Anda di halaman 1dari 101

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga telah tersusun buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Malang Tahun 2011 yang merupakan lanjutan dari publikasi IPM Kabupaten Malang Tahun 2010. Buku Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Malang Tahun 2011 adalah salahsatu produk buku yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang yang menyajikan data indeks komposit dari tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu, lamanya hidup (Longetivity), pengetahuan (Knowledge) dan hidup layak (Decent living). Indeks ini sangat penting untuk melihat sampai seberapa jauh pertumbuhan dan pemerataan pembangunan manusia secara nyata sehingga diharapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberi informasi serta bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan perencanaan pembangunan manusia seutuhnya. Kepada semua pihak yang telah ikut membantu penyusunannya, disampaikan terima kasih. Kritik dan saran diharapkan, guna penyempurnaan dalam penyusunan berikutnya. Demikian, semoga buku IPM Kabupaten Malang Tahun 2011 ini dapat memberikan manfaat bagi penggunanya. Malang, 2012 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang

Dr.Nehruddin, SE. MM. Pembina Utama Muda NIP 19531110 197903 1 021

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1.3 Ruang Lingkup ............................................................................................ 1.4 Sistimatika Penulisan ................................................................................ BAB II PEMBANGUNAN MANUSIA ......................................................................... 2.1 Konsep Pembangunan Manusia .......................................................... 2.2 Ukuran Pembangunan Manusia ......................................................... 2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pembangunan Manusia ......................................................................................................... 2.4 Manfaat IPM Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah ........ BAB III METODOLOGI ...................................................................................................... 3.1 Konsep dan Difinisi ................................................................................... 3.2 Metode Penghitungan ............................................................................ 3.3 Sumber Data ............................................................................................... 3.4 Metode Analisis ........................................................................................ BAB IV GAMBARAN UMUM ......................................................................................... 4.1 Gambaran Wilayah ................................................................................... 4.2 Penduduk ..................................................................................................... 4.3 Potensi Wilayah ......................................................................................... BAB V ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA ................................................... 5.1 Indikator Pendidikan ................................................................................ 5.2 Indikator Kesehatan .................................................................................. 5.3 Indikator Perumahan ............................................................................... 5.4 Indikator Ketenagakerjaan ................................................................... BAB VI I P M .......................................................................................................................... 6.1 IPM Kabupaten Malang Antar Waktu ............................................... 6.2 Kecepatan Pencapaian Pembangunan Manusia ........................... 6.3 IPM per Kecamatan .................................................................................. BAB VII PENUTUP ................................................................................................................ i ii iii Iv 1 1 4 5 5 7 7 11 13 14 15 16 22 31 31 32 32 35 39 45 48 57 63 67 73 73 75 77 92

ii

DAFTAR TABEL
Tabel

Halam an

3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 4.1. 4.2. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8. 5.9. 5.10. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4.

Indikator Komponen IPM . Dimensi IPM Tingkatan Status IPM .. Jenjang Prndidikan dan Skor Untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS) . Penduduk Kabupaten Malang Berdasarkan Hasil Susenas Tahun 2008 2011 .... Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan PDRB Tahun 20072011 .. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Yang dapat Membaca dan Menulis di Kabupaten Malang Tahun 2009-2011 Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas di Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009-2011 .. Persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2011 ............................................... Persentase Angka Harapan Hidup Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009 2011 ........................................................... Presentase Angka Kematian Bayi Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009 2011 .. Presentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Perumahan Tahun 2009 2011 .... Presentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Perumahan Tahun 2009 2011 .... Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009 2011 ................................ Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009 2011 .. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 20072009 .............................................................. Indeks Komponen IPM Kabupaten Malang dan Kabupaten Sekitarnya Tahun 2010 2011 ........................................................... Indeks Pembangunan Manusia dan Shortfall di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2010-2011 ................................................. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Malang dan Komponennya Dirinci Menurut Kecamatan 2011 . IPM Kabupaten Malang dan Reduksi Shortfall Menurut Kecamatan Tahun 2010-2011 ...............................................................

23 24 25 28 37 40 50 54 56 60 62 64 66 68 70 71 74 76 79 81

iii

DAFTAR GRAFIK

Grafik

Halam an

4.1. 5.1.

Piramida Penduduk Kabupaten Malang Tahun 2011 Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Kabupaten Malang Tahun 2009-2011

38 53

iv

1.1 Latar Belakang Undang-Undang (UU) nomor 22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah bermakna bahwa sebagian besar wewenang dan tanggung jawab penyelenggara pembangunan telah didelegasikan kepada pemerintah daerah. Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah lebih mengetahui dan memahami kondisi, situasi, potensi dan kebutuhan spesifik daerahnya maka perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah diharapkan akan lebih tepat sasaran. Sebagaimana diketahui bahwa issue utama pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan. Semua itu mengarah pada pembangunan sumber daya manusia. Menurut pandangan the United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 secara jelas menekankan bahwa pembangunan manusia (human development) adalah pembangunan yang berpusat pada manusia yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan semata. Hal ini berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi. Asumsi yang dipakai adalah suksesnya pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Padahal pembangunan

yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi justru cukup banyak yang berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia. Untuk itulah maka prioritas pembangunan tidak boleh hanya memfokuskan pada bidang ekonomi (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi yang terkendali, surplus neraca pembayaran, dan orientasi skala makro lainnya) yang merupakan penggerak pembangunan, tetapi juga memperhatikan pembangunan sumber daya manusia seutuhnya. Sejalan dengan semangat perencanaan pembangunan berbasis kinerja, maka diperlukan suatu indikator guna mengukur kinerja pembangunan manusia. Setidaknya ada dua indikator komposit yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pembangunan manusia. Kedua indikator tersebut adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Inti dari kegiatan pembangunan manusia adalah terbentuknya manusia yang sejahtera jasmani dan rohani. Atau dengan kata lain mampu melahirkan generasi yang kuat secara fisik, cerdas dan luas wawasannya serta mempunyai akhlak yang terpuji. UNDP merekomendasikan tingkat keberhasilan pembangunan manusia di suatu negara secara minimal dapat direfleksikan dengan tingkat pemenuhan tiga unsur, yaitu: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan peluang untuk merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif. Oleh karena itu, UNDP menyusun IPM berdasarkan pada 3 (tiga) kriteria, yaitu : 1). Angka harapan hidup (life expectancy at age 0 : e0) untuk mengukur tingkat kesehatan masyarakat, 2). Angka melek huruf dewasa (adult literacy rate: Lit) dan rata-rata Lama Sekolah (mean years of schooling: MYS) untuk mengukur tingkat pendidikan sekaligus ketrampilan dan 3). Purchasing Power Parity (merupakan ukuran

pendapatan yang sudah disesuaikan dengan paritas daya beli) untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sedangkan IKM adalah indeks komposit yang mengukur keterbelakangan dalam tiga dimensi yaitu lamanya hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent living). Indeks ini disusun dari tiga indikator; penduduk yang diperkirakan tidak berumur panjang yang diukur dengan peluang suatu populasi untuk tidak bertahan hidup sampai usia 40 tahun; ketertinggalan dalam pendidikan yang diukur dengan angka buta huruf penduduk dewasa atau usia 10 tahun ke atas; dan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar. Adapun keterbatasan akses pelayanan dasar meliputi persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke sarana kesehatan dan persentase anak berumur lima tahun ke bawah (balita) dengan status gizi kurang. Dalam studi ini kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Malang hanya diukur dan digambarkan dengan hasil penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan IKM tidak dibahas pada laporan ini. Indeks komposit Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia (IPM) berbeda dengan indikatorindikator lainnya yang hanya mengukur sisi sosial atau ekonominya saja, IPM mengukur dari sisi sosial dan ekonomi secara bersamaan. UNDP menggunakan IPM ini sejak tahun 1990. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi bahan diskusi yang menarik dan menjadi perhatian banyak pihak sejak diterbitkan dan dipublikasikan oleh BPS dan UNDP pada tahun 1997. Sebagai alat ukur yang tunggal dan sederhana, IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja
3

pembangunan, khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara lebih spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah, maka pada tahun 2011 ini Pemerintah Kabupaten Malang yang diwakili oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menindaklanjuti dengan menyajikan data yang berkaitan dengan kinerja pembangunan manusia, yaitu Indeks Pembangunan manusia (IPM) keadaan Tahun 2011. Pentingnya penyajian data tersebut didasarkan pada urgensi data IPM dalam menunjang keberhasilan pembangunan, yaitu dimaksudkan sebagai dasar pengambilan kebijakan utamanya berkaitan dengan kebijakan pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan upaya peningkatan pendapatan masyarakat. 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan IPM Dalam penyusunan penghitungan IPM Kabupaten Malang, secara umum mempunyai maksud untuk memberikan gambaran umum bagi Pemerintah Kabupaten Malang mengenai kinerja pembangunan manusia di seluruh kecamatan se Kabupaten Malang. Dengan demikian diharapkan agar pembangunan manusia yang akan dilakukan lebih tepat sasaran dan sekaligus sebagai bahan evaluasi pembangunan manusia sehingga keputusankeputusan yang diambil oleh pihak yang berwenang dapat menguntungkan semua pihak. Selain tujuan pokok tersebut, masih ada beberapa tujuan yang akan dicapai, yakni : 1. Memberikan gambaran umum bagi pemerintah Kabupaten Malang mengenai kinerja pembangunan manusia di seluruh kecamatan se Kabupaten Malang 2. Menumbuhkan kerjasama yang up to date dalam segala bidang khususnya dalam mengadakan suatu penelitian.

3. Menumbuhkan kebiasaan pada pihak penentu kebijakan agar menggunakan data dalam mengambil keputusan terutama dikaitkan dengan upaya perencanaan berbasis kinerja. 4. Menumbuhkan rasa cinta statistik dikalangan masyarakat, khususnya aparat pemerintah daerah. 1.3 Ruang Lingkup Penentuan ruang lingkup bertujuan agar penelitian yang dilakukan dapat lebih fokus dan tidak tumpang tindih antara bahasan yang satu dengan yang lain. Ruang lingkup penelitian pada dasarnya di bagi dua bagian besar, yaitu ruang lingkup studi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup studi mengambarkan bidang apa saja yang akan diteliti dan dianalisis. Pada penelitian ini ruang lingkup studinya adalah bidang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan kemampuan daya beli masyarakat. Sedangkan ruang lingkup wilayah menggambarkan wilayah yang akan diteliti dan dianalisis. Pada penelitian ini ruang lingkup wilayahnya adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Malang. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penyajian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Malang Tahun 2011 ini mencakup 7 bab dengan perincian sebagai berikut : 1. Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan sistematika penyajian. 2. Bab II berisi pembangunan manusia yang membahas tentang konsep pembangunan manusia, pengukuran serta manfaat IPM bagi perencanaan pembangunan daerah.
5

3. Bab III merupakan bab metodologi yang membahas tentang konsep dan definisi, metode penghitungan IPM, serta sumber data dan metode analisisnya 4. Bab IV membahas mengenai gambaran umum keadaan di Kabupaten Malang yang mencakup gambaran wilayah, pemerintahan, kependudukan, potensi ekonomi dan sarana prasarana. 5. Bab V membahas mengenai analisis pembangunan manusia dari komponen IPM seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan ketenagakerjaan . 6. Bab VI membahas mengenai hasil dan pembahasan IPM yang meliputi hasil penghitungan IPM. 7. Bab VII merupakan kesimpulan dan saran-saran yang selanjutnya bisa diaplikasikan dalam pertimbangan penyusunan berbagai kepentingan. Selanjutnya, penulisan ini dilengkapi dengan beberapa tabel-tabel yang dianggap relevan. lampiran

2.1 Konsep Pembangunan Manusia Beberapa pembuka pada kalimat


Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya.Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif.Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana.Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh berbagai

Human Development Report (HDR)


pertama yang dipublikasikan oleh United Nations

kesibukan jangka pendek untuk secara jelas menekankan mengumpulkan harta dan uang. pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik ditingkat global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan yang berpusat pada manusia yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi pembangunan. Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensip yang mencakup semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan. Pembangunan manusia memperluas pembahasan tentang konsep pembangunan dari diskusi tentang cara-cara (pertumbuhan Produk Domestik Bruto) ke diskusi tentang tujuan akhir dari pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu
7

Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

masyarakat, dan meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan. Sebagaimana dinyatakan di dalam HDR pertama tahun 1990, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Diantara berbagai pilihan tersebut, pilihan terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Diantara pilihan lain yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan politik, jaminan atas hak asasi dan harga diri. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan peningkatan kemampuan manusia, seperti meningkatkan kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimiliki untuk bersenang-senang, untuk melakukan kegiatan produktif, atau untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, sosial dan politik. Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut. Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama dari pembangunan manusia, yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan untuk memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka menjalani kehidupan. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik, dan mereka harus memiliki suara yang menentukan dalam membentuk kerangka politik mereka. Orang yang memiliki kebebasan politik dapat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang dilakukan dalam kerangka aturan8

aturan yang demokratis menuju konsensus dan konsolidasi, dan bukannya didekte oleh elite yang otokratis.Dalam hal ini pembangunan manusia dan hak asasi manusia mempunyai kesamaan visi dan tujuan, yaitu untuk menjamin kebebasan, kemakmuran dan harga diri semua orang dimanapun mereka berada. Untuk menghindari salah pengertian, perbedaan antara cara pandang pembangunan manusia terhadap pembangunan dengan pendekatan konvensional yang menekankan pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal manusia, pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan dasar perlu diperjelas. Konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan yang lebih luas dari teori konvensional pembangunan ekonomi.Model pertumbuhan ekonomi lebih menekankan pada peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) daripada memperbaiki kualitas hidup manusia. Pembangunan sumberdaya manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi sebagai alat bukannya sebagai tujuan akhir. Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai penerima dan bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses produksi. Adapun pendekatan kebutuhan dasar terfokus pada penyediaan barang-barang dan jasa-jasa untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas pilihan yang dimiliki manusia di segala bidang. Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat, pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia.Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu jender.Dengan demikian, pembangunan manusia
9

tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua sektor. Pembangunan manusia mempunyai empat elemen yaitu produktifitas, pemerataan, berkelanjutan dan pemberdayaan. Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas manusia akan meningkat sehingga mereka akan menjadi agen pertumbuhan yang efektif. Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya.Pemerataan kesempatan harus tersedia baik untuk generasi sekarang maupun generasi penerus.Semua orang, perempuan ataupun laki-laki harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan.Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir.Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia.Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.Dalam jangka pendek, dengan pengeluaran publik teratur, suatu daerah dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembangunan manusia, meskipun tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup berarti.Meskipun demikian, bukanlah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai arti penting bagi pembangunan manusia. Dalam jangka panjang tidak akan ada kemajuan yang berkelanjutan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi.

