Pembuka 1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain-lain. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi. Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah huruf walaupun yang dimaksud adalah fonem. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi penerapannya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan. Sebagai seorang guru, pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa. 2. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan fonologi? 2. Bagaimanakah membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi?
3. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk menjelaskan pengertian fonologi. 2. Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi. 3. Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia. Pembahasan 1. Pengertian Fonologi Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti bunyi ,dan logi yang berarti ilmu. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistic yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan system bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa. Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian, fonologi adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
2. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik. a) Fonetik Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyibunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu: 1) Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Pembahasannya, antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi dalam bahasa itu, mekanisme arus udara yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu dibuat, mengenai klasifikasi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan, mengenai silabel, dan juga mengenai unsure-unsur atau ciri-ciri supresegmental,seperti tekanan, jeda,durasi,dan nada. 2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan: gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spectrum, tekanan, dan
intensitas bunyi. Juga mengenai skala desibel, resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian fonetik akustik lebih mengarah kepada kajian fisika daripada kajian linguistik, meskipun linguistik memiliki kepentingan didalamnya. 3) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dalam hal ini tentunya pambahasan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga bisa dipahami. Oleh karena itu, kajian fonetik auditoris lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran, termasuk kajian neurologi. Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika yang dilakukan setelah bunyi-bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat di udara. Kajian mengenai frekuensi dan kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang fisika bukan bidang linguistik. Fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran daripada linguistik. Kajian mengenai struktur dan fungsi telinga jelas merupakan bidang kedokteran. b) Fonemik Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian
tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) Bidang linguistik tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem suatu bahasa. (3) Prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u] dan [r], [a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/. Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyibunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang lingusitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik. 1) Fonologi dalam cabang morfologi. Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.
2) Fonologi dalam cabang sintaksis. Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?(kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia. 3) Fonologi dalam cabang semantik Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [tras] akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [did?], [dd?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.
3. Fonem-Fonem Bahasa Indonesia 1. Pengertian Fonem Supriyadi (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Tidak berbeda dengan pendapat tadi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan bunyi terkecil
yang mampu menunjukkan kontras makna. Misalnya /b/ dan /p/ adalah dua fonem yang berbeda karena bara dan para beda maknanya. Contoh lain: mari, lari, dari, tari, sari jika satu unsur diganti dengan unsur lain, maka akan membawa akibat yang besar yakni perubahan makna. Jadi, dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. 2. Perbedaan Fonem dan Huruf Dalam bidang linguistik, huruf sering diistilahkan dengan grafem. Fonem adalah satuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti. Sedangkan huruf (grafem) adalah gambaran dari bunyi (fonem), dengan kata lain, huruf adalah lambang fonem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) bahwa huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa 3. Jenis-Jenis Fonem Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri atas: (a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, , dan o), (b) fonem diftong 3 buah, dan (c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, , s, h, r, l,w, dan z). a. Fonem vokal Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari hal beriku: 1) Posisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan sesuatu bunyi).
2) Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang lidah ketika mengucapkan bunyi. 3) Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara lidah dan lengkung kaki gigi). Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokalvokal digolongkan: Vokal tinggi depan dengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit- langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi /i/. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/. Vokal sedang dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal . Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal /o/. Vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal / / . Vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/. Menurut bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas: Vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/; Vokal tak bundar: /e/, //, dan /i/.
Menurut renggang tidaknya ruang antara lidah dengan langit-langit, vokal dibedakan atas: Vokal sempit: //, /i/, dan /u/; Vokal lapang: /a/, /e/, /o/. Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang. b. Fonem diftong Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan, diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong, sehingga <au> pada suku kata lau tidak dapat dipisahkan menjadi lau seperti pada kata mau. c. Fonem Konsonan Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Kualitasnya ditentukanoleh tiga faktor : Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara). Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit).
Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan. Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria:
1) Berdasarkan
posisi
pita
suara,
bunyi
bahasa
dibedakan
keartikulasi. Dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. (Samsuri, 1994, Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan Depdikbud,1988). Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, //, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/. Tidak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/. 2) Berdasarkan artikulasi, kita mengenal empat macam konsonan, yakni: Konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/. Konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/. Konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/. Konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ 3) Menurut cara pengucapan artikulasi konsonan dapat dibedakan sebagai berikut: Konsonan letupan (eksplosif), apabila aliran udara tertutup rapat, konsonan yang dihasilkan adalah: /p/, /t/, /e/, /k/, /b/, /d/, /j/, /g/.
10
Konsonan nasal (sengau), jika udara keluar sebagian melalui hidung: /n/, /m/, // Konsonan lateral, kalau udara yang keluar melalui bagian kiri dan kanan lidah serta mengenai alur gigi: /l/ Konsonan getar, bila bunyi yang dihasilkan dengan
mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seperti /r/ Konsonan geseran atau spiran, bila udara masih bisa keluar dalam aliran yang demikian sempit, konsonan yang muncul adalah: /f/, /s/, /z/, /x/.
11
PENUTUP A. Simpulan Struktur adalah penyusunan atau penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola. Fonologi merupakan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa. Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yaitu (a) fonetik (b) fonemik. Fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan. Selanjutnya fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Sedangkan yang dimaksud dengan fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil yang dapat membedakan arti. Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi atau fonem yang dihasilkan adalah vokal. Selanjutnya, jika bunyi ujaran ketika udara keluar dari paru-paru mendapat halangan,maka terjadilah bunyi konsonan. B. Saran Sebagai seorang guru pemahaman mengenai struktur fonologi bahasa Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.
12