Anda di halaman 1dari 41

AJANG KARYA TULIS MAHASISWA (ATLAS) BRAWIJAYA LAW FAIR IV Menggagas Model Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi sebagai

Strategi untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi

Disusun oleh : 1. Dewi Ayu Pambudi 2. Danang Eko Susanto 3. Mirella Selfi Lumadyo (E0012107) (E0010093) (E0011195)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET KOTA SURAKARTA 2013

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Karya Tulis

: Menggagas Model Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi sebagai Strategi untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi

2. Sub tema 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama b. NIM c. Perguruan Tinggi d. Alamat Rumah e. No Tel./HP f. Alamat email 4. Anggota tim/penulis Anggota I a. Nama b. NIM c. Perguruan Tinggi d. Alamat Rumah

: PTN/PTS : Dewi Ayu Pambudi : E0012107 : Universitas Sebelas Maret : Pojok RT 02, Dari, Plupuh, Sragen, 57283 : 085647212672 : dewiayupambudi@gmail.com

: Danang Eko Susanto : E0010093 : Universitas Sebelas Maret : Grasak Rt.03/07 Cangkol, Kec. Mojolaban Kab. Sukoharjo Surakarta

e. No Tel./HP f. Alamat email Anggota II a. Nama b. NIM c. Perguruan Tinggi d. Alamat Rumah

: (0271) 610767 / 08995317566 : danangekosusanto@gmail.com

: Mirella Selfi Lumadyo : E0011195 : Universitas Sebelas Maret : Jl. Kediri, 147 Rt.015/Rw.004, Dsn. Seminang Ds.Sumberagung Kec.Wates Kab.Kediri
ii

e. No Tel./HP f. Alamat email 5. Dosen pendamping a. Nama Lengkap b. NIP c. Alamat Rumah d. No. Tel./HP

: 085649087450 : mirella.selfi.lumadyo62@gmail.com

: Jatmiko Anom Husodo, S.H.,M.H : 19700424 199512 1 001 : Perum Krapyak Gang 1 No. , Merbung, Klaten Selatan : 085725307696 Surakarta, 12 November 2013

Menyetujui, Dosen Pembimbing Ketua Kelompok

Jatmiko Anom Husodo, S.H.,M.H NIP. 19700424 199512 1 001 Mengetahui,

Dewi Ayu Pambudi E0012107

Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan

Hernawan Hadi, S.H.,M.Hum NIP. 19600520 198601 1 001

iii

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan karya tulis yang berjudul Menggagas Model Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi sebagai Strategi untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi tepat waktu. Dalam pengantar singkat ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberikan bantuan kepada Penulis baik berupa materiil maupun immateriil selama proses penulisan karya tulis ini, khususnya kepada: 1. Bapak Jatmiko Anom Husodo, S.H.,M.H selaku dosen pembimbing;

2. Bapak, ibu, Saudara-saudara, dan sahabat-sahabat, terimakasih untuk semangat dan dorongannya; Semoga karya tulis yang kami buat ini mampu memberi manfaat dan menjadi solusi atas semakin permissive-nya masyarakat terhadap kebiasaan korupsi yang ada di negeri ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan karya tulis ini dari awal sampai akhir. Surakarta, 12 November 2013

Penulis

iv

DAFTAR ISI

BAGIAN AWAL Halaman Judul ............................................................................................ i Lembar Pengesahan .................................................................................... ii Kata Pengantar ........................................................................................... iv Daftar Isi .................................................................................................... v Ringkasan ................................................................................................... vi BAGIAN INTI Pendahuluan Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 Perumusan Masalah......................................................................... 3 Tujuan Pustaka ............................................................................... 3 Manfaat Penulisan ........................................................................... 4 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 5 Metode Penulisan ....................................................................................... 12 Isi .............................................................................................................. 16 Penutup Kesimpulan .................................................................................... 28 Saran .............................................................................................. 29 BAGIAN AKHIR Daftar Pustaka Daftar Riwayat Hidup

RINGKASAN Peran lembaga eksekutif, yudikatif serta legislative dalam memberantas tindak pidana korupsi dirasakan kurang optimal dan bahkan dengan segala cara yang telah digunakan tidak mampu meruntuhkan dinasti korupsi yang telah ada di Indonesia. Sehingga diperlukan penangan kusus untuk meruntuhkan dinasti korupsi yang ada di Indonesia dengan melalui lembaga pendidikan seperti PTN atau PTS. Hal ini diharapkan, perguruan tinggi dapat mencetak kader-kader calon pemimpin bangsa. Penulis dalam menyusun karya tulis ini menggunakan metode penulisan normative atau dikenal sebagai penelitian hukum doctrinal atau penelitian hukum kepustakaan. Pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi diharapkan menjadi solusi untuk meruntuhkan dinasti korupsi di Indonesia. Kurikulum pendidikan antikorupsi serta di implementasikan dengan kerja praktek lapangan seperti KKN atau Magang dapat menumbuhkan sifat anti korupsi kepada mahasiswa, selain itu UKM juga berperan penting dalam membangun budaya antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi. Kerjasama antara mahasiswa dengan seluruh civitas akademik perguruan tinggi ditujukan untuk membangun budaya antikorupsi terutama di lingkungan perguruan tinggi dengan begitu perguruan tinggi dapat mencetak lulusan yang berkualitas tinggi dengan mental antikorupsi.

vi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia akhir-akhir ini tengah menghadapi berbagai permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multi dimensional serta problem lain yang menyangkut tatanan nilai yang sangat menuntut adanya upaya pemecahan yang sangat mendesak. Problematika yang menyangkut struktur nilai dalam masyarakat salah satunya adalah problematika korupsi yang tidak kunjung usai. Semakin akutnya permasalahan tersebut, sebagian orang menganggap bahaya laten korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dan epidemi bahkan virus yang harus kita perangi bersama. Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah, yang seharusnya dengan keadaan tersebut Indonesia dapat menjadi negara maju. Namun pada kenyataannya pemerintah indonesia masih banyak hutang dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan permanen. Dari zaman pemerintahan kerajaan, kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini, kehidupan rakyatnya tetap saja miskin. Dalam perkembangan selanjutnya di tengah kemiskinan yang makin meluas, korupsi berkembang menjadi cara berfikir dan gaya hidup masyarakat untuk memperoleh kekayaan dan menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri atau golongan secara cepat1. Korupsi memang merupakan problematika yang cukup pelik yang hampir menjamur di seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Bagi rakyat Indonesia, bukan hal yang asing bahwa aksi penolakan korupsi mulai terdengar kencang, masyarakat pun dibuat heran ketika kasus suap oleh ketua Mahkamah Konstitusi. Lembaga negara yang seharusnya bersih dari korupsi, tapi
1 Andar Nubowo, 2004. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan, LP3 Yogyakarta, , hlm. 45