10

Perhatian pembangunan manusia tidak hanya terfokus pada laju pertumbuhan (ekonomi) tetapi juga pada aspek pendistribusiannya. Jadi bukan hanya masalah berapa besar pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan yang seperti apa. Perhatian harus lebih ditujukan pada struktur dan kualitas dari pertumbuhan untuk menjamin bahwa pertumbuhan diarahkan untuk mendukung perbaikan kesejahteraan manusia baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Perhatian utama dari kebijakan pembangunan haruslah ditekankan pada bagaimana keterkaitan tersebut dapat diciptakan dan diperkuat. 2.2 Ukuran Pembangunan Manusia Ukuran yang dipakai untuk mengetahui status dan kemajuan pembangunan manusia ada empat macam indeks komposit yang dikembangkan oleh UNDP yaitu Indeks Pembangunan Manusia atau IPM (Human Development Indeks atau HDI), Indeks Pembangunan Gender atau IPGJ (Gender Related Development Indeks atau GDI), Indeks Pemberdayaan Gender atau IDG (Gender Empowerment Measure atau GEM), dan Indeks Kemiskinan Manusia atau IKM (Human Poverty Indeks atau HPI). 2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM mengukur capaian suatu daerah dalam tiga dimensi pembangunan manusia yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standart kehidupan yang layak.Indeks ini diukur dengan angka harapan hidup, capaian pendidikan dan tingkat pendapatan yang disesuaikan. 2.2.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) IPG mengukur pencapaian dalam dimensi dan variabel yang sama dengan IPM tetapi dengan memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara perempuan dan laki-laki. IPG adalah IPM yang

11

disesuaikan (dikurangi) oleh adanya ketimpangan gender.Makin besar kesenjangan antar gender dalam pembangunan manusia, makin rendah nilai IPG suatu daerah dibandingkan dengan nilai IPM-nya. 2.2.3 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) IDG menunjukkan apakah wanita dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan ekonomi dan politik. IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur ketimpangan gender dibidang ekonomi, partisipasi politik dan pengambilan keputusan. Indeks ini mengukur persentase wanita di parlemen, persentase wanita di antara tenaga profesional, teknisi, pegawai dan manajer, serta persentase penghasilan wanita dibandingkan penghasilan laki-laki. Berbeda dengan IPG, IDG melihat ketimpangan kesempatan di beberapa bidang. 2.2.4 Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) IKM mengukur kemiskinan di negara berkembang. Variabelvariabel yang digunakan adalah persentase penduduk yang diperkirakan tidak mencapai usia 40 tahun, persentase penduduk dewasa yang buta huruf, dan deprivasi dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi secara keseluruhan, baik yang bersifat publik atau bukan, yang diwakili oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih, dan persentase anak berumur lima tahun ke bawah dengan berat badan rendah (kurang gizi). Dalam Publikasi " Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Malang Tahun 2011 " ukuran yang dipakai untuk mengukur status dan kemajuan pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

12

2.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam PembangunanManusia Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pembangunan manusia pada hakekatnya adalah suatu proses memperbesar pilihan-pilihan manusia. Dalam definisi tersebut di tegaskan bahwa focus pembangunan yang sesungguhnya adalah penduduk atau manusia itu sendiri. Menurut UNDP, penduduk adalah kekayaan nyata suatu bangsa. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa konsep pembangunan manusia sebagai upaya pembangunan kemampuan diri sendiri, yang mengandung empat unsur yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Namun Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi, jumlah, dan komposisi penduduk. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun sebaliknya penduduk yang berjumlah besar tanpa diupayakan pengembangan kualitasnya akan menjadi beban bagi pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh keseluruhan penduduk tersebut. Penduduk selalu dinamis karena dalam kehidupannya akan mengalami pergeseran komposisi dari segi jumlah yang disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan. Data Kependudukan merupakan salah satu informasi yang seharusnya dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan. Variabel demografis (Kelahiran, Kematian dan perpindahan) akan mempengaruhi dinamika penduduk (Perubahan jumlah penduduk, komposisi dan pertumbuhan penduduk). Dinamika penduduk tersebut akan

13

mempengaruhi kebutuhan terhadap mutu kesehatan, pendidikan, keamanan dan lainnya.

manusia

seperti

2.4 Manfaat IPMDalam Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam konteks perencanaan pemanfaatan IPM antara lain : pembangunan daerah,

a) Sebagai alat advokasi kepada para pengambil keputusan dan perumus kebijakan tentang langkah-langkah pada masa mendatang yang perlu dilakukan. b) Sebagai salah satu ukuran dan patokan dasar dalam penentuan sasaran dan tujuan pembangunan daerah. c) Sebagai alat ukur pemantauan status pembangunan manusia, IPM sangat sensitif terhadap perubahan yang sedang terjadi, misalnya akibat krisis moneter ada indikasi nilai IPM turun sebagai akibat menurunnya tingkat pendapatan. d) Sebagai Sistem Informasi Pembangunan Manusia guna pembuatan kajian tentang status pembangunan manusia, baik tentang tingkat dan pencapaian selama satu periode dan bagian yang memusatkan perhatian pada kemajuan dan pencapaian program sektoral serta kaitannya dengan program nasional. e) Sebagai sumber data pemantauan pembangunan manusia untuk memperoleh gambaran lebih dalam dan rinci tentang situasi pembangunan manusia diperlukan indikator ekonomi, sosial dan kependudukan yang relevan dengan aspek pembangunan. Indikatorindikator ini bisa dimanfaatkan untuk membuat suatu kajian tentang situasi pembangunan manusia disuatu wilayah.

14

Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi hasil pembangunan suatu Negara atau daerah diantaranya dapat dilihat dari unsur-unsur pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM).Dimana Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah indeks komposit yang dibuat lebih dari satu indeks yang digabung menjadi indeks tunggal. Indeks ini penting untuk melihat sampai seberapa jauh pertumbuhan dan pemerataan hasil pembangunan mampu secara nyata memberikan output berupa peningkatan kebutuhan fisik dasar manusia dan perluasan kemampuan manusia untuk melakukan pilihan-pilihan. Agak berbeda dengan Indeks Mutu Hidup (IMH) yang berfungsi sebagai indikator fisik (mengukur tingkat kemajuan), maka IPM cenderung berfungsi sebagai indikator posisi (membandingkan keberhasilan pembangunan antar waktu atau wilayah). Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek. Pertama, untuk perbandingan antar wilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah yang lain berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. Pembangunan manusia yang berhasil akan membuat usia rata-rata masyarakatnya meningkat; juga ditandai dengan peningkatan pengetahuan yang bermuara pada peningkatan kualitas SDM. Pencapaian dua hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan

15

produktivitas sehingga pada akhirnya akan meningkatkan mutu hidup dalam arti hidup layak. Konsep dan definisi menjadi amat penting untuk memahami lebih lanjut mengenai data yang tersedia. Definisi yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula, definisi yang diuraiakan dalam publikasi ini pada dasarnya untuk tujuan penyusunan IPM. Definisi IPM merupakan suatu ukuran komposit yang mengukur pencapaian keseluruhan suatu negara yang dipresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan serta kualitas hidup yang layak. Dalam buku teks yang relevan, sering disebutkan bahwa besaran IPM dihitung melalui 3 komponen yaitu Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan dan Indeks Kemampuan Daya Beli. Mengawali penjelasan mengenai konsep dan definisi, berikut ini dijelaskan mengenai beberapa istilah yang berhubungan dengan pengukuran pembangunan manusia difokuskan pada tiga dimensi yang dianggap esensial bagi kehidupan manusia yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent living standards). Kejelasan pengertian dari tiga istilah ini sangat penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan IPM. Disamping itu pada bab ini juga akan dijelaskan konsep dan definisi lain yang digunakan dalam pembangunan tentang IPM. 3.1 Konsep dan Definisi Supaya lebih mudah memahami isi bahasan di publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Malang disini perlu dijelaskan mengenai konsep dan definisi masing-masing sub bahasan.

16

3.1.1. Usia Hidup Komponen ini diukur melalui pendekatan angak harapan hidu waktu lahir yang biasa dinotasikan dengan e0. Karena di Indonesia tidak memiliki sistem registrasi penduduk yang baik, maka e0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang masih hidup per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. 3.1.2. Pengetahuan Komponen pengetahuan di ukur melalui dua indikator, yaitu angak melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sumber data kedua indikator ini adalah Sensus Penduduk dan Susenas. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis sedangkan ratarata sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan yang ditamatkan. 3.1.3. Standar Hidup Layak Standar hidup layak merupakan komponen ketiga selain dua komponen diatas yang juga diakui secara luas sebagai unsur dasar pembangunan manusia. Berbeda dengan UNDP yang mengunakan GDP riil yang disesuaikan untuk mengukur standar hidup layak, BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran perkapita riil ysng disesuaikan dengan formula atkinson. 3.1.4. Definisi-Definisi Lainnya Beberapa konsep dan defenisi yang perlu diketahui untuk memudahkan pemahaman tentang IPM antara lain adalah : Pembangunan manusia adalah suatu proses memperbesar pilihan-pilihan bagi bidang penduduk (a process of ebfarging peoples choces of people).

17

Penduduk adalah setiap orang yang menetap di suatu wilayah selama enam bulan atau lebih dan atau domisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap lebih dari enam bulan. Angka Beban Ketergantungan (Dependency ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang termasuk dalam usia tidak produktif (0-14 tahun/penduduk usia muda dan 65 tahun keatas/penduduk usia tua) dengan penduduk usia produktif (15-64 tahun).
Akses terhadap air bersih :persentase rumahtangga yang

menggunakan air minum yang berasal dari air meneral, air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung.
Akses terhadap sanitasi : persentase rumah tangga yang

memiliki kamar mandi sendiri atau dapat menggunakan fasilitas kamar mandi umum.
Angka buta huruf (ABH) : proporsi penduduk berusia 10 tahun

keatas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Dihitung dengan cara 100 dikurangi dengan angka melek huruf (dewasa).
Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir :perkiraan lama

hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.
Angka Kematian Bayi (IMR) : jumlah bayi yang meninggal

sebelum mencapai usia satu tahun per 1000 kelahiran hidup.


Angka Melek Huruf (AMH) : proporsi penduduk usia 10 tahun

keatas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
Angka Morbiditas : proporsi dari keseluruhan penduduk yang

menderita akibat masalah kesehatan (keluhan) hingga mengganggu aktifitas sehari-hari selama satu bulan terakhir.

18

Angka Partisipasi Sekolah : proporsi dari keseluruhan penduduk

dari berbagai kelompok usia tertentu ( 7-12, 13 15, 16 18, dan 19 24 ) yang masih duduk dibangku sekolah.
Angka Partisipasi Tenaga Kerja: proporsi dari penduduk usia

kerja yang termasuk angkatan kerja.


Angka Putus Sekolah : proporsi dari penduduk berusia antara 7

hingga 15 tahun yang tidak terdaftar pada berbagai tingkatan pendidikan dan tidak menyelesaikan sekolah dasar atau sekolah menengah tingkat pertama.
Angkatan Kerja: jumla penduduk usia kerja yang bekerja atau

sedang mencari pekerjaan. Penduduk usia kerja adalah jumlah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.
Bekerja

: kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama 1 (satu) jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus.

Enrolm ent, Gross enrolm ent ratio : adalah jumlah pelajar yang

terdaftar di suatu tingkat pendidikan, tanpa memperhatikan umur, sebagai persentase terhadap jumlah populasi usia sekolah resmi untuk pendidikan tersebut. Net enrolment ratio adalah jumlah pelajar pada kisaran usia resmi yang terdaftar di tingkat pendidikan tertentu sebagai persentase dari jumlah penduduk yang berada pada usia resmi untuk tingkat pendidikan tersebut. Usia sekolah resmi di Indonesia adalah 7 hingga 12 untuk sekolah dasar, 13 hingga 15 untuk sekolah menengah pertama, 16 hingga 18 untuk sekolah menengah atas, dan 19 hingga 24 untuk perguruan tinggi
Indeks Daya Beli : salah satu dari tiga komponen indeks

pembangunan manusia yang didasarkan pada paritas daya beli

19

(PPP) disesuaikan dengan rumus Atkinson. Nilai indeks berkisar 0 100.


Indeks Harapan Hidup : salah satu dari tiga komponen indeks

pembangunan manusia. Nilai indeks ini berkisar antara 0 100.


Indeks Harga Konsumen (IHK) : indeks yang menunjukkan

perbandingan relatif antara tingkat harga pada saat bulan survei dan tingkat harga pada bulan sebelumnya, yang ditimbang dengan nilai konsumsi pada kedua bulan tersebut. IHK dihitung dengan formula Laspeyres yang dikembangkan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : indeks komposit yang

disusun dari tiga indikator: lamanya hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standart hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP rupiah). Nilai indeks berkisar antara 0 100.
Indeks Pendidikan: salah satu dari tiga komponen indeks

pembangunan manusia. Indeks ini didasarkan pada kombinasi antara angka melek huruf dikalangan penduduk dewasa dan ratarata lamanya sekolah. Nilai indeks tersebut berkisar antara 0 hingga 100.
Paritas Daya Beli (Purchasing Pow er Parity PPP ) : PPP

memungkinkan dilakukannya perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten, mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi per kapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan rumus Atkinson.
20

Pengangguran Terbuka : proporsi dari keseluruhan penduduk

yang sedang mencari pekerjaan dibandingkan dengan keseluruhan angkatan kerja.


Pengobatan sendiri : suatu usaha yang dilakukan oleh anggota-

angota rumahtangga untuk melakukan perawatan sendiri dengan menggunakan obat-obatan modern maupun tradisional, pemijatan atau bentuk-bentuk perawatan dan pengobatan tradisional lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan yang diderita.
Persalinan bayi yang ditolong tenaga kesehatan: persentase

anak umur 0 hingga 4 tahun yang kelahirannya dibantu oleh petugas kesehatan (dokter, juru rawat, bidan, dan tenaga paramedik lainnya).
Pertumbuhan

ekonomi: perubahan relatif nilai riil produk domestik bruto dalam suatu periode tertentu.

Produk domestik regional bruto: jumlah nilai tambah bruto

(total output dari barang dan jasa) yang diproduksi oleh semua sektor ekonomi di suatu negara selama periode tertentu.
Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku: merujuk

pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang yang berlaku pada tahun tersebut.
Produk domestik bruto atas dasar harga konstan : merujuk

pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang pada tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar.
Produk domestik bruto per kapita : nilai dari produk domestik

bruto dibagi dengan jumlah penduduk pada tengah tahun.


Rata-rata lama sekolah: rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan

oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.

21

Rasio Jenis Kelamin : Perbandingan antara jumlah penduduk

laki-laki terhadap perempuan dikalikan 100


Tingkat pengangguran terbuka : perbandingan penduduk

yang mencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja.


Tingkat kesempatan kerja : perbandingan penduduk yang

bekerja terhadap jumlah angkatan kerja.

3.2 Metode Penghitungan Secara umum, metodologi penghitungan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti metodologi yang telah diterapkan oleh UNDP dalam menyusun Human Development Index (HDI) tahun 1994, yang juga telah diterapkan BPS. Teknik dan perumusan penghitungan dikutip dari publikasi BPS (1994). IPM disusun dari tiga komponen: lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua pertiga) dan rata-rata lamanya sekolah (dengan bobot sepertiga); dan tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuiakan (PPP rupiah). Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai 0 (buruk) dan 1 (terbaik) untuk memudahkan analisa biasanya dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut :

IPM = 1 3 I (i )
i =1

dimana

I (i ) =

{ X (i ) Min. X (i ) } {Max. X (i ) Min. X (i ) }

22

: Indeks komponen IPM ke i (i=1,2,3) : Nilai indikator komponen IPM ke i Max.X(i) : Nilai maksimum X(i) (lihat tabel di bawah) Min. X(i) : Nilai minimum X(i) (lihat tabel di bawah) Nilai maksimum dan minimum yang digunakan penghitungan IPM menurut BPS, sebagai berikut :
Tabel 3.1 Indikator Komponen IPM Indikator Komponen IPM Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah Nilai Minimum 25,0 0 0 360.000 b) Nilai Maksimum 85,0 100 15 732.720 a)

Dimana :

I(i) X(i)

dalam

Catatan Standart UNDP Standart UNDP Standart UNDP Disesuaikan

Purchasing Power Parity *)

Sumber : UNDP
Catatan * a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi di Indonesia yang memiliki angkatertinggi (Jakarta) pada 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan tingkat pertumbuhan daya beli sebesar 6,5 persen pertahun selama 1993 2018.

b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki tingkat konsumsi per kapita terendah pada tahun 1990 (daerah pedesaan di Sulawesi Selatan). Untuk tahun 1999, nilai minimum disesuaikan menjadi Rp. 360.000 Penyesuaian ini dilakukan karena krisis ekonomi telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat secara drastis sebagimana terlihat dari peningkatan angka kemiskinan dan
23

penurunan upah riil. Penambahan sebesar Rp. 60.000 didasarkan pada perbedaan antara garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru yang jumlahnya Rp. 5000 per bulan (= Rp. 60.000 per tahun). Seperti yang diuraikan diatas bahwa IPM ( Indeks Pembagunan Manusia) disusun dari tiga dimensi yaitu Umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kualitas hidup yang layak. Uraian dimensi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.2 Dimensi IPM
Dimensi Umur Panjang Dan sehat Pengetahuan Indikator Angka harapan hidup pd saat lahir ( e0 ) 1. 2. Angka Melek Huruf ( AMH ) Rata-rata lama sekolah ( MYS ) Kehidupan yang layak Pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan ( PPP Rupiah ) X3 X2 Indeks Pendapatan X1 Indeks Pendidikan IPM Indeks Dimensi Indeks Harapan Hidup

24

IPM = Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3 3 dimana : a. Indeks X1 : Indeks Lamanya Hidup b. Indeks X2 : Indeks Pendidikan terdiri dari dua komponen : i. AMH : Angka Melek Huruf Diberi bobot 2/3 ii. MYS : Rata-rata Lamanya Sekolah Diberi bobot 1/3 c. Indeks X3 : Indeks Pendapatan Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan tingkat pengeluaran konsumsi yang telah mencapai standart hidup layak. Semakin dekat IPM suatu wilayah terhadap angka 100 maka semakin dekat dengan sasaran yang dicapai. Untuk memahami makna nilai IPM, maka PBB melalui UNDP (United Nation Development Programme) memberikan kriteria sebagai berikut : Tabel 3.3 Tingkatan Status IPM Tingkatan Status Rendah Menengah bawah Menengah Atas Tinggi Kriteria IPM < 50 50 IPM < 66 66 IPM < 80 IPM 80

