Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi prognosisnya.1 Pap smear telah dilakukan dengan baik dalam hal mendeteksi prekursor karsinoma sel skuamosa maupun karsinoma sel skuamosa serviks, Tes ini kurang berhasil mengidentifikasi mereka kanker serviks. 2 Peran klasik skrining sitologi serviks adalah mengidentifikasi wanita dengan kelainan serviks dan mengarahkan pemeriksaan diagnostik seperti kolposkopi dan biopsi yang dipandu kolposkopi. Pendekatan konvensional sitologi skrining, kolposkopi dan histologi diagnostik telah menurunkan kanker serviks. Sensitivitas dan spesifisitas kolposkopi mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan metode diagnostik lainnya. Untuk membedakan serviks normal dari diagnosa-diagnosa lain, perkiraan individual sensitivitas kolposkopi cukup tinggi yaitu 87-99%, sedangkan spesifisitasnya rendah yaitu 23-87%. Kolposkopi tampaknya lebih akurat dalam mengidentifikasi kelainan derajat tinggi dibandingkan derajat rendah.3 Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel servik, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks tetapi meliputi vulva dan vagina4 Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan pencahayaan. Pada awalnya 1 dengan risiko tinggi penyakit pre maligna.

Penggunaan tes HPV juga memberikan kontribusi meningkatkan sensitivitas skrining

digunakan untuk mendeteksi kanker serviks invasif dini asimptomatik tetapi sekarang digunakan untuk mendeteksi kelainan pre invasif dengan tujuan mencegah

perkembangan kanker serviks invasif. Pemeriksaan ini diterima untuk mendeteksi dan menangani kelainan serviks. Kolposkopi juga memainkan peran dalam menilai berbagai keadaan/kelainan serviks. 5 Kolposkopi sulit diterapkan secara global karena mahal dan membutuhkan peralatan khusus, pelatihan dan evaluasi patologis Meski demikian, kolposkopi adalah satu-satunya cara yang ada untuk mengevaluasi serviks terhadap penyakit berpotensi premaligna lanjut yang terlewatkan atau hanya tergolong sebagai kanker stadium rendah pada papsmear. Kolposkopi memungkinkan dokter menindaklanjuti pap smear abnormal lebih baik. 2 Pasien akan menghadapi sejumlah hambatan bila direkomendasikan

pemeriksaan kolposkopi, termasuk kurangnya pengalaman ahli kolposkopi, rendahnya pemahaman tujuan pemeriksaan, antisipasi ketidaknyamanan tindakan dan biaya yang dikeluarkan. Wanita yang menjalani pemeriksaan kolposkopi sering mengalami kecemasan yang sama bahkan lebih besar dari pembedahan mayor.5 Pada tahun 2006, Jeronimo dan Schiffman mengkaji ulang literatur tentang kolposkopi. Suatu kajian yang dipicu oleh pertanyaan keakuratan kesan kolposkopi dan lokasi biopsi serta mengusulkan metode untuk memperbaiki teknik ini.6

BAB II KOLPOSKOPI A. Definisi Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks

dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan pencahayaan. Pada awalnya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks invasif dini asimptomatik tetapi sekarang digunakan untuk mendeteksi kelainan pre invasif dengan tujuan mencegah perkembangan kanker serviks invasif.5 B. Alat dan Bahan 1. Alat a) Kolposkopi Prosedur pemeriksaan ini sudah ada sejak tahun 1920, saat kolposkopi masih kecil dan harganya belum begitu mahal. Pada tahun 1930, kolposkopi telah dipakai luas di Eropa. Setelah skrining sitologi serviks diperkenalkan, pemeriksaan koloposkopi menjadi teknik verifikasi sekunder. Kolposkopi sekarang diterima luas sebagai metode yang paling banyak dipelajari untuk deteksi neoplasia serviks dan neoplasia intraepitel.3

Gambar 1. Pemeriksaan kolposkopi (dikutip dari MFMER.com) 3

Kolposkopi optik modern adalah mikroskop binokular yang digabung dengan sumber cahaya dengan lensa objektif. Kolposkopi ini memberikan pembesaran dan iluminasi untuk penilaian jaringan target. Tiap-tiap kolposkopi optikal dilengkapi dengan lensa binokular dan tabung optik dengan seting masing-masing. Kolposkopi memiliki jarak fokus tetap yang ditentukan oleh lensa objektif. Umumnya memiliki jarak fokus 300 mm. Bila jarak fokusnya terlalu pendek, ruangan didepan lensa agak sempit untuk menggerakkan instrumen, bila jarak fokusnya terlalu panjang, maka ahli kolposkopi akan terlalu jauh dari jaringan sasaran. Koloposkop umumnya dilengkapi dengan kemampuan fokus menajamkan atau mengaburkan bayangan. Sepanjang diatur pada fokus tetap, biasanya fokusnya relatif baik.3

b) Forsep biopsi punch Tersedia banyak jenis forsep punch dan masing-masing hanya beda sedikit bentuknya (Tischler, Burke, Kevorkian dan Effendorfer). memiliki gagang dan ujung atau kepala. Forsep biopsi