karena lunturnya moral mengotori lembaga yang sangat disegani karena ketegasannya, berwibawa dan bersih. Perbaikan sistem dan hukum sudah diperbaiki. Tapi lunturnya moral, menyebabkan sistem yang baik tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa sebagai agen of change seharusnya dapat menjadi pionir terdepan untuk memberantas dan juga untuk mencegah terjadinya kasus korupsi di Indonesia. Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Mahasiswa beserta civitas akademika yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenci serta menjauhi praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif memeranginya. Praktek korupsi di lingkungan kampus masih banyak di temui, Diberitakan di berbagai media massa, sekurangnya ada 18 universitas negeri di Indonesia yang terindikasi terjadi tindak pidana korupsi dengan rata-rata kerugian miliaran rupiah2. Penetapan dua tersangka kasus korupsi pengadaan peralatan dan penunjang laboratorium pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merupakan salah satu contoh kasus dan tidak hanya itu kasus seperti Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tersandung kasus pengadaan laboratorium senilai Rp 54 miliar serta kasus rektor Universitas Indonesia (UI). Kasus tersebut mulai dari pengadaan teknologi informasi perpustakaan, pemalsuan dokumen perpustakaan dan pemalsuan tanda tangan untuk mencairkan sejumlah uang. Tidak hanya dari kalangan pejabat atau pegawai kampus, mahasiswa yang menjadi harapan bangsa untuk melawan korupsipun masih banyak melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur. Korupsi yang dilakukan oleh mahasiwa biasanya seperti aksi mencontek pada saat ujian, meminta uang SPP lebih kepada orangtua, tittip absen kuliah dan lain-lain.

2 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/23/190310/Ironis-PraktikKorupsi-di-Kampus diakses pada 08 November 2013 pukul 10:48 WIB

Atas kegagalan lembaga pendidikan yang seharusnya sebagai tempat atau wadah di mana orang-orang berkumpul, bekerja sama secara sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-prasarana untuk tujuan pendidikan serta sebagai wadah untuk menciptakan budaya anti korupsi dan menciptakan kader-kader pemimpin bangsa selanjutnya, maka penting untuk dikaji dan perlunya terobosan baru dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dengan pengoptimalan kurikulum anti korupsi serta pembangunan budaya anti korupsi di lingkungan kampus. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik mengkaji lebih mendalam persoalan tersebut dalam karya tulis yang berjudul Menggagas Model Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi sebagai Strategi untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi

Rumusan Masalah Berdasar latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi dapat digunakan sebagai langkah strategis untuk memutus rantai dinasti korupsi? 2. Bagaimana model pendidikan antikorupsi yang dapat dikembangkan di perguruan tinggi sebagai langkah strategis untuk memutus rantai dinasti korupsi?

Tujuan Penulisan 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pola atau bentuk pendidikan antikorupsi yang diterapkan di perguruan tinggi. b. Untuk menciptakan suatu budaya antikorupsi di lingkungan civitas akademika seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

2. Tujuan Subyektif a. Untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional bidang hukum Ajang Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa (ATLAS) Brawijaya Law Fair; dan b. Menambah, memperluas, memperdalam, dan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman penulis mengenai Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Manfaat Penulisan Manfaat Teoritis a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atas permasalahan dilihat dari sudut teori; dan b. Penulisan ini juga merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah kemampuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah. Manfaat Praktis a. Penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan pengetahuan bagi berbagai pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama; dan b. Penulisan ini diharapkan dapat membentuk suatu budaya antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi di seluruh Indonesia pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Gerakan Gerakan dalam KBBI menjelaskan bahwa merupakan suatu perbuatan atau keadaan bergerak. Kemudian apabila dikaitkan dengan latar belakang karya tulis ini, gerakan yang penulis maksud yaitu perbuatan atau tindakan terencana yang dilakukan oleh kelompok disertai pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga-lembaga yang ada. Menurut Charles Tilly, menyatakan bahwa gerakan sosial adalah sebagai sebuah tindakan/performance yang berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan/displays dan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang biasa dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap yang lain3. Pada intinya dapat dikatakan bahwa gerakan social adalah sebuah kendaraan besar untuk orang-orang biasa untuk berpartisipasi dalam public politik. Menurut Tilly bahwa ada 3 elemen penting yang melekat pada gerakan sosial,sebagai berikut: a. Kampanye adalah sebuah pertahanan,organisir kekuatan publik dan membuat tuntutan kolektif pada target otoritas b. Seleksi gerakan sosial adalah kombinasi dari pegawai dari dan diantara pengikuti bertujuan aksi partai politik,menciptakan perkumpulan/asosiasi yanng khusus dan koalisi,pertemuan umum,pertemuan

formal,vigils,publik meeting,demostrasi, penyampaian petisi,pernyataan ke dan dalam media umum,dan selebaran dan c. WUNC penunjukan perwakilan komitmen partisipan public (Kejahatan/ worthiness, persatuan/unity, total/numbers, and komitment/commitments

3 http://dhutag.wordpress.com/2010/04/30/dari-gerakan-sosial-ke-gerakan-politik diakses pada 09 November 2013 pukul 16:10 WIB

yang merupakan bagian dari mereka sendiri dan/atau undang-undang mereka. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tercatat bahwa mahasiswa mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan tersebut tercatat dalam peristiwa-peristiwa besar yang dimulai dari Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan NKRI tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1996, dan Reformasi tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka miliki. Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni telah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti bahwa mahasiswa berperan sangat penting sebagai agen perubahan (agent of change). Dalam konteks gerakan anti-korupsi mahasiswa juga diharapkan dapat tampil di depan menjadi motor penggerak. Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum4.