Disamping itu, IPM juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal (IPM = 100 ) yang biasanya disebut reduksi shortfall per tahun. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian sehari-hari reduksi shortfall dikatakan sebagai suatu
25

kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia.Semakin tinggi nilai reduksi shortfall disuatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode. Penghitungan adalah dengan formula sebagai berikut : 1/t

IPM t1 - IPM to R = IPM ref IPM to


dimana R IPM t0 IPM t1 IPM ref : : Reduksi shortfall per tahun; : IPM tahun awal; : IPM tahun terakhir dan : IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100.
X100

Ada 4 kategori reduksi shortfall pertahun, yaitu sangat lambat jika < 1,3; lambat jika 1,3 1,5; menengah jika 1,5 1,7 dan cepat jika >1,7. Semakin besar reduksi shortfall pertahun maka semakin besar kemajuan yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Kemudian untuk penghitungan masing-masing komponen adalah sebagai berikut : a. Angka Harapan Hidup (e 0 ) Seperti halnya UNDP usia hidup diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth ) yang biasa dinotasikan dengan e0. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup/ALH (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup/AMH (still living) per wanita usia 15 49 tahun menurut
26

kelompok umur lima tahunan. Penghitungan e0 dilakukan dengan menggunakan software Mortpak Lite. Angka e0 yang diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode langsung. Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin pada kelompok umur 15-19 tahun. b. Angka Melek Huruf (Lit) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Kedua, indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Dari indikator diatas Lit dianggap tidak terlalu peka menggambarkan variasi propinsi, maka untuk mengurangi kelemahan tersebut maka dimasukkan rata-rata lamanya sekolah (MYS) dalam penghitungan rata-rata indeks pendidikan (IP) dihitung dengan cara sebagai berikut : IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS Populasi yang digunakan dalam penghitungan MYS dibatasi pada penduduk berumur 25 tahun keatas, dengan alasan penduduk yang berusia kurang dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga angka lebih mencerminkan pada kondisi yang sebenarnya. Namun populasi yang digunakan oleh BPS adalah penduduk berumur 15 tahun keatas karena penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk dinyatakan rata-rata lama
27

sekolahnya. Langkah penghitungannya adalah dengan memberi bobot variabel pendidikan yang ditamatkan/jenjang pendidikan, selanjutnya menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya yang dirumuskan sebagai berikut :

MYS =

fi si

fi

dimana : MYS : rata-rata lama sekolah (dalam tahun) fi : frekuensi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas untuk jenjang pendidikan ke-i si : skor masing-masing jenjang pendidikan i i : jenjang pendidikan (i=1,2,.......), lihat tabel di bawah ini Tabel 3.4Jenjang Pendidikan dan Skor untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Jenjang Pendidikan Skor
1. Tidak/belum pernah sekolah 2. Sedang Sekolah SD kelas 1 s/d 6 3. Tamat SD 4. Sedang Sekolah SMP kelas 1 s/d 3 5. Tamat SMP 6. Sedang Sekolah SMA kelas 1 s/d 3 7. Tamat SMA 8. Sedang Sklh Diploma Tk 1s/d 3 9. Tamat D III 10. Tamat D IV/ Sarjana 11. Magister (S2) 12. Doktor (S3) 0 1 s/d 6 6 7 s/d 9 9 10 s/d 12 12 13 s/d 15 15 16 18 21

28

Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lamanya sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Rata-rata lamanya sekolah secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misal di Kabupaten Malang ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, dan 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata-rata lamanya sekolah di Kabupaten Malang adalah {5(6) + 5(9) + 5(12) + 5 (0) } : 20 = 6,25 tahun. c. Kemampuan Daya Beli Dengan dimasukkannya variabel Purchasing Power Parity sebagai ukuran paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih lengkap dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia, dan dianggap lebih baik dibanding IMH (Indeks Mutu Hidup).Ukuran yang digunakan dalam hal ini adalah konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan.Sumber data yang digunakan adalah angka Susenas 2007. Adapun batasan nilai Purchasing Power Parity/konsumsi perkapita yang disesuaikan antara nilai minimal sampai yang maksimal pada kondisi tahun berjalan, angka ini didapat dari mengalikan PPP minimal dan maksimal tahun tersebut dengan angka laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun dasar dan tahun berjalan. Penghitungan konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut :

29

1) Menghitung rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dengan menggunakan data Susenas 2010. Hasil penghitungan dikali 12 untuk memperoleh angka tahunan (E) 2) Menghitung nilai pengeluaran riil (E) yaitu dengan membagi ratarata pengeluaran dengan IHK pada tahun yang bersangkutan. 3) Menghitung PPP (unit) semacam faktor pengali R untuk menghilangkan perbedaan antar daerah. 4) Menghitung nilai PPP dalam rupiah (Y*) dengan rumus: Y* = E
R

Y* : PPP (rupiah) E : Pengeluaran per tahun dalam harga konstan R : PPP (unit ) 5) Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) atau rata-rata konsumsi riil dengan menggunakan formula Atkinson(Y**) :
Y** = Y* = Z + 2(Y* - Z)(1/2) = Z + 2Z = Z + 2Z
(1/2)

Dimana

jika Y* Z jika Z < Y * 2Z


(1/3)

+ 3 (Y* -2Z)

jika 2Z < Y* 3Z

(1/2)

+ 3 (Y*-2Z)

(1/3)

+ 4 (Y*-3Z)(1/4) jika 3Z < Y* 4Z)

dimana : Y* : Nilai PPP dari nilai riil pengeluaran perkapita Z : batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp. 549.500 perkapita per tahun atau Rp. 1500 perkapita per hari Pengertian paritas daya beli secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: misalkan ada 3 orang di Kabupaten Malang (X, Y, Z) yang berasal dari 3 kecamatan berbeda (A, B, C). Tiga orang tersebut mempunyai penghasilan bulanan, yang kalau diukur dengan rupiah, sama persis. Namun, penghasilan X di
30

kecamatan A, apabila seluruh penghasilan sebulan dibelikan beras, memperoleh 5 kwintal, dengan penghasilan yang sama Y di kecamatan B dapat membeli 4 kwintal; dan Z dikecamatan C dapat membeli 10 kwintal. Paritas daya beli masing-masing X, Y, Z menggambarkan daya beli riil yaitu 5, 4 dan 10 kwintal beras. 3.3 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari hasil pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 dan 2011, hasil penghitungan IHK Kota Malang tahun 2011 serta data sekunder yang berasal Publikasi Daerah Dalam Angka BPS Kabupaten Malang dan Analisis Indikator Makro Sosial Ekonomi Jawa Timur Tahun 2009-2011. 3.4 Metode Analisis Kesimpulan yang dihasilkan dari sebuah penelitian akan akurat, dapat dipercaya (reliable), tepat waktu (up to date) dan dapat diperhitungkan (accountable), salah satunya tergantung dari ketepatan dalam memilih dan menggunakan metode analisis. Kesalahan dalam memilih dan menggunakan metode analisis akan berakibat fatal sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak tepat, yang pada akhirnya menyebabkan salah dalam pengambilan kebijakan. Pada dasarnya metode analisis statistik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu statistik diskriptif dan statistik inferensia. Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data yang memberikan informasi yang berguna. Statistik Inferensia mencakup semua metode analisis data dengan menggunakan berbagai macam prosedur pengujian secara statistik. Dalam penyusunan laporan ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena tidak ada pengujian secara statistik di dalamnya.

31

4.1 Gambaran Wilayah Sebagian besar wilayah Kabupaten Malang merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, hanya sedikit yang merupakan daerah datar. Secara rata-rata berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan air laut. Empat gunung yang sudah diakui dan dikenal secara nasional terdapat di Kabupaten Malang, satu diantaranya merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa. Gununggunung tersebut adalah gunung Kelud (1.731 m), Welirang (3.156 m), Arjuno (3.339 m), dan Semeru (gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 m di atas permukaan air laut). Selain itu masih banyak lagi gunung yang belum dikenal secara nasional. Keindahan gunung Bromo juga bisa dinikmati dari desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo. Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah dari 38 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur. Secara astronomis Kabupaten Malang terletak diantara 112 17 sampai 122 57 Bujur Timur dan 7 55 sampai 6 35 Lintang selatan, dikelilingi enam kabupaten dan samudra Indonesia, yaitu sebelah utara-timur, berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo; sebelah timur, berbatasan dengan kabupaten Lumajang; sebelah selatan, berbatasan dengan samudra Indonesia; sebelah barat, berbatasan
32

dengan Kabupaten Blitar; dan sebelah barat-utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Mojokerto. Maka untuk dapat menjangkau seluruh kecamatan di Kabupaten Malang dibutuhkan waktu minimal tiga hari. Wilayah Kabupaten Malang bagian selatan berlokasi di pesisir laut selatan atau samudra Indonesia. Posisi ini menjadikan Kabupaten Malang menyimpan potensi bahari yang cukup besar meliputi Kecamatan Donomulyo, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo dan Ampelgading. Kabupaten Malang berada di atas area seluas 3.534,86 km yang terbagi dalam 33 kecamatan, 390 desa/kelurahan, 3.155 Rukun Warga (RW), dan 14.696 Rukun Tetangga (RT). Dari seluruh desa/kelurahan yang ada, 12 diantaranya berstatus kelurahan dan sisanya 378 berstatus desa.
2

Guna mempermudah pelaksanaan pembangunan, pemerintah Kabupaten Malang membagi wilayahnya ke dalam Wilayah Pengembangan (WP). Ada enam WP yaitu : pertama WP lingkar Kota Malang, meliputi Dau, Karangploso, Singosari, Lawang, Pakis, Tajinan, Bululawang, Pakisaji dan Wagir. Kedua, WP Kepanjen dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Wonosari, Ngajum, Kepanjen, Kromengan, Sumberpucung, Pagak, Donomulyo, Gondanglegi, Pagelaran dan Kalipare. Ketiga, WP Ngantang dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Ngantang, Pujon dan Kasembon. Keempat, WP Tumpang dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Jabung, Tumpang, Poncokusumo dan Wajak. Kelima, WP Dampit dan sekitarnya meliputi : Kecamatan Turen, Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading. Keenam, WP Sumbermanjing Wetan dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Bantur, Gedangan, dan Sumbermanjing Wetan.

33

Adanya palung tekanan rendah di Samudra Hindia sepanjang perairan barat Australia hingga barat daya Sumatera serta terciptanya daerah pertemuan angin di sekitar laut Banda hingga laut Jawa berdampak cukup dominan terhadap pola cuaca di wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Malang. Kondisi topografi Kabupaten Malang yang sebagian besar berupa pegunungan dan perbukitan menjadikan Kabupaten Malang terkenal sebagai daerah yang sejuk dan kalau tidak bisa dikatakan dingin. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau. Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah III Stasiun Klimatologi Karangploso Malang mencatat setidaknya di sepanjang tahun 2011 terjadi sebanyak 179 hari hujan dan ratarata 151,5 mm curah hujan menyebar di seluruh kecamatan. Kondisi cuaca tahun 2011 relatif lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat rata-rata tinggi curah hujan mencapai 172,7 mm/bulan dengan jumlah hari hujan mencapai 155 hari. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan pada tahun 2011 lebih kering dibandingkan curah hujan tahun sebelumnya, namun ditinjau dari hari hujannya sedikit lebih banyak. Menurunnya curah hujan selama tahun 2011 mengakibatkan temperatur rata-rata Kabupaten Malang yang dicatat di tiga stasiun klimatologi mengalami peningkatan yaitu menjadi sebesar 24,1 C dengan lembab Nisbi rata-rata diantara 69-87 persen. Dengan temperatur tertinggi berada pada kisaran 27,4 C dan terendah sebesar 21,8 C. Lamanya penyinaran matahari berkisar antara 32 hingga 94 persen. Sejalan dengan tingkat kelembaban daerah lainnya di Jawa Timur, tingkat kelembaban udara di Kabupaten Malang hampir sama dengan rata-rata daerah lainnya di Jawa Timur yaitu

34

berkisar diantara 35 persen (tercatat di Pos Karangkates) pada bulan Bulan Juli dan Bulan September dan yang tertinggi pada Bulan Mei yaitu sebesar 100(tercatat di Pos Staklim Karangploso). 4.2 Penduduk Dalam pembangunan manusia, penduduk adalah central dari sasaran pembangunan, sehingga data tentang kependudukan menjadi sangat vital dalam penentuan kebijakan pembangunan yang berorientasikan manusia sebagai sasaran utamanya. Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Fungsi obyek bermakna penduduk menjadi target dan sasaran pembangunan yang dilakukan oleh penduduk, dan fungsi subyek bermakna penduduk adalah pelaku tunggal dari sebuah pembangunan. Kedua fungsi tadi diharapkan berjalan seiring dan sejalan secara integral. Jumlah penduduk yang besar memang merupakan potensi yang besar pula, namun demikian peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar peningkatan kualitas SDM terpenuhi, maka kebutuhan akan sarana maupun prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan dan sebagainya perlu diupayakan secara optimal. Jika pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia tidak mendapat perhatian dari pemerintah Daerah Kabupaten Malang dapat mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol. Ini dikhawatirkan akan menambah jumlah pengangguran dan penduduk miskin, sehingga mengganggu program-program yang berjalan. Laju pertumbuhan penduduk merupakan suatu indikator yang menunjukkan seberapa banyak rata-rata pertambahan penduduk per tahun di suatu wilayah dalam peride tertentu. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Malang

35

diasumsikan mengikuti deret geometri, oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk dihitung secara matematis dengan rumus sebagai berikut :

r =
Dengan : r Pt P0 n = = = =

( Pt/ P0 ) 1/n - 1

tingkat laju pertumbuhan penduduk jumlah penduduk pada akhir periode jumlah penduduk pada awal periode jumlah tahun dalam periodetersebut

Berdasarkan hasil Susenas, jumlah Penduduk Kabupaten Malang, pada tahun 2011 tercatat sebesar 2.459.982jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukan bahwa 50,17 persen adalah penduduk laki-laki dan 49,83 persen adalah penduduk perempuan. Perbandingan antara jumlah laki-laki dengan perempuan ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) yang mencapai angka sebesar 100,68 persen. Ini berarti pada setiap penduduk perempuan terdapat sekitar 100-101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Malang pada 2 2011mencapai 826 jiwa/km . Beberapa kecamatan yang memiliki kepadatan tinggi yaitu mencapai di atas 2000 jiwa/ km2 adalah Kecamatan Kepanjen dan Pakis. Sedangkan Kecamatan Turen, Sumberpucung dan Pakisaji memiliki kepadatan berkisar 15001999 jiwa/km2. Selebihnya memiliki tingkat kepadatan dibawah 1500 jiwa/km2

36

Tabel 4.1 Penduduk Kabupaten Malang Berdasarkan Hasil Susenas Tahun 2008-2011 Tahun 1. 2. 3. 4. 2008 2009 2010 2011 Laki-laki Perempuan 1.196.738 1.207.934 1.214.210 1.225.809 Jumlah 2.413.779 2.425.311 2.447.051 2.459.982 Rasio Jenis Kelamin 101,70 100,78 101,53 100,68

1.217.041 1.217.377 1.232.841 1.234.173

Sumber : Hasil Susenas Tahun 2008 - 2011

Informasi struktur umur penduduk sangat bermanfaat sebagai estimasi indikator kependudukan lainnya. Bila struktur umur mengarah pada kelompok penduduk berusia muda, maka intervensi pembangunan didominasi oleh pelaksanaan program dibidang kesehatan ibu dan anak, pendidikan, dan pengendalian kelahiran. Sedangkan bila struktur umur mengarah pada kelompok penduduk berusia tua, maka intervensi pembangunan diarahkan pada pelaksanaan program dibidang jaminan hari tua. Suatu daerah dikatakan berstruktur umur muda, apabila kelompok penduduk yang berumur di bawah lima belas tahun jumlahnya besar (lebih dari 40 persen), sedang besarnya kelompok penduduk usia 65 tahun ke atas kurang dari 10 persen. Sebaliknya suatu daerah dikatakan berstruktur umur tua apabila kelompok penduduk yang berumur 15 tahun ke bawah jumlahnya kecil (kurang dari 40 persen dari seluruh penduduk) dan persentase penduduk di atas 65 tahun di atas 10 persen.

