode ini terjadi pada 1-2 hari post partum, ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.

13

Ia akan mengulang-ulang pengalaman waktu bersalin. Tidur tanpa gangguan sangatlah penting, bila tidak tidur ibu akan merasa pusing. Peningkatan nafsu makan bertambah dan selera meningkat. b) Periode Taking Hold Periode ini berlangsung pada hari ke-2-4 setelah melahirkan. Perhatiannya pada masa ini menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawabnya pada bayinya. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuh dan berusaha keras untuk menguasai tentang keterampilan perawatan bayi, menggendong, menyusui, memandikan, mengganti popok dan lain sebagainya. Pada tahap ini bidan penting memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi. c) Periode Letting Go Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah, sangat berpengaruh terhadap : 1) Waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. 2) Pengambilan tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayinya. 3) Dengan adanya kebutuhan bayi, menyebabkan berkurangnya hak ibu untuk kebebasan dan hubungan sosial. Depresi post

14

partum umumnya terjadi pada periode ini. (Manuaba, 1998 : Saifuddin, 2005) 4. Perawatan Pada Masa (Post Partum) a. Mobilisasi Dini (Early Mobilization) Perawatan mobilisasi dini ini mempunyai keuntungan : 1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium. 2) Mempercepat involusi alat kandungan. 3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan. 4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

b. Rawat Gabung Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu dapat lebih banyak memperhatikan bayinya dan segera dapat memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI terjamin.

c. Pemeriksaan Umum 1) Kesadaran pasien 2) Keluhan yang terjadi setelah persalinan

d. Pemeriksaan Khusus 1) Fisik : tekanan darah, nadi, suhu. 2) Fundus uteri : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.

15

3) Payudara : puting susu, pengeluaran ASI, pembengkakkan. 4) Vulva : pengeluaran (lochea) dan luka jahitan bila ada. (Manuaba, 1998)

e. Gizi Ibu hendaknya mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap harim makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Pil zat besi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan dan minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.

f. Kebersihan Diri Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu

bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Menyarankan ibu mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari dan sarankan ibu cuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.

g. Perawatan Payudara Menjaga payudara tetap bersih dan kering. Menggunakan BH yang menyokong payudara. Menganjurkan ibu supaya menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.

16

h. Hubungan Perkawinan/Rumah Tangga Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.

i. Keluarga Berencana Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun petugas kesehatan dapat membantu merencanakan keluarganya

dengan mengajarkan pada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. (DepKes, 2004)

B. Perdarahan Post Partum 1. Definisi Pendarahan post partum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500-600 ml. Setelah anak dan placenta lahir. (Sastrawinata, 2005). Perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. (Khoman, 2007).

17

2. Perdarahan Post Partum Primer Yaitu terjadi perdarahan dalam 24 jam pertama, penyebab perdarahan podt partum primer antara lain atonia uteri. Retensio, robekan jalan lahir dan sisa placenta.

3. Perdarahan Post Partum Sekunder Yaitu terjadi perdarahan setelah 24 jam pertama, dimana penyebab dari perdarahan post partum skunder adalah robekan jalan lahir sisa placenta dan atau membran (Manuaba, 1998).

4. Penyebab Perdarahan Post Partum a. Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam yang bervariasi banyaknya, perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dalam dengan perdarahan bersifat ariterial atau pecahnya pembuluh darah vena, untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dengan

18

spekulum. Setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti perdarahan dihentikan dengan menggunakan ligasi. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun, karena tanpa dijahit. (Willams, 2001).

b. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta 30 menit setelah persalian bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (Habitual retensio plasenta). Plasenta harus

dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati dapat terjadi plasenta inkaserata dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas (koriokaisinoma). (Manuaba, 1998).

c. Inversio Uteri Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan, selain itu pertolongan persalinan yang semakin banyak dilakukan oleh tenga terlahir maka kejadian inversio uteri semakin berkurang.

19

Kejadian inversio uteri sebagian besar disebabkan karena kesalahan dalam melakukan pengeluaran plasenta secara orede dengan otot rahim belum berkontraksi denga baik. (Roestam, 2001).

