Pemusatan Perhatian
Konsentrasi sangat penting dalam proses belajar. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu tanpa berkonsentrasi. Oleh karena itu konsentrasi merupakan syarat utama dalam proses belajar. Dengan berkonsentrasi, seseorang dapat memahami apa yang dipelajarinya seperti apa yang diharapkan. Ada beberapa perantara untuk menggugah konsentrasi para pelajar, di antaranya ialah menjelaskan beberapa peristiwa dan situasi yang terjadi, melontarkan pertanyaan, dialog, dan diskusi. Bisa juga dengan menggunakan beberapa perantaraan untuk berkonsentrasi seperti menggunakan kaset atau gambar (audio-visual) dan menggunakan kisah atau perumpamaan. Rasulullah SAW memanfaatkan semua perantaraan tersebut di atas agar mereka berkonsentrasi ketika beliau menyampaikan nasihat, hikmah, dan pengetahuan kepada mereka
Proses pengajaran dengan metode ini dapat diterima dengan baik, bahkan pengaruh psikologis sangat dalam daripada nasihat atau peringatan dalam menyampaikan pengertian tertentu yang terkadang tidak menyentuh pengalaman praktis yang mudah menarik perhatian dan menggugah konsentrasi.
Hadist
diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir RA. Ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berjalan-jalan di pasar dan orang berkerumun mengelilinginya. Lalu beliau melewati seorang dermawan (murah hati) yang telinganya kecil, tetapi ia telah meninggal dunia. Beliau menjelaskan pada orang di sekelilingnya dengan menggenggam telinga dermawan itu. Kemudian beliau berkata, siapa di antara kalian yang menghendaki ini menjadi dirham miliknya? Mereka menjawab, Kami tidak menghendaki itu menjadi milik kami? tetapi apa yang kami lakukan agar itu menjadi milik kami? Beliau berkata Apakah kalian menghendaki itu menghendaki itu menjadi milik kalian? mereka menjawab, Demi Allah SWT, jika ia hidup maka ia akan menjadi cela sebab telinganya kecil. Tetapi bagaimana telinganya itu menjadi dirham, sedangkan orang itu telah meninggal dunia? Beliau berkata, Demi Allah SWT, dunia itu lebih rendah di mata Allah SWT daripada telinga ini di mata kalian. (Diriwayatkan oleh Nawawi, jilid 1, helm. 414; hadis No. 8/464)
Hadist
Diriwayatkan dari Abu Barkah Nufai bin Haris RA, bahwa Nabi SAW pernah berkata ketika menunaikan haji wada: Bulan apa sekarang? Kemudian beliau terdiam sehingga kami menyangka bahwa ia akan menyebut nama bulan itu bukan nama sesungguhnya. Belia berkata, Tidaklah sekarang ini bulan Zulhijah? kami menjawab, Benar. Beliau bertanya, Negeri apa ini? Kami menjawab, Allah SWT dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Kemudian beliau terdiam sampai kami menyangka bahwa beliau akan menyebut nama negeri yang bukan nama yang sebenarnya. Belia berkata, Tidaklah ini negeri Baldah? Kami menjawab, Benar. Beliau bertanya, Hari apa sekarang? Kami menjawab, Allah SWT dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Kemudian beliau terdiam sampai kami menyangka bahwa beliau akan menyebut hari yang salah. Beliau berkata, Tidaklah sekarang ini ini hari nah (10 Zulhijah)? kami menjawab, Benar. Beliau berkata: Sesungguhnya darah, harta, dan harga diri kalian semua dimuliakan atas kalian semua seperti mulianya hari kalian ini, di negeri kalian ini, dan pada bulan ini. (Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (Nawawi, jilid 1, helm. 337; hadis No. 11/225).
Abu Barkah RA menyatakan bahwa setiap selesai satu pertanyaan, beliau terdiam sehingga kami menyangka bahwa beliau menyebut sebutan yang bukan sebenarnya. Ini menunjukkan bahwa betapa besar pengaruh interval waktu setelah ia mempertanyakan sesuatu sebagai hal yang dapat menggugah perhatian.
Hadist
diriwayatkan oleh Abu Musa RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Sesungguhnya perumpamaan satu hidayah (petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan (Rasul) itu seperti hujan yang turun ke Bumi. Di antara Bumi itu ada sebidang tanah subur yang menyerap air dan pada sebidang tanah itu rerumputan tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa pun walau penuh dengan air. Allah SWT memanfaatkan air itu untuk manusia minum ketika kehausan dan juga untuk menanam. Ada juga kelompok yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada air dan tidak tumbuh apapun di tanah itu. Hal tersebut seperti orang yang mempunyai ilmu agama Allah SWT dan memanfaatkan sesuatu yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allah SWT. Kemudian ia mempelajari, mengajarkannya, dan juga seperti orang sedikit pun tidak tertarik dengan apa yang telah aku diutus oleh Allah SWT. Ia tidak mendapat petunjuk Allah SWT yang karenanya aku terutus. (Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (Nawawi, jilid 1, helm. 135; hadis No. 7/136)