37

Grafik 4.1 Piramida Penduduk Kabupaten Malang Tahun 2011

Perempuan/ Female

Dari Piramida Penduduk Gambar 4.1 diketahui bahwa kelompok umur yang dominan adalah kelompok usia produktif. Keadaan piramida yang seperti ini akan sangat mendukung tercapainya sasaran pembangunan, karena sumber daya manusia yang produktif sebagai modal dasar pembangunan banyak tersedia. Struktur umur penduduk cenderung mengarah pada kelompok berusia muda, ini ditunjukkan dengan angka beban ketergantungan penduduk muda sebesar 36,85 persen. Dengan demikian angka beban ketergantungan secara keseluruhan mencapai 47,72 persen atau dengan angka absolut dikatakan bahwa setiap seratus penduduk usia produktif akan menanggung sekitar 47-48 orang bukan usia produktif ( 0 14 tahun) dan 64 tahun ke atas) atau dengan ratio 2 : 1. Apabila dilihat dari angka ketergantungan di atas sudah baik, namun realita secara ekonomis dilapangan sangat bergantung pada sumber daya manusia penduduk usia produktif, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada.

38

4.3 Potensi Wilayah Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sehingga pertumbuhan yang tinggi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran penduduk. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB atas dasar harga konstan 2000. Sehingga pertumbuhan ini sudah tidak dipengaruhi faktor harga atau dengan kata lain benar-benar murni disebabkan oleh kenaikan produksi sektor pendukungnya. Untuk mengetahui potensi wilayah Kabupaten Malang dapat ditinjau dari data laju pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Jika suatu sektor mempunyai peranan yang dominan, akan tetapi jika perkembangannya lambat, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya jika sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka sektor tersebut secara otomatis akan menyebabkan total tingkat pertumbuhan juga tinggi. Dari data laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malang berikut ini dapat diketahui sektor mana yang pertumbuhannya paling cepat.

39

Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan PDRB Tahun 2007-2011


Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Perusahaan 9. Jasa jasa PDRB Jasa 2007*) 4,29 7,89 12,46 3,90 10,49 4,42 7,38 5,24 5,36 6,09 2008*) 4,38 6,55 10,22 4,92 10,43 4,58 7,53 5,62 4,56 5,75 2009*) 5,07 6,59 7,42 3,49 8,08 4,01 7,74 5,17 4,13 5,25 2010*) 4,13 6,95 8,31 7,93 9,15 6,93 7,88 7,74 5,78 6,27 2011**) 4,22 4,38 9,03 6,55 13,41 9,84 9,03 8,74 6,67 7,43

Sumber : PDRB Kabupaten Malang Tahun 2007-2011

Ket: *) angka diperbaiki

**) angka sementara

Dinamika perekonomian global yang mewarnai pemulihan ekonomi domestik secara umum memberi pengaruh positif bagi kinerja perekonomian daerah. Perekonomian Kabupaten Malang mencatat laju pertumbuhan di atas 7 persen pada tahun 2011, di atas capaian tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar 6,27 persen. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari membaiknya kinerja sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan sejalan dengan kuatnya permintaan domestik dan ekspor barang manufaktur. Peran sektor industri pengolahan sangat penting dalam perekonomian Kabupaten Malang. Dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, sumbangan sektor ini masih menempati urutan ketiga setelah perdagangan dan pertanian
40

dalam pembentukan PDRB. Namun bila dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor, peran sektor ini lebih besar dibandingkan dengan ekspor sektor pertanian. Jika dilihat kontribusinya terhadap tenaga kerja, sektor ini rata-rata menyerap sekitar 12 persen dari total tenaga kerja. Sektor industri memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan (backward dan forward linkage) yang besar sehingga peningkatan kinerja industri pengolahan dapat berefek pada sektor industri lainnya. Ditinjau dari sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor perdagangan, hotel dan restauran merupakan sektor dengan sumbangan tertinggi. Kontribusi terbesar pada pertumbuhan sektor ini berasal dari subsektor perdagangan yang tumbuh 9,89 persen. Ini berarti meningkat dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang hanya mencapai sebesar 6,89 persen. Aktivitas subsektor ini ditandai dengan dibukanya gerai-gerai perdagangan, serta sejalan dengan meningkatnya produk industri. Di pihak lain, tingkat hunian hotel di Kabupaten Malang tumbuh sebesar10,56 persen. Masih relatif tingginya pertumbuhan tingkat hunian hotel di Kabupaten Malang ini sejalan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata yang berkunjung ke Kabupaten Malang. Selain itu, kegiatan pelatihanpelatihan dan kegiatan seminar di Kabupaten Malang memberikan kontribusi positif bagi perkembangan subsektor hotel pada periode berjalan. Kinerja sektor pertanian masih terbatas terutama karena permasalahan di subsektor tanaman bahan makanan. Sektor pertanian tumbuh stabil dikisaran 4 persen, di bawah rata-rata lima tahun terakhir 4,42 persen. Kinerja subsektor tanaman bahan makanan masih mengalami permasalahan produksi terutama produksi padi yang berada dalam tren
41

melambat akibat berkurangnya luas lahan dan terlambatnya musim hujan pada penghujung tahun. Sementara itu, kinerja subsektor perikanan dan subsektor peternakan berada dalam tren meningkat sepanjang tahun. Dengan kenyataan yang demikian, sektor pertanian sebagai pendukung utama sektor primer mengalami pertumbuhan sebesar 4,22 persen yang berarti melambat dari pertumbuhan pada tahun 2011 yang sebesar 4,13 persen. Dengan perkembangan di atas, pangsa sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten Malang pada periode berjalan mengalami penurunan dan peranannya sebagai sektor dengan pangsa terbesar direbut oleh sektor perdagangan, hotel dan restauran. 4.4 Sarana dan Prasarana Sarana yang penting dalam mendukung laju pembangunan adalah prasarana jalan. Tersedianya jalan untuk menjangkau semua daerah di suatu wilayah pemerintahan sangat besar pengaruhnya terhadap kecepatan pendistribusian hasil pembangunan. Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang penting guna memperlancar kegiatan perekonomian selain untuk memudahkan mobilitas penduduk dari satu daerah menuju daerah lainnya. Seiring dengan semakin meningkatkan pembangunan jalan yang terbagi atas jalan nasional jalan propinsi dan kabupaten harus selalu ditingkatkan, baik panjang maupun kualitasnya, agar pembangunan regional/nasional dapat berjalan lancar. Panjang jalan yang ada di Kabupaten Malang mencapai 1.899,32 Km, terbagi atas jalan negara sepanjang 115,63 Km, jalan propinsi sepanjang 114,93 km dan jalan Kabupaten 1.668,76 km. Jika diamati menurut jenis permukaan, jalan aspal merupakan proporsi terbesar dibanding dengan jalan non aspal yaitu dengan

42

komposisi sebesar 95,00persen dari total panjang jalan. Sementara sisanya meliputi kerikil, tanah dan lainnya sebesar 5,00 persen. Teknologi komunikasi kini semakin dirasakan penting peranannya dalam penyampaian informasi jarak jauh. Aktifitas pemerintahan, swasta maupun masyarakat sangat erat kaitannya dengan pos dan telekomunikasi sebagai sarana untuk pengiriman informasi. Bahkan ketersediaan teknologi informasi berdampak pada intelektualitas penduduk, karena dengan tersedianya teknologi dan kemampuan sumber daya manusia maka akan sangat mudah membaca kemajuan yang mutakhir sehingga dapat memacu perkembangan teknologi di daerah. Untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi masyarakat, dari tahun ke tahun semakin banyak bermunculan warnet swasta. Jumlah telepon umum koin dan kartu dari tahun ke tahun semakin berkurang, sedangkan jasa telekomunikasi dari pemerintah dan rumah tangga berkembang pesat. Data PT. Telkom Kabupaten Malang juga menunjukkan jumlah pelanggan telepon semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ketersediaan bank sangat mendorong laju pertumbuhan ekonomi di segala bidang, khususnya dalam penyediaan modal dan lalu lintas uang antar daerah. Kepentingan lalu lintas uang di Kabupaten Malang sangat mudah karena telah tersedia bank-bank pemerintah maupun bank swasta. Bank pemerintah yang terdapat di Kabupaten Malang antara lain : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Jatim, Bank Nasional Indonesia (BNI), dan Bank Mandiri. Sedangkan bank swasta antara lain : Bank Central Asia (BCA) , LIPPO Bank, Bank Danamon dan Bank Mega. Serta BPR-BPR yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini.

43

Sekolah adalah sarana pendidikan yang diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang handal dalam menyukseskan pembangunan. Sekolah TK, SD hingga SMU sudah tersedia memadai di Kabupaten Malang baik itu sekolah negeri,madrasah maupun swasta. Pada 2011, jumlah TK dan RA di Kabupaten Malang sebanyak 1.093 sekolah dan 315 sekolah. Berikutnya SD Negeri 1.115 sekolah, SD Swasta sebanyak 52 sekolah, MI sebanyak 316 sekolah, SMP Negeri sebanyak 103 sekolah, SMP Swasta sebanyak 208 sekolah, MTs sebanyak 175 sekolah, SMA Negeri sebanyak 13 sekolah, SMA Swasta sebanyak 50sekolah serta SMK sebanyak 88 sekolah, dengan rincian 7 SMK Negeri dan 81SMK Swasta dan MA sebanyak 54 sekolah. Kualitas kesehatan penduduk merupakan indikator yang sangat penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia. Kesehatan penduduk dapat dicapai dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan kesadaran masyarakat untuk memiliki pola hidup yang sehat. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk Kabupaten Malang telah bersedia 21 buah Rumah Sakit Umum yang terdiri dari 5 buah RS Pemerintah dan 16 buah RS Swasta. Disamping Rumah Sakit di Kabupaten Malang terdapat 39 puskesmas, 93 puskesmas pembantu dan puskesmas keliling sebanyak 55 buah yang tersebar di masing-masing kecamatan. Berikutnya terdapat posyandu sebanyak 2.775 buah, polindes sebanyak 324 buah, poliklinik sebanyak 35 buah, praktek dokter sebanyak 199 buah dan apotek/toko obat sebanyak 86 buah.

44

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pencapaian pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari kualitas human capitalnya. Ada beberapa indikator yang bisa digunakan dalam mengukur kualitas human capital, seperti IPM, Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan dan sebagainya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia secara merata. Ramirez dkk (1998) menyebutkan bahwa ada hubungan timbal balik (two-way relationship) antara human capital dan pertumbuhan ekonomi.Studi Ramirez berangkat dari terdapatnya hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia (human development). Hubungan yang dimaksudkan oleh Ramirez dkk tersebut adalah sebagai berikut : Pertama adalah dari pertumbuhan ekonomi ke human development. PDRB mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah; civil society seperti melalui organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat juga. Dalam membelanjakan pendapatannya, rumah tangga cenderung membelanjakan barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan yang tergantung pada sejumlah faktor seperti tingkat dan distribusi pendapatan antar rumah tangga, siapa yang mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah tangga.Umumnya, penduduk miskin menghabiskan porsi pendapatannya lebih banyak ketimbang penduduk kaya untuk kebutuhan pembangunan manusia dan andil perempuan cukup besar dalam mengatur pengeluaran rumah tangga. Ketika tingkat kemiskinan tinggi, yang dikarenakan rendahnya pendapatan per kapita atau karena buruknya distribusi pendapatan, pengeluaran rumah tangga
45

Hum an

Capital

untuk kebutuhan pembangunan manusia menjadi rendah.Fakta menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mereduksi kemiskinan, reduksi kemiskinan sangat bervariasi dengan distribusi pendapatan dan berubah-ubah. Pereduksian distribusi pendapatan dan kemiskinan melalui pertumbuhan sangat tergantung pada proses pertumbuhan ekonominya- secara khusus didasarkan pada penciptaan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pedesaan. Peranan fungsi alokasi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan manusia adalah fungsi total pengeluaran sektor publik, seberapa besar alokasi pengeluaran sektor publik untuk sektor pembangunan manusia, dan bagaimana pengeluaran tersebut dialokasikan. Perananan alokasi pengeluaran publik oleh pemerintah ini sangat memegang peranan yang sangat penting didalam pembangunan manusia.Peranan organisasi masyarakat dan LSM memegang peranan sebagai faktor pendukung dan pelengkap didalam pembangunan manusia, hanya saja di beberapa. Pembangunan manusia akan menjadi lebik efektif apabila peranan organisasi masyarakat dan LSM menempati salah satu ruang pembangunan manusia. Kedua adalah dari human development ke pertumbuhan ekonomi.Memperhatikan hubungan kedua, dari pembangunan manusia ke pertumbuhan ekonomi, ada sebuah asumsi dan didukung oleh pembuktian, bahwa masyarakat yang lebih sehat, dipelihara dengan baik dan berpendidikan akan berkontribusi menyokong pertumbuhan ekonomi. Tingginya pembangunan manusia akan mempengaruhi ekonomi melalui peningkatan kemampuan atau kapabilitas masyarakat. Sebagai konsekuensinya akan mengakibatkan peningkatan kreatifitas dan produktifitas masyarakat.
46

Jelas bahwa kesehatan dan pendidikan masyarakat merupakan salah satu faktor utama dalam komposisi dan pertumbuhan output dan ekspor. Kesehatan dan pendidikan masyarakat juga menjadi salah satu factor penting di dalam membangun sebuah sistem produksi dengan penggunaan teknologi secara efektif. Pendidikan dan kesehatan yang baik akan mendorong peningkatan modal manusia, mendorong peningkatan produktifitas masyarakat (tenaga kerja), mendorong kemampuan masyarakat untuk mengadaptasi dan mepergunakan teknologi didalam produksi serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan kapasitas dan teknikal teknologi dalam industri. Peningkatan modal manusia, peningkatan produktifitas, kemampuan mengadaptasi dan menggunakan teknologi dalam produksi dan kemampuan mengadaptasi perubahan kapasitas dan teknikal teknologi tersebut pada akhirnya akan mendorong perekonomian suatu negara serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pembangunan manusia ini juga membutuhkan investasi yang besar dan diikuti juga dengan pemerataan distribusi pendapatan sehingga dengan investasi dan pemerataan pendapatan tersebut pada akhirnya akan mempermudah peningkatan pembangunan pendidikan dan kesehatan. Pemerataan hasil-hasil pembangunan bukan saja berarti dalam bentuk sarana dan prasarana fisik yang harus dibangun secara merata, namun yang lebih penting dari itu adalah kemudahan warga masyarakat untuk dapat mengakses dan sekaligus dapat terfasilitasi sarana kebutuhannya. Pada gilirannya diharapkan setiap warga masyarakat dapat merubah perilaku untuk berkembang membangun diri meningkatkan kesejahteraannya. Tingkat kesejahteraan dipandang sebuah ukuran yang bercirikan relatif dan kompleks. Untuk itu perlu adanya batasan ideal, pembatasan yang paling representative pada bahasan berikut akan diamati seberapa jauh tingkat kemajuan bidang sosial ekonomi. Untuk mengetahui kemajuan tersebut dan sejauh

47

mana keadaan sumber daya manusia di Kabupaten Malang, akan dibahas indikator-indikator tunggal seperti keadaan pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan yang selanjutnya akan dikaitkan dengan hasil perhitungan angka IPM. 5.1 Indikator Pendidikan Kapan sumber daya manusia dapat dikatakan berkualitas, untuk menujunya perlu proses panjang, paling tidak penataan kearah sana harus tetap dimulai. Seperti penyediaan sarana dan prasarana fisik serta unsur penunjang didalamnya harus tetap merupakan bagian dari program pembangunan daerah. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah masalah pendidikan. Karena pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar masyarakat yang sekaligus simbol status sosial. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka kepribadian dan pola pikir logis akan semakin berkembang. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subyek sekaligus obyek dalam membangun kehidupan yang lebih baik.Mengingat pendidikan sangat berperan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan secara formal maupun non formal. Pembangunan di bidang pendidikan memerlukan peran serta yang aktif tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat. Sebagai upaya untuk menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan pendidikan antara lain terlihat dari usaha Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), yang menghimpun dana dari masyarakat untuk membantu keluarga miskin agar anak mereka tetap memperoleh sekolah.

