Anda di halaman 1dari 80

#28 The Experiment (Eksperimen) Terbit Maret 1999, ghostwriter Amy Gavey

Quote sampul depan : Perubahan merupakan hal yang sangat baik. Sangat baik.

Translated by Nat. 2009

ginger_shive@yahoo.com

Chapter 1
Namaku adalah Aximili-Esgarrouth-Isthill Itu bukan nama manusia. Itu adalah nama Andalite. Bukan berarti manusia yang membaca ini benar-benar tahu Andalite itu apa. Aku adalah satu-satunya Andalite di Bumi. Tidak, itu tidak sepenuhnya benar. Ada satu lagi. Tapi dia bukan Andalite yang sama seperti dirinya yang dulu. Dia sekarang adalah induk semang bagi Yeerk yang menyandang gelar Visser Three. Para Andalite memanggilnya Yang Terbenci. Merupakan tanggung jawabku untuk menghancurkannya suatu hari. Aku hanyalah seorang aristh, seorang kadet. Tapi, seperti yang diketahui oleh semua Andalite yang membaca ini, norma Andalite mengharuskanku untuk membalaskan kematian kakakku. Elfangor adalah seorang prajurit dan pangeran. Visser Three membunuhnya. Sepertinya dulu kupikir Elfangor akan hidup sampai selamanya. Dia tak kenal takut. Penuh kehormatan. Sempurna. Dia penuh dengan kriteria seorang kakak yang harus diteladani karena aku tidak memiliki semua kriteria itu. Tapi kenangan dari kakakku adalah alasan mengapa aku menunggu-nunggu saat dimana aku dapat menghancurkan VIsser Three. Bukan hanya karena masalah tanggung jawab. Aku sangat peduli pada kakakku. Dan aku bukanlah satu-satunya yang ingin menghancurkannya beserta semua Yeerk yang telah menyerang Bumi. Sebelum dia meninggal, Elfangor memberikan kekuatan morf kepada lima anak manusia. Sekaligus alasan mengapa mereka membutuhkan kekuatan tersebut. Sekarang kelima manusia ini adalah satu-satunya kelompok yang menentang serangan Yeerk. Berjuang menghentikan Yeerk memperbudak seantero umat manusia. Berjuang menghentikan mereka merangkak menuju otak manusia dan mengambil alih semua pikiran, tindakan dan memori mereka. Mereka juga satu-satunya manusia yang mengetahui keberadaanku. Mereka orang-orangku sekarang satu-satunya yang kupunya disini, sebegitu jauhnya dari rumah. Aku bersyukur atas kesetiakawanan mereka. Lebih penting lagi, aku juga menghormati mereka. Tapi mungkin hanya Tobias yang dapat kuakui sebagai shorm sejatiku. Shorm adalah sahabat terdalammu, seseorang yang mengetahui apapun yang ada untuk diketahui darimu. Asal katanya dari pisau ekor Andalite, yang sejauh pengetahuanmu mungkin kelihatannya seperti ekor kalajengking. Shorm adalah orang yang bisa kamu percayai untuk menempelkan pisau ekornya di lehermu. Walaupun Tobias tidak mempunyai pisau ekor atau kuku kuda, mata pengintai, dan bulu, seperti Andalite dia hampir merupakan salah satu dari kami. Elfangor adalah ayahnya, dan, seanehanehnya hal ini kalau dipikirkan, aku adalah, dalam kosakata Bumi, paman Tobias.

Tapi kupikir kenyataan bahwa dia hampir seunik aku di planet ini adalah alasan mengapa kami sangat dekat. Memilih menjalani hidup sebagai seekor elang ekor merah telah memisahkannya dari segala sesuatu yang dulu dia kenal. Kami sama-sama unik di planet ini, dan sama-sama sendirian. Ada waktu-waktu di malam hari dimana aku, saat sedang meneliti langit yang gelap untuk mencari bintang kampung halamanku, merenung akan orang-orangku yang sebenarnya, keluargaku. Aku merenung tentang kehidupan yang mungkin jauh sekali berbeda dari yang kuhidupi sekarang, di planet yang jauh ini, jauh dari segala hal yang kukenal. Yang lainnya, Pangeran Jake, Cassie, Rachel, dan Marco, semua punya rumah dan keluarga. Hanya Tobias dan aku yang tidak. Tobias tinggal di padang rumput yang merupakan teritorinya. Dan aku, sampai beberapa waktu yang lalu, tidak punya area terbatas seperti itu untuk dijadikan milik. Tapi aku sekarang sudah membuat hidupku menjadi lebih nyaman. Aku telah membangun semacam scoopku sendiri apa yang kami, Andalite, namakan rumah. Seperti semua scoop yang lain, dia terbuka, dengan area kecil yang ditudungi oleh atap berbentuk kubah. Dan dalam kasusku scoop ini harus benar-benar kecil sehingga aku dapat melipat atapnya dan menghapus segala bukti keberadaan yang tampak. Aku hanya memiliki sedikit barang di scoop-ku. Almanak Dunia yang diberikan teman-temanku. Beberapa foto roti kayu manis lezat. Beberapa pakaian manusia. Dan satu barang lain yang baru kudapat. Satu barang sangat penting yang telah mengubah hidupku. Sebuah televisi.

Chapter 2
Televisi. Atau seperti yang manusia bilang, TV. Oh, ya : TV! Tak pernah kukira benda itu begitu menggoda. Pertamanya kupikir hanya akan berguna secara fungsional. Aku dapat mengamati tingkah laku manusia di layar yang datar dan kotak dan mendengarkan mereka berbicara. Kalau aku dalam morf manusia, aku harus bisa terlihat sangat manusiawi. Tapi benda itu lebih dari berfungsi saja. Itu adalah jendela menuju jiwa manusia. Teknologinya bisa ditertawakan, tentu saja, tapi kalau kamu perhitungkan isi program-programnya yang mencengangkan, benda itu merupakan saingan roti kayu manis sebagai kreasi terbaik umat manusia. Tobias juga suka TV. Dia datang tiap hari untuk menonton acara bersamaku. Judulnya The Young and the Restless 1 Yang Muda dan Gelisah. Sangat mendidik, walaupun aku tetap bingung akan alasan dari begitu banyak kegelisahan. TV membuatku meneliti lebih banyak tingkah laku manusia daripada yang kulihat di mall. Aku masih bertanya-tanya mengapa manusia menempelkan mulut mereka bersama. Dan mengapa mereka kelihatannya menyukainya. Pikiran pertamaku adalah mereka sedang mentransfer makanan. Tapi sepertinya bukan itu alasannya. <Lihat, Tobias! Victor dan Nikki melakukannya lagi!> Aku menunjuk ke layar. <Mereka sering sekali melakukannya.> <Uh-huh.> Mata elangnya terarah ke layar sementara Victor mengeratkan lengannya di sekeliling Nikki. <Itu namanya ciuman, Ax-man. Sama seperti kemarin. Dan kemarinnya lagi. Ciuman. Semua orang melakukanya. Tentu kamu juga butuh bibir.> <Aku tahu namanya. Dan peran bibir sangat jelas. Aku hanya tidak tahu kenapa hal itu dilakukan.> <Ah. Well> Tobias merapikan sayapnya dengan berisik. <Pastinya ada tujuannya. Ngomongngomong Marco sedang jalan kesini.> <Ya, aku tahu,> kataku. <Aku melihatnya dua menit yang lalu, walaupun dia berusaha tidak terlihat.> <Aku dengar dia tiga menit yang lalu, dan melihatnya empat menit yang lalu,>kata Tobias. Tobias itu kompetitif dalam urusan indra. Pendengaran dan penglihatannya lebih baik dariku. Tapi aku dapat melihat ke semua arah secara bersamaan, sesuatu yang tidak dapat ia lakukan. <Bohong,> kataku.