Tinjauan Umum Tentang Korupsi Korupsi berasal dari bahasa Latin Corruptio atau Corruptus. Yang kemudian muncul dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris Corruption,
4 Tim Dikti. 2011. Pendidikan antikorupsi untuk perguruan tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian. Hlm. 158

bahasa Belanda Korruptie yang berarti penyuapan, perusakan moral, perbuatan tak beres dalam jawatan, pemalsuan dan sebagainya kemudian muncul dalam bahasa Indonesia Korupsi. Pengertian korupsi secara harfiah dapat berupa5 : 1. 2. 3. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Perbuatan yang kenyataannya menimbulakn keadaan yang bersifat buruk, perilaku yang jahat dan tercela, atau kebejatan moral, penyuapan dan bentuk-bentuk ketidak jujuran, sesuatu yang dikorup, seperti kata yang diubah atau diganti secara tidak tepat dalam satu kalimat, pengaruhpengaruh yang korup. Arti kata Korupsi oleh Purwadarminta disimpulkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1979): Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.6 Istilah korupsi sering kali selalu diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang selalu dikenal dengan singkatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). KKN saat ini sudah menjadi masalah dunia, yang harus diberantas dan dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secar serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Transparency International definisi tentang korupsi yaitu sebagai: Perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk kepentingan pribadi7.

5 IGM. Nurdjan. 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 14-15 6 Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 1999. Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional dan Internasional. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. Hlm. 267-268 7 Jeremy Pope. 2003. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 6

Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsur dari pengertian korupsi : 1. Menyalahgunakan kekuasaan; 2. Kekuasaan yang dipercayakan (yaitu baik di sektor publik maupun di sektor swasta), memiliki akses bisnis atau keuntungan materi; 3. Keuntungan pribadi (tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan teman-temannya). Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi adalah merupakan salah satu dari pada sekian banyak macam tindak pidana. Dalam ilmu hukum pidana masalah tindak pidana adalah merupakan bagian yang paling pokok dan sangat penting. Berbagai masalah dalam hukum pidana seolah terpaut dan berselingkar dengan persoalan tindak pidana. Oleh karena itu memahami pengertian tindak pidana sangatlah penting sekali. Istilah tindak pidana adalah dimaksudkan sebagai terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk istilah bahasa Belanda strafbaar feit atau delict. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan sedang strafbaar berarti dapat dihukum sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, tindakan8. a. Faktor-faktor timbulnya Korupsi Menurut Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis tetapi ada dua hal yang jelas sebagai faktor timbulnya korupsi, yaitu: a) Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya). b) Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol).

8 Evi, hartanti. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Semarang : Sinar Grafika. Hlm. 5

Sedangkan menurut Andi Hamzah mengiventariskan beberapa penyebab tindak pidana korupsi antara lain: a) Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan denagn

kebutuhan yang makin meningkat. b) Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi. c) Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang memberikan peluang orang untuk korupsi. d) Modernisasi pengembangbiakan korupsi. Faktor yang paling penting dalam dinamika korupsi adalah keadaan moral dan intelektual para pemimpin masyarakat. Keadaan moral dan intelektual dalam konfigurasi kondisi-kondisi yang lain. Beberapa faktor yang dapat menjinakkan korupsi, walaupun tidak akan memberantasnya adalah: (a) Keterikatan positif pada pemerinyahan dan keterlibatan spiritual serta tugas kemajuan nasional dan publik maupun birokrasi. (b) Administrasi yang efisien serta penyesuaian struktur yang layak dari mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber-sumber korupsi. (c) Kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan. (d) Berfungsinya suatu sistem yang anti korupsi. (e) Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan intelektual yang tinggi. Tinjauan Umum tentang Antikorupsi Berdasarkan penjelasan diatas mengenai korupsi tersebut, universitas negeri maupun swasta sebagai institusi pencetak kader bangsa diharapkan mampu mencetak lulusan yang berkualitas yang beritegritas tinggi. Memutus dinasti korupsi bisa dilakukan sejak dari bangku perkuliahan sebagai upaya pencegahan melakukan tindak pidana korupsi.

10

Dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung tercapainya budaya antikorupsi di lingkungan kampus, maka di butuhkan penanaman nilainilai kepada seluruh civitas akademika di lingkungan kampus. Nilai-nilai yang dapat ditanamkan dalam upaya preventif tersebut dapat berupa kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu Gerakan Antikorupsi di lingkungan kampus. Gerakan ini adalah upaya bersama yang bertujuan untuk menumbuhkan Budaya Antikorupsi di lingkungan kampus atau perguruan tinggi. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di lingkungan kampus diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptif. Gerakan Anti Korupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam konteks inilah peran mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat sangat diharapkan. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, pada dasarnya korupsi itu terjadi jika ada pertemuan antara tiga faktor utama, yaitu: niat, kesempatan dan kewenangan. Niat adalah unsur setiap tindak pidana yang lebih terkait dengan individu manusia, misalnya perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. Sedangkan kesempatan lebih terkait dengan sistem yang ada. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki seseorang akan secara langsung memperkuat kesempatan yang tersedia. Meskipun muncul niat dan terbuka kesempatan tetapi tidak diikuti oleh kewenangan, maka korupsi tidak akan terjadi. Dengan demikian, korupsi tidak akan terjadi jika ketiga faktor tersebut, yaitu niat, kesempatan, dan kewenangan tidak ada dan tidak bertemu. Sehingga upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut.

11

Gerakan anti-korupsi pada dasarnya adalah upaya bersama seluruh komponen bangsa untuk mencegah peluang terjadinya perilaku koruptif. Dengan kata lain gerakan antikorupsi adalah suatu gerakan yang memperbaiki perilaku individu (manusia) dan sistem untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif. Diyakini bahwa upaya perbaikan sistem (sistem hukum dan kelembagaan serta norma) dan perbaikan perilaku manusia (moral dan kesejahteraan) dapat menghilangkan, atau setidaknya memperkecil peluang bagi berkembangnya korupsi di negeri ini.

12

BAB III METODE PENULISAN Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doctrinal atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan - bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun penelitian doctrinal meliputi : a. b. c. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif ; Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan falsafah Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum inconcreto yang

(dogma atau doktrin) hukum positif ; layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu9.

Pendekatan Penelitian Menurut pandangan Peter Mahmud Marzuki bahwa di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut maka akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek untuk menjawab mengenai isu hukum. Pendekatan pendekatan dimaksud meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) ; Pendekatan Kasus (Case Approach) ; Pendekatan Historis (Historical Approach) ; Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) ; Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)10

9 Soetandyo Wignyosoebroto dalam Bambang Sunggono, 2007, Metodologi Penelitian Hukum Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum.Jakarta : Kencana, Hlm. 93

13

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan historis (historical approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi11. Telaah demikian diperlukan oleh penulis manakala penulis memang ingin mengungkap filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari yang dalam hal ini adalah pemikiran apakah yang mendasari aksi gerakan antikorupsi seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sedangkan pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum12. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum maka akan ditemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan model gerakan antikorupsi di seluruh lingkungan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Sumber Penelitian Sumber penelitian merupakan tempat di mana dan ke mana bahan penelitian dapat diperoleh. Adapun di dalam penelitian hukum ini sumber yang digunakan adalah bahan hukum primer atau bahan hukum yang mempunyai autoritatif yang artinya mempunyai otoritas meliputi Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang negara yang berkaitan digunakan untuk menjawab isu hukum yang diajukan. Disamping menggunakan bahan hukum primer, peneliti juga memperoleh dari bahan hukum sekunder berupa buku-buku referensi dan media massa yang mengulas isu mengenai gerakan antikorupsi di lingkungan kampus. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam
11 Lihat Peter Mahmud Marzuki, 2008. Penelitian Hukum, hal 126 12 Ibid, hal.95.