48

Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya dilakukan pemerintah, misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan semenjak tahun 1994 pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Perlu diketahui bahwa sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun tersebut, tidak selalu harus dibangun gedung sekolah baru, namun yang lebih penting dari itu adalah, bagaimana caranya menciptakan respon input pendidikan untuk bisa bersama-sama mewujudkan program wajib belajar tersebut. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, diharapkan seseorang akan semakin mudah dalam menyerap, memilih, beradaptasi atau mengembangkan segala bentuk informasi dan pengetahuan baru untuk kehidupannya. Untuk mengetahui perkembangan pembangunan bidang pendidikan diperlukan adanya indikator yang mampu memberikan gambaran mengenai kemajuan yang telah dicapai. Ada beberapa indikator yang relevan dengan masalah pendidikan, diantaranya adalah rata-rata lamanya sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat partisipasi sekolah. 5.1.1 Angka Buta Huruf Kemampuan membaca dan menulis sering disebut melek huruf dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pendidikan penduduk, karena dengan kemampuan tersebut seseorang dapat mempelajari dan menyerap ilmu pengetahuan. Seseorang dikatakan melek huruf apabila memiliki kemampuan membaca dan menulis huruf latin atau lainnya.

49

Ukuran yang sangat mendasar dalam tingkat pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk dewasa. Hal ini tercermin dari data angka melek huruf dari penduduk usia 10 tahun keatas. Penduduk Kabupaten Malang yang dapat membaca dan menulis pada tahun 2011 sudah mencapai 89,59 persen dan sisanya sebesar 9,41 persen tidak dapat baca tulis. Dalam kurun waktu tiga tahun (2009-2011) terjadi peningkatan sekitar 0,05 poin penduduk berusia 10 tahun ke atas yang melek huruf. Jika pada tahun 2009, persentase melek huruf masih sebesar 89,54 persen, maka pada 2011 meningkat menjadi 89,59 persen. Dengan demikian program pengentasan buta aksara di Kabupaten Malang telah mengentaskan penduduk buta aksara sebanyak 0,03 poin setiap tahunnya.
Tabel 5.1

Persentase Penduduk Usia 10 tahun Yang dapat Membaca dan Menulis di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 2009 91,90 92,76 89,54 86,30 77,86 88,93 94,09 97,19 97,78 2010*) 92,00 92,81 89,55 86,32 78,91 89,99 94,11 97,20 98,26 2011**) 92,02 92,84 89,59 86,56 80,44 90,03 94,12 97,24 98,27 88,52

Propinsi Jawa Timur 87,80 88,34 Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

50

Dari Tabel 5.1 mengenai penduduk 10 tahun yang dapat membaca dan menulis di Wilayah Malang dan sekitarnya terlihat jumlah penduduk yang buta huruf sebagian besar berada di wilayah pedesaan. Kondisi ini terlihat dengan jelas dari sebaran penduduk 10 tahun ke atas di Kabupaten Malang dan wilayah tetangganya. Kota Malang dan Kota Batu yang berstatus kota memiliki angka melek huruf paling tinggi yaitu berada di atas 97 persen. Selanjutnya Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Mojokerto berada pada kisaran 92-94 persen atau lebih. Berikutnya Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Pasuruan memiliki angka melek huruf pada kisaran 86-90 persen. Sedangkan Kabupaten Probolinggo memiliki angka melek huruf paling rendah yaitu berada pada kisaran 80,44 persen. Gambaran lebih lanjut tentang angka melek huruf akan lebih jelas dan lebih mudah untuk penyusunan program apabila dirinci menurut kelompok umur. Hasil analisis menurut kelompok umur diharapkan dapat diketahui pada kelompok umur berapa terdapat angka buta huruf dengan persentase tinggi, sehingga dapat disusun rencana aksi pemberantasan buta huruf yang lebih operasional dan sesuai dengan kelompok sasaran yang menjadi prioritas.

51

5.1.2 Rata Rata Lama Sekolah Untuk mengetahui perkembangan pembangunan bidang pendidikan diperlukan adanya indikator yang mampu memberikan gambaran mengenai kemajuan yang telah dicapai. Selain Indikator ABH (Angka Buta Huruf) ada indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan yaitu rata-rata lamanya sekolah (tahun). Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Dari hasil penghitungan data Susenas 2011, rata-rata lamanya sekolah penduduk Kabupaten Malang mengalami sedikit peningkatan. Pada tahun 2011 rata-rata lamanya sekolah sebesar 7,02 tahun atau meningkat sebesar 0,22 poin dibanding periode sebelumnya yang hanya sebesar 6,86 tahun. Rata-rata lamanya sekolah penduduk Kabupaten Malang ini masih dibawah Propinsi Jawa Timur. Ratarata lamanya sekolah Propinsi Jawa Timur tahun 2011 sudah berkisar di atas angka 7. Namun rata-rata lama sekolah di Kabupaten Malang masih berada pada kisaran dibawah angka 7 (hanya satu tahun diatas waktu yang diperlukan untuk menamatkan pendidikan ditingkat SD/Sederajat). Dengan kenyataan ini dapat disimpulkan sebagian besar penduduk Kabupaten Malang telah menyelesaikan pendidikan minimal setara tamat SD. Kesadaran akan pentingnya pendidikan ternyata semakin besar dari waktu ke waktu. Dengan kata lain bahwa semakin lama peluang serta kesempatan dalam bidang pendidikan semakin besar. Merupakan hal yang wajar jika tingkatan pendidikan seorang anak minimal sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan orang tuanya.

52

Grafik 5.1. Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Kabupaten Malang Tahun 2009 - 2011

Jawa Timur, 2009 7.2

Jawa Timur, 2010 7.24

Jawa Timur, 2011 7.34

Kabupaten Malang, 2009 6.8

Kabupaten Malang, 2010 6.86

Kabupaten Malang, 2011 7.02

Kabupaten Malang

Jawa Timur

Sumber : BPS RI Apabila diperhatikan menurut Kabupaten/Kota, terlihat pada tahun 2011 rata-rata lama sekolah yang tertinggi adalah di Kota Malang yaitu berkisar di atas 10,83 tahun. Berikutnya Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu berada dikisaran 6-7 tahun. Selanjutnya Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan berada dikisaran 6 tahun. Sedangkan rata-rata lama sekolah yang masih di bawah 6 tahun yaitu Kabupaten Probolinggo. Gambaran secara lebih rinci mengenai rata-rata lama sekolah ini dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah ini :

53

Tabel 5.2 Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 2009*) 7,23 7,59 6,80 6,03 5,08 6,33 7,79 10,82 8,34 20101*) 7,35 7,60 6,86 6,10 5,57 6,34 7,81 10,83 8,51 2011**) 7,36 7,69 7,02 6,41 5,80 6,54 7,82 10,84 8,52 7,34

Propinsi Jawa Timur 7,20 7,24 Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

5.1.3 Tingkat Partisipasi Sekolah Untuk melihat seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu yang dikenal dengan angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah (APS) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk usia tersebut dikalikan seratus. Dalam penghitungan APS tidak memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang dijalani, karena perhatian utamanya adalah penduduk usia sekolah yang pada dasarnya harus sekolah. Angka APS dikatakan baik apabila mendekati atau bahkan mencapai angka seratus, yang berarti setiap anak usia sekolah sedang duduk dibangku sekolah. Meningkatnya angka partisipasi sekolah berarti menunjukkan adanya keberhasilan di bidang pendidikan, utamanya yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan.
54

Rumus yang digunakan adalah :

Banyaknya penduduk usia sekolah tertentu yang sedang sekolah APS = Banyaknya penduduk usia sekolah tertentui x 100

Pengelompokan usia sekolah adalah berikut : a. SD untuk kelompok umur 7 12 tahun b. SLTP untuk kelompok umur 13 15 tahun c. SLTA untuk kelompok umur 16 18 tahun d. Perguruan Tinggi untuk kelompok umur 19 24 tahun Selama kurun waktu tiga tahun, terjadi peningkatan APS usia 7-12 tahun sebesar satu persen, yaitu dari kisaran 96 persen pada tahun 2009 menjadi 97 persen di tahun 2011. APS Kabupaten Malang untuk kelompok umur sekolah dasar (7 12 tahun) pada tahun 2011 sebesar 97,26 persen yang berarti untuk setiap 100 anak usia sekolah dasar, hampir sebesar 96 diantaranya sedang sekolah, 2 anak lainnya tidak atau belum pernah sekolah, dan 1 orang yang lain sudak tidak bersekolah lagi, baik karena putus sekolah maupun tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Apabila dilihat daerah tetangganya, Kota Malang memiliki APS usia 7-12 tahun yang paling tinggi yaitu 99,46 persen. Dapat dikatakan di Kota Malang ini hampir semua anak usia 7-12 tahun telah mengenyam bangku sekolah. Berikutnya Kabupaten Kediri sebesar 98,71 persen, Kabupaten Probolinggo sebesar 98,69 persen, Kabupaten Lumajang (98,63 persen), Kabupaten Mojokerto (98,53 persen) dan Kabupaten Blitar (98,06 persen).
55

Sedangkan sisanya yaitu Kota Batu, Kabupaten Pasuruan dan kabupaten Malang memiliki APS dibawah kisaran 98 persen. Dengan kondisi demikian, APS usia 7-12 tahun di Kabupaten Malang pada 2011, masih dibawah APS rata-rata Propinsi Jawa Timur yang mencapai 98,26 persen.
Tabel 5.3 Persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 7-12 98,06 98,71 97,26 98,63 98,69 96,53 98,53 99,46 97,69 13-15 90,96 92,16 87,51 88,68 81,10 84,50 91,49 93,89 96,99 16-18 51,46 62,39 45,73 45,33 44,69 51,89 56,78 76,81 63,11 58,79

Propinsi Jawa Timur 98,26 90,04 Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

Pada periode yang sama, APS untuk usia SMP (13-15 tahun) di Kabupaten Malang sebesar 87,51persen. Pencapaian APS usia 13-15 tahun 2011 ini berada di bawah rata-rata Jawa Timur dan hanya lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan. Dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sasarannya sampai pada jenjang pendidikan tingkat SLTP. Keberadaan program BOS tentunya tidak mampu secara drastis mendongkrak persentase APS pada kelompok Usia SMP (13-15th), mengingat program tersebut bukan bersifat menghapuskan biaya pendidikan, namun hanya mengurangi. Jika pada jenjang pendidikan SD di beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian besar murid tidak lagi terbebani biaya SPP/BP3, namun pada jenjang pendidikan SLTP/sederajat, sebagian murid masih membayar selidih SPP/BP3 setelah dikurangi BOS.

56

Sementara itu, persentase APS penduduk usia (16-18 tahun) Kabupaten Malang pada tahun 2011 seperti yang terlihat pada tabel diatas berada pada kisaran 45,73 persen, angka ini menunjukkan pendidikan di Tingkat usia ini hanya dinikmati oleh sebagian besar orang yang beruntung saja, mengingat peluang seseorang yang berada di Kabupaten Malang dapat bersekolah di tingkat SMU hanya 46 persen. Atau jika ada 100 orang berusia 16-18 tahun, maka 46 anak diantaranya saat ini sedang bersekolah, 54 sudah tidak bersekolah lagi. Dengan demikian perlu dipikirkan program yang lebih efektif lagi dalam upaya meningkatkan besaran APS pada kelompok usia ini, serta mencari solusi terutama dalam mereduksi ketidakberlanjutan pendidikan bagi mereka yang sudah menamatkan jenjang pendidikan SLTP/sederajat. Program keberlanjutan pendidikan dari tingkat SMP ke SMA dan ketersediaan fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan di tingkat SMA yang mampu memudahkan akses penduduk pada tingkat pendidikan ini merupakan salah satu upaya peningkatan APS usia SMA (16-18 tahun). 5.2 Indikator Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan antara lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui meningkatnya derajat kesehatan penduduk. Peningkatan derajat kesehatan penduduk harus diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan, karena masalah kesehatan yang terjadi sekarang dapat berpengaruh terhadap keturunan berikutnya. Derajat kesehatan masyarakat harus terus menerus ditingkatkan dengan memberikan fasilitas kesehatan yang memadai dan meningkatkan kesadaran pola hidup sehat bagi masyarakat. Kedua faktor tersebut harus sinergis, karena fasilitas kesehatan yang bagus tidak akan menjamin terciptanya
57

masyarakat yang sehat. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah berupaya melakukan berbagai program baik yang sifatnya promotif, preventif maupun kuratif melalui pendidikan kesehatan, imunisasi, pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi dan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan dapat dilakukan sedini mungkin, sejak bayi masih dalam kandungan, saat kelahiran dan masa balita. Perkembangan otak sudah dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, dan gizi yang cukup serta perilaku hidup sehat dalam lingkungan yang sehat sangatlah penting bagi kesehatan dan pertumbuhan seorang. Diantara beberapa ukuran kesehatan yang ada, indikator yang digunakan untuk melihat taraf kesehatan penduduk adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Harapan Hidup (AHH), dan penolong persalinan. Ketiga indikator tersebut sangat peka terhadap setiap perubahan sosial ekonomi masyarakat. Sehingga selain sebagai ukuran kesehatan, ketiganya bisa juga memberikan indikasi kondisi kesejahteraan masyarakat. Kematian bayi sangat berkaitan dengan kondisi kehamilan ibu, pertolongan persalinan yang aman, perawatan bayi baru lahir. Penyebab langsung kematian bayi baru lahir adalah infeksi dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain tingkat pendidikan ibu yang masih rendah, tingkat sosial ekonomi yang rendah, serta keadaan sosial budaya yang tidak mendukung ibu hamil. Selain itu penyebab tidak langsung juga mencakup jumlah sarana dan pelayanan kesehatan pada saat persalinan.

58

5.2.1. Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup sangat dipengaruhi oleh kualitas kesehatan, diantaranya pola hidup sehat, pola konsumsi makanan, dan kualitas lingkungan perumahan. Angka Harapan Hidup juga digunakan sebagai indikator untuk menilai taraf kesehatan masyarakat. Mencermati AHH juga selalu tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai kesehatan, sebab angka-angka inilah yang mempunyai kaitan langsung dengan taraf kesehatan. Disamping fungsinya sebagai indikator pembangunan ekonomi, sering kali juga digunakan sebagi indikator keberhasilan program kesehatan. AHH yang disajikan dalam tulisan ini merupakan hasil penghitungn dengan metode tidak langsung yang berasal dari data Susenas 2011. Pada dasarnya AHH untuk jangka pendek relative stabil, karena program pembangunan apapun termasuk bidang kesehatan yang diterpakan kepada masyarakat bukanlah merupakan program yang bersifat instant, sehingga memerlukan waktu yang relative lama untuk dapat melihat hasil dari kebijakan penerapan program tersebut. Hubungan antara pembangunan sosial ekonomi dengan AHH berkaitan erat dan positif. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka AHH juga semakin tinggi, atau sebaliknya bila AHH lebih tinggi, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah semakin maju. Angka Harapan Hidup Kabupaten Malang pada tahun 2011 menunjukkan nilai 69,23. Artinya setiap bayi yang lahir di tahun 2011 mempunyai harapan untuk tetap hidup sampai usia 69,23 tahun. Ini berarti meningkat sebesar 0,27 poin dibanding periode sebelumnya yang sebesar 68,96 tahun. Adapun gambaran angka harapan hidup daerah sekitar Kabupaten Malang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

59

Tabel 5.4 Persentase Angka Harapan Hidup Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 2009*) 70,66 69,42 68,70 66,87 60,85 63,70 69,97 69,96 69,16 2010*) 70,88 69,66 68,96 67,17 61,13 64,01 70,19 70,32 69,44 2011**) 71,09 69,90 69,23 67,46 61,42 64,31 70,42 70,68 69,72 69,86

69,35 69,60 Propinsi Jawa Timur Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

5.2.2 Angka Kematian Bayi (AKB) Selain indikator AHH diatas, salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dan sekaligus juga sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Jumlah kematian bayi di suatu wilayah dapat disebabkan oleh banyak factor antara lain gizi yang buruk serta rendahnya kualitas lingkungan tempat tinggal.