Gambar 2. Biopsi serviks (dikutip dari MFMER.com)

c) Kuret endoserviks Kuret endoserviks berbentuk batang panjang tahan karat terdiri dari tempat memegang atau ujung dengan sedikit lengkungan tajam. 4

d) Spekulum. Sebaiknya yang tidak memantulkan cahaya. e) Pengait serviks (tenakulum) f) Spekulum endoserviks Kadang-kadang perlu melihat kanalis endoservikalis karena lesinya meluas sampai ke kanalis servikalis. Visualisasi adekuat dapat dicapai dengan menggunakan spekulum endoserviks. g) Retraktor dinding vagina Dinding vagina dapat menghalangi visualisasi serviks selama pemeriksaan kolposkopi. Retraktor ini diperlukan manakala dinding vagina menghalangi.

2. Bahan a) Asam asetat terlarut atau cuka Kolposkopi serviks dikerjakan setelah di oleskan asam asetat 3-5 % atau vinegar. Hasil acetowhiteness dari epitel dapat menunjukkan suatu proses jinak atau neoplastik. Larutan tersebut dipakai dengan kasa, kapas lidi besar atau dengan botol semprot. Untuk mendapatkan reaksi memutih pada epitel tidak bertanduk, asam asetat 3-5 % harus dibiarkan berkontak dengan jaringan hingga reaksi maksimal timbul. Selama pemeriksaan, pemakaian ulangan asam asetat diperlukan untuk mempertahankan efek pemutihan. Dengan menghilangnya efek pemutihan maka gambaran pembuluh darah akan lebih jelas. Larutan ini bisa membuat tidak nyaman, terutama bila pasien menderita infeksi vagina. Reaksi alergi jarang tapi iritasi bisa muncul b) Lugol Larutan iodine dilarutkan dalam aqua seperempat atau setengah untuk mendapatkan larutan lugol. Larutan ini tidak stabil dan harus ditukar setiap 3-6 bulan. Meskipun larutan seperempat kurang iritatif namun sebagian pasien tetap sensitif. Kadang sampai timbul alergi berat. Makanya perlu ditanyakan riwayat alergi terhadap yodium. Larutan ini membuat epitel squamous tidak bertanduk menjadi gelap menunjukkan adanya glikogen didalam sel. Tidak adanya pewarnaan tersebut menunjukkan keadaan tanpa glikogen atau

permukaannya bertanduk (tebal). Pada kondisi metaplasia pewarnaan yang timbul bervariasi, sedangkan epitel kolumnar berwarna kuning mustard. c) Larutan Monsel Larutan monsel (ferric subsulfat) digunakan untuk mendapatkan haemostasis setelah biopsi serviks. Hanya digunakan setelah sampel diambil seluruhnya. Sebelum spekulum dikeluarkan sisanya sebaiknya dibersihkan d) Perak nitrat Batang perak nitrat dapat digunakan untuk tujuan hemostasis. Bahan ini berguna bila langsung diletakkan ditempat biopsi. Iritasi lebih berat dibandingkan larutan monsel. Sama halnya dengan larutan monsel perak nitrat akan mengganggu interpretasi biopsi sehingga hanya digunakan setelah semua biopsi selesai.3

C. Persiapan Edukasi adalah bagian integral dari pemeriksaan/rujukan dan hal ini dimulai saat seorang wanita diberitahu bahwa diperlukan tindakan kolposkopi. Pasien diberi tahu bahwa pap smearnya abnormal meskipun pengetahuannya tentang itu sangat sedikit. Mungkin mereka baru menyadari jika digunakan istilah prekanker dan mungkin menyamakan pap smear abnormal dengan kanker atau perilaku seksual menyimpang; mereka mungkin bingung dengan hasil yang menyatakan bahwa maknanya tidak dapat ditentukan atau mungkin cemas bila pap smear ulangan tidak segera dikerjakan. Komunikasi tentang pap tes abnormal atau hasil kolposkopi yang dikirim lewat surat mungkin membingungkan dan kurang tepat. Sedangkan menggunakan komputer untuk mengajarkan masyarakat tentang kolposkopi mungkin lebih efektif, umumnya wanita lebih memilih mendapatkan informasi lewat tatap muka langsung dengan pemberi layanan kesehatannya. Badan Perpustakaan Kedokteran Amerika menyediakan tutorial interaktif untuk wanita tentang kolposkopi, yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan. Selain itu, informasi lewat videotape akan melengkapi informasi tertulis sehingga dapat mengurangi kecemasan dibandingkan hanya informasi tertulis saja.2 6