Opera sabun Amerika, pertama tayang tahun 1973, sampai sekarang masih ada 0_o. Ceritanya tentang konflik dalam beberapa keluarga, meliputi cinta, karir, persahabatan, yang begitu-begitulah. Nat

<Nggak,>Tobias membalas. Tak ada yang menandingi kebahagiaan menonton TV di siang hari, huh? kata Marco, menyibakkan semak-semak. <Bohong,> kataku ke Tobias. Marco nyengir ke aku. Kamu kaget, kan? <Yeah, benar Marco,> kata Tobias toleran. Marco tertawa. Dia tahu dia tidak mengejutkan kami. Pernyataan bahwa dia telah berhasil mengendap-endap ke arah kami merupakan humor manusia. Hal tersebut tak dapat dijelaskan, dan para pembaca Andalite cukup menyerah saja dalam mencoba memahami. <Dan ngomong-ngomong, kenapa kamu nggak di sekolah, anak muda?> Hei, aku nggak bisa dikontrol oleh peraturan semena-mena. Aku datang dan pergi sesukaku. Aku bebas. Nggak ada yang bisa menahanku. <Konferensi guru?> kata Tobias. Yeah, mereka memulangkan kami lebih awal. Jadi. Ada berita dari TV? Apa ini. Whoa! Siapa tuh cewek? Dan kenapa dia jalan-jalan pakai handuk? <Well, aku lapar. Aku harus pergi cari tikus. Sampai nanti Ax-man. Dah Marco,> kata Tobias, lalu dia melebarkan sayapnya dan hilang dari pandangan. Nonton opera sabun, huh? kata Marco, mengangguk-angguk. <Sabun?> aku bingung. <Bukan. Acara ini adalah tentang manusia yang muda dan gelisah.> Marco menghela nafas. Terserah apa namanya, itu biasanya busuk. Kupikir sudah waktunya kamu diperkenalkan ke program TV yang lebih baik, Ax. Buffy. Party of Five, mungkin. Cops. South Park. Apapun, apapun yang lebih baik daripada ini. Walaupun cewek itu hot. Ya, dia hot. Makanya dia selalu memakai kulit buatan yang sedikit. Yeah, well, kupikir kamu bisa meninggalkan filosofi sebab-akibatmu di sekitar-sekitar situ saja. Hei, kamu tahu apa yang kamu butuhkan? Panduan TV. Aku kesal. <Aku mengerti caranya mengoperasikan TV. Teknologi manusia itu sangat - > Santai, santai! Marco mengangkat kedua tangannya. Berurusan denganmu harus sangat harfiah, ya. Panduan TV itu buku kecil yang isinya program-program TV apa saja yang sedang mengudara, dan kapan. Ayo, aku bosan. Jalan-jalan, yuk. Pemikiran mendapatkan panduan untuk mengetahui apa saja yang TV bisa tawarkan sangat menarik. Tapi aku harus morf jadi manusia untuk pergi ke kota. <Mungkin kita bisa mendapatkan roti kayu manis juga,> usulku. Kenapa nggak? Mungkin kita bisa ketemu Jake di mall. Dia bisa beli.

Setiap morf merupakan kejutan. Saat terakhir aku morf jadi manusia, bagian-bagian paling manusia dari diriku, kepala dan lengan, berubah terakhir. Kali ini mereka yang pertama. Aku merasakan gigi tumbuh di dalam muka bagian bawahku. Seisi mulut manusia, sebenarnya, terdiri dari rahang yang menggantung, gigi, lidah dan kelenjar penghasil air liur, semuanya terbentuk sebelum bibir muncul. Bibir merupakan sebuah lubang di bagian sepertiga bawah muka manusia. Lubang tersebut digunakan untuk makan dan membentuk bunyi-bunyian mulut. Juga untuk ciuman, meludah, muntah dan bersendawa. Manusia melakukan banyak hal dengan mulut mereka, sebagian besar tidak jelas tujuannya apa. Jari-jariku yang banyak menghilang, lebur kedalam sepuluh jari manusia yang lebih tebal. Mata pengintaiku tertarik kedalam kepalaku, menjadikanku tidak bisa melihat kebelakang tanpa memutar kepala atau seluruh tubuhku. Kaki depanku mengkerut lenyap, membuatku berdiri dengan tidak aman diatas kedua kaki belakangku. Tentu saja, manusia hanya memiliki dua kaki dan sama sekali tak ada ekor. Jadi mereka selalu hidup dengan ancaman jatuh. Buluku yang biru adalah yang terakhir berubah, tergantikan oleh satu gradasi warna kulit manusia. Kulit manusia punya banyak warna, semuanya tidak menarik. Setidaknya tidak menarik untukku. Kalu kamu manusia, kamu harus menemukan sesuatu yang menarik dari jenismu sendiri. Manusia yang muda dan gelisah selalu berada dalam lingkup ketertarikan antar sesama manusia. Setelah aku menjadi manusia seutuhnya merasa aneh, lambat, dan tidak punya senjata alami aku menggunakan kulit buatanku. Manusia menamakannya pakaian. Aku siap, kataku, membuat bunyi-bunyian mulut. Ss-s-s-siap. Si. Ap. Sia-ph. Gimana kalau kamu pakai baju? pinta Marco. Orang yang muda dan gelisah tidak memakai baju. Aku muda. Dan kadang-kadang aku gelisah. Ax? Ya, Marco? Pakai baju. Aku melakukannya. Lalu aku melipat scoopku kebawah sehingga tidak ada, termasuk TV, yang dapat terlihat. Bahkan tidak akan terlihat oleh manusia yang berjalan ke titik tersebut. Aku berjalan bersama Marco keluar dari hutan. Melewati lahan terjauh dari peternakan Cassie ke arah mall. Perjalanan yang panjang. Manusia berjalan sangat lambat, karena mereka hanya punya dua kaki tanpa ekor. Kami melintasi lahan-lahan dan berjalan sepanjang jalanan, sebuah lintasan bagi mobil. Lalu

Well, halo, Marco. Hei, Ax, seseorang memanggil. Marco berhenti dan melihat sekeliling, memutar seluruh kepalanya untuk melihat ke segala arah. Siapa yang bicara? Disini, Marco. Aku memutar kepala manusiaku untuk mengikuti suara tersebut. Sebuah truk dengan tulisan FedEx. Truk itu bicara pada kami.