60

Grafik 5.2 Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH), Tahun 2009 - 2011

75
68.7 68.94 69.23

60

45

33.46

32.1

30
30.75

15

0
2009 2010
AKB AHH

2011

Sumber Data : Indikator Makro Jawa Timur 2009-2011

Angka Kematian Bayi mencerminkan kualitas kesehatan ibu dan anak serta penduduk secara luas di wilayah tertentu. Angka ini adalah perbandingan antara jumlah bayi (0-1 tahun) yang meninggal dengan jumlah kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. Dalam beberapa tahun terakhir tren Angka Kematian Bayi di Jawa Timur memiliki kecenderungan menurun. Menurunnya AKB ini sebagai gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat dan ini merupakan tolok ukur keberhasilan di bidang kesehatan di Jawa Timur. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh naiknya angka persalinan oleh tenaga kesehatan dan meningkatnya proporsi ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi. Pada tahun 2011 terdapat sekitar 30,75 bayi di Kabupaten Malang meninggal pada setiap 1000 kelahiran hidup, angka ini menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 32,10 atau mengalami penurunan sebesar 1,35 poin. Penurunan AKB dalam periode tersebut dapat mengindikasikan salah satu keberhasilan pemerintah Kabupaten
61

Malang dalam bidang kesehatan dengan adanya peningkatan penolong persalinan oleh tenaga medis, keberhasilan program KB, peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, serta semakin baiknya pengetahuan masyarakat akan kesehatan. Keadaan ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan di bidang kesehatan dengan harapan AKB akan dapat semakin ditekan sehingga tercipta kesehatan masyarakat. Namun keberhasilan penurunan AKB di Jawa Timur ini tidak untuk setiap wilayah Kabupaten/kota di wilayah Malang dan sekitarnya. Masih terdapat limaKabupaten, termasuk Kabupaten Malang yang AKBnya melebihi angka yang dicapai Jawa Timur pada tahun 2011. Hanya Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Malang yang AKBnya di bawah angka Jawa Timur. Gambaran secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.5 di bawah ini :
Tabel 5.5 Persentase Angka Kematian Bayi Kabupaten Malang dan Sekitarnya Tahun 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu Propinsi Jawa Timur 2009*) 26,99 31,15 33,46 41,34 67,89 55,36 29,27 29,30 32,17 31,41 2010*) 24,60 29,86 32,10 39,67 65,45 53,34 27,89 27,85 30,52 29,99 2011**) 23,71 29,07 30,75 38,55 64,19 51,62 25,57 25,26 29,27 29,24

Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

62

Angka Kematian Bayi dapat ditekan, tentunya dengan penanganan yang insentif baik itu dari faktor eksternal antara lain melalui keberadaan penolong persalinan yang mumpuni dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan, maupun dari faktor internal yaitu perhatian dan perlakuan rumahtangga terhadap bayi. Sementara itu untuk faktor internal dapat diamati melalui pola pemberian ASI 5.3 Indikator Perumahan Tempat tinggal/perumahan merupakan salah satu kebutuhan yang cukup penting dalam kehidupan manusia disamping kebutuhan makanan, pakaian maupun kesehatan. Tempat tinggal bukan hanya diperlukan sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat untuk istirahat, beribadah, berkomunikasi dengan keluarga, sosialisasi dengan lingkungan, serta tempat untuk mendidik anakanak. Untuk itu kondisi rumah yang ideal adalah rumah yang dalam kondisi baik, cukup luas utnuk suatu keluarga, dan terbuat dari bahan bangunan yang baik dan memiliki fasilitas temapt tinggal yang memadai, sehingga akan mendukung keadaan rumah yang nyaman, aman, serta berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat. Karena keadaan perumahan akan mempengaruhi derajat kesehatan penduduk. Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bagi kesejahteraan pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang menempati rumahtangga tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas tempat

63

buang air besar rumahtangga dan juga tempat penampungan kotoran akhir. Indikator perumahan adalah salah satu ukuran yang dapat diamati untuk melihat sejauh mana target pembangunan di bidang perumahan tercapai. 5.3.1 Kualitas Bangunan Tempat Tinggal Rumah yang sehat adalah rumah yang berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat, serta mempunyai kualitas bangunan yang baik dengan penataan ventilasi yang baik. Kualitas bangunan tempat tinggal dapat dilihat dari kondisi perumahan tersebut, terutama dari jenis atap, dinding, lantai dan juga fasilitas di dalamnya. Kondisi perumahan yang baik akan memberikan kenyamanan hidup bagi seluruh anggota rumah tangga. Selain itu kualitas tempat tinggal juga dilihat dari luas lantai hunian rumah tangga. Luas lantai dapat digunakan sebagai ukuran seberapa luas ruang gerak anggota rumah tangga, luas lantai harus proporsional antara luas dan jumlah penghuninya. Luas ruangan rumah juga sangat berperan untuk menambah estetika dalam pengaturan ruang.
Tabel 5.6 Persentase Rumah tangga Menurut Kualitas Perumahan 2009 2011 Jenis Lantai 2009 2010 2011

Bukan Tanah 88,24 88,86 Tanah 11,86 11,14 Sumber : Hasil Susenas 2009 2011, BPS KabupatenMalang

89,37 10,63

64

Jenis lantai juga dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kualitas perumahan, Semakin baik kualitas lantai perumahan dapat diasumsikan semakin membaik tingkat kesejahteraaan penduduknya. Rumahtangga dengan jenis lantai keramik atau marmer mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari pada rumahtangga yang menggunakan jenis lantai semen, ubin atau tanah. Selain itu, jenis lantai juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak rumahtangga yang mendiami rumah dengan lanati tanah akan berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Karena lantai tanah dapat menjadi media yang subur bagi timbulnya kuman penyakit dan media penularan bagi jenis penyakit tertentu. Di Kabupaten Malang, presentase jenis lantai bukan tanah mengalami kenaikan dari 88,86 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 89,37 persen pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah atau tempat tinggal di Kabupaten Malang baik karena prosentase jenis lantainya sebagian besar bukan tanah. 5.3.2 Fasilitas Tempat Tinggal Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumahtangga akan menentukan nyaman atau tidaknya suatu rumah tinggal, yang juga menentukan kualitas suatu rumah tinggal. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya sarana penerangan listrik, air bersih serta jamban dengan tangki septik. Rumahtangga dengan sumber penerangan listrik PLN maupun non PLN terus mengalami kenaikan persentase. Tahun 2011 jumlah rumahtangga yang sudah menikmati penerangan listrik PLN maupun non PLN lebih dari 99 persen. Hal tersebut

65

dikarenakan bahwa kebutuhan penerangan listrik sudah merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Kabupaten Malang. Sejalan dengan listrik, air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumahtangga dalam kehidupan seharihari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah.
Tabel 5.7 Persentase Rumahtangga menurut fasilitas Perumahan 2009- 2011 Indikator Fasilitas Perumahan 2009 2010 2011 99,62 95,86 88,46 56,53

Persentase Rum ah Tangga dengan :


-

Listrik 97,85 99,51 Air Minum bersih 91,75 94,92 Jamban sendiri 78,99 82,40 tangki septik 53,11 56,23 Sumber : Hasil Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

Pada tahun 2011 rumahtangga di Kabupaten Malang yang menggunakan air leding (termasuk air kemasan) masih mencapai 17,02 persen. Sementara rumahtangga pengguna air bersih (bersumber dari air leding, kemasan, pompa dan sumur/mata air terlindung) pada tahun 2011 sudah mencapai 95,86 persen atau mengalami kenaikan sebesar 0,94 poin dari tahun 2010 yang sebesar 94,92 persen. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan tanggung jawab dalam pemeliharaan dan kebersihan sarana. Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tangki septik. Pada tahun 2011 rumah tangga yang memiliki jamban sendiri dengan tangki septik terus mengalami peningkatan persentase dibanding tahun 2010. Pada tahun 2010

66

tercatat sebesar 82,40 persen rumahtangga di Kabupaten Malang yang mempunyai jamban sendiri dengan tangki septic sedangkan tahun 2011 menjadi 88,46 persen. Pencemaran dari sanitasi rumah juga bisa bersumber dari kondisi rumah yang terlalu padat ataupun kumuh. Dengan tingkat kepadatan rumah yang tinggi, ada kecenderungan sistem pembuangan limbah rumahtangga akan sulit terjaga. Jarak antara tempat penampungan akhir tinja/kotoran terhadap sumber air minum seharusnya minimal 10 meter, batasan ini untuk menghindari terkontaminasinya air dari penyakit yang bersumber dari limbah rumahtangga. 5.4 Indikator Ketenagakerjaan Pembangunan berhasil jika tujuan pembangunan bisa tercapai. Salah satu tujuan pembangunan adalah pemerataan kesempatan kerja bagi seluruh penduduk. Manusia sebagai salah satu faktor pembangunan harus dimaksimalkan potensinya agar bisa lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk berperan serta dalam pembangunan di segala bidang. Beberapa indikator yang bisa digunakan untuk memantau perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Malang antara lain adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), Tingkat Pengangguran Terbuka serta persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan. 5.4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan perbandingan antara penduduk usia kerja yang bekerja dan mencari pekerjaan (angkatan kerja) dengan jumlah penduduk usia kerja seluruhnya. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai

67

penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sedang angkatan kerja mencakup penduduk usia 15 tahun ke atas yang kegiatan utamanya sedang dan sementara tidak bekerja serta mereka yang sedang mencari pekerjaaan. Indikator ini memberikan gambaran seberapa besar kemampuan penduduk usia kerja untuk memperoleh penghasilan atau membantu menambahpenghasilan keluarga.
Tabel 5.8 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu Propinsi Jawa Timur 2009*) 69,76 67,39 67,81 65,83 74,08 70,78 70,41 62,51 68,49 69,25 2010*) 70,13 68,04 68,26 63,78 73,28 70,12 70,51 63,81 68,24 69,08 2011**) 69,68 69,50 69,37 69,30 70,02 70,26 70,34 66,03 69,33 69,49

Sumber Data : Buku Indikator Makro Jawa Timur 2009-2011

TPAK Kabupaten Malang selama 3 tahun terakhir ini yaitu dari tahun 2009-2011 cenderung meningkat yaitu masing-masing sebesar 67,81 persen pada tahun 2009, lalu meningkat menjadi 68,26 persen pada tahun 2010. Dan pada 2011kembali mengalami peningkatan menjadi 69,37 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja tahun 2011 sebesar 69,37 persen mengandung arti bahwa dari penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, 69-70 orang diantaranya termasuk angkatan kerja.

68

TPAK dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya. Meningkatnya TPAK dapat memberikan indikasi tentang kemajuan tingkat kesejahteraan penduduk. Apabila sebagaian besar angkatan kerja terserap dalam lapangan kerja yang memadai. Sebaliknya, jika kenaikan TPAK disebabkan oleh meningkatnya anakanak usia sekolah yang masuk dalam angkatan kerja, maka kondisi tersebut mencerminkan tingkat kesejahteraan yang semakin rendah. Pola serupa juga terjadi pada periode sebelumnya. TPAK Jawa Timur pada tahun 2011 adalah sebesar 69,49 persen meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang besarnya 69,08 persen. Dari Tabel 5.7 terlihat, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto memiliki TPAK di atas angka ratarata Jawa Timur. 5.4.2 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Indikator TKK merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang memberikan informasi mengenai jumlah tenaga kerja yang terserap dalam lapangan kerja atau sektor yang ada. TKK (Tingkat Kesempatan Kerja) adalah perbandingan antara penduduk usia kerja 15 tahun keatas baik sedang bekerja atau sementara sedang tidak bekerja dibandingkan dengan penduduk angkatan kerja usia 15 tahun keatas. Selain besaran angka tersebut, informasi mengenai perubahan sektor dari tahun ke tahun merupakan isue menarik untuk dibahas, karena terkait pula dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah.

69

Tabel 5.9 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 2009*) 97,00 94,90 93,65 97,76 97,40 94,97 94,46 89,56 93,12 2010*) 97,76 96,25 95,51 96,83 97,98 96,51 95,16 91,32 94,45 2011**) 96,39 96,25 95,37 97,30 96,80 95,17 95,69 94,81 95,43 95,84

Propinsi Jawa Timur 94,92 95,75 Sumber Data: Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

Selama periode 2009-2011, jumlah penduduk yang terserap dalam kegiatan ekonomi mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi yang mengalami pasang surut sebagai dampak adanya krisis global pada akhir tahun 2008. Mencermati data kesempatan kerja dari 2009-2011 pada Tabel 5.8 menunjukkan lebih dari separo kabupaten/kota yang berada di sekitar Kabupaten Malang memiliki TKK diatas rata-rata Jawa Timur. Sedangkan Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kota Malang dan Kota Batu memiliki TKK di bawah rata-rata Jawa Timur. 5.4.3 Tingkat Pengangguran Terbuka Indikator makro yang digunakan untuk melihat perkembangan pengangguran adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Secara konsepsional TPT adalah perbandingan antara banyaknya penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang mengganggur dibandingkan dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja.

70

Selanjutnya penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Malang yang mencari pekerjaan pada tahun 2009 tercatat sebesar 6,35 persen menurun menjadi 4,49 persen pada tahun 2010 kemudian kembali meningkat menjadi 4,63 persen pada tahun 2011. Kondisi ini tampaknya relatif stabil atau stagnan jika dibandingkan kondisi sebelumnya, yang masih berkisar pada angka 6 persen seperti terlihat padaTabel 5.9 di bawah. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Malang yang terjadi belakangan ini ternyata hanya mampu menyediakan kesempatan kerja sejumlah pencari kerja baru.
Tabel 5.10 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2009-2011 KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu 2009 3,00 5,10 6,35 2,24 2,60 5,03 5,54 10,44 6,88 2010*) 2,24 3,75 4,49 3,17 2,02 3,49 4,84 8,68 5,55 2011**) 3,61 4,54 4,63 2,70 3,20 4,83 4,31 5,19 4,57 4,16

Propinsi Jawa Timur 5,08 4,25 Sumber Data : Susenas 2009-2011, BPS Kabupaten Malang

Rendahnya tingkat pengangguran terbuka di Jawa Timur diduga berkaitan erat dengan tidak adanya tunjangan sosial bagi pencari kerja di Indonesia. Mengingat tidak adanya tunjangan sosial, sebagian besar pencari kerja telah berusaha untuk memperoleh pendapatan sendiri, dengan melakukan kegiatan apa saja yang menghasilkan uang,

71

demi kelangsungan hidupnya atau dikenal dengan istilah survival strategy. Namun, kegiatan tersebut menimbulkan implikasi yang serius dalam hal ketenagakerjaan, yaitu munculnya penganggur tidak penuh(pekerja yang bekerja kurang dari jam kerja normal) yang jumlahnya relatif besar di Jawa Timur.

72

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia dan, juga untuk melihat seberapa jauh pertumbuhan ekonomi berdampak pada pembangunan manusia.Beberapa indikator pembentuk IPM yang disebut komponen IPM, secara komposit diperoleh makna apabila digunakan untuk mengkaji maupun mengevaluasi hasil-hasil program pembangunan dilakukan dengan pola keterbandingan. Dalam bahasan ini akan disajikan menurut keterbandingan antar waktu dan antar kabupaten/kota di Sekitar Malang serta keterbandingan antar kecamatan di Kabupaten Malang. Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek. Pertama, untuk perbandingan antar wilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah yang lain berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. 6.1 IPM Kabupaten Malang Antar Waktu Berbagai upaya telah ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Malang untuk meningkatkan kondisi perekonomian di Kabupaten Malang selama periode 2011. Langkah-langkah kebijakan telah dilakukan dan hasilnya mulai nampak. Kemajuan yang dicapai dalam tahun laporan sebagai hasil pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dilihat melalui besaran IPM.