C. Atonia Uteri 1. Definisi Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana otot uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Willams, 2001). Atonia uteri adalah uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Safuddin, 2002). 2. Patofisiologis Uterus yang over distensi kemungkinan besar akan menjadi hipotonik setelah persalinan. Jadi wanita dengan janin yang besar, janin lebih dari satu hidrammion cenderung mengalami pendarahan akibat Atonio uteri. Sebagai contoh kehilangan darah dalam persalinan kembar rata-rata hampir 1000 ml. Atau hampir dua kali lebih banyak dari pada jumlah darah yang hilang dalam persalinan tunggal. Wanita yang persalinannya ditandai dengan aktifitas uterus yang kuat atau yang tidak efektif juga menghadapi kemungkinan untuk mengalami perdarahan yang berlebihan akibat Atonia uteri setelah persalinan.

20

Demikian pula, baik yang diinduksi maupun yang diperkuat oleh preparat oksitosin lebih besar kemungkinn untuk diikuti dengan Atonia uteri post partum.

3. Faktur Predisposisi a. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun Umur terlalu tua atau terlalu muda merupakan usia yang beresiko bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan, karena fungsi-funsi organ reproduksi belum sempurna atau sudah tidak sempurna lagi. b. Paritas Multi paritas sering terjadi perdarahan post partum karena atonia uteri ini disebabkan uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien pada semua kala persalinan (Roestam, 2001) c. Partus Lama Ibu yang melahirkan > 18 jam (partus lama) pada multipara dan > 24 jam pada pripara dapat mempengaruhi terjadinya atonia uteri disebabkan karena kelainan letak, kelainan panggul, dan kelainan his (Manuaba, 1998). d. Uterus Yang Terlalu Tegang Uterus yang terlalu tegang (Over disleusi) yaitu pada kelahiran kembar, hidramnion, bayi besar dengan berat badan bayi > 4000 gram. Krmungkinan besar akan menjadi ipotonik setelah persalinan. Jadi

21

seorang wanita dengan uterus yang over distensi cenderung mengalami perdarahan akiubat Atonia uteri. (Khoman, 2007) e. Riwayat Persalinan dengan Perdarahan Post Partum atau Riwayat Manual Plasenta. Resiko atonia uteri bahkan menjadi semakin besar kalau wanita bersalin sebelumnya sudah pernah mengalami perdarahan post partum. (Willams, 2001). f. Anemia Anemia juga dapat menyebabkan atonia uteri karena kejadian perdarahan post partum atonia uteri banyak dialami oleh kelompok sosial ekonomi rendah atau malnutrisi. (Khoman, 2007).

4. Gejala Klinis a. Perdarahan pervaginam yang terus menerus segera setelah bayi dan plasenta lahir. b. Perdarahan pervaginam c. Nadi cepat kecil d. Pucat e. Tekanan darah rendah f. Extremitas dingin g. Gelisah h. Mual

22

5. Diagnosis a. Perdarahan setelah plasenta lahir b. Palpasi 1) Tinggi fundus uteri di atas pusat 2) Uterus lembek 3) Kontraksi uterus tidak baik (Manuaba, 1998). 6. Pencegahan Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin namun dimulai sejak ibu hamil melakukan Ante Natal Care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Pencegahann dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya, penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan post partum karena atonia uteri. Sesudah plasenta lahir hendaknya berikan 0,2 mg ergometrin I.M. (Saifuddin, 2002).

7. Penanganan Penanganan perdarahan karena atonia uteri tergantung pada

banyaknya darah dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap : Tahap I : Perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan cara : a. Pemberian uterotonika oksitosin 10 iu. im.

23

b. Melakukan massage uterus sebanyak 15 kali hitungan selama 15 detik. Tahap II : Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak : a. Berikan infus cairan Ringer laktat 500 ml + 20 iu oksitosin dengan tetesan 40 tetes/menit. b. Lakukan massage uterus searah jarum jam segera setelah bayi lahir maksimal 15 detik. c. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks. d. Pastikan kandung kemih ibu kosong, bila perlu lakukan kateterisasi. Tahap III: Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit : a. Memasang infus dengan cairan ringer laktat 500 ml + 20 iu oksitosin dengan tetesan 40 tetes permenit. b. Lakukan massage uterus searah jarum jam segera setelah bayi dan plasenta lahir sebanyak 15 kali hitungan, jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri segera lakukan kompresi bimanual internal : 1) Segera lakukan Kompresi Bimanual Internal (KBI) a) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.