Chapter 3
Apaan ini, Candid Camera? kata Marco. Bukan. Aku percaya itu adalah hologram, kataku. Itu merupakan penjelasan logisnya. Truk yang merupakan kendaraan beroda besar yang digunakan manusia untuk memindahkan sesuatu yang mereka sebut barang tidak memiliki kemampuan untuk berbicara. Dan di kasus apapun, aku mengenali ciri khas suara tersebut. Marco terlihat jijik. Hologram? Apa itu kamu, Erek? Siapa lagi? Ayo masuk. Kamu tidak diawasi siapapun. Ada wanita di seberang jalan memeperhatikan kami! Dia itu salah satu dari kami, Marco, Kata Erek. Marco dan aku berjalan kedalam salah satu sisi truk. Aku melangkah melewati huruf-huruf biru dan merah untuk melihat Erek King. Dia tidak sedang dalam samaran manusianya sebagai anak laki-laki, karena dia memakai hologramnya untuk membuat truk. Dia tampil dalam wujud aslinya, sebuah android Chee. Chee adalah android super canggih yang dibuat oleh ras Pemalite. Pembuat mereka sudah punah. Hanya hasil karya mereka yang tersisa, menyamar sebagai manusia. Chee diprogram dengan beberapa sifat spesifik. Anti-kekerasan adalah salah satunya. Dan sebenci apapun Erek terhadap Yeerk, sehebat apapun kekuatannya, dia harus membatasi aktivitas antiYeerknya sebatas pekerjaan mata-mata. Dia dan teman-teman Cheenya cukup efektif di bidang tersebut. Truk Federal Express? Tanya Marco. Bukannya ini namanya plagiat? Erek membentuk senyum-metaliknya. Mereka bisa panggil pengacaraku. Dia itu profesor hukumnya Musa. Chee juga bisa hidup sangat, sangat lama. Aku punya berita, kata Erek, sekarang serius. Well, aku juga nggak berpikir kalau kamu bersusah-susah seperti ini hanya untuk mengundang kami makan pizza, gumam Marco. Biarkan dia bicara, Marco, kataku dengan serius, sambil menyentuh lengannya. Jack, salah satu dari yang paling muda dan paling gelisah, sering melakukan hal ini ketika dia mencoba untuk jadi pengertian. Marco dan Erek terbelalak menatapku. Para Yeerk, kata Erek akhirnya. Kami tahu mereka menggunakan beberapa kedok untuk membeli laboratorium uji coba binatang dan tempat pemrosesan daging.

Huh? Tempat pemrosesan daging? ulangku. Giiiing? Mroses dagiiiiiing? Itu tempat dimana manusia membawa binatang sapi, babi, ayam untuk disembelih dan dikemas lalu dijual di supermarket, Erek menjelaskan. Apa kamu mau memberitahuku untuk khawatir dari mana Big Macku nanti datang? Kami tidak yakin. Kami tidak benar-benar tahu apa yang mereka mau lakukan dengan fasilitasfasilitas itu. Tapi kami tahu mereka membelinya pada saat yang bersamaan, jadi kami yakin kedua fasilitas itu saling berhubungan. Kapan mereka mendapatkan fasilitas-fasilitas ini? Tanyaku. Fa-silll-lit-asss. Kata yang bagus untuk bunyi-mulut. Sangat banyak suku kata. Sekitar setahun yang lalu. Erek menggelengkan kepala androidnya. Sayangnya, kami baru tahu tentang hal ini. Para Yeerk sekarang jadi sangat hati-hati dengan proyek mereka. Marco mengehla nafas. Tahu nggak, Erek, ketemu denganmu itu nggak pernah berarti piknik. Kenapa kita harus peduli kalau Yeerk mau membuat burger buat mencari nafkah? Entahlah, aku Erek. Mungkin kamu tidak peduli. Tapi para Yeerk tidak akan sehati-hati ini kalau memang tidak ada yang harus dikhawatirkan. Kamu juga bilang mereka punya laboratorium, kataku cepat. Untuk apa? Entah, juga. Coba kutanya : Gimana kalau kita lupakan saja semua ini dan jangan beri tahu Jake, lalu kita pergi ke mall dan lihat seberapa banyak roti kayu manis yang Ax bisa makan sebelum dia meledak? `Aku sudah pernah melakukan eksperimen tersebut, kataku. Oke, kalau begitu. Kukira kita sekarang pergi beritahu Jake dan yang lainnya, lalu berangkat ke salah satu misi bodoh yang akan berakhir dengan aku menjerit-jerit dan kabur agar bisa tetap hidup. Kedengaran bagus? Kamu tetap bisa makan burger saja, kok, kata Erek ceria. Marco menggelengkan kepalanya. Mereka main-main dengan burger, man. Sekarang sudah jelas : Para Yeerk harus dihancurkan.

Chapter 4
Aku sudah berencana menghabiskan siang dan sore itu menonton TV. Tapi Rachel meyakinkanku hari Selasa tidak ada acara yang bagus. Nggak ada apa-apa kecuali tayangan ulang sinetron, dia bilang. Kamu nggak kelewatan apapun. <Tapi selalu ada Pesan-Pesan Berikut Ini,> kataku. Pesan-Pesan apa? <Acara-acara pendek yang dipertunjukkan diantara acara-acara yang lebih lama. Pesan-Pesan Berikut Ini. Mereka favoritku kadang-kadang. Zestfully clean! Zestfully clean! You're not fully clean unless you're Zestfully clean!2 Sangat banyak informasi dikompres kedalam satu format singkat. Sangat banyak intensitas emosi.> Kamu mulai bikin aku ngeri, Ax. Walaupun begitu, Pangeran Jake sudah memutuskan bahwa kami harus segera bertindak untuk mengetahui apapun, kalau ada, yang mau dilakukan para Yeerk di laboratorium uji coba binatang dan tempat pemrosesan daging. Kami semua sudah berkumpul di gudang jerami Cassie untuk mempersiapkan misi ini. Gudang jerami Cassie dinamakan Klinik Rehabilitasi Satwa Liar. Dia dan ayahnya bekerja untuk mengobati binatang bukan-manusia yang terluka. Binatang bukan-manusia memenuhi seluruh sangkar dan kandang di sekitar kami. Banyak dari antara mereka merupakan binatang yang pernah ku-morf. Waktu kubilang kami semua, yang kumaksud tentu saja Pangeran Jake, pemimpin kami, lakilaki yang lebih tinggi daripada anggota kami yang lain; Rachel, perempuan yang menurut manusia cantik dan dikagumi oleh anggota Animorphs karena keberaniannya; Cassie, yang paling banyak tahu dan yang paling baik hati di grup; dan Tobias, Marco, dan aku. Enam dari kami. Semua dengan kekuatan morf tetapi sangat sedikit untuk melawan invasi Yeerk di Bumi. Situasi yang tidak penuh harapan, tantu saja. Tapi memang sudah seperti itu dari awalnya. Dan kami masih belum mati. Kalau aku sudah mati, tidak akan ada yang menuntutku berkomunikasi. Itu humor. Sepertinya. <Daging? Mereka mau apa dengan daging?> tuntut Tobias dari tempat bertenggernya di kasau.
2

Iklan sabun tahun 1993. Ceritanya ada ayah dan ibu dan anak kecil cewek, anaknya mandi pake sabun Zest, ibunya bilang mereka suka kalau kulit anaknya lembut gara-gara pake sabun itu. Adegan selanjutnya ayahnya handukan pake handuk yang dibelakangnya ada lambang Zest juga. Yang Ax nyanyikan itu kalimat terakhir di jingle iklan Nat