73

Secara umum angka IPM di Kabupaten Malang selama periode 2010-2011 menunjukkan peningkatan. Pada tahun laporan, angka IPM meningkat sebesar 0,63 poin yaitu dari 70,54 pada 2010 menjadi 71,17 pada 2011. Kenaikan angka IPM ini lebih disebabkan karena adanya perbaikan/peningkatan pada kesehatan, pendidikan serta komponen daya beli. Dengan angka IPM sebesar 71,17 menunjukkan kondisi status pembangunan manusia Kabupaten Malang termasuk dalam kategori menengah atas. Meskipun demikian masih banyak yang harus ditingkatkan untuk mencapai angka IPM pada titik maksimal yaitu 100.
Tabel 6.1 Indeks Komponen IPM Kabupaten Malang dan Kabupaten Sekitarnya Tahun 2010-2011 Tahun 2010 Tahun 2011 Kabupaten/Kota Indek Indeks Indeks Indek Indeks Kesehatan Pendidikan PPP Kesehatan Pendidikan 1. Kabupaten Blitar 76,46 77,67 66,87 76,82 77,70 2. Kabupaten Kediri 74,44 78,75 62,07 74,83 78,99 3. Kabupaten Malang 73,27 74,82 63,52 73,72 75,31 4. Kabupaten Lumajang 70,28 71,11 62,07 70,77 71,95 5. Kabupaten Probolinggo 60,22 64,98 63,78 60,70 66,52 6. Kabupaten Pasuruan 65,01 74,09 63,74 65,52 74,55 7. Kabupaten Mojokerto 75,32 80,09 64,75 76,32 80,14 8. Kota Malang 75,54 88,87 67,19 76,13 89,92 9. Kota Batu 74,07 84,41 64,88 74,53 84,45 Propinsi Jawa Timur 74,34 Sumber Data : BPS Indonesia 74,98 65,54 74,77 75,33

Indeks PPP 67,65 63,03 64,49 62,92 64,28 64,64 65,82 68,22 65,80 66,43

Dari kesembilan daerah di sekitar Kabupaten Malang dimana dilakukan penghitungan angka IPM, tidak satupun yang termasuk dalam kategori tinggi (IPM lebih dari 80). Jika ukuran menengah menurut skala internasional dibagi lagi menjadi kelas menengah atas dan menengah bawah, maka delapan daerah yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,Kabupaten, Pasuruan Kabupaten Mojokerjo, Kota Malang dan Kota Batu termasuk dalam tingkatan pembangunan manusia menengah atas (IPM diantara 66,00 79,99), hal ini sama dengan kondisi Angka IPM Jawa Timur yang
74

sebesar 72,18 yang termasuk juga tingkatan menengah atas. Sebaliknya, Kabupaten Probolinggo termasuk dalam tingkatan pembangunan manusia menengah bawah (IPM diantara 50,00 66,00). Besaran angka IPM dipengaruhi oleh masing-masing indeks yang mendukungnya, hal inilah yang mempengaruhi angkaangka IPM kesembilan wilayah tersebut berbeda yang diduga karena prioritas sasaran program maupun kebijakan yang diambil masing-masing daerah tidak sama. Hal menarik yang dapat dilihat disini adalah fenomena yang terjadi pada tahun 2009-2011 agak mendekatkan jarak pembangunan manusia menurut IPM antar Kabupaten di sekitar Malang. Kecenderungan ini dapat dilihat dengan mengukur jarak antara IPM tertinggi (Kota Malang) dan IPM terendah (Kabupaten Probolinggo). Pada Tahun 2009, jarak tersebut sebesar 14,56 poin, kemudian menurun menjadi 14,21 pon. Selanjutnya pada tahun 2011, jaraknya kembali menurun menjadi 13,92 poin. Sejalan dengan rentang antara IPM tertinggi dengan terendah apabila dilihat dari tingkat keragamannya, sejak tahun 2009 memiliki tingkat keragaman yang terus menurun yaitu dari sebesar 4,44, menjadi 4,38. Selanjutnya pada tahun 2011 menurun menjadi 4,21. 6.2 Kecepatan Pencapaian Pembangunan Manusia Untuk melihat kemajuan atau kemunduran pencapaian pembangunan manusia diukur dengan reduksi shortfall per tahun. Pada periode tahun 2010-2011 ini reduksi shortfall di Kabupaten Malang mengalami percepatan dibanding dua periode sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada periode tahun 2008-2009 sebesar 1,78 persen per tahun dan periode tahun 2009-2010 sebesar 1,52 persen pertahun, sementara pada periode 2010-2011 mencapai sebesar 2,17 persen pertahun. Dalam pengertian sehari-hari reduksi shortfall dikatakan sebagai usaha kepekaan terhadap

75

perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai reduksi shortfall disuatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode. Dalam dua periode diatas yaitu periode 2008-2009 dan periode 2010-2011,angka reduksi shortfall di Kabupaten Malang termasuk kategori cepat. Sedangkan pada periode 2009-2010 angka reduksi shortfall di Kabupaten Malang termasuk menengah. Dengan demikian, pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Malang mengalami peningkatan, meskipun belum dapat dikatakan bahwa proses pembangunan di Kabupaten Malang berjalan dengan baik, namun setidak-tidaknya hasil pembangunan tidak stagnan. Oleh Karena itu diperlukan peningkatan kinerja dalam proses pembangunan.
Tabel 6.2 Indeks Pembangunan Manusia dan Shortfall di Kabupaten Malang dan Sekitarnya 2010-2011 REDUKSI SHORTFALL 2011-2011 1,48 1,88 2,17 2,25 2,27 1,92 1,87 2,45 1,86 1,97

KABUPATEN/KOTA 1. Kabupaten Blitar 2. Kabupaten Kediri 3. Kabupaten Malang 4. Kabupaten Lumajang 5. Kabupaten Probolinggo 6. Kabupaten Pasuruan 7. Kabupaten Mojokerto 8. Kota Malang 9. Kota Batu Propinsi Jawa Timur Sumber Data: BPS RI

2010 73,67 71,75 70,54 67,82 62,99 67,61 73,39 77,20 74,45 71,62

2011 74,06 72,28 71,17 68,55 63,84 68,24 73,89 77,76 74,93 72,18

Selama periode 2009-2011 di Jawa Timur rata-rata mengalami kemajuan (reduksi shortfall sebesar 1,97 persen per tahun). Sedangkan apabila dilihat per wilayah di Malang dan

76

sekitarnya berkisar diantara angka 1,45 - 2,45 persen per tahun. Posisi masing-masing kabupaten/kota berkaitan dengan pencapaian pembangunan manusia yang dicerminkan oleh besaran IPM dan reduksi shortfall yang dibandingkan dengan nilai rata-rata Propinsi Jawa Timur sebagaimana terlihat pada Tabel 6.3. Sebanyak empat kabupaten/kota memiliki shortfall lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dan Kota Malang. Berdasarkan kategori reduksi shortfall pertahun, pencapaian kemajuan pembangunan di Kota Malang (2,45 persen per tahun), Kabupaten Probolinggo (2,27 persen per tahun), Kabupaten Lumajang (2,25 persen per tahun), Kabupaten Malang (2,17 persen per tahun), Kabupaten Pasuruan (1,92 persen per tahun), Kabupaten Kediri (1,88 persen per tahun), Kabupaten Mojokerto (1,87 persen per tahun), Kota Batu (1,86 persen per tahun) tergolong cepat. Sedangkan sisanya Kabupaten Blitar termasuk kategori lambat. 6.3 IPM per Kecamatan Upaya untuk menghitung angka Indeks Pembangunan Manusia dan komponen pendukungnya sampai ke tingkat kecamatan adalah sangat penting karena sebagai bahan evaluasi untuk perencanaan pembangunan sumber daya manusia di masa mendatang. Sehubungan hal tersebut di bawah ini disajikan informasi menurut kecamatan pada 2011. Dalam penyusunan IPM untuk lingkup Kabupaten Malang, standard harga yang digunakan untuk menghitung Indeks Daya Beli (PPP) digunakan standard harga Jakarta Selatan. Oleh karena itu angka yang dihasilkan dari penyusunan laporan IPM ini lebih difokuskan untuk mengetahui posisi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Malang selama periode 2010-2011.

77

Seperti telah disebut di atas, IPM di Kabupaten Malang mengalami peningkatan pada periode berjalan. Secara umum kenaikan angka IPM tersebut mencerminkan bahwa dalam dua tahun ini, Kabupaten Malang telah mencapai sedikit peningkatan pada beberapa bidang, seperti penurunan kemiskinan, penurunan angka kekurangan gizi anak, pencapaian pendidikan dasar bagi anak laki-laki dan perempuan hingga jumlah anak yang melek huruf. Meskipun demikian, perlu upaya yang lebih optimal agar indeks pembangunan manusia yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai Kabupaten Malang, diharapkan dapat menyentuh masyarakat Kabupaten Malang secara keseluruhan, sehingga disparitas IPM antara kecamatan-kecamatan tidak semakin besar. Pada periode 2011, jarak pembangunan manusia menurut IPM antar kecamatan agak menjauh dibandingkan periode sebelumnya. Kecenderungan ini dapat dilihat dengan mengukur jarak antara IPM tertinggi (Kecamatan Lawang) dan IPM terendah (Kecamatan Tirtoyudo) pada tahun 2010 dan 2011, serta dengan memperhatikan tingkat keragamannya. Pada tahun 2010, jarak tersebut sebesar 11,21 dengan tingkat keragaman sebesar 3,20. Selanjutnya untuk 2011, jaraknya sebesar 11,29 dengan tingkat keragaman 3,26. Dengan perkataan lain, angka IPM kecamatan di Kabupaten Malang pada tahun 2011 lebih heterogen dibanding IPM pada tahun 2010. Dari Tabel 6.4 mengenai besaran Indeks Pembangunan Manusia dan komponennya di Kabupaten Malang terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai angka kesehatan tertinggi adalah Singosari (83,56), Lawang (83,43) dan Kepanjen (82,95). Dalam tulisan ini tingkat kesehatan penduduk dicerminkan oleh besaran angka harapan hidup. Perlu dipahami bahwa peningkatan angka harapan hidup akan bisa dicapai apabila ada upaya untuk meminimalkan angka kematian bayi maupun kematian ibu.
78

Beberapa faktor yang cukup sensitif terhadap perubahan angka kematian bayi dan ibu adalah pola makanan yang bergizi dan penolong persalinan. Oleh karena itu diperlukan peran serta dari berbagai pihak.
Tabel 6.3 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Malang dan Komponennya Dirinci Menurut Kecamatan 2011
Kecamatan 1. Donomulyo 2. Kalipare 3. Pagak 4. Bantur 5. Gedangan 6. Sumbermanjing 7. Dampit 8. Tirtoyudo 9. Ampelgading 10. Poncokusumo 11. Wajak 12. Turen 13. Bululawang 14. Gondanglegi 15. Pagelaran 16. Kepanjen 17. Sumberpucung 18. Kromengan 19. Ngajum 20. Wonosari 21. Wagir 22. Pakisaji 23. Tajinan 24. Tumpang 25. Pakis 26. Jabung 27. Lawang 28. Singosari 29. Karangploso 30. DAU 31. Pujon 32. Ngantang 33. Kasembon Kabupaten Malang Indeks Kesehatan Indeks Rank 68,92 28 68,68 29 68,97 27 76,41 9 72,88 18 71,56 21 77,82 5 68,17 31 74,33 15 71,51 22 73,45 16 77,22 7 76,76 8 74,92 12 74,63 14 82,95 3 68,98 26 72,73 19 68,18 30 69,96 25 72,53 20 77,66 6 66,77 32 71,33 23 71,26 24 66,76 33 83,43 2 83,56 1 81,73 4 75,42 10 74,78 13 72,98 17 74,97 11 73,72 Indek Daya Beli Indeks 62,94 58,58 58,04 51,21 54,25 59,23 64,51 58,21 54,60 61,12 61,58 65,35 63,55 66,36 57,30 68,24 67,79 62,39 64,38 61,80 62,01 63,86 64,72 66,82 68,27 65,39 68,06 69,00 63,12 67,08 56,96 56,38 53,99 64,49 Rank 17 24 26 33 31 23 12 25 30 22 21 10 15 8 27 3 5 18 13 20 19 14 11 7 2 9 4 1 16 6 28 29 32 Indek Pendidikan Indeks Rank 72,96 32 73,97 22 74,10 17 73,83 26 74,01 21 73,95 23 74,88 13 74,04 19 72,93 33 72,96 31 74,03 20 77,57 7 74,91 12 72,98 30 73,93 24 82,87 1 74,94 11 74,86 14 74,18 16 73,84 25 75,39 10 76,95 8 72,98 29 75,49 9 77,75 5 74,45 15 82,81 2 80,30 3 78,46 4 77,64 6 74,04 18 73,41 27 73,28 28 75,31 IPM Indeks 68,27 67,08 67,04 67,15 67,01 68,25 72,40 66,81 67,29 68,53 69,69 73,38 71,74 71,42 68,62 78,02 70,57 69,99 68,91 68,54 69,98 72,82 68,16 71,21 72,43 68,87 78,10 77,62 74,44 73,38 68,59 67,59 67,42 71,17 Rank 23 30 31 29 32 24 9 33 28 22 16 6 10 11 19 2 13 14 17 21 15 7 25 12 8 18 1 3 4 5 20 26 27

Sumber Data: BPS Kabupaten Malang

Secara teori antara variabel pendidikan dan kesehatan saling terkait, artinya semakin rendah pendidikan akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Namun teori tersebut tidak selalu benar seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Sebagai contoh Kecamatan

79

Bantur, Kecamatan Pagelaran Kecamatan Gondanglegi dan Kecamatan Kasembon yang memiliki angka kesehatan relatif tinggi namun memiliki indeks pendidikan yang relatif rendah. Sebaliknya Kecamatan Tumpang, Kecamatan Pakis dan Kecamatan Sumberpucung yang memiliki angka pendidikan relatif tinggi ternyata memiliki angka kesehatan yang relatif rendah. Pada 2011 ini, posisi teratas angka indeks pendidikan diduduki oleh Kecamatan Kepanjen (82,87), Kecamatan Lawang (82,81) dan Kecamatan Singosari(80,30). Berbeda dengan komponen pendidikan dan kesehatan yang kontribusinya sulit diperlebar karena berkaitan dengan sosial dan budaya masyarakat yang tidak mudah mengalami perubahan, komponen PPP(daya beli) diharapkan dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap IPM. Kontribusi yang besar dari PPP akan tercapai seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Namun demikian kondisi yang diharapkan tersebut nampaknya juga sulit dicapai oleh sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Malang. Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi antara 6-7 persen, tingkat kesejahteraan penduduk masih berada dalam kondisi yang stagnan. Sebaran angka PPP menurut kecamatan, memperlihatkan bahwa nilai PPP tertinggi pada 2011 dicapai oleh Kecamatan Singosari dengan indeks PPP sebesar 69,00. Dua kecamatan lainnya di bawah urutan Kecamatan Pakis (68,27) dan Kecamatan Kepanjen (687,24). Sebaliknya PPP terendah di Kecamatan Bantur (51,21), Kecamatan Kasembon (53,99) dan Kecamatan Gedangan (54,25). Dari sisi peringkat ada perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 2009-2011. Meskipun ada, perubahan peringkat yang terjadi berkisar antara kenaikan atau penurunan satu peringkat. Perubahan peringkat yang agak mencolok terjadi di Kecamatan Wonosari. Untuk Kecamatan Wonosari, peringkat IPM pada tahun 2011 menurun 3 peringkat dibanding tahun 2010 yaitu dari peringkat 18 menjadi peringkat 21.
80

Tabel 6.4 IPM Malang dan Reduksi Shortfall Menurut Kecamatan Dirinci Menurut Kecamatan 2010-2011 IPM 2010 1. Donomulyo 67,84 2. Kalipare 66,61 3. Pagak 66,64 4. Bantur 66,92 5. Gedangan 66,59 6. Sumbermanjing 67,91 7. Dampit 71,92 8. Tirtoyudo 66,37 9. Ampelgading 67,05 10. Poncokusumo 68,23 11. Wajak 69,18 12. Turen 72,34 13. Bululawang 71,18 14. Gondanglegi 70,78 15. Pagelaran 68,27 16. Kepanjen 77,56 17. Sumberpucung 70,11 18. Kromengan 69,52 19. Ngajum 68,51 20. Wonosari 68,36 21. Wagir 69,78 22. Pakisaji 72,23 23. Tajinan 67,18 24. Tumpang 70,71 25. Pakis 71,76 26. Jabung 68,25 27. Lawang 77,58 28. Singosari 77,03 29. Karangploso 73,94 30. DAU 72,76 31. Pujon 68,13 32. Ngantang 66,97 33. Kasembon 66,64 Kabupaten Malang 70,54 Sumber Data : BPS Kabupaten Malang 2011 Kecamatan 2011 68,27 67,08 67,04 67,15 67,01 68,25 72,40 66,81 67,29 68,53 69,69 73,38 71,74 71,42 68,62 78,02 70,57 69,99 68,91 68,54 69,98 72,82 68,16 71,21 72,43 68,87 78,10 77,62 74,44 73,38 68,59 67,59 67,42 71,17 Reduksi Shortfall 1,35 1,41 1,19 0,70 1,27 1,05 1,71 1,30 0,71 0,95 1,65 3,75 1,95 2,19 1,10 2,05 1,53 1,55 1,28 0,55 0,66 2,13 2,98 1,72 2,35 1,96 2,31 2,55 1,92 2,28 1,45 1,87 2,32 2,17