14

penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan karya tulis ilmiah ini adalah studi dokumen. Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analysis13. Studi dokumen ini berguna mendapat landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang penulis pergunakan adalah proses analisis interaktif, yaitu : proses analisis dengan menggunakan tiga komponen yang terdiri dari reduksi data, sajian data dan kemudian penarikan kesimpulan yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus antara tahap-tahap tersebut.

Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif

Keterangan : Setelah data terkumpul, kemudian direduksi yang berupa seleksi dan penyederhanaan data yang berlangsung terus menerus selama pemilihan, dan kemudian diambil kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus urut, misalnya, diperoleh data tanpa harus direduksi sudah lengkap, data dapat langsung disajikan. Dan apabila sampai pada tahap display
13 Opcit, hal. 21.

15

ditemukan kesulitan menarik kesimpulan karena data kurang, alur dapat kembali ketahap pengumpulan data. Jadi antara tahap satu dengan yang lain tidak harus berurutan tetapi berhubungan terus dengan membentuk suatu siklus (Sutopo H.B. dari Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1993).

16

BAB IV PEMBAHASAN Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi sebagai Langkah Strategis untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi Menurut Onghokham (1983), fenomena korupsi telah ada sejak lama sekali yaitu ketika kerajaan-kerajaan di Indonesia memberlakukan venality power, dimana kedudukan diperjualkan kepada orang atau kelompok yang mampu membayar, untuk kemudian mereka diberi kedudukan dan berhak melakukan pemungutan pajak tanpa sedikitpun mendapat kontrol hukum. Akibat sistem ini penyimpangan yang terjadi (abuse power) sulit diperbaiki, karena lemahnya kontrol pemerintah/kerajaan serta pendiaman oleh masyarakat.14 Fenomena venality power ini amat mencolok terjadi pada zaman VOC, khususnya melalui para demang dan atau bupati/penguasa daerah. Berdasarkan data sejarah tersebut, jelas sekali bahwa baik secara universal maupun keindonesiaan, korupsi mempunyai akar historis yang cukup kuat dalam kehidupan masyarakat, dan makin meningkat seiring dengan upaya pembangunan yang masif.15 Badan legislatif, dan yudikatif yang merupakan badan Negara yang seharusnya bersih dari korupsi dan melakukan upaya pencegahan dan penindakan atas korupsi gagal melaksanakan fungsinya. Legislatif dan yudikatif yang seharusnya bisa memberi payung hukum bagi masyarakat malah melakukan praktek-praktek korupsi dalam tubuh mereka. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kedua badan itu runtuh. Kedua badan itu tidak lagi memiliki wibawa dimata masyarakat. Kompleksitasnya jejaring dan mata rantai korupsi ini mestinya disikapi dengan tidak hanya bergerak pada aspek legalitas hukum saja. Tetapi juga secara cultural maupun multicultural yang nantinya dengan perlahan-lahan memutus akar
14 Agus Wibowo, 2013, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 31. 15 Ibid

17

kebiasaan korupsi.16 Multikulturalisme menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik. Dan multikultural diartikan sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.17 Berawal dari kegagalan tersebut, gagasan tentang pendidikan antikorupsi muncul. Pendidikan bisa menjadi alternatif dalam upaya pemberantasan korupsi. Kesadaran untuk memutus rantai korupsi yang membelenggu bangsa kita menjadi dasar dengan menjadikan pendidikan sebagai sarana efektif dan langkah strategis untuk memutus rantai korupsi. Memang transformasi sekaligus internalisasi nilainilai moralitas, sensibilitas sosial dan jagat tata lainnya bakal efektif melalui perantara bangku pendidikan.18 Dalam fase perkembangan seseorang, apabila perkembangan psikologis ditata secara apik struktur maupun nilai kejujuran dan antikorupsi maka akan menjadi dasar yang kuat dalam melandasi sikap, langkah, dan gerak dalam fase kehidupan yang akan datang. Menurut Jesuit pendidik Christopher Gleeson SJ dalam Striking a Balance: Teaching Values and Freedom (1993), kematangan internalisasi nilai dapat dilihat melalui perpaduan yang tepat dan kompak antara kepala (otak) yang diasah, hati yang ditempa, dan tangan yang dilatih untuk terampil.19 Oleh karena itu, internalisasi kurikulum mesti merambah tiga aspek kecerdasan peserta didik. Yaitu aspek kecerdasan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotorik). Internalisasi pada aspek kognitif diantaranya melalui
16 Agus Wibowo, 2013, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah,op.cit., hlm. 31.
17 www.wikipedia.org diakses pada Senin, 11 November 2013 pukul 22.45 18 Ibid hlm. 11 19 Op.cit hlm. 10

18

pemberian berbagai informasi mengenai korupsi, konsekuensi hukum dan dampak negative terhadap kehidupan bangsa. Aspek afektif meliputi penumbuhan minat (interest), sikap (attitude), nilai (value) dan apresiasi (aprpreciation) antikorupsi dalam kehidupan. Sementara pada aspek psikomotorik, tertandai dengan peserta didik enggan melakukan tindakan-tindakan koruptif dalam bentuk kecil maupun besar (mencontek, manipulasi nilai, dan sebagainya). Berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyiratkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dasar hukum bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebenarnya sudah diatur di dalam Pasal 108 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP20. Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi semakin jelas lagi berdasarkan Pasal 41 dan Padal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dan terhadap anggota masyarakat yang berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diberikan perlindungan dan penghargaan oleh pemerintah.21 Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan, universitas merupakan bagian dari masyarakat sipil yang memiliki peran stategis dalam mengupayakan pemberantasan korupsi.22 Pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan antikorupsi sebagai upaya preventif bagi berkembangnya sikap, perilaku, dan budaya korupsi. Pendidikan antikorupsi bisa menjadi media brainstorming bagi mahasiswa dari persepsi permissive perbuatan koruptif. atau bersikap memaafkan atas suatu

20 Ermansyah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar Grafika Offset, hlm.163. 21 Ibid 22 Tim Penulis, 2011, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, Kemendikbud, hlm. 118.