24

b) Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat

berkonsektrasi secara penuh. c) Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding uterus ke arah kepalan tangan dalam. d) Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkonsentrasi. e) Evaluasi keberhasilan (1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama dua menit, kemudian perlahanlahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat. (2) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks. (3) Apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.

25

(4) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, lakukan Kompresi Bimanual Eksternal (KBE) : (a) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis. (b) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (di bidang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin. (c) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut. Ini akan membantu uterus berkontraksi dan menekan pembuluh darah uterus (Maternal Neonatal 2005). Kemudian teruskan dengan langkahlangkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. (d) Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan. Alasan : Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

2) Berikan 0,2 mg ergometrin IM (Jangan berikan ergometrin Kepada ibu dengan hipertensi).

26

Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal. 3) Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasan : Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika iu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hilang selama perdarahan. 4) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dana ulang KBI. Alasan : KBI akan digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus berkontraksi. 5) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera lakukan rujukan. Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah. 6) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemerian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan :

27

a) Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit. b) Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter dan kemudian berikan 125 ml/jam. c) Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan. (DepKes, 2004)

Bidan dapat mengambil langkah-langkah untuk menangani perdarahan atonia uteri sebagai berikut : 1. Meningkatkan Upaya Preventif a. Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana sehingga memperkecil jumlah grandmultipara dan memperpanjang jarak hamil. b. Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan over distensi uterus, hidraminon dan kehamilan ganda dengan janin besar

(Makrosomia). c. Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun. 2. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan ringan : a. Memasang infus memberikan cairan pengganti. b. Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip cairan RL 500 ml + 10 u oksitosin 40 tetes permenit guyur.

28

c. Melakukan massage uterus searah jarum jam sebanyak 15 kali hitungan sehingga kontraksi otot rahim makin cepat dan makin kuat. d. Penderita sebaiknya didampingi oleh tenaga terlatih. (Saifuddin, 2005).

29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep 1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian adalah kerangka antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2002).

2. Visualisasi Kerangka Konsep Diagram 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik ibu ibu post partum Usia

Paritas Atonia Uteri Partus Lama Anemia Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

30

B. Definisi Operasional
No 1 Variabel Karakteristik ibu partum post Sub Variabel Usia Definisi Operasional Lamanya seorang individu mengalami kehidupan sejak sampai melahirkan. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun. (Chaniago, 2002). Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami wanita (Maimunah, 2005). Dengan melihat data dokumen di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. Partus lama Proses persalinan yang memerlukan banyak waktu. (Saifuddin, 2002). Dengan melihat data dokumen di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011. Chek list Chek list Dikelompokan menjadi : 1. Resiko tinggi paritas > 2. 2. Tidak beresiko tinggi paritas 0-1. Dikelompokan menjadi : 1. Resiko tinggi bila 10-18 jam pada multipera dan > 24 jam pada primipara. 2. Tidak beresiko < 18 jam pd multipara dan < 24 pada primipara. Ordinal Ordinal lahir saat Cara Ukur Dengan melihat data dokumen di RSUD Kabupaten Kuningan Tahun 2011. Alat Ukur Chek list Hasil Ukur Dikelompokkan menjadi : 1. Resiko tinggi bila usia < 20th dan > 35th 2. Tidak beresiko tinggi bila usia 20-35 tahun. Skala Ordinal

31

Anemia

Jumlah yang dari

Hb kurang normal

Dengan melihat data dokumen di RSUD Kabupaten Kuningan Tahun 2011. Dengan melihat data dokumen di RSUD Kabupaten Kuningan Tahun 2011

Chek list

Dikelompokan menjadi : 1. Anemia 2. tidak anemia

Ordinal

atau < 12 gr%. (Prawirohardjo, 2001). 2 Atonia uteri Perdarahan yang disebabkan karena kegagalan uterus untuk berkontraksi segera setelah persalinan. (Williams, 2001).

Chek list

Dikelompokan menjadi : 1. Primer <24 jam setelah bayi lahir. 2. sekunder >24 jam setelah bayi lahir (wiliams, 2003) .

Ordinal

C. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh sebuah penelitian tentang suatu konsep tertentu. (Notoatmodjo, 2002). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen).