81

Pada periode yang sama, tidak satupun kecamatan di wilayah Kabupaten Malang memiliki angka IPM yang termasuk dalam kategori tinggi (IPM lebih dari 80). Status pembangunan manusia di kecamatankecamatan di Kabupaten Malang pada 2011 secara umum dapat digolongkan pada tingkatan menengah, dimana semua kecamatan berada tingkatan menengah tinggi (IPM 66-80). Gambaran ini menunjukkan bahwa pada periode 2009-2011tidak terjadi perubahan status pembangunan. Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Malang periode 2009-2011 yang diukur dengan reduksi shortfall per tahun secara ratarata mengalami percepatan menjadi sebesar 2,17 per tahun. Namun apabila dilihat menurut kecamatan, percepatan angka reduksi shortfall ini tidak terjadi di semua kecamatan. Sebanyak enambelas kecamatan menunjukkanpencapaian yang cepat yaitu Kecamatan Dampit, Kecamatan Turen, Kecamatan Bululawang, Kecamatan Gondanglegi, Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji, Kecamatan Tajinan, Kecamatan Tumpang, Kecamatan Pakis, Kecamatan Jabung, Kecamatan Lawang, Kecamatan Singosari, Kecamatan Karangploso, Kecamatan Dau, Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Kasembon. Dengan demikian enambelas kecamatan di atas menunjukkan kemajuan dalam hal pencapaian terhadap sasaran ideal. Pencapaian terbaik ditunjukkan oleh KecamatanTuren (3,75 persen per tahun), Kecamatan Tajinan (2,98 persen per tahun), Kecamatan Singosari (2,55 persen per tahun), Kecamatan Pakis (2,35 persen per tahun), Kecamatan Kasembon (2,32 persen per tahun), Kecamatan Lawang (2,31 persen per tahun), Kecamatan DAU (2,28 persen pertahun),Kecamatan Gondanglegi (2,19 persen pertahun), Kecamatan Pakisaji (2,13 persen pertahun), Kecamatan Kepanjen (2,05 persen pertahun), Kecamatan Jabung (1,96 persen pertahun), Kecamatan Bululawang (1,95 persen pertahun), Kecamatan Karangploso (1,87 persen pertahun), Kecamatan Tumpang (1,72 persen pertahun)dan Kecamatan Dampit (1,71 persen per tahun). Atau dapat dikatakan bahwa enambelas kecamatan tersebut mempunyai

82

kepekaan yang tinggi berkaitan dengan pembangunan manusia. Selanjutnya pencapaian angka reduksi shortfall sebanyak tiga Kecamatan tergolong menengah antara lain: Kecamatan Wajak, Kecamatan Sumberpucung dan Kecamatan Kromengan. Sebanyak empat kecamatan tergolong lambat antara lain, Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Kalipare, Kecamatan Tirtoyudo dan Kecamatan Pujon. Sedangkan sisanya tergolong sangat lambat. Untuk mengetahui posisi masing-masing kecamatan berkaitan dengan pencapaian pembangunan manusia yang dicerminkan oleh besaran IPM dan reduksi shortfall per tahun yang dibandingkan dengan nilai rata-rata Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 6.1 di bawah. Gambaran tersebut diharapkan dapat memudahkan pengambil kebijakan dalam menentukan prioritas sasaran program guna meningkatkan angka IPM pada masing-masing kecamatan di masamendatang. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari 33 Kecamatan di Kabupaten Malang, terdapat 6kecamatan yang memiliki reduksi shortfall dan angka IPM yang lebih tinggi dari angka IPM Kabupaten Malang. Kemudian pada kuadran II hanya terdapat 2 Kecamatan yang memiliki shortfall lebih tinggi dari shortfall Kabupaten Malang tetapi mempunyai IPM yang lebih rendah daripada Kabupaten Malang. Sedangkan 19kecamatan yang memiliki reduksi shortfall lebih rendah dan IPM yang lebih rendah daripada Kabupaten Malang berada di kuadran III. Kecamatan yang berada di kuadran IV atau memiliki IPM lebih tinggi dari Kabupaten Malang tetapi mempunyai reduksi shortfall rendah sebanyak 6 kecamatan.

83

Gambar 6.1 Pengelompokan Kecamatan di Kabupaten Malang Berdasarkan IPM dan Reduksi Shortfall Tahun 2011 Kecamatan Tajinan Kasembon
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Kecamatan Turen Gondanglegi Pakis Lawang Singosari DAU

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Kuadran II IPMrendah Reduksi Shortfalltinggi

Kuadran I IPMtinggi Reduksi Shortfalltinggi

IPM Kabupaten Malang: 71,17, Reduksi Shortfall: 2,17


Kuadran III IPMrendah Reduksi Shortfallrendah Kecamatan Donomulyo Kalipare Pagak Bantur Gedangan Sumbermanjing Tirtoyudo Ampelgading Poncokusumo Wajak Pagelaran Sumberpucung Kromengan Ngajum Wonosari Wagir Jabung Pujon Ngantang Sumber : BPS Kabupaten Malang Kuadran IV IPMtinggi Reduksi Shortfallrendah Kecamatan Dampit Bululawang Kepanjen Pakisaji Tumpang Singosari

84

Gambar 6.2, Gambar 6.3 dan Gambar 6.4 menunjukkan posisi masing-masing kecamatan berdasarkan angka IPM dengan tiga komponennya (indikator kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan). Gambar tersebut diharapkan dapat memudahkan dalam pengambilan kebijakan dalam menentukan prioritas sasaran program guna percepatan peningkatan angka IPM pada masing-masing kecamatan di masa mendatang. Dari penghitungan IPM berdasar indeks kesehatan yang dicerminkan oleh besaran angka harapan hidup, sebanyak 10kecamatan berada pada kuadran I yang memiliki nilai IPM dan indeks kesehatan yang lebih tinggi dari angka Kabupaten Malang. Selanjutnya sebanyak5 kecamatan yang menempati kuadran II yaitu Kecamatan Ampelgading, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Pujon, Kecamatan Kasembon dan Kecamatan Bantur. Pada kuadran III terdapat 16 kabupaten yang memiliki nilai IPM dan indeks kesehatan yang lebih rendah daripada angka Kabupaten Malang, yaitu Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Kalipare, Kecamatan Pagak, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sumbermanjing, Kecamatan Tirtoyudo, Kecamatan Poncokusumo, Kecamatan Wajak, Kecamatan Sumberpucung, Kecamatan Kromengan, Kecamatan Ngajum, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Wagir, Kecamatan Tajinan, Kecamatan Jabung dan Kecamatan Ngantang. Sedangkan kuadran IV ditempati oleh Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang. Dalam usaha meningkatkan nilai indeks kesehatan ini, pemerintah daerah perlu memperhatikan wilayah yang memiliki indeks kesehatan yang masih rendah, antara lain dengan mengupayakan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses sarana kesehatan, peningkatan kualitas dan pembangunan sarana kesehatan yang memadai.

85

Gambar 6.2 Pengelompokan Kecamatan di Kabupaten Malang Berdasarkan IPM dan Indeks Kesehatan Tahun 2011 Kecamatan Bantur Ampelgading Pagelaran Pujon Kasembon
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Kecamatan Dampit Turen Bululawang Gondanglegi Kepanjen Pakisaji Lawang Singosari Karangploso DAU IPMtinggi Indeks Kesehatantinggi

IPMrendah Indeks Kesehatantinggi

IPM Kabupaten Malang: 71,17, Indeks Kesehatan: 73,72


IPMrendah Indeks Kesehatanrendah Kecamatan Donomulyo Kalipare Pagak Gedangan Sumbermanjing Tirtoyudo Poncokusumo Wajak Sumberpucung Kromengan Ngajum Wonosari Wagir Tajinan Jabung Ngantang Sumber : BPS Kabupaten Malang IPMtinggi Indeks Kesehatanrendah Kecamatan Pakis Tumpang

86

Dalam perspektif peningkatan derajat kesehatan, karena komponen indeks kesehatan pada penghitungan IPM dicerminkan oleh besaran angka harapan hidup, maka untuk memaksimalkan peningkatan angka harapan hidup yaitu dengan usaha menurunkan tingkat kematian bayi dan kematian ibu melahirkan harus terus menjadi prioritas. Beberapa faktor yang cukup sensitif terhadap perubahan angka kematian bayi dan ibu seperti pola makanan yang bergizi dan penolong kelahiran/persalinan, perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak terkait. Dari Gambar 6.3, sebanyak 9kecamatan berada pada kuadran I yang memiliki nilai IPM dan indeks pendidikan yang lebih tinggi dari angka Kabupaten Malang yaitu Kecamatan Turen, Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji, Kecamatan Tumpang, Kecamatan Pakis, Kecamatan Lawang, Kecamatan Singosari, Kecamatan Karangploso, dan Kecamatan DAU. Pada kuadran II hanya terdapat 1kecamatan yang memiliki IPM lebih rendah dari Kabupaten Malang, tetapi mempunyai indeks pendidikan yang lebih tinggi dari indeks Kabupaten Malang yaitu Kecamatan Wagir. Sebanyak 20 Kecamatan berada di kuadran III yaitu Kecamatan Donomulyo, Kalipare, Pagak, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing, Tirtoyudo, Ampelgading, Poncokusumo, Wajak, Pagelaran, Sumberpucung, Kromengan, Ngajum, Wonosari, Tajinan, Jabung, Pujon, Ngantang dan Kasembon. Selanjutnya sebanyak 3 Kecamatan yang menempati kuadran IV yaitu Kecamatan Gondanglegi, Kecamatan Dampit dan Kecamatan Bululawang. Dari hasil penghitungan indeks kesehatan dan indeks pendidikan, didapat korelasi bahwa sebagian besar wilayah dengan indeks kesehatan rendah juga merupakan daerah yang memiliki indeks pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin rendah tingkat pendidikan yang dimiliki di suatu wilayah maka tingkat kesehatan masyarakatpun juga semakin rendah.

87

Gambar 6.3 Pengelompokan Kecamatan di Kabupaten Malang Berdasarkan IPM dan Indek Pendidikan 2011 Kecamatan Kecamatan Wagir Turen Kepanjen Pakisaji Tumpang Pakis Lawang Singosari Karangploso DAU IPMrendah IPMinggi Indek PendidikanTinggi Indek Pendidikantinggi
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 % Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 % Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

IPM Kabupaten Malang: 71,17, indek pendidikan: 75,32


IPMrendah Indek PendidikanRendah Kecamatan Donomulyo Kalipare Pagak Bantur Gedangan Sumbermanjing Tirtoyudo Ampelgading Poncokusumo Wajak Pagelaran Sumberpucung Kromengan Ngajum Wonosari Tajinan Jabung Pujon Ngantang Kasembon Sumber : BPS Kabupaten Malang IPMtinggi indek pendidikanrendah Kecamatan Dampit Bululawang Gondanglegi

88

Dari Gambar 6.2 dan 6.3 dapat diketahui bahwa indeks kesehatan dan pendidikan penduduk yang tinggal di sebagian besar wilayah Malang Selatan relatif rendah dibandingkan rata-rata kecamatan di Kabupaten Malang. Kondisi tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rendahnya nilai pembangunan manusia di wilayah Malang Selatan. Rendahnya kedua komponen tersebut, diduga karena pengaruh kultur yang cukup melekat pada masyarakat terhadap kemampuan memanfaatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Hal ini juga dapat diartikan bahwa usaha dalam meningkatkan IPM akan mengalami kesulitan jika dilihat dari segi kesehatan maupun pendidikan, karena kedua komponen tersebut berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat yang tidak mudah mengalami perubahan, seperti masih banyak ditemukan rumahtangga yang lebih memilih dukun bersalin daripada tenaga medis sebagai penolong kelahiran bayi.

Komponen ketiga pendukung angka IPM yang perlu dievaluasi adalah indeks daya beli atau PPP (Purchasing Power Parity / daya beli). Variabel ini cukup berpengaruh, karena identik dengan capaian kesejahteraan masyarakat secara ekonomi. Konstribusi PPP ini akan tercapai seiring peningkatan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Gambar 6.4 menunjukkan daerah yang berada di kuadran I sebanyak 8 kecamatan. Sebanyak 4 Kecamatan menempati kuadran II. Pada kuadran III ditempati oleh 18 kabupaten yang sebagian besar wilayahnya juga merupakan daerah Malang Selatan, sedangkan pada kuadran IV terdapat 3 kecamatan.

89

Gambar 6.4 Pengelompokan Kecamatan di Kabupaten Malang Berdasarkan IPM dan PPP Tahun 2011 Kecamatan Gondanglegi Sumberpucung Tajinan Jabung
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 % Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4,78 %

Kecamatan Dampit Turen Kepanjen Tumpang Pakis Lawang Singosari DAU IPMtinggi PPPtinggi

IPMrendah PPPtinggi

IPM Kabupaten Malang: 71,17, PPP: 64,47


IPMrendah PPPrendah Kecamatan Donomulyo Kalipare Pagak Bantur Gedangan Sumbermanjing Tirtoyudo Ampelgading Poncokusumo Wajak Pagelaran Kromengan Ngajum Wonosari Wagir Pujon Ngantang Kasembon Sumber : BPS Kabupaten Malang IPM tinggi PPP tendah Kecamatan Bululawang Pakisaji Karangploso

90

Selama periode tahun 2011, indeks daya beli kecamatan di Kabupaten Malang mengalami perbaikan meskipun mengalami beberapa kendala akibat faktor intern dan ekstern. Seiring menggeliatnya ekonomi di daerah yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat pada tahun 2011 di seluruh kecamatan juga mengalami peningkatan, sehingga mampu mendongkrak IPM pada tahun berjalan.

91

7.1 KESIMPULAN 1. Sebagai salah satu cara dalam pengukuran dan evaluasi kinerja kebijakan pembangunan Pemerintah Kabupaten Malang, evaluasi terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Malang merupakan dasar untuk menentukan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan. Dengan mengamati perkembangan besaran dari masing-masing indeks IPM dari tahun ke tahun baik indeks pendidikan, indeks kesehatan maupun indeks daya beli, dapat diperkirakan sejauh mana kebijakan publik dapat menyentuh segala dimensi masyarakat sehingga dapat mewujudkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Malang. Angka Indeks Pembangunan Manusia tahun 2011 yang merupakan indeks komposit atau indeks gabungan dari tiga komponen pembangunan menunjukkan kenaikan dibandingkan tahun 2010 yaitu dari 70,54 menjadi 71,17 pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian status pembangunan manusia secara umum tidak mengalami perubahan yaitu berada pada tingkatan menengah atas. Dan jika dilihat menurut angka kecepatan pencapaian pembangunan (shortfall reduction) menunjukkan bahwa pembangunan manusia yang dilakukan selama tahun (2010 2011) sebesar 2,17 persen per tahun. 2. Kenaikan angka IPM selama dua tahun terakhir disebabkan oleh naiknya ketiga indeks pembentuk IPM yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli. Namun demikian secara umum ketiga

92

sektor tersebut masih memerlukan peningkatan sehingga dapat menaikkan angka IPM di Kabupaten Malang yang selanjutnya tidak tertinggal dari kota lainnya. 3. Kesenjangan antar daerah Kabupaten Malang cukup tinggi,namun demikian ada cenderung untuk terus menurun. Kesenjangan dalam segi Indeks Pendidikan berkisar antara 72,93 di Kecamatan Ampelgading dan sebesar 82,87 di Kecamatan Kepanjen. Sedangkan kesenjangan segi indeks kesehatan berkisar antara 66,76 di Kecamatan Jabung dan sebesar 83,56 di Kecamatan Singosari. Pada periode yang sama, kesenjangan daya beli menunjukkan kisaran yang cukup tinggi yaitu sebesar 51,21 di Kecamatan Bantur dan 69,00 di Kecamatan Singosari. Adanya kesenjangan tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi alam dan kondisi infrastruktur di daerah-daerah pedesaan yang masih kurang baik sehingga tercipta daerah-daerah terisolasi. Sebaliknya di daerah perkotaan sudah baik. Meskipun perbedaan kondisi alamnya mungkin menyebabkan terjadinya kesenjangan antar kecamatan di Kabupaten Malang, kesenjangan tersebut juga merefleksikan dampak industrialisasi yang telah meningkatkan kesenjangan antara daerah industri dengan daerah sekitarnya.

7.2 SARAN-SARAN Beberapa hal yang masih perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan hasil pembangunan yang telah dicapai oleh pemerintah Kabupaten Malang pada tahun 2011, antara lain : 1. Gerakan wajib belajar 9 tahun perlu ditingkatkan melalui program GNOTA khususnya kepada mereka yang tidak mampu dari segi biaya. Pelayanan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu dan posyandu perlu ditingkatkan, mengingat fasilitas

2.

93

tersebut merupakan sarana yang langsung dapat dijangkau masyarakat lapisan bawah. 3. Memberi pelayanan kesehatan masyarakat ekonomi lemah dengan tarif yang terjangkau atau dengan memberi subsidi/gratis. Membuka kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan secara dini. Seperti, layanan terhadap ibu hamil.

4.

94

Anda mungkin juga menyukai