19

Timbulnya dinasti korupsi merupakan akibat dari rekruitmen politik yang buruk. Oleh minimnya ketersediaan kader-kader berkualitas dan kompeten. Sehingga jabatan-jabatan politik strategis diduduki oleh orang-orang yang salah, yang aspek kecerdasan, sikap, dan perilakunya tidak baik. Kebiasaan muncul untuk merekrut orang-orang melalui akses kekuasaan dengan hubungan kedekatan-kedekatan tertentu atau hubungan kekerabatan dan uang untuk menduduki jabatan politik. Bermula dari perilaku seperti itu memberi peluang dilakukannya korupsi yang lebih besar dalam tubuh pemerintahan atau instansi tertentu. Di Indonesia banyak ditemukan dinasti-dinasti politik yang menguasai wilayah tertentu. Penguasaan atas suatu wilayah tersebut oleh sebuah jaringan kekerabatan seolah-olah menjadikan wilayah tersebut miliknya, dengan orientasi keuntungan untuk dinasti bukan lagi menjalankan pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga kemunculan dinasti politik cenderung akan melahirkan dinasti yang koruptif. Contoh dinasti politik yang ada di Indonesia (1) dinasti keluarga Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, yang menguasai jajaran eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi dan seluruh kabupaten di Banten; (2) di Kabupaten Kutai Kartanegara-Kaltim dimana bupati yang sekarang, Rita Widyasari, adalah anak dari bupati sebelumnya yang bermasalah secara hukum. Rita Widyasari berhasil mengalahkan Awang Ferdian Hidayat yang merupakan anak dari Awang Farouk, Gubernur Kaltim saat ini; (3) di Bontang-Kaltim, istri walikota Bontang yang juga menjabat sebagai ketua DPRD Bontang, Neni Moernaeni, maju dalam Pemilukada Bontang 2011; (4) Di Kabupaten Indramayu-Jawa Barat, Bantul-D.I. Yogyakarta dan Kediri-Jawa Timur, di mana bupati sekarang di 3 kabupaten tersebut adalah istri dari bupati sebelumnya; dan masih banyak contoh lainnya di berbagai daerah di Indonesia. Disinilah peran perguruan tinggi untuk mencetak kader-kader yang siap menduduki jabatan politik pemerintahan dengan self-qualification yang baik. Sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan kader-kader yang akan dipilih untuk menduduki jabatan politik atau menjadi pemimpin mereka. Bukan lagi

20

terpaku pada pemimpin-pemimpin salon yang dibentuk secara instan oleh media atau terpaksa memilih calon yang disediakan, yang merupakan kerabat atau orang dekat dari pemimpin sebelumnya karena tidak ada pilihan lain. Model Pendidikan Antikorupsi yang Dapat Dikembangkan di Perguruan Tinggi Sebagai Langkah Strategis Untuk Memutus Rantai Dinasti Korupsi Korupsi merupakan satu tindak pidana yang kini tengah menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia. Maraknya kasus korupsi yang terjadi ini dipandang salah satu sebabnya adalah karena gagalnya penerapan pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia selama ini, terlalu menekankan arti penting nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja23, dan meninggalkan kemampuan lainya. Sehingga banyak anak yang cerdas secara intelektual namun pola perilakunya buruk. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus korupsi yang terjadi justru menjerat orang-orang yang tingkat pendidikan dan intelektualisasinya tinggi. Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan nasional dibutuhkan sebagai perwujudan dari cita-cita bangsa. Pendidikan nasional yang ditetapkan di Indonesia adalah pendidikan yang harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD NRI 1945. Dengan banyaknya kasus korupsi yang melanda negeri ini dan melibatkan oknum-oknum yang sebagian besar adalah lulusan perguruan tinggi menimbulkan paradigma bahwa gagalnya perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan. Untuk dapat memutus mata rantai dari semakin berkembangnya praktek korupsi salah satunya adalah dengan menerapkan model pendidikan antikorupsi
23 Ginanjar, Ary, 2003, ESQ : Emotional Spiritual Quotient, Jakarta, Arga Publishing, hlm.14.

21

dalam perguruan tinggi. Dimana model pendidikan antikorupsi ini ditujukan kepada seluruh civitas akademika dalam lingkungan perguruan tinggi. Civitas akademika sebagai pelaku system pendidikan di perguruan tinggi harus bersama-sama menggerakkan pola pendidikan antikorupsi ini untuk mencapai iklim antikorupsi dalam perguruan tinggi. Sehingga dalam lingkungan perguruan tinggi itu sendiri tercipta kebiasaan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi, dibebankan kepada mahasiswa dengan 3 SKS, ini dikarenakan tidak hanya teori saja melainkan pendidikan antikorupsi ini akan di implementasikan kepada masyarakat dengan studi lanjutan dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN). Tujuan di adakannya pendidikan antikorupsi di semua fakultas seluruh perguruan tinggi di Indonesia baik swasta maupun negeri, diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai bentuk korupsi, faktor penyebab korupsi, sanksi tindak pidana korupsi serta, upaya pencegahan tindak pidana korupsi serta pembentukan karakter mahasiswa antikorupsi yang menjadi calon penerus bangsa Indonesia. Materi yang digunakan dalam mengimplemetasikan Pendidikan Antikorupsi mencakup Pengantar Perkuliahan dan Ruang Lingkup Korupsi; Jenis, Perilaku dan Ciri Korupsi; Penyebab dan Motivasi Korupsi; Langkah-langkah Pemberantasan Korupsi; Kontra Korupsi dan Wewenang Penegak Hukum; Peran dan Fungsi KPK dan Ombudsman; Harta Benda Koruptor dan Pengembalian Harta Korupsi; Korupsi di Sektor Publik; serta Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pemberantasan Korupsi. Dengan menerapkan materi-materi diatas dalam mata kuliah Pendidikan Antikorupsi diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai pentingnya dilakukannya upaya pemberantasan korupsi, sehingga dapat menghasilkan pola pikir mahasiswa yang bebas dari korupsi. Pola pikir antikorupsi yang terbentuk dari pemberlakuan matakuliah ini diharapkan dapat mempengaruhi pula perilaku mahasiswa di lingkungan luar kampus sehingga tercipta perilaku antikorupsi didalam maupun dliuar lingkungan kampus. Tujuan perkuliahan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu meningkatkan kesadaran diri sebagai warga negara Republik Indonesia. Bahwa musuh yang harus dilawan dewasa ini bukanlah sepertihalnya para penjajah di