Kamu tanya aku? kata Marco. Kayak aku tahu saja? Erek hanya bilang mereka punya laboratorium dimana mereka melakukan tes dengan binatang dan peralatan kemas daging. Itu saja yang aku tahu. Well, sangat tidak jelas, komentar Rachel. Daging? Tes binatang? Kenapa? Mereka dengan pintar menginfiltrasi McD untuk mempelajari rahasia saus spesial, kata Marco. Mayones, saus tomat dan nafsu makan, Rachel menggerutu. Benar-benar rahasia besar. Meracuni stok makanan? Cassie mengusulkan sambil mendorong obat kedalam kerongkongan seekor angsa. Bunuh banyak orang? <Bukan,> kataku. <Kalau para Yeerk ingin membunuh banyak manusia mereka tinggal menggunakan sinar Dracon dari orbit untuk membakar atmosfer dan menghanguskan seluruh kehidupan di planet ini jadi abu.> Semuanya menoleh untuk menatapku. Well. Pemikiran yang menyenangkan, kata Marco dengan nada suara yang kupercaya merupakan bentuk sarkasme. Kita nggak akan mendapat jawaban kalau kita cuma duduk disini dan menebak-nebak, kata Pangeran Jake. Dia menghela nafas. Rachel? Aku nggak perhatikan apapun di kelasnya Bu Chamber. Kamu nyatet nggak? Yeah. Nanti ku e-mail setelah kita kembali. Tapi catatannya panjang loh. Pangeran Jake menghela nafas lagi. Oke, ayo selesaikan ini cepat-cepat atau aku akan menghabiskan sisa minggu ini membuat tugas tambahan nilai, yang bakal benar-benar jelek. Sebenarnya kita mau ngapain? Tanya Cassie. Kita cuma akan mengamati lab uji coba binatang ini. Lihat ada apa. <Apa itu uji coba binatang?> tanyaku Mereka mengumpulkan binatang dan memberi mereka kuis seperti yang di majalah-majalah, kata Marco. Tahu lah, seperti Seberapa Pemalukah Kamu? dan Apa Dia Benar-Benar si Doi? Aku ragu-ragu sebelum merespons. Mungkin itu hanya humor. <Kukira kamu sedang bercanda. Tapi aku tidak yakin.> Nggak ada yang pernah yakin, kata Rachel sambil tertawa. Lab uji coba binatang itu tempat dimana manusia menggunakan spesies yang mirip kami untuk mengetes efek obat atau apalah, kata Cassie. Mereka harus tahu apa efeknya aman bagi manusia, jadi mereka lihat dulu pada binatang aman atau nggak. <Kedengarannya bijaksana - > kataku memulai. Tapi Cassie belum selesai.

Tempat itu mirip neraka, kata Cassie. Uh-oh. Mulai lagi deh. Marco mengerang. Cepat! Semuanya cari pohon untuk dipeluk. Dengar, aku bukan fanatik, kata Cassie. Aku nggak anti obat AIDS baru atau penyembuh kanker. Tapi ada beberapa lab yang kalau uji coba make-up, mereka melakukannya sebegitu rupa sehingga binatang yang dites jadi buta. Walaupun mereka uji coba untuk hal baik, setidaknya mereka bisa berusaha agar hidup binatang-binatang itu nggak jadi mengerikan. Yeah, kasih mereka TV, kata Marco. Eh, tunggu, kayaknya itu kejam. Mata Cassie berkilat dan dia menggigit bibir bawahnya. Cassie jarang marah. Tapi aku percaya dia sedang marah. Rachel menyadari hal yang sama. Marco? Coba ini : Tutup mulut. Cassie? Aku sayang kamu, tapi ini bukan soal menyelamatkan tikus-tikus laboratorium. Kita punya misi disini. Jadi ayo pergi dan selesaikan saja. Rachel benar, kita bisa berdebat tentang tes binatang lain waktu, kata Pangeran Jake. Ayo lakukan ini. Masuk, keluar dan kembali. <Setelah Pesan-Pesan Berikut Ini.>

Chapter 5
Kami morf menjadi burung pemangsa. Punyaku disebut Northern harrier. Burung pemangsa sangat baik untuk pengamatan karena mereka memiliki penglihatan dan pendengaran yang sangat tajam. Setelah morf, kami terbang ke laboratorium uji coba binatang. Matahari mulai terbenam, menciptakan curahan warna-warna yang liar, paling dominan merah dan emas, biasanya terjadi di saat senja dan matahari terbit. Aku agak takut akan apa yang mungkin kutemukan di tempat itu. Kadang-kadang, kalau dihadapkan pada apa yang disebut ilmu pengetahuan manusia, aku tidak sengaja menyinggung perasaan teman-temanku. Aku sering terdorong untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dibuat manusia. Kami terbang melewati jalan besar yang bernama Broad, diatas taman bernama Willow, dan seterusnya, ke area dimana banyak bangunan dengan jendela transparan diganti oleh lembaranlembaran kayu yang suram. Tidak banyak manusia yang terlihat. Tapi kami melihat banyak sampah. Sampah adalah produk manusia yang penting. Marco terus menggerutu tentang chatting online dengan pemain The X-Files yang harus dia lewatkan. Online adalah metode komunikasi primitif manusia dengan kalimat-kalimat pendek, dan terpotong-potong yang dilakukan bersama berbagai individu tidak dikenal. Manusia memiliki berbagai cara untuk berkomunikasi secara lancar dengan orang-orang yang dikenal, tapi banyak yang memilih cara online. Seperti berbagai teknologi manusia, hal ini tak bisa kupahami. <Yeah, well, aku kehilangan waktu yang berharga untuk memahami persamaan kuadrat,> jawab Cassie. <Apa itu tempatnya?> Tanya Rachel. Dia berada diatasku, sebelah kiri. <Itu sudut kanannya,> kata Tobias. <Seharusnya.> <Nggak kelihatan terlalu seram. Yeah, aku bisa lihat tulisannya. Itu dia,> kata Pangeran Jake. <Tempat parkiran kantor yang tipikal.> Kami terbang ke tepi area besar dimana manusia memarkir mobil mereka. Tidak ada mobil. Itu adalah waktu dimana manusia meninggalkan pekerjaan mereka dan pergi ke rumah untuk mengkonsumsi makanan. Beberapa pohon-pohon kecil tertanam di sekeliling lapangan tersebut jadi kami bertengger diantara cabang-cabangnya.

Sebagian besar bangunan kelihatan kosong. Tapi ada satu bangunan, terpisah dari yang lain, dikelilingi oleh pagar setinggi sepuluh kaki yang terbuat dari helaian metal yang saling berkaitan satu sama lain dengan bagian atas dibatasi oleh kawat spiral yang tajam. Di seberang lapangan parkir terdapat bangunan bata dua lantai, tertutup bayangan dari sinar matahari yang condong rendah. Dibelakangnya, teletak paralel dengan jalan Broad, ada lahan terlantar yang penuh dengan pohon-pohon tua. Jendela-jendela bangunan itu semuanya tertutup dan dilindungi oleh jeruji vertikal. Pintunya berupa besi berat. Penjaga bersenjata duduk didalam sebuah struktur yang terlihat seperti miniatur rumah manusia, tepat dibelakang sebuah gerbang yang diposisikan diantara pagar. <Satpam,> kata Rachel, tertawa mengejek. <Kita bisa masuk dengan morf kecil,> kata Pangeran Jake. <Tapi apa? Bahkan lalat pun tidak bisa melewati pintu besi yang terkunci.> <Dan kamu tahu semua Yeerk didalam akan curiga terhadap semua jenis binatang,> tambah Cassie. <Bahkan yang mereka uji coba sendiri.> <Dan kita tidak tahu > Aku stop untuk beberapa waktu, seperti yang dilakukan Victor Newman. Setiap kali dia melakukan ini, kamera TV men-zoom mukanya. < binatang seperti apa yang diuji coba didalam sini.> Lima burung pemangsa menoleh untuk menatapku. Mereka terbelalak sama seperti Marco dan Erek kemarin. <Ax? Kamu oke?> <Ya, tapi aku harus tetap diam sampai kita pergi ke Pesan-Pesan Berikut Ini.> <Dia sudah nonton opera sabun,> Marco menjelaskan. <Ohhhhhh. Dia sudah mau iklan!> kata Rachel. <Mau apa?> <Iklan. Itu istilahnya. Setelah satu adegan selesai. Kamu lihat kan para aktornya seperti membeku dan melotot dan menunggu yah, pesan-pesan berikut ini? <Itu favoritku,> kataku. <Pesan-Pesan Berikut Ini.> ZAAP! Kami semua tersentak kaget. Kata Tobias, <Kelinci.> Binatang itu mati. Aku dapat melihat nafasnya yang terhenti. <Pagar listrik,> kata Cassie.