Pasien kolposkopi,

akan menghadapi sejumlah termasuk kurangnya

hambatan bila ahli

direkomendasikan rendahnya

pengalaman

kolposkopi,

pemahaman tujuan pemeriksaan, antisipasi ketidaknyamanan tindakan dan biaya yang dikeluarkan. Wanita yang menjalani pemeriksaan kolposkopi sering mengalami kecemasan yang sama bahkan lebih besar dari pembedahan mayor. Indikator kecemasan selama pemeriksaan ginekologis termasuk meletakkan tangannya pada bahu atau kaki, merapatkan kedua tangannnya, menutup atau memejamkan mata, memegang meja pemeriksaan atau menutupi pinggulnya. Bila dokter melihat hal tersebut maka dibutuhkan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan wanita tersebut. Kecemasan bisa timbul sebelum, selama atau sesudah pemeriksaan kolposkopi. Banyak teknik untuk menghilangkan kecemasan tersebut di antaranya mendengarkan musik atau menonton video.7,8 Konseling sebaiknya mencakup alasan dilakukan tindakan ini, apa yang diharapkan dari tindakan ini, kontraindikasi relatif kolposkopi (termasuk pemakaian antikoagulan, servisitis akut, vaginitis berat atau perdarahan hebat) dan komplikasi potensial. Komplikasi yang muncul relatif ringan dan jarang termasuk perdarahan, infeksi dan kesalahan diagnosa. Perdarahan dapat sangat berat dan sulit dikontrol selama hamil, pada wanita dengan servisitis akut dan pada wanita dengan kanker serviks. Namun, kolposkopi relatif aman dikerjakan pada semua wanita. 2 D. Indikasi dan kontraindikasi Ada beberapa kelainan vagina dan serviks yang dapat dinilai dalam pemeriksaan kolposkopi (tabel 1)5 . Kolposkopi merupakan pemeriksaan yang aman dengan sejumlah risiko ringan, antara lain perdarahan berat, infeksi dan nyeri pelvis. Kontrol hemostasis dan nyeri telah menjadi bahasan dalam konteks pengobatan dysplasia. Pada penelitian terhadap 96 wanita sehubungan dengan gejala yang timbul setelah biopsi serviks, 84 diantaranya melaporkan pendarahan ringan dan 11 dengan perdarahan sedang. Perdarahan ini berlangsung selama lebih dari 2 hari pada 66 perempuan. Pada penelitian tersebut semua kolposkopis memakai larutan monsel setelah biopsi untuk mengontrol perdarahan dan para penulis berteori bahwa ini mungkin disebabkan larutan Monsel karena larutan tersebut bersifat iritan.2 7

E. Teknik pemeriksaan3 1. Bahan dan alat diperiksa sebelum pemeriksaan dimulai 2. Dokumentasi yang baik 3. Pasien dalam posisi litotomi dan dipasang duk steril 4. Ahli kolposkopi duduk pada alat kolposkopi, jarak binokular di atur dan kolposkopi dinyalakan 5. Tergantung pada indikasi kolposkopi, vulva dapat dilihat dengan kolposkopi. Asam aseat 3-5 % dapat digunakan untuk mempermudah melihat epitel. Bila terlihat daerah abnormal, maka segera dilakukan biopsi vulva. Beberapa ahli kolposkopi menunda kolposkopi dan biopsi sampai semua pemeriksaan selesai. 6. Dimasukkan spekulum ukuran paling besar 7. Servik harus dapat dilihat sempurna, kadang perlu dilakukan usapan mukus yang menutupi serviks. Bila posisi serviks kurang pas maka dapat diselipkan kasa basah di fornik dengan memakai forsep 8. Diambil sampel untuk pemeriksaan sitologi, bila ada perdarahan cukup ditekan biasanya akan berhenti 9. Serviks disinari dengan cahaya putih dengan perbesaran 4-8 x. dicatat temuan makroskopis