22

masa revolusi, seperti halnya Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang. Melainkan faktor penyebab dari kemiskinan yang melanda republik ini yakni wabah penyakit korupsi yang menggerogoti sikap mental bangsa Indonesia. Dengan adanya kesadaran tersebut diharapkan mahasiswa tidak menjadi agent penerus dari sikap mental korupsi melainkan menjadi agent pembaharu dalam mengantisipasi, mengontrol, melaporkan berbagai tindakan korupsi. Teori yang diperoleh mahasiwa dalam kelas dapat langsung di implementasikan dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa dapat menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat mengenai tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, mahasiswa bisa dengan sosialisasi atau dengan kegiatan-kegiatan yang dapat mencegah tindakan korupsi. Contohnya mahasiswa dapat menerapkan warung kejujuran serta menanamkan sifat kritis kepada masyarakat akan bahaya korupsi dan pentingnya budaya antikorupsi untuk kemajuan bangsa. Selain KKN kuliah magang juga dapat sebagai sarana implementasi mahasiswa untuk membangun budaya anti korupsi di lingkungan mahasiswa magang. Dengan ilmu yang didapat, mahasiswa mengimplementasikannnya dengan disiplin waktu kerja serta dapat menerapkan sifat antikorupsi lainnya di lingkungan kantor tempat magang bekerja. Sasaran dari pendidikan antikorupsi ini adalah seluruh jajaran civitas akademika yang terbagi menjadi 3, yakni : Pertama, mahasiswa yang berperan sebagai agent of change adalah salah satu ujung tombak memualainya suatu gebrakan anti korupsi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membentuk dan menerapkan suatu pola pendidikan anti korupsi yang diterapkan kepada seluruh lapisan mahasiswa. Tujuan penerapan pola pendidikan anti korupsi melalui mahasiswa ini adalah untuk memberikan materi mengenai anti korupsi kepada mahasiswa supaya mahasiswa itu sendiri kelak mampu menjalankan kebiasaan yang bersifat jujur dan meninggalkan kebiasaan untuk melakukan korupsi. Pola pendidikan yang diterpakan untuk mahasiswa adalah dengan menerapkan matakuliah berbasis anti korupsi. Menurut Biyanto (2010), ada beberapa alasan betapa pentingnya pendidikan antikorupsi segera diaplikasikan di sekolah hingga perguruan tinggi. Beberapa urgensi diterapkannya pendidikan antikorupsi, diantaranya adalah :

23

Pertama, dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan pada umunya memiliki seperangkat pengetahuan (knowledge), untuk memberikan pencerahan terhadap berbagai kesalahpahaman dalam usaha pemberantasan korupsi. itu karena sampai sekarang definisi korupsi baru sebatas pada pengertian yang bersifat legal-formal. Sementara, berbagai bentuk praktik korupsi telah tumbuh subur dan menggurat akar di tengah-tengah masyarakat kita. Dalam situasi seperti ini lembaga pendidikan dengan sumber daya yang dimiliki, dapat menjadi referensi untuk mencerahkan problematika praktik korupsi. Kedua, lembaga pendidikan penting dilibatkan dalam pemberantasan korupsi karena memiliki jaringan (networking) yang kuat keseluruh penjuru tanah air. Perlibatan lembaga pendidikan mulai tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi akan menjadikan usaha pemberantasan korupsi dapat menjelma sebagai gerakan yang bersifat massif. Dengan gerakan massif ini diharapkan bahwa pada saatnya bangsa Indonesia dapat keluar dari problem korupsi. Ketiga, jika ditelisik latar belakang sosial satu persatu pelaku tindak korupsi maka dapat dikatakan bahwa mayoritas mereka adalah alumni perguruan tinggi. mereka rata-rata bergelar sarjana. Ini berarti secara sosial mereka tergolong berpendidikan cukup mapan. Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap (afektif), maupun ketrampilan (psikomotorik)24. Sehingga dengan memperbaiki sistem pendidikan yang diberikan dapat menjadi jalan tengah pemberantasan korupsi. upaya pemberantasan korupsi melalui media pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis untuk membangun generasi muda sebagai calon generasi penerus bangsa dalam menanamkan nilai-nilai antikorupasi. Penerapan pendidikan antikorupsi dalam bentuk matakuliah sangat penting untuk diwujudkan, hal ini karena dalam kenyataanya pola perilaku korupsi banyak dilakukan oleh orang-orang yang dahulunya mengemban pendidikan di perguruan tinggi. Matakuliah ini diharapkan akan menjadikan satu langkah preventif yang dapat diwujudkan dalam menggalang sarjana yang terbebas dari korupsi.
24 Agus Wibowo, 2013, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah,op.cit., hlm. 35.

24

Dalam konteks pendidikan antikorupsi, proses pendidikan mestinya bersifat sistematis dan massif. Cara sistematis yang bisa ditempuh adalah dengan melaksanakan pendidikan antikorupsi secara intensif. Pendidikan antikorupsi bisa digunakan untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran dan tidak mudah menyerah demi kebaikan. Pendidikan antikorupsi menjadi sarana sadar untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi. Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi.25 Sehingga terbentuklah satu sikap memerangi korupsi dan mahasiswa dapat juga berperan sebagai promotor pergerakan antikorupsi. Kedua, selain mempersiapkan materi yang matang mengenai pendidikan anti korupsi mencetak dosen pengajar yang kompeten adalah hal yang penting untuk dilakukan. Pasal 1 angka 28 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen untuk mengaplikasikan matakuliah Pendidikan Antikorupsi haruslah mereka yang mendukung gerakan antikorupsi dan juga mengimplemetasikannya dalam pemberian materi belajar mengajar. Selain mampu dan berkompeten dalam memberikan materi menganai mata kuliah antikorupsi dosen juga dianjurkan dapat memberikan motivasi, contoh dan dapat berperan sebagai inspirator oleh mahasiswanya dalam menggalakan antikorupsi. Mempersiapkan dosen yang berkompeten melawan antikorupsi ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan yang cukup kepada dosen untuk memahami materi tentang korupsi dan mendapatkan akses untuk bisa bekerjasama dengan lembaga pemberantasan koruspi yang berwenang guna mendapatkan materi yang sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan. Selain itu dapat pula
25 Sumiarti, 2013, Pendidikan Anti-Korupsi, Jurnal Alternatif Pemikiran Pendidikan