<Listrik?> aku tertawa. <Aku sama sekali tidak yakin. Kalau tempat ini dikelola oleh Yeerk, tentu itu adalah medan gaya kejut. Pagar itu hanya tipu muslihat. Medan gayanya sendiri sebenarnya melebar membentuk kubah, melingkupi seluruh bangunan. Sangat boros energi.> <Dia benar,> ujar Tobias. <Coba lihat sekitar kalian. Mayat burung gereja disana. Tikus. Terlalu banyak kecelakaan.> <Hebat,> gumam Rachel. <Berarti satu-satunya cara untuk masuk adalah lewati satpam, tepat di pintu depan. Dan aku nggak tahu bagaimana caranya melakukan itu.> <Lihat!> Kata Cassie. Truk putih besar, mungkin tiga puluh kaki3 manusia panjangnya, lewat diantara pohon-pohon dimana kami bersembunyi dan melambat di gerbang. Aku tidak bisa melihat isinya, walaupun aku yakin pasti ada barang didalamnya. <Aku akan menguping,> Tobias melebarkan sayapnya dan terbang ke satu pohon diluar pagar. Supir truk menurunkan jendelanya dan memperlihatkan sebuah papan persegi dengan kertas diatasnya kepada satpam. Satpam itu memeriksanya dengan cermat sebelum menekan sebuah tombol di dalam bangunan tempat dia duduk. Gerbang terbuka diiringi suara besi berkarat digesek. Truk itu melaju lagi dan menghilang dari pandangan di belakang bangunan. <Ayo susuri pagarnya untuk melihat apa yang dia bawa,> usul Rachel. <Tunggu.> Tobias kembali, mendarat di cabang terdekat dan menatap kami dengan mata elangnya yang tajam. <Truk itu isinya simpanse. Tidak ada jendela diantara tempat pengemudi dan boks belakangnya jadi aku nggak benar-benar bisa lihat, tapi aku dengar supirnya bilang dia membawa enam simps yang sudah dipesan.> <Simps?> Pangeran Jake heran. <Kenapa simpanse?> <Simpanse mungkin digunakan sebagai sampel penelitian perilaku,> kata Cassie. <Kalau soal medis biasanya mereka menggunakan tikus atau monyet rhesus.> <Mungkin simps tersebut akan ditransfer ke tempat pemrosesan daging?> Tanyaku polos. <Oh, geez, semoga nggak,> kata Pangeran Jake. <Kamu nggak akan pernah tahu,> Kata Cassie suram. <Yeah, memang kamu pikir darimana mereka dapat dendeng?> Tanya Marco. <Supirnya bilang sesuatu tentang kembali ke sini sekitar jam empat besok,> tambah Tobias. <Enam simps lagi?> Rachel bertanya-tanya. <Setengah jalan menuju segala hal yang buruk,> kata Cassie dengan penuh pertimbangan. <Tapi hanya itu cara kita masuk. Kita morf jadi simps.>
3

1 kaki = 0,3 meter. Nanti kalau ada pengukuran dalam kaki lagi hitung sendiri ya :P Nat

<Kita bisa serap DNA simps di The Gardens, nggak?> Tanya Pangeran Jake. <Yang kita tahu itu mereka punya simps di truk. Tapi mungkin bukan simpanse dari spesies tertentu. Maksudku, supirnya bukan benar-benar ahli primata, kan? Bisa jadi itu isinya monyet rhesus, monyet howler, simpanse bonobo atau berbagai subspesies yang lain jadi - > <Tunggu, truknya datang.> Rachel mengunci pandangannya ke sana. <Hei! Ada stiker parkir dari universitas. Mungkin datangnya dari situ.> <Oke, jadi mereka turun ke jalan tol, keluar melintasi megamall yang baru, masuk ke jalan Broad, kan? kata Pangeran Jake. Dia diam sesaat, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Lalu, <Kupikir aku punya ide. Siapa tahu berhasil.> <Apakah ide itu amat sangat berbahaya dan hampir seperti usaha bunuh diri?!> Tanya Marco ceria. <Yep. Tentu.>

Chapter 6
Yang lain mengabiskan setengah hari di sekolah manusia mereka. Tobias dan aku menonton TV, lalu mengamati mobil-mobil melaju di jalanan, masuk dan keluar terowongan. Terowongan adalah jalan bawah tanah. Manusia membangunnya untuk melewati sungai, atau untuk melewati jalan dan bangunan yang menghalangi. Merencanakan jauh ke depan bukan merupakan keahlian manusia. Jalanan dihiasi oleh restoran-restoran bernama Wendys, Taco Bell, dan Fuddruckers. Ada juga area dimana mobil-mobil otomatis dipajang untuk dijual. Dan ada juga toko dimana kamu bisa membeli jaket dengan harga murah. Pangeran Jake dan yang lainnya bertemu dengan kami dalam morf bangau, turun dari atas. Mereka hampir tak terlihat dilatarbelakangi awan. Putih dengan putih. Aku sudah berada dalam morf yang sama selama siang itu, demorf sesekali. Tobias berada dalam tubuh elang ekor-merahnya, beristirahat diatas pohon gondul terdekat yang digantungi kawat. Tobias tidak bisa bertengger di kawatnya. Hari itu merupakan hari yang panjang. Pangeran Jake telah merencanakan segala-galanya dengan sangat mendetail. Dan aksiku morf serta demorf terus-menerus di Dumpster4, kotak besar berisi barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi oleh manusia, memang dibutuhkan. <Siap?> Tanya Pangeran Jake ketika dia mendarat didekatku. <Yeah,> kata Tobias.<Kalau kamu mau demorf ada Dumpster menyenangkan yang sudah Ax gunakan.> <Nggak usah, kita oke. Walaupun. Whoa! Ada doritos!> <Lupakan itu. Tempatnya kosong. Ax sudah makan semua isinya. Aku terbang dulu, pantau situasi.> Tobias mengepakkan sayapnya, terbang diatas jalanan, melewati lampu-lampu neon restoran yang terang-benderang, restoran yang menawarkan berbagai olahan lemak dan garam yang enak. Morf bangau sangat efektif karena dia spesies yang umum. Seperti burung yang namanya merpati, bangau bisa pergi ke tempat apapun tanpa dicurigai. Tapi bangau punya kelemahannya sendiri : mereka punya ketertarikan luar biasa terhadap makanan yang sudah dibuang orang. Hampir sama mengganggunya seperti kalau jadi manusia. <Semua lancar?> Tanya Pangeran Jake. <Yeah. Kita sedang menggali liang kubur sendiri kan?> jawab Marco.
4

Sebenarnya artinya itu tong sampah besar. Beberapa orang muat didalamnya. Di Indonesia gw nggak pernah lihat, jadi nggak gw terjemahin. Yang sering noton film Hollywood pasti tahu bentuknya kayak apa. Nat