10. Pola pembuluh darah dinilai dengan tabir/saringan berwarna hijau dengan perbesaran rendah dan tinggi. Asam asetat sebaiknya baru digunakan setelah pembuluh darah dilihat 11. Kemudian digunakan asam asetat 3-5 % secara hati-hati sampai semua bagian serviks basah, diikuti asam asetat terlarut untuk menjamin terjadinya reaksi memutih karena asetat (acetowhite reaction) 12. Epitel serviks dinilai dengan perbesaran rendah, sedang dan tinggi. Acetowhite reaction pelan-pelan akan hilang tergantung pada parahnya abnormalitas epitel. Dengan menghilangnya reaksi ini maka gambaran mosaik pembuluh darah akan menjadi lebih jelas karena kontras dengan jaringan sekitarnya. Bila terlihat pembuluh darah maka harus dilihat dengan perbesaran tinggi 13. Epitel normal dan abnormal serta pola pembuluh darah di ingat dengan baik karena akan diperlukan saat mengisi data 14. Bila memungkinkan di ambil sampel endoserviks dengan kuret endoserviks atau dengan cytobrush. Kuret dipegang seperti memegang pensil dan di masukkan kedalam os servikalis dan seluruh kanalis dikuret dengan tarikan definitif. Sampel difiksasi dan ditempatkan dalam botol sampel serta diberi label 15. Dilakukan biopsi yang dipandu kolposkopi. Tempat biopsi dipilih dan sampel di ambil dengan tang biopsi. Perdarahan dirawat 16. Vagina dilihat kembali bersamaan dengan dikeluarkannya spekulum 17. Bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan biopsi vulva 18. Pasien diberi tahu tentang kesan hasil pemeriksaan awal kolposkopi 19. Spesimen diperiksa kelengkapannya, dilakukan dokumentasi serta kolposkopi dibersihkan dan alat-alat yang digunakan disterilkan kembali. F. Dokumentasi Dokumentasi temuan kolposkopi merupakan bagian penting dari prosedur kolposkopi sistematis. Dianjurkan catatan kolposkopi dibuat terpisah dari kartu pasien dan mudah didapat kembali. Form catatan sudah dibuat sebelumnya sehingga semua informasi yang diperlukan sudah tercatat lengkap dan sistematis pada saat pemeriksaan. Informasi demografi, temuan klinis dan anjuran untuk kunjungan berikutnya atau rujukan sebaiknya termasuk dalam catatan itu. Kedalam 9

informasi demografi termasuk nama, alamat, nomer telepon, HPHT, riwayat menstruasi dan kontrasepsi. Klinikus harus mendapatkan keluhan terbaru, termasuk riwayat tes pap smear sebelumnya, riwayat PMS diri dan pasangan. Dalam catatan temuan klinis, lokasi squamokolumnar junction dan orifisium eksternal sebaiknya tertulis pada diagram serviks. Kesan normal atau abnormal dari serviks, vulva dan vagina harus dicantumkan.3

G. Kolposkopi pada remaja, kehamilan dan wanita post menopause 1) Kolposkopi pada remaja Umumnya lesi CIN tingkat1 dan 2 mengalami regresi dan penanganan agresif pada remaja biasanya tidak perlu karena prosedur eksisional meningkatkan risiko timbulnya stenosis serviks dan partus prematurus. Kolposkopi di anggap sebagai bagian dalam mengevaluasi penyakit menular seksual, khususnya kelainan sitologi yang di induksi oleh HPV dan remaja tersebut harus paham dengan prosedur tersebut. Namun aspek hukum tentang perlunya biopsi tergantung pada hukum negara dan apakah biopsi merupakan bagian dari evaluasi dan penanganan dari penyakit menular seksual. Remaja disarankan diperiksa gonorea atau khlamidia pada saat kolposkopi karena mereka merupakan kelompok risiko tinggi.5

2) Kolposkopi selama kehamilan Kolposkopi selama kehamilan dilakukan untuk mengeksklusi adanya kanker invasif. Servik wanita hamil mempunyai tampilan yang berbeda pada pemeriksaan kolposkopi, CIN tampak jelas menonjol, meningkatnya sekresi serviks dapat mengaburkan visualisasi, hiperemia, kelenjar yang prominen dan eversi dari epitel kolumnar. Oleh karena itu kolposkopi harus di kerjakan oleh yang berpengalaman melakukan kolposkopi pada wanita hamil.

Skuamokolumnar junction mungkin sulit diperlihatkan pada awal kehamilan, tapi akan menjadi jelas dengan bertambahnya usia kehamilan. Karena itu bila hasilnya tidak memuaskan sebaiknya diulang 6-12 minggu kemudian atau setelah 20 minggu. Karena peningkatan vaskularisasi serviks pada kehamilan 10

dan cenderung berdarah banyak, biopsi umumnya dihindari kecuali ada kecurigaan klinis displasia tingkat tinggi atau kanker. Namun biopsi dapat dikerjakan pada semua trimester bila ada indikasi. Pengambilan sampel endoserviks tidak dianjurkan karena dapat mencederai janin.5 3) Kolposkopi pada wanita post menopause Kolposkopi pada wanita post menopause dilakukan dengan cara yang sama pada wanita tidak hamil. Pedoman terbaru mengizinkan tes HPV atau sitologi ulangan pada wanita postmenopause dengan temuan sitologi lesi skuamous intraepitel derajat rendah, menyadari risiko rendah patologi serviks pada wanita usia lanjut dengan riwayat skrining negatif kanker serviks. Pada wanita postmenopause, sambungan skuamokolumnar umumnya terletak pada endoserviks, karena itu hasil kolposkopi sering tidak memuaskan.9 H. Dasar Gambaran Kolposkopik Hal terpenting dalam penilaian kolposkopi adalah penilaian zona transformasi. Gambaran kolposkopik dibentuk oleh susunan epitel dan stroma. Dalam hal ini epitel bertindak sebagai filter (penyaring) dan stroma sebagai objek yang berwarna merah. Warna merah pada stroma ini karena berisi pembuluh darah yang kemudian di transmisi melalui epitel yang tidak berwarna dan tampak pada pandangan kolposkopi. Gambaran yang tampak pada kolposkopin tergantung pada tebalnya epitel, densitas optik epitel, struktur pembuluh darah stroma dan variasi patologik serviks. Sambungan Skuamosa Kolumnar (SSK) original pada kehidupan fetal merupakan batas mesothel serviks dan endoderm vagina. Posisi SSK original pada kelahiran ditentukan oleh SSK fetal dan derajat metaplasia epitel kolumnar yang terjadi pada 10 minggu akhir kehamilan. 1. Epitel skuamosa asli Epitel yang terbentuk dari hasil evolusi epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa selama kehidupan fetal (18 20 minggu), berwarna merah muda. Tidak mempunyai lapisan keratin superfisial, mengandung glikogen. Pada pemeriksaan histologi tampak epitel skuamosa berdiferensiasi baik yang dapat menyerap yodium dan memberikan warna coklat kehitaman. 11