32

1. Variabel Bebas (Variabel Independen) Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat (variabel dependen), jadi variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi. (Sugiono, 2004). Variabel bebas yang diambil penulis adalah usia, paritas, partus lama, dan anemia. 2. Variabel Terikat (Variabel Dependen) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Sugiono, 2004). Variabel terikat yang diambil penulis adalah atonia uteri.

33

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian analitik kuantitatif. Badriah (2008) menjelaskan bahwa penelitian dengan analitik kuantitatif menekankan analisisnyapada data-data nimerikal (angka-angka) yang diolah dengan metode statistik. Dengan Metode Kuantitatif akan diperoleh signifikan perbedaan kelompok atau hubungan antara variable yang diteliti, pada umumnya , penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan sampel besar (Badriah,2008) Desain penelitian ini melalui pendekatan cross sectional adalah suatu peneliian yang mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada obyek penelitian, diukur dan dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu bersamaan (Notoharjo,2002).

B. Variable penelitian Dalam penelitia ini terdapat dua Variable yaitu Variable bebas dan variable terkait. Variable bebas dalam penelitian ini adalah usia, paritas,patrus lama, anemia, sedangkan variable terkaitnya adalah atonia uteri.

34

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah sekelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Badriah,2008). populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum yang dirawat karena perdarahan akibat atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 dengan total populasi 70 orang. 2. Sample Sampel penelitian adalah keseluruhan dari populasi yang dirawat karena perdarahan akibat atonia uteri di RSUD Kuningan sebanyak 70 sampel, Pengambilan sampel menggunakan teknik Kuota sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumny, yang terpenting jumlah Purpossiv yang sudah ditetapkan dapat terpenuhi, dengan rumus proporsi sebagai berikut (Notoatmodjo,2002). Adapun mengenai criteria inklusi dan eksklusi sampel adalah sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi Ibu post partum dengan atonia uteri di RSU 45 Kuningan pada Tahun 2011. b. Kriteria Eksklusi 1) Ibu bersalin yang bukan penduduk dari kabupaten Kuningan

35

2) Ibu bersalin penduduk Kabupaten Kuningan yang tidak berada di lingkungan Kabupaten Kuningan pada saat penelitian berlangsung

D. Instrumen Penelitian Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa catatan hasil rekam medis pasien ibu yang mengalami Atonia uteri di RSU 45 Kuningan tahun 2011.

E. Teknik pengumpulan data 1. Sifat data dan Sumber data a. Sifat Data Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunderdiperoleh dengan cara mengumpulkan data dari literature hassil catatan rekam medis yang mengalami atonia uteridi lingkungan RSU Kuningan tahun 2011. b. Sumber Data Sumber data yang diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini adalah studi literature dan hasil laporan Rekam Medik di RSUD 45 Kuningan Tahun 2011.

36

c. Pengolahan Data

Data penelitian yang telah selesai dikumpulkan, kemudian dilakukan beberapa tahap pengelolaan data berupa : (Notoatmojo,2002) 1) Mengkode data (coding data) Mengkode data atau coding data adalah proses pembuatan kode pada tiap variabel dengan tujuan memudahkan analisis. a) Membuat kode b) Membuat buku kode 2) Menyunting data (editing) Editing adalah pemeriksaan kelengkapan data, ada atau tidak data yang bias. 3) Memasukan data (entry data) Tahap kegiatan ini yang mengelompokan data kedalam table sesuai dengan tujuan, criteria yang telah ditetapkan. Pengolahan data ini dilakukan dengan memasukan data ke dalam master table. 4) Memproses data (processing data) Processing adalah proses analisa data yang telah terbentuk dengan menggunakan perangkat lunak komputer program SPSS versi 17. 5) Membersihkan data (cleaning data) Cleaning adalah memeriksa kembali data yang telah dimasukan (di entry) kedalam komputer untuk memastikan kebenaran data.