25

dilakukan dengan mengajarkan kepada dosen tersebut metode doctrinal yang dapat digunakan untuk memberikan doktrin kepada mahasiswa mengenai pentingnya menerapkan kebiasaan antikorupsi. Dosen sebagai pendidik diharapkan dapat mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Sehingga dosen bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan, namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter, dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan terhadap kebiasaan perilaku korupsi. Ketiga, birokrat kampus adalah sasaran selanjutnya pengembangan model pendidikan antikorupsi ini. Hal yang mendasari mengikutsertakan birokrat kampus dikarenakan selama ini birokrat kampus merupakan faktor yang cukup dekat dengan perilaku kebiasaan korupsi. Selama ini birokrat kampus selalu berperan dalam menerapkan kebiasaan akademik perguruan tinggi. Sebagai pelaku birokrasi perguruan tinggi, birokrat kampus turut menyumbang suburnya perilaku korupsi di dalam lingkungan perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang menunjukkan sulitnya mengakses informasi dan transparasi mengenai keuangan kampus. Bahkan jika diperhatikan dalam praktiknya, birokrat kampus cenderung sering mempersulit langkah mahasiswa dalam memenuhi haknya. Hal seperti ini hendaknya juga dapat menjadi cerminan bahwa kebiasaan korupsi memang harus diberantas sampai akarnya. Untuk itu birokrat kampus juga harus menerapkan model pendidikan antikorupsi dalam lingkup perguruan tinggi untuk mewujudkan lingkungan perguruan tinggi yang benar-benar bebas dari korupsi. Dengan melakukan transparasi keuangan, transparasi kegiatan serta meninggalkan jam karet yang selama ini sangat melekat erat kepada birokrat kampus dan bukan hanya itu saja namun masih banyak yang harus diperbaiki dan dibiasakan guna menumbuhkembangkan budaya anti korupsi di perguruan tinggi seluruh Indonesia. Transparasi keuangan dalam setiap instansi perguruan tinggi adalah hal selanjutnya yang dapat diterapkan dalam model pendidikan antikorupsi ini. Hal ini dapat dilakukan dengan menuntut adanya transparasi keungan yang dimiliki oleh perguruan tinggi. Dimulai dari rektorat sebagai instansi paling tinggi hingga

26

transparasi oleh fakultas serta jurusan hingga program studi. Transparasnsi keuangan ini dapat dilakukan dengan menguploadnya melalui website masingmasing instansi ataupun dengan menempelkannya pada papan tertentu yang dilakukan secara berkala. Transparansi keungan yang dilakukan ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya penyelewengan dana karena transparasi dari rektorat hingga program studi dapat dipantau oleh jajaran civitas akademika kampus pada umumnya dan masyarakat luas pada khususnya. Pembentukan wajur (warung jujur) di setiap fakultas adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk melatih kejujuran dari setiap lapisan perguruan tinggi baik mahasiswa, dosen maupun birokrat kampus yang ada dalam lingkungan perguruan tinggi. Wajur ini dapat diimplementasikan dengan membangun beberapa titik wajur di tempat-tempat strategis, seperti kantin, taman, maupun dalam Koperasi Mahasiswa (KOPMA). Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berperan sangat penting dalam hal ini, UKM dapat menjadi garda terdepan dalam gerakan anti korupsi. UKM dengan beranggotakan para aktivis muda, dapat melakukan kegiatan seperti yang pertama, mengadakan debat atau penulisan ilmiah yang dapat menjadi sumbangsih kepada pemerintah atas ide-ide kritisnya, yang kedua melalui UKM mahasiswa membentuk atau mengadakan kegiatan seperti seminar umum atau demonstrasi, yang ketiga UKM mengadakan proker pengabdian masyarakat guna merubah pola pikir masyarakat untuk bersikap antikorupsi dan lebih cinta tanah air. Dengan adanya konsistensi seluruh jajaran civitas akademika dalam memerangi kebiasaan korupsi ini diharapkan dapat membentuk lingkungan perguruan tinggi yang bebas dari korupsi sehingga dapat menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang benar-benar berkualitas dan berintegritas tinggi sehingga dapat menjalankan kewajibannya sebagai aparatur-aparatur pemerintahan yang professional, bermoral, dan berintelektual tinggi. Serta memperbaiki citra pendidikan tinggi yang bertugas untuk mencetak sarjanasarjana muda yang terbebas dari budaya laten korupsi. Penyelamatan mutu pendidikan yang dihasilkan oleh penerapan pendidikan anti korupsi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan mahasiswa yang bebas dari korupsi dan perwujudan tenaga pendidik yang bebas

27

dari berbagai praktik korupsi itu sendiri. Pengembangan metode pembelajaran melalui matakuliah pendidikan antikorupsi ini diharapkan dapat disebarkan kepada setiap perguruan tinggi sebagai wadah untuk mencetak para generasi penerus bangsa yang bermoral dan dapat dijadikan acuan dalam pemilihan pemimpin masa depan bangsa.

28

BAB V PENUTUP Kesimpulan Berawal dari kegagaglan badan legislatif dan yudikatif menjalankan fungsinya menjadi payung hukum bagi masyarakat diperlukan upaya pencegahan dan penidakan atas tindak pidana korupsi mestinya tidak hanya bergerak dari aspek legalitas saja. Pendidikan antikorupsi merupakan solusi dan menjadi langkah strategis untuk memutus mata rantai korupsi. Perguruan tinggi merupakan bagian dari masyarakat sipil yang memiliki peran stategis dalam mengupayakan pemberantasan korupsi. Sehingga Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi bisa menjadi sarana transformasi nilai-nilai moral antikorupsi. antikorupsi permissive Pendidikan Dinasti bisa menjadi media brainstorming bagi mahasiswa dari persepsi atau bersikap memaafkan atas suatu perbuatan koruptif.

korupsi timbul akibat dari rekruitmen politik yang buruk. Sehingga perguruan tinggi bertugas untuk mencetak kader-kader politik yang banyak dan kompeten serta memiliki sikap antikorupsi. Sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan kader-kader politik yang akan dipilih untuk menduduki jabatan politik atau menjadi pemimpin mereka. Dengan begitu kehidupan politik di Indonesia menjadi sehat Cara untuk memutus mata rantai dari semakin berkembangnya praktek korupsi salah satunya adalah dengan menerapkan model pendidikan antikorupsi dalam perguruan tinggi. Dimana model pendidikan antikorupsi ini ditujukan kepada seluruh civitas akademika dalam lingkungan perguruan tinggi. Civitas akademika sebagai pelaku system pendidikan di perguruan tinggi harus bersamasama menggerakkan pola pendidikan antikorupsi ini untuk mencapai iklim antikorupsi dalam perguruan tinggi. Sehingga dalam lingkungan perguruan tinggi itu sendiri tercipta kebiasaan antikorupsi. Pemberlakuan model pendidikan antikorupsi ini tidak saja berlaku pada mahasiswa namun bagi seluruh jajaran civitas akademika, yakni mahasiswa, dosen, dan birokrat kampus. Pemberlakuan Pendidikan Antikorupsi terhadap seluruh jajaran civitas akademika diharapkan dapat membentuk iklim antikorupsi yang bertujuan untuk menciptakan