2. Epitel kolumnar Epitel yang menghasilkan mukus, mempunyai permukaan yang ireguler dengan papil-papil stroma yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah stroma di bawahnya. Epitel ini tidak menyerap yodium dan sensitif terhadap trauma 3. Zona transformasi Zona transformasi mudah ditentukan dengan kolposkopi yaitu dengan adanya epitel skuamosa dengan muara kelenjar dan kista Nabothi yang berada pada batas luar zona transformasi. Pada zona transformasi ini berkaitan dengan adanya sambungan skuamokolumnar (SSK). SSK adalah batas antara epitel skuamosa dan epitel kolumnar. Secara morfologi ada 2 jenis SSK, yaitu SSK original di mana epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis bertemu dengan epitel kolumnar endoserviks. Pertemuan antara kedua epitel ini berbatas jelas SSK fungsional atau fisiologis dan terletak di antara epitel skuamosa baru pada zona transformasi dan sel kolumnar endoserviks Pada seorang perempuan selama masa reproduksi, epitel kolumnar endoserviks yang mengeluarkan sekret mukus berada pada porsio serviks membentuk ektropion atau serviks ektopi. Kejadian ini dua kali lebih sering pada bibir depan serviks dari pada bibir belakang serviks, tetapi dapat pula mengenai kedua bibir serviks. Mukosa endoserviks tampak berwarna merah terang berbatas tegas berbeda dengan epitel skuamosa yang berwarnaq merah muda dan halus. Serviks ektopi ini sering disebut klinikus sebagai serviks erosio, yaitu istilah yang salah karena tidak ada epitel yang terlepas (true erosio), tetapi merupakan sejumlah vili atau pertumbuhan papiler dengan berbagai ukuran yang menonjol seperti buah anggur pada pemeriksaan kolposkopi. Secara histologi adalah ujung papil dilapisi epitel kolumnar dengan stroma fibrovaskuler berisi sejumlah sel radang kronik.

12

I.

Mekanisme Terbentuknya Zona Transformasi 1. Epitelisasi Ada dua mekanisme pergantian epitel kolumnar oleh epitel skuamosa. Pertama dan paling penting adalah epitelisasi yaitu pertumbuhan langsung dari epitel porsio asli. Secara histologi tampak lidah-lidah epitel skuamosa asli tumbuh di bawah epitel kolumnar. Karena sel skuamosa berkembang dan menjadi matur secara bertahap mendorong sel-sel endoserviks sehingga terlepas. Proses yang sama terjadi pada reepitelisasi true erosio endosrviks yang disebut ascending healer of Meyer. Kemajuan transformasi ektropion endoserviks tergantung kepada faktor-faktor sekitar vagina seperti perubahan pH vagina yang menurun pada pubertas, demikian juga trauma, iritasi kronik atau infeksi serviks. Reepitelisasi cepat juga terjadi pada tindakan-tindakan seperti elektrokauter, terapi krio atau laser. 2. Metaplasia skuamosa Proses fisiologik dimana epitel kolumnar berubah menjadi epitel skuamosa. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rangsangan hormonal, trauma dan perubahan pH vagina. Secara histologi, pada permukaan proses ini sel-sel skuamosa imatur mendorong sel-sel kolumnar. Sel-sel kolumnar berdegenerasi dan berdiferensiasi menjadi epitel skuamosa imatur dan akhirnya menjadi epitel sekuamosa matur. Pada tahap awal metaplasia terjadi akibat adanya sel-sel kubik kecil di bawah epitel kolumnar yang disebut sel cadangan subkolumnar (subcolumnar reverse cell). Sel ini mempunyai inti yang besar, sintesis asam nukleat yang meningkat tanpa maturasi permukaan. Kadang-kadang metaplasia skuamosa imatur diduga sebagai neoplasia intraepitel serviks terutama bila proses ini melibatkan kelenjar di bawahnya. Berbeda dengan sel neoplasia, sel epitel metaplasia skuamosa imatur tidak mempunyai inti yang atipia dan biasanya terdiri dari satu baris sel-sel endoserviks di atas sel-sel skuamosa. Asal sel cadangan subkolumnar masih kontroversi. Beberapa peneliti menduga berasal dari sel kolumnar dan lainnya menduga berasal dari sel skuamosa basalis. Tahap berikutnya adalah pertumbuhan yang cepat dari sel cadangan subkolumnar 13