<Oh, stop merengek, dasar bayi jumbo,> kata Rachel. Kami menunggu di dekat Dumpster sampai kami mendengar bahasa-pikiran yang agak lemah ditembakkan dari atas. <Truknya dalam rute. Sedang lewat jalan Church.> <Berapa waktu yang diperlukan truk itu di dalam terowongan, Ax?> Tanya Pangeran Jake. <Antara empat sampai tujuh menitmu, Pangeran Jake,> kataku. <Kami menghitung waktunya terus-menerus. Dengan status jalanan yang sekarang, kami perkirakan waktu transit melewati terowongan akan lebih dekat ke tujuh menit.> <Ax? Jangan panggil aku pangeran. Semua siap?> <Dia datang!> Kata Cassie. Truk tampak melaju ke arah kami. <Kita pegangan waktu lampu merah,> Pangeran Jake mengingatkan kami. <Semuanya hati-hati, oke? Ini berbahaya. Konsentrasi.> <Apalagi kalau lampunya nggak berubah jadi merah,> kata Cassie. <Ayolah, lampu, jadi merah! Merah!> <Lampunya akan berganti dari hijau ke kuning dalam empat detik, Cassie, dan aku perkirakan lampu lalu-lintas tidak bisa merespons perintah bahasa-pikiran.> Kendaraan melambat ketika lampu di perempatan berubah menjadi kuning. Kuning itu warna hati-hati. Aku tidak tahu kenapa. Truk pengirim barang yang kami lihat kemarin berada dibelakang truk lain yang lebih kecil, warnanya hijau. Aku mendengar bunyi yang menandakan bahwa supirnya sudah mengaktifkan sistem rem yang menyedihkan sekali primitifnya. <Sekarang!> Kata Pangeran Jake. Satu demi satu kami mengepakkan sayap dan naik ke arus udara. Kakiku kutekuk dibawah, sayapku kulebarkan dan aku menanjak setelah udara kencang menerpa. Bahkan di tengah misi berbahaya seperti ini, aku sadar bahwa aku merasa lebih bebas sewaktu terbang daripada waktu berlari di padang yang luas. <Turun, Ax! Sekarang!> Aku mendengar Rachel berteriak. Aku memiringkan badan ke satu sisi untuk mendapat dorongan, dan melihat pertama-tama Pangeran Jake lalu Cassie, membawa sayapnya ke depan untuk memperlambat gerakan. Marco, Rachel dan aku berada tepat dibelakang mereka, ikut melambat setelah kami menuju ke arah truk tersebut. Tobias meluncur dari atas sana, siap untuk mengikuti. Atapnya halus. Aku terpeleset menubruk Rachel setelah lampu lalu-lintas berganti dan truknya mulai menambah kecepatan.

Aku merasakan getaran tidak beraturan dari mesin saat truk itu melaju melewati perempatan. Aku bisa merasakan tekanan udara setelah truknya jadi makin cepat. Tiba-tiba, misi yang seharusnya cukup sederhana mulai terasa bermasalah. <Oke, terowongannya tinggal dua blok lagi,> kata Pangeran Jake, membungkuk untuk mempertahankan keseimbangan. <Mulai demorf.> <Ini gila!> Rachel menjerit kegirangan, menyipitkan mata bangaunya yang mirip kelereng saat debu truk berterbangan ke arah kami. <Aku mulai terpeleset,> kataku. <Aku juga. Makin menyenangkan tiap menit,> Marco mengeluh. Kaki burungku benar-benar tidak berguna untuk bertahan dari angin kencang. Aku menjatuhkan badan, membuka sayap, dan membentuknya sedemikian rupa untuk mengubah aliran udara. Tekanannya berubah menekanku kebawah, tapi aku masih tergelincir ke arah belakang truk. Aku harus morf. Cassie sudah mulai melakukannya, dan berat tambahan membantunya untuk tetap stabil. Aku fokus untuk demorf. Bulu-buluku meleleh menjadi lapisan mirip gelatin yang mulai mengeluarkan bulu-bulu asliku. Mata pengintaiku tumbuh dari atas kepala kecil si burung. Paruhku menyusust dan menghilang sama sekali. Aku tidak tergelincir lagi. Aku melihat ke belakang untuk meyadari tepian truk sudah sangat dekat. Satu mobil kecil berada di belakang truk. Pengemudinya sepertinya sudah menyaksikan seluruh perubahan berantakan dari bulu-bulu, dan kulitku. Mulutnya ternganga lebar dan dia mencondongkan badan untuk menonton. Di saat yang bersamaan ekorku tumbuh ke panjangnya yang sesungguhnya. WHAM! Mobil kecil itu menyerempet pohon abu-abu tak bercabang yang digunakan untuk meninggikan posisi kawat-kawat hitam. Screeee! Cuh-RUNCH! Mobil itu langsung berhenti setelah berbenturan dengan satu mobil yang tak bergerak. Aku memutar mata pengintaiku ke depan lagi. Aku bisa melihat lengkungan gelap terowongan di depan. Cassie sudah benar-benar manusia sekarang. Yang lainnya sudah sebagian besar manusia, dengan sedikit tambahan bulu burung disana-sini. Tobias juga hampir manusia, walaupun untuknya itu bukan tubuh aslinya. Tiba-tiba kami berada di dalam terowongan. Kegelapan melingkupiku. Langit-langit kuning hanya beberapa inci diatasku! Aku tidak tahu atapnya begitu dekat. Tidak ada tempat! Kalau aku mengangkat tangan, tanganku akan terseret menggesek langit-langit yang menghitam karena debu itu.

Dan kalau aku mengangkat kepalaku? Woosh! Woosh! Woosh! Woosh! Langit-langit berdesir ketika kami lewat dibawahnya. Aku melawan klaustrofobia yang sudah turun temurun di darah setiap generasi Andalite. Ada cukup ruangan, aku memberitahu diriku sendiri. Ada cukup udara. Dan aku tetap tidak merasa ada cukup udara atau tempat. Aku bisa merasakan berat berton-ton tanah diatasku. Kami berada dibawah tanah. Nanti kami bisa sampai ke bawah permukaan air! Aku berbaring diam disana, kaki-kakiku tertekuk dibawah badanku, ekor mendatar, bagian atas tubuh kutekan kebawah, dan aku menatap lampu-lampu yang bersinar diatasku. Dan bisingnya! Kepalaku berputar-putar dari kumpulan suara yang bergema dari mesin, dan rem, dan radio, dan klakson. Aku berbaring diam dan berkonsentrasi untuk bernafas. Ada banyak udara. Banyak ruangan. Banyak. Tapi aku tidak bisa berbaring saja. Kami harus masuk ke dalam truk. Aku harus bergerak. Oke, waktunya membuat rantai manusia! Cassie berteriak mengatasi bunyi-bunyian yang ada. Hanya itulah satu-satunya cara yang bisa kami pikirkan untuk masuk kedalam bagian belakang truk : dengan cara mengaitkan tangan dan tangan, lutut ke lutut. Itu adalah cara, yang hanya manusia, dengan tangan mereka yang lebih kuat dan tubuh mereka yang lurus, bisa lakukan. Pegang kakiku dan trurunkan aku agar aku bisa membuka pintunya! Teriak Cassie. Aku akan pergi duluan, kata Pangeran Jake. Nggak bisa begitu, Jake. Beratmu dua kali beratku, kata Cassie. Jangan ganggu aku kalau aku lagi mencoba berani. Cassie merayap ke pinggir belakang atap sementara Pangeran Jake dan Tobias memegangi pergelangan kakinya. Marco memegangi pinggang Pangeran Jake, dan Rachel memegangi pinggang Marco. Berada disamping rantai manusia ini, aku membawa keempat kaki kudaku diatas atap yang licin dan memegang pergelangan kaki Pangeran Jake. Kami tidak benar-benar berpegangan pada apapun. Kami hanya bisa berharap tubuh kami, yang kami baringkan, bisa membuat gesekan yang cukup untuk mengatasi desakan angin. Kebawah lagi! Teriak Cassie. Aku nggak sampai! Dengan hati-hati, rantai manusia-Andalite yang kami buat merangkak ke depan sampai bagian yang terlihat dari tubuh Cassie hanya kakinya saja. Aku sampai! Teriaknya. Lalu, Nggak dikunci! Nggak di kucing?