37

F. Tekhnik Analisa Data 1. Analisis Deskriptif Dalam analisis data, penulis menggunakan analisis univariat berupa analisis deskriptif yaitu menghasilkan distribusi frekwensi dan prosentasi dari tiap variable. Dengan menggunakan rumus dari Arikunto sebagai berikut (Notoatmodjo,2002) F X = X 100% N

Ta dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisi Keterangan X= Jumlah prosentase F = Jumlah sampel yang diambil N = Jumlah populasi 2. Analisis Bivariat Analisis Bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel. Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah satu variabel, seperti jenis kelamin, adalah terkait dengan variabel lain, mungkin sikap terhadap pria maupun wanita kesetaraan. Analisis bivariate terdiri atas metode-metode statistik inferensial yangdigunakan untuk menganalisis data dua variabel penelitian. Penelitian

38

terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan distribusi data, meguji perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis Bivariat yaitu hipotesis yang diuji biasanya kelompok yang berbeda dalam ciri khas tertentu dengan koefisien kontigensi yang diberi simbol C. Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variabel. Menguji ada tidaknya perbedaan/hubungan antara variabel kondisi pemukian, umur, agama, status migrasi, pendidikan, penghasilan, umur perkawinan pertama, status kerja dan kematian bayi/balita dengan persepsi nilai anak digunakan analisis chi square, dengan tingkat kemaknaan a=0,05. Hasil yang diperoleh pada analisis chi square, dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan a=0,05. Apabila nilai p< dari a=0,05 maka ada hubungan atau perbedaan antara dua variabel tersebut. (Agung, 1993). Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan statistik analitik dengan menggunakan aplikasi software statistic SPSS v.17 untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara karakteristik ibu post partum dengan kejadian atonia uteri. Teknik analisis yang digunakan adalah model analisis Chi Square, karena data yang digunakan merupakan bentuk ordinal.

39

Hypotesis

adalah

jawaban

sementara

suatu

penelitian

yang

kebenarannya akan dibuktikan dari hasil penelitian dengan melihat diterima atau ditolaknya suatu analisa (Notoatmojo,2002). Hipotesis yang digunakan dalam menganalisa Chi Square adalah sebagai beikut: a. P 0.05 artinya Ho ditolak, Yaitu ada hubungan yang signifikan antara ibu post partum dengan atonia uteri. b. P0,05 artinya Ho tidak ditolak, Yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara ibu post partum dengan atonia uteri.
c. Nilai P volue adalah nilai yang diperoleh dari hasil pengolahan data uji

hubungan dua variable penelitian dengan menggunakan aplikasi statistic SPSS v.17 analisa Chi Square Prosedur pengujian Chi Square : a. Formulasikan hipotesisnya (Ho dan Ha) b. Masukan frekwensi observasi dalam table silang c. Hitung f lebih dari frkwensi harapan (E)masing-masing table. d. Hitung X2 sesuai sdengan aturan yang beralaku 1) Bila tabelnya lebih dari 2x2,gunakan table tanpa korelasi 2) Bila tabelnya 2x2, gunakan Yates Correction. 3) Bila tabelnya 2x2 ada sel yang nilai E-nya<5, gunakan Fisher Exact e. Hitung P value dengan membandingkan nilai-nilai X2 dengan table Chi Square

40

f. Keputusan dengan hipotesa yang telah ditentukan

G. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kuningan yang akan dilaksanakan pada bulan Februari 2012.

41

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis terhadap ibu post partum di RSUD Kabupaten Kuningan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik di RSUD Kabupaten Kuningan diperoleh populasi 70 orang.

1. Analisis Univariat a. Variabel Independen 1) Distribusi Frekuensi responden ibu post partum berdasarkan usia di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011.

Kelompok Usia Ibu Resiko tinggi Tidak beresiko tinggi Jumlah

n 46 24 70

% 65,7 34,3 100%

Distribusi frekuensi ibu post partum menurut kelompok usia ibu beresiko tinggi (bila usia < 20 tahun dan > 35 tahun) yaitu 46 orang (65,7%) sedangkan yang termasuk kelompok usia tidak beresiko tinggi (usia 20 dan 35 tahun) yaitu 24 orang (34,3%). Seperti dalam tabel a.1.

42

2) Distribusi frekuensi responden ibu post partum berdasarkan paritas di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011.

Kelompok Paritas Resiko tinggi Tidak beresiko tinggi Jumlah

n 41 29 70

% 58,6 41,4 100%

Jumlah distribusi frekuensi responden ibu post partum menurut paritas beresiko tinggi (multipara dan grande multipara) yaitu 41 orang (58,6%). Sedangkan yang termasuk kelompok paritas tidak beresiko tinggi (primipara.1). yaitu 29 orang (41,4%). Dapat dilihat lebih jelas pada tabel a.2.

3) Distribusi frekuensi responden ibu post partum berdasarkan partus lama di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 211.

Kelompok Partus Lama Resiko tinggi Tidak beresiko tinggi Jumlah

n 45 25 70

% 64,3 35,7 100%

Distribusi frekuensi ibu post partum menurut partus lama beresiko tinggi (bila >18 jam pada multipara dan >24 jam pada

primipara) yaitu 45 orang (64,3%). Sedangkan yang termasuk

43

kelompok partus lama tidak beresiko tinggi (< 18 jam pada multipara dan < 24 jam pada primipara) yaitu 25 orang (35,7%). Dapat dilihat lebih jelas pada tabel a.3.

4) Dsitribusi frekuensi responden ibu post partum berdasarkan anemia di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011.

Kelompok Anemia Anemia Tidak anemia Jumlah

n 56 14 70

% 61,4 38,6 100%

Distribusi frekuensi responden ibu post partum berdasarkan anemia yaitu Anemia 56 orang (61,4%), Tidak anemia 14 orang (38,6%), Dapat dilihat lebih jelas pada tabel a.4.

B. Pembahasan Karakteristik usia ibu dengan terjadinya atonia uteri berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa terjadinya atonia uteri berdasarkan usia ibu resiko tinggi yaitu ( bila usia < 20 tahun dan > 35 tahun) dan mengalami atonia uteri 46 orang (65,7%), sedangkan usia ibu post partum yang tidak beresiko tinggi (20-35 tahun) dan mengalami atonia uteri 24 orang (34,3%).

44

Hal ini dikarenakan kehamilan merupakan masa yang rawan bagi seorang ibu sehingga diperlukan kesiapan matang termasuk kecukupan usia ibu, usia ibu terlalu muda atau terlalu tua cenderung meningkatkan komplikasi pada saat persalinan. Menurut Manuaba (1998) bahwa umur yang terlalu muda atau terlalu tua merupakan usia yang beresiko bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan keadaan ini disebabkan karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu dan janin. Menurut hasil penelitian karakteristik ibu post partum dengan atonia uteri pada kelompok usia < 20 tahun dan > 35 tahun lebih tinggi, dengan demikian tidak terdapat kesenjangan dengan teori yang dikemukakan oleh Manuaba yang menyebutkan bahwa kejadian atonia uteri lebih tinggi pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun. Ini menggambarkan bahwa kurangnya pengetahuan ibu untuk hamil pada usia reproduksi yang aman untuk hamil dan melahirkan yaitu usia 20 35 tahun. 1. Karakteristik paritas dengan terjadinya atonia uteri Berdasarkan tabel 4.2. paritas ibu post partum beresiko tinggi (multipara dan grande multipara) dan mengalami atonia uteri, yaitu 41 orang (58,6%). Sedangkan yang tidak beresiko tinggi paritas ibu post partum (primipara) dan mengalami atonia uteri yaitu 28 orang (37,1%).

45

Menurut Roestam (2001) bahwa pada multiparitas sering terjadi atonia uteri. Hal ini disebabkan uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien pada semua kala persalinan. Menurut hasil penelitian karakteristik ibu post partum dengan atonia uteri pada kelompok paritas lebih tinggi pada multipara dan grande multipara. Dengan demikian terdapat keselarasan antara teori dengan hasil penelitian. Ini menggambarkan bahwa ibu yang hamil lebih dari 5 dapat menyebabkan komplikasi pada saat persalinan dan salah satunya adalah atonia uteri. 2. Karakteristik partus lama dengan terjadinya atonia uteri Berdasarkan tabel 4.3 partus lama beresiko tinggi (> 18 jam multipara dan > 24 jam pada primipara) dan mengalami atonia uteri yaitu 45 orang (64,3%). Sedangkan partus lama tidak beresiko tinggi (18 jam pada multipara dan 24 jam pada primipara) dan mengalami atonia uteri yaitu 29 orang (41,4%). Menurut Manuaba (1998) ibu yang melahirkan > 18 jam pada multipara dan > 24 jam pada primipara dapat menyebabkan atonia uteri karena kelainan letak, kelainan panggul dan kelainan his sehingga uterus akan mengalami hipotonik setelah persalinan. Menurut penelitian karakteristik ibu post partum dengan atonia uteri pada kelompok partus lama lebih tinggi pada multipara > 18 jam dan

46

primipara > 24 jam. Dengan demikian terdapat keselarasan antara teori dengan hasil penelitian. Ini menggambarkan bahwa partus lama pada multipara > 18 jam dan primipara > 24 jam karena kelainan letak, kelainan panggul dan kelainan his menyebabkan uterus mengalami hipotonik setelah persalinan dan mengakibatkan atonia uteri. 3. Karakteristik anemia dengan terjadinya atonia uteri

Berdasarkan tabel 4.4 ibu dengan anemia 43 orang sedangkan tidak anemia yaitu 27 orang (38,6,%).

(61,4%)

Menurut Khoman (2007) anemia dapat menyebabkan atonia uteri karena kejadian perdarahan post partum atonia uteri banyak dialami oleh kelompok sosial ekonomi rendah atau malnutrisi. Menurut hasil penelitian karakteristik ibu post partum dengan atonia uteri pada kelompok anemia lebih tinggi , dengan demikian terdapat keselarasan antara teori dengan hasil penelitian. Ini menggambarkan bahwa ibu dan anemia cenderung lebih banyak mengalami atonia uteri karena ibu yang mengalami anemia akan menyebabkan kekurangan O2 dan makanan yang dibawa oleh sel darah merah. Terjadinya anemia pada ibu hamil salah satu penyebabnya adalah karena malnutrisi, sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Khoman (2002). Bahwa malnutrisi atau avitaminosis dan gangguan metabolisme dapat mengakibatkan terjadinya anemia sehingga menyebabkan komplikasi dalam persalinan yaitu atonia uteri.

47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan yaitu karakteristik ibu post partum dengan terjadinya atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 yang dilakukan pada bulan desember 2011 dengan mengambil populasi ibu post partum yang dirawat di RSUD Kabupaten Kuningan populasi 70 orang. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa : A. Karakteristik usia ibu terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 usia terbanyak adalah pada usia resiko tinggi < 20 tahun dan > 35 tahun yaitu 46 orang (65,7%) dan yang terkecil yaitu usia tidak beresiko tinggi yaitu usia 20 35 tahun sebanyak 24 orang (34,3%). B. Karakteristik paritas ibu terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 paritas terbanyak pada paritas resiko tinggi multipara dan grande multipara sebanyak 41 orang (58,6%) dan yang terkecil yaitu pada paritas tidak beresiko tinggi yaitu 29 orang (41,4%). C. Karakteristik partus lama ibu terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 terbanyak pada partus lama resiko tinggi yaitu (>18 jam pada multipara dan >24 jam pada primipara) sebanyak 45 orang (64,3%) dan yang terkecil yaitu partus lama tidak beresiko tinggi

48

yaitu 18 jam pada multipara dan 24 jam pada primipara adalah 25 orang (35,7%). D. Karakteristik anemia ibu terhadap kejadian atonia uteri di RSUD Kabupaten Kuningan tahun 2011 terbanyak pada anemia yaitu 56 orang (61,4%) dan yang terkecil yaitu anemia ringan sebanyak 14 orang (38,6%).

B. Saran 1 . Bagi Pihak Rumah Sakit Diharapkan pelayanan rumah sakit lebih ditingkatkan terutama dalam pemeriksaan laboratorium diupayakan sarana laboratorium ada di dalam instalasi gawat darurat untuk memudahkan penanganan selanjutnya terhadap perdarahan post partum akibat atonia uteri.

2. Bagi Masyarakat Diharapkan bagi masyarakat khusunya ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan agar komplikasi penyulit kehamilan terdeteksi sedini mungkin. Ibu hamil hendaknya merencanakan

kehamilannya pada usia tidak beresiko tinggi yaitu usia 20 35 tahun, memeriksa darah terutama Hb nya minimal 2 x selama kehamilan dan tidak mempunyai anak > dari 5 karena dapat menyebabkan perdarahan post partum.

49

3. Bagi Institusi Pendidikan Melihat bahaya dan komplikasi yang disebabkan oleh atonia uteri diharapkan institusi untuk memberikan perkuliahan tentang perdarahan post partum lebih dalam lagi. 4. Bagi Peneliti Diharapkan peneliti dapat mengembangkan dan menambah

pengalaman dalam melakukan penelitian guna mendapatkan data yang lebih akurat dan lengkap.

Anda mungkin juga menyukai