29

lingkungan perguruan tinggi yang bebas dari korupsi sehingga dapat menciptakan pribadi-pribadi antikorupsi. Dengan terciptanya lingkungan perguruan tinggi yang bebas dari korupsi diharapkan dapat mencetak sarjana-sarjana yang berpola pikir antikorupsi dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan kemasyarakata kelak setelah lulus dari perguruan tinggi Saran Berdasarkan pembahasan yang telah di paparkan oleh penulis, penulis memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi untuk mengadakan suatu forum dengan mengumpulkan seluruh rektor baik perguruan tinggi negeri atapun swasta untuk membuat kebijakan yang diwajibkan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menerapakan kurikulum antikorupsi sebagai mata kuliah wajib yang harus di ambil di awal semester. Rekomendasi kedua kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menerapkan budaya antikorupsi seperti yang telah penulis paparkan dalam pembahasan di atas dengan dasar hukum kebijakan yang telah dikeluarkan oleh rektor setiap perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Jurnal Sumiarti, 2013, Pendidikan Anti-Korupsi, Jurnal Alternatif Pemikiran Pendidikan

Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Buku Agus Wibowo, 2013. Pendidikan Antikorupsi di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 31. Andar Nubowo, 2004. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: LP3 Ary Ginanjar, 2003. ESQ : Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga Publishing, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 1999. Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional dan Internasional. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP

Ermansyah Djaja, 2008. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika Offset Evi, Hartanti, 2005. Tindak Pidana Korupsi. Semarang : Sinar Grafika Jeremy Pope, 2003. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Nurdjan IGM, 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Peter Mahmud Marzuki, 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Soetandyo Wignyosoebroto dalam Bambang Sunggono, 2007. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Tim Dikti, 2011. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian Tim Penulis, 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemendikbud

Website http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-konstitusidalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/ http://www.lintasgayo.com/42231/media-internasional-soroti-tertangkapnya-akilmochtar.html http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-konstitusidalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/ http://dhutag.wordpress.com/2010/04/30/dari-gerakan-sosial-ke-gerakan-politik/ diakses pada 09 November 2013 pukul 16:10 WIB www.wikipedia.org diakses pada Senin, 11 November 2013 pukul 22.45

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/23/190310/Ironis -Praktik-Korupsi-di-Kampus diakses pada 08 November 2013 pukul 10:48 WIB

Daftar Riwayat Hidup Peserta Nama Lengkap NIM Tempat dan Tanggal Lahir Alamat : Dewi Ayu Pambudi : E0012107 : Sragen, 21 September 1993 : Pojok RT 02, Dari, Plupuh, Sragen, 57283 Telepon E-mail Fakultas/Jurusan Semester/Angkatan Univesitas Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat 1. Unit Kegiatan : 085647212672 : dewiayupambudi@gmail.com : Fakultas Hukum/Ilmu Hukum : Semester 3/2012 : Universitas Sebelas Maret : (UKM) Sebagai Salah Satu Upaya

Mahasiswa

Pembangunan Hukum Nasional Studi Kasus Fakultas Hukum Uns, (Juara I Lomba Karya Tulis Ilmah Pasca Diklat Kelompok Study Penelitian Principium Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret) 2. LUNCH EXPRESS Solusi Kelaparan di Siang Hari Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surakarta, 12 Oktober 2013 Yang Membuat

Dewi Ayu Pambudi

: Danang Eko Susanto : E0010093 : Sukoharjo, 12 Desember 1992 : Grasak Rt.03/07 Cangkol, Kec. Mojolaban Kab. Sukoharjo Surakarta Telepon : (0271) 610767 / 08995317566 E-mail : danangekosusanto@gmail.com Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Ilmu Hukum Semester/Angkatan : Semester 7/2010 Univesitas : Universitas Sebelas Maret Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat : 1. Optimalisasi Penggunaan Dana Dan Penerapan Zakat Perusahaan Sebagai Salah Satu Corporate Social Responsibility Guna Menciptakan Good Corporate Government Di Indonesia 2. Optimalisasi Asas Pembuktian Terbalik Guna Pemberantasan Kasus Korupsi Di Indonesia 3. Solusi Efektif Penuntasan Kecelakaan Lalu Lintas (Study Terhadap Pengemudi Angkutan Umum) 4. Menggagas Manajemen Penegakan Hukum Progresif Bagi Hakim Untuk Mencapai Keadilan Sosial (Hibah PKM-GT 2010) 5. Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Tentang Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi (Finalis Kompetisi Legislative Drafting Nasional UNDIP 2012) 6. Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas (Finalis Kompetisi Legislative Drafting Nasional UNPAD 2013) 7. Kertas Berbahan Daun Potensi Bisnis Home Industry Go Green (Hibah PKMK 2013 dan lolos PIMNAS XXVI di Mataram NTB) Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Surakarta, 12 Oktober 2013 Yang Membuat

Nama Lengkap NIM Tempat dan tanggal lahir Alamat

Danang Eko Susanto

Nama Lengkap NIM Tempat dan tanggal lahir Alamat

: Mirella Selfi Lumadyo : E0011195 : Kediri, 08 Desember 1992 : Jl. Kediri, 147 Rt.015/Rw.004, Dsn. Seminang Ds.Sumberagung Kec.Wates Kab.Kediri

Nomor Telepon Alamat E-mail Fakultas/Jurusan Semester/Angkatan Univesitas Karya ilmiah yang pernah dibuat

: 085649087450 : mirella.selfi.lumadyo63@gmail.com : Fakultas Hukum/Ilmu Hukum : Semester 7/2010 : Universitas Sebelas Maret :

1. Spiritual and Character Building Sebagai Sarana Motivasi Mahasiswa Mewujudkan Aparatur Hukum Yang Bersih. 2. Meluruskan Paradigma Masyarakat Mengenai Tinjauan Konstitusi Terhadap Gagasan Reaktualisasi Daerah Istimewa Surakarta (DIS). (Juara I KAI Constitutional Law Festival Tahun 2013) Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surakarta, 12 Oktober 2013 Yang Membuat

Mirella Selfi Lumadyo

Anda mungkin juga menyukai