Nggak dikunci! Katanya lebih keras, lalu terdengar suara berdesir saat pintu truknya naik ke langit-langit. Kami menarik Cassie kembali ke atas. Cassie membalik badannya. Masih dalam posisi tertelengkup, dia mengayunkan kakinya kedalam bagian belakang truk dan berpegangan ke pinggiran atap sementara kami memegangi pergelangan tangannya. Astaga! Cassie mengerang. Apa? Tuntut Pangeran Jake. Cuma, astaga! Kata Cassie. Dari dalam truk terdengar jeritan-jeritan kencang. EYAH! EYAH! EYAH! Hoo hoo hoo! Aku tidak tahu persis artinya apa, tapi kukira bunyi-bunyian itu dikeluarkan oleh simpanse yang ada didalamnya. Mungkin mereka kaget. Karena aku iya. Cassie berayun ke depan dan belakang. Dan satu mobil lain melaju mendekati kami. Terowongan itu gelap, tapi cukup terang bagi manusia di dalam mobil untuk melihat dengan jelas usaha kami untuk masuk ke dalam truk. Mobil itu juga cukup dekat sehingga kalau Cassie terpeleset, mobil itu akan menabraknya dan langsung membunuhnya. Oke, lepaskan pegangan kalian! Teriak Cassie. Kami melepaskan pegangan kami. Aaaaaah! Thump! Owww! Aku nggap apa-apa. Tapi, owwww! Cassie sudah berada di dalam truk. Marco menyusulnya. Lebih mudah kalau ada satu orang didalam untuk membantu. Pengemudi mobil di belakang tidak bisa melihatku, tapi dia pasti bisa melihat yang lainnya ketika mereka semua berayun kedalam truk. Dia tersenyum, membuat semacam gerakan meninju udara dengan kepalan tangannya dan berteriak-teriak. Aku percaya yang dia teriakkan itu adalah, Waaaaahhhhh-hoooh! Hoo! Hoo! Hoo! Aku tidak tahu persis artinya apa. Tapi kukira bunyi-bunyian itu pertanda persetujuan. Dia tidak mungkin tahu misi kami sebenarnya apa, tentu saja, jadi kusimpulkan dia setuju atas tindakan kami menyusup kedalam truk. Atau dia hanya suka menonton pertunjukkan akrobatik. Pengemudi itu melewati kami. Dan sekarang sampailah giliranku. Hanya, ada satu masalah : Aku tidak mungkin menopang seluruh badanku dengan lengan dan jari-jariku. Aku harus morf jadi manusia. Dan ujung terowongan sudah terlihat di depan.

Kami sudah menggunakan lebih banyak waktu dari yang seharusnya. Aku tinggal memiliki dua menit.

Chapter 7
Aku morf menjadi manusia. Dengan cepat. Di morf manusia aku hanya mempunyai dua mata. Jadi lebih mudah untuk mengacuhkan cahaya yang berkelebatan dari langit-langit. Setelah aku memiliki tangan manusia aku membawa bagian bawah tubuhku ke pinggiran truk. Tapi ada yang salah! Terlalu berat! Aku tidak bisa berpegangan! Beberapa pasang tangan memegangiku, tergelincir, memegang lagi. Ax! Morfmu belum selesai! Setengah bagian bawah badanku masih Andalite. Terlalu besar! Terlalu berat! Aku merasakan tanganku melemah. Jari-jariku tercungkil satu persatu. Aku akan jatuh ke jalanan. Manusia akan melindas tubuhku dengan mobil mereka. Mungkin truk-truk mereka yang berisi barang juga. Aku tidak lagi memperhatikan langit-langit di atas kepalaku. Aku lebih tertarik pada jalanan di bawah. Pegang ekornya! Aku pegang satu kaki! Dia sedang morf kaki! Ax, aku EYAH! EYAH! EYAH! Ooog! Ooog! Pegang dia, pegang dia, dia mulai menggelincir! Dia masih morf! Hoo hoo hoo hoo hah ah HAH HAH HAH HAH! Tolong usahakan segala cara untuk tidak menjatuhkanku! Aku memelas. Oke, aku sekarang pegang kaki manusia disini, kata Rachel. Sesaat kemudian, aku diayun masuk kedalam truk. Terpaan angin langsung lenyap. Truk itu keluar dari terowongan. Aku mulai tertawa. Kamu nggak apa-apa, Ax-man? Tanya Tobias. Aku baik- baik saja. Sangat, sangat baik-baik saja. Ba-ik. Tak ada yang lucu dari menyerempet maut, tapi pasti ada rasa bahagia. Dan lega. Tolong usahakan segala cara untuk tidak menjatuhkanku. Marco mengulang permohonanku, dan sekarang semuanya tertawa.

Rachel menurunkan pintunya. Tidak ada banyak cahaya, tapi cukup untuk melihat. Dan kesunyian yang ada terasa sangat menyenangkan. Aku melihat ke sekeliling. Di setiap sisinya, kandang-kandang dengan lebar delapan kaki dan tinggi empat kaki berisikan makhluk berbulu coklat kehitaman dengan muka mulus yang mirip sekali manusia. Dua dari makhluk tersebut membungkuk ke depan, menggenggam erat jeruji kandang mereka dan memekik-mekik. Yang lainnya merepet ke dinding belakang kandang, kelihatan ketakutan sambil menghentak-hentakkan kaki mereka. Nggak ada pisang, Marco membuka tangannya dengan kesan minta maaf. Salah satu dari simpanse itu meludah kearahnya. Kita harus menyerap DNAnya sekarang. Pegang kakinya kalau kamu bisa, usul Pangeran Jake. Coba saja pegang kakinya, kata Marco. Aku sudah pernah jadi gorilla. Aku tahu apa yang kakek buyut kami disini bisa lakukan kalau mereka ngambek. Ini. Cassie membuka wadah plastik keras dari lantai. Ini akan membantu. Aku mulai demorf jadi Andalite saat Cassie dengan waspada menawari salah satu simpanse dengan segenggam butiran abu-abu coklat. Simpanse itu berhenti, wajahnya kelihatan seperti menyindir. Tiba-tiba truk tersentak. Cassie terlonjak ke depan dan simpanse itu langsung mundur. Nggak apa-apa, dia menggumam. Ini buatmu. Simpanse itu menatapnya dengan serius. Seakan-akan memperhitungkan apakah makanan itu merupakan trik atau bukan. Satu jari besar keluar dari jeruji kandang dan menunjuk makanan di telapak tangan Cassie. Kulit binatang itu kelihatan seperti kulit yang terbakar matahari. Aku mendengar Rachel menahan napas. Marco mundur satu inci. Disebelahnya, Tobias demorf kembali jadi elang, mengamati simpanse itu dengan penuh perhatian. Nggak apa-apa, Cassie mengulang perkataannya. Dia nggak bakal menyakiti aku. Ini, ini. Dia melangkah maju perlahan. Rachel? Siap-siap, siapa tahu kita butuh tenaga, kata Pangeran Jake waspada. Nggak perlu, kata Cassie. Dia cuma anak kecil. Dia akan baik-baik saja. Iya, kan? Nggak perlu marah. Nggak perlu. Simpanse itu berhenti lagi, mempertimbangkan, mengatupkan bibirnya dan menggeram. Tanpa peringatan dia menggenggam pergelangan tangan Cassie. Tapi Cassie tidak gampang dibuat kaget oleh binatang bukan-manusia. Tangannya yang lain langsung menangkap tangan simpanse yang besar itu. Cassie berkonsentrasi, dan efek trance proses penyerapan DNA membuat binatang itu tenang. Tapi Cassie sendiri tidak kelihatan tenang. Dia sepertinya gelisah. Aku tidak tahu kenapa. Aku hanya menyadari dalam beberapa detik dia sepertinya berdebat dengan dirinya sendiri.