menjadi berlapis dan disusul dengan diferensiasi menjadi epitel skuamosa imatur dan akhirnya menjadi epitel skuamosa matur. Identifikasi SSK pada zona transformasi sangat penting karena neoplasia skuamosa serviks dimulai dari sambungan ini dan karena perluasan dan batas neoplasia intraepitel serviks berhubungan dengan distribusi zona transformasi. Demikian juga penting untuk diketahui bahwa selama masa anak-anak dan kehamilan zona transformasi berlokasi pada porsio vaginalis (serviks) sehingga dapat dilakukan target biopsi untuk mendiagnosis neoplasia serviks secara histologik. 3. Corak pembuluh darah normal serviks J. Gambaran Kolposkopi Gambaran kolposkopik dibentuk oleh susunan epitel dan stroma. Dalam hal ini epitel bertindak sebagai filter dan stroma sebagai obyek yang berwarna merah. Gambaran yang tampak pada kolposkopi tergantung pada tebalnya epitel, densitas optik, struktur pembuluh darah stroma dan variasi patologi servik.10 1. Gambaran kolposkopi normal Epitel skuamous berwarna merah muda sedangkan epitel kolumner mempunyai permukaan irreguler dengan papil-papil stroma yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah stroma di bawahnya. Zona transformasi ditentukan dengan adanya epitel skuamous dengan muara kelenjar dan kista nabothi yang berada pada batas luar zona transformasi. 2. Corak pembuluh darah normal serviks Serviks dibagi menjadi tiga area berdasarkan epitel yang melapisinya, yaitu: a. Ektoserviks yang dilapisi epitel skuamosa asli Ada dua corak kapiler yang tampak. Pertama adalah kapiler dengan corak retikuler halus yang terletak longitudinal di bawah epitel skuamosa. Kapiler ini lebih jelas pada pemakai KB oral karena hormon tersebut membuat corak vaskuler lebih jelas. Pada usia tua corak vaskuler juga lebih jelas akibat epitel yang menipis. Demikian juga pada infeksi. Corak vaskuler umumnya tampak pada epitel yang licin, sebaliknya tidak tampak pada epitel yang papiler dan tebal. Corak vaskuler ini disebut kapiler berbentuk jala ( network 14

capillaries). Kedua adalah kapiler yang berbentuk jepit rambut (hairpin capillaries). Hanya dapat dilihat pada situasi ideal dan pembesaran kuat. Biasanya hanya bagian atas loop yang terlihat dengan corak punktasi halus. Corak ini lebih jelas pada inflamasi dan memberikan gambaran Staghornlike. b. Endoserviks yang dilapisi epitel kolumnar Endoserviks dilapisi epitel kolumnar dengan stroma di bawahnya membentuk struktur vili atau buah anggur. Di dalam stroma tersebut berjalan kapiler afferent dan efferent yang membentuk lingkaran (loop). Vili dapat bervariasi dan memanjang. Corak pembuluh darah pun mengikuti hal yang sama dan tidak jarang pada ujung vili melebar dan memberi corak punktasi tetapi bukan seperti corak punktasi pada perubahan neoplasia. c. Zona transformasi yang dilapisi epitel metaplastik 3. Gambaran kolposkopi abnormal a. Epitel abnormal b. Pembuluh darah abnormal Sebab Epitel abnormal Peningkatan densitas sel dan inti Abnomal keratin intraseluler Abnomal produksi keratin Pembuluh darah Perubahan epitel kapiler Abnormal Formasi mosaik yaitu pada : - Transformasi metaplasia - Efek proliferasi kapiler HPV - Tranformasi neoplasia berat Perubahan spesifik pada kapiler Epitel, angiogenesis Pembuluh darah atipik Penampakan Epitel acetowhite Lekoplakia

Formasi punktasi dan mosaik

15

Morfologi kolposkopi epitel abnormal atipik pada lesi prakanker serviks tergantung pada sejumlah faktor yaitu : 1) Ketebalan epitel hasil sejumlah sel dan maturasinya 2) Perubahan konfigurasi permukaan dan keratinisasi 3) Variasi pola pembuluh darah Perubahan acetowhite paling penting pada gambaran kolposkopi karena berhubungan dengan perubahan spektrum dari epitel normal (metaplasia skuamosa imatur) sampai dengan kanker. 10 4. Kolposkopi memuaskan dan tidak memuaskan Pemeriksaan kolposkopi yang memuaskan dimana sambungan

skuamokolumner tampak dan seluruh lesi abnormal/atipik terlihat. Pemeriksaan kolposkopi yang tidak memuaskan adalah dimana sambungan skuamokolumnar yang baru tidak dapat ditampakkan akibat proses inflamasi berat atau atropi berat yang mengakibatkan tidak dapat ditampakkan batas atas dari lesi.

K. Sistem penilaian kolposkopi Tujuan dari penilaian kolposkopi sistematis adalah untuk mengarahkan ahli kolposkopi pada lesi paling abnormal untuk di biopsi dengan tujuan menyingkirkan adanya kelainan invasif. Tugas mendapatkan tempat yang paling tepat untuk di biopsi menjadi suatu hal yang menantang bila lesinya sangat kompleks dan menempati bagian besar dari zona transformasi. Ada dua sistem penilaian atau indeks penilaian kolposkopi yang sering digunakan dalam praktek kolposkopi, yaitu : 1) Sistem Rubin dan Barbo Metode penilaian Rubin dan Barbo memasukkan beberapa hal yang menjelaskan temuan serviks abnormal dan normal. Metode ini tidak hanya menilai intensitas perubahan asetowhite pada epitel tetapi juga mengarahkan pada perubahan-perubahan warna seperti merah, kuning dan abu-abu yang mendukung adanya kanker invasif.

16

Pada displasia derajat ringan, mungkin tidak dijumpai perbedaan pola pembuluh darah, hanya ada gambaran mosaic dan punctata. Dengan meningkatnya derajat keparahan penyakit, pembuluh darah menjadi tidak jelas. Adanya neovaskularisasi, perubahan kaliber, bentuk dan susunan menyebabkan pola pembuluh darah atipik menjadi kacau. Batas lesi derajat ringan tidak jelas sedangkan lesi derajat tinggi berbatas tegas dan kadang terpisah dari stromanya. Permukaan epitel mempunyai rentang dari relatif datar atau terdapat mikropapil pada lesi derajat ringan hingga jelas terdapat lesi eksofitik pada penyakit atau lesi invasif.3 2) Indeks kolposkopi Reid Indeks kolposkopi Reid menggunakan empat kriteria kolposkopi (reaksi asetowhite, warna, batas dan pembuluh darah) untuk merumuskan penilaian kolposkopi dan membantu menentukan tempat paling tepat untuk di biopsi yang dipandu dengan kolposkopi. Pemakaian perubahan asetowhite dan pembuluh darah abnormal saja sebagai penunjuk lesi pre invasif dapat mengarah pada penilaian tidak akurat dari keparahan histologik. Karena daerah-daerah yang berubah tidak harus mengalami perubahan histologik yang begitu besar. Lesi derajat ringan luas atau metaplasia skuamous sering ditafsirkan berlebihan sedangkan lesi derajat tinggi yang kecil kadang terlewati. 3

Tabel 2. Indeks kolposkopi Rubin dan Barbo Tingkat


Normal

Warna
Pink Translusen

Pb. Darah
Halus Cabang normal Tidak ada

Batas
Zona tranformasi normal

Permukaan
Datar

Grade 1 HPV/MD CIN 1 LSIL Grade 2 Displ sedang CIN 2 HSIL

Putih

Diffuse Berbulu Flokulasi Geografik

Datar mikropapiler

Putih bersinar Punktasi halus Putih salju Mosaik halus

Memutih abu2 cerah Putih

Tidak ada Punktasi Mosaik

Demarkasi

Datar Sedikit naik

17

Grade 3

Sangat putih

Tidak ada punktasi kasar mosaik kasar Dilatasi Peningkatan jarak interkapiler

Tajam Demarkasi Lurus Batas bagian dalam

Naik

Dis berat/CIS Putih kusam CIN 3 HSIL Putih Oyster

Mikroinvasi Invasi luas

Merah Kuning Abu2 kusam

Atipik Irregular Bizarre

Berbatas tegas peeling Pinggir bergulung

Nodular Ulcerasi Nekrosis Eksofitik

Meskipun diagnosis akhir sangat ditentukan oleh interpretasi histologik, penilaian kolposkopi tetap diperlukan untuk jaminan keakuratan. Batas adalah skore yang didasarkan pada apakah batasnya kurang tegas (berbulu), lurus atau terpisah dari dasarnya. Warna ditentukan oleh derajat perubahan asetowhite yang dijumpai setelah pengolesan asam asetat 3-5 %. Dalam prakteknya, banyak lesi berada dalam kategori menengah berdasarkan perubahan warna ini. Pembuluh darah diberikan skoring menurut bagaimana menonjolnya pembuluh darah itu sendiri, makin berat lesinya makin tidak jelas gambarannya. Pewarnaan yodium dikelompokkan menurut uptake lugol dan mempunyai rentang mulai uptake parsial hingga tidak ada uptake sama sekali. Epitel kolumnar normal dan perubahan ringan pada epitel seperti vaginitis atau atropi tidak diberikan skoring dalam kategori ini. Masing-masing dari ke empat kategori tersebut memberikan skornya. Kalkulasinya kumulatif. Lesi dengan skor 5 atau lebih biasanya merupakan lesi derajat tinggi sedangkan skor 2 atau lebih kecil biasanya menunjukkan lesi derajat ringan. Tabel 3. Indeks kolposkopi Reid3
Tanda Kolposkopi Batas 0 Bentuk kondiloma atau Mikropapiler, epitel putih batas tak tegas, tepi seperti bulu ayam, lesi satelit dan putih yang meluas melewati zona transformasi Indeks 1 Lesi yang teratur dengan batas ha lus dan lurus 2 Tepi yang menggulung keluar,batas dalam di antara daerah yang berbeda epitel penam pakannya

18

Warna Pembuluh darah

Epitel putih yang tak tegas, Warna salju berkilau Pembuluh yang halus pola tak teratur, tiap lesi dengan bentuk kondiloma atau mikropapiler Lesi coklat mahoni, lesi minor yang berwarna kuning mustard 0 2 = HPV atau CIN 1

Corak intermediate (abu-abu berkilau) Tak tampak pem buluh darah

Warna putih tiram yang kusam Punktasi dan mosaik yang jelas kasar

Iodin

Pengambilan warna Iodin tak sempurna (seperti kulit kura2) 3 5 = CIN 1 atau CIN 2

lesi yang tegas berwar na kuning mustard 6 8 = CIN 2 atau CIN

Nilai Kolposkopi

L. Follow up (tindak lanjut) Pasien sebaiknya diingatkan kemungkinan timbulnya perdarahan kira-kira 2 hari bahkan lebih lama. Bila digunakan pasta Monsel, mungkin akan keluar cairan coklat kehitaman selama beberapa hari. Koitus sebaiknya dilarang untuk menghindari perdarahan dari tempat biopsi. Pasien boleh kembali bekerja setelah tindakan. Analgesik NSAID dapat digunakan untuk kontrol nyeri. Kesan awal kolposkopi perlu didiskusikan dengan pasien dan bila sampel biopsi sudah didapat, diberikan petunjuk kepada pasien bagaimana hasil akan disampaikan kepadanya untuk menjamin pasiennya mengerti5

19

BAB III KESIMPULAN

1. Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan pencahayaan 2. Pengetahuan tentang kolposkopi mutlak diperlukan bagi seorang dokter spesialis obstestri ginekologi karena kolposkopi membantu menghindari undertreatment dan overtreatment 3. Persiapan kolposkopi mencakup persiapan alat dan bahan serta persiapan pasien 4. Konseling paska tindakan termasuk memberitahu tentang risiko komplikasi dan perlunya skrining kanker serviks secara teratur

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz F., Andrijono, Saifuddin AB, Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2010. 2. Chase M. Dane, Colposcopy to evaluate abnormal cervical cytology in 2008, American Journal of Obstetrics & Gynecology, 2009: 472-480 3. Apgar S. Barbara, Brotzman L. Gregory, Spitzer Mark, Colposcopy: Principle and practice: An integrated textbook and atlas, 2nd edition, Saunder Elsevier, 2008 4. Andrijono, Sinopsis Kanker Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 5. Frank E. Jennifer, The colposcopic examination, Journal of Midwifery & Womens Health, Volume 53, No. 5, 2008: 447-452 6. Jeronimo J, Schiffman M, Colposcopy at a cross road, Am J Obstet Gynecol 2006;195:349 7. Chan Y, Lee PW, Ng TY et al, the use of music to reduce anxiety for patients undergoing colposcopy: A randomized trial. Gynecol oncol 2003;91:213 8. Samina Tahsen, Psychological distress associated with colposcopy: patients perception, European Journal of Obstetric and Gynecology and Reproductive Biology, Vol. 139, 2008:90-94 9. Penna C et al, Laser CO2 conization in post menopausal age: Risk of cervical stenosis and unsatisfactory follow up. Gynecol Oncol 2005;96:963 10. Sjamsuddin S, Kolposkopi dan neoplasia intraepitel serviks, Perkumpulan Patologi Serviks dan Kolposkopi Indonesia, 2000

21

REFERAT

PERAN KOLPOSKOPI DALAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

Oleh: dr. Bambang Triono Cahyadi

Pembimbing / Moderator

dr. Hermawan Udiyanto, SpOG(K)

22

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2014

REFERAT

PERAN KOLPOSKOPI DALAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

Telah dipresentasikan oleh: dr. Bambang Triono Cahyadi

pada tanggal 20 Agustus 2013

disetujui oleh:

dr. Hermawan Udiyanto, SpOG(K)

23

24

Anda mungkin juga menyukai