Tapi lalu dia berkonsentrasi lagi dan kelopak mata simpanse itu langsung tertutup. Otot-ototnya mengendur. Makanan di tangannya tumpah ke lantai saat tubuhnya jatuh ke jeruji kandang. Kami yang tersisa menyerap DNAnya selagi sempat. Simpanse adalah spesies yang berhubungan dekat dengan manusia tetapi sedikit lebih menarik, dan mereka memiliki metode berpindah tempat yang lebih superior, mereka bisa menggunakan dua kaki atau dua kaki dan tangan mereka. Oke, tiktok. Kita seharusnya sudah dekat. Kunci? Tanya Rachel. Ini dia, kata Marco, mengambil serenteng kunci dari gantungan di dinding. Ayo berharap para simps ini nggak menyerang sebagai tanda salam perpisahan. Dia tersenyum pada salah satu simpanse yang sebentar lagi akan dibebaskan. Aku suka kalian semua di film-film lama Tarzan. Ini nggak benar, kata Cassie. Kita seharusnya nggak melepaskan mereka begitu saja di lingkungan yang asing. Kita seharusnya ya, sudahlah. Ah, aku baru mau bertanya pidatomu mau jalan berapa lama, kata Marco dengan cengiran mengejek. <Cassie, sehari berlarian di jalanan pasti lebih baik daripada apapun yang Yeerk sudah persiapkan bagi mereka,> kata Tobias. Pangeran Jake mencondongkan badan ke depan kandang yang pertama, siap membuka pintu. Nah, ini dia, dia menghela nafas, lalu memasukkan kunci di lubangnya. Kebebasan. Setidaknya sampai seseorang menangkapmu. Aku merasakan truk itu berhenti. Sekarang, kata Pangeran Jake. Ax? Jangan sampai terlihat. Mungkin ada beberapa mobil dibelakang kami. Cassie dan Marco mengangkat pintu truk keatas. Dan simpanse yang kami morf, dihadapkan kepada kebebasan, memutuskan untuk buang air kecil.

Chapter 8
Keluar dong! Teriak Marco. Sebuah truk melambat dibelakang kami. Mobil-mobil disebelahnya. Dua anak kecil di salah satu mobil menunjuk-nunjuk ke arah kami sambil berlompatan di tempat duduk mereka. Cassie, usir mereka! Pinta Marco. Cassie meraup makanan di kedua tangannya dan melemparkannya ke arah truk di belakang kami. Simpanse-simpanse itu hanya melihat saja. Pengemudi truk itu menjulurkan badannya keluar jendela dan mengatakan kata-kata yang teman-temanku bilang tidak sopan. <Biar kubereskan,> kata Tobias. Dia mengepakkan sayapnya gila-gilaan dan meluncur ke arah simpanse yang paling besar. Tseeeer! Pekiknya. Simpanse itu melompat pergi. Yang lain mengikuti jejaknya. Dan sekarang pengemudi truk di belakang kami mulai mengeluarkan kata-kata yang lebih dari tidak sopan. <Kupikir bisa berhasil,> kata Tobias puas diri. Degan satu sentakan yang hampir membuatku terlempar, truk kami bergerak lagi. Pangeran Jake menurunkan pintunya, tetapi sebelum itu aku melihat salah satu simps memanjat jendela truk sementara supirnya keluar dari pintu yang berlawanan secepat mungkin. Simps yang lain meloncat-loncat di atas atap mobil kedua anak kecil tadi. Anak-anak itu menjerit-jerit kegirangan. Ibu mereka juga menjerit, tapi mungkin bukan jeritan bahagia. Oke, masuk ke kandang dan morf, kata Pangeran Jake. Ax? Waktu? <Kuperkirakan kita akan sampai di laboratorium dalam tiga menitmu.> Ax, jangan buat aku memberitahumu lagi : itu juga menit kita, kata Marco. Menit semua orang. Cuma menit-menit yang biasa dan oh jijiiik, Marco mengerutkan hidungnya sat dia memanjat masuk ke salah satu kandang terdekat. Seseorang panggil manajernya, dong. Kandangnya kotor. Kalian duluan, kata Cassie. Aku akan mengunci kalian didalam. Logis. Cassie adalah morpher paling cepat. Dan seseorang harus mengunci kandangnya dari luar. Aku menutup mata utamaku, mencoba berkonsentrasi walaupun truknya bergoyang-goyang dan ada fakta bahwa kami sangat kekurangan waktu. Lalu perubahannya mulai terjadi. Kaki depanku meleleh kedalam tubuh bagian atasku sementara kaki belakangku membengkak menjadi kaki-kaki kuat simpanse. Kuku kudaku terpisah menjadi kaki dengan lima jari. Lengan Andaliteku berubah berotot. Tanganku meledak menjadi daging dengan kulit dan jari-jari tebal.

Aku merasakan dua detakan yang melemah saat kedua jantungku berhenti bedetak, diserap kedalam jantung simpanse yang berdentum kencang. Didalam tubuhku tulang bergerak, darah terpompa, dan sejumlah organ serta sistem tubuh diubah dari Andalite ke primata. Mata pengintaiku sudah tergulung masuk, menghilang diatas kepala simpanse. Dibawah hidung datar yang hampir mirip dengan hidungku sendiri, mulut simpanse muncul. Besar dan mudah digerakkan dan penuh dengan gigi. Aku memutar kepalaku untuk memandang yang lain di tengah cahaya redup berbarengan saat bulu-bulu cokelat yang kaku muncul melapisi sebagian besar tubuhku. Urrgghh, aku menggeram lewat mulut simps itu, menggenggam jeruji kandang. Aku mencoba bicara lagi. <Menarik,> kataku. <Walau tubuh ini hampir identik dengan manusia, mereka tidak mampu melafalkan satu kata pun.> <Yeah, makanya kamu nggak akan pernah melihat simpanse maju jadi calon presiden. Mereka cukup pintar. Mereka hanya nggak bisa pidato.> Marco, tentu saja. Humor, hampir pasti. Walaupun sempat terlintas di pikiranku untuk mengecek apakah simpanse diberikan kartu tanda penduduk. Aku mengedipkan mata primataku dan meregangkan jari-jariku yang besar dan kuat. Aku merasa seperti manusia. Seperti manusia setinggi empat kaki, hampir berbobot dua ratus pound5, dan super berotot. Dan otak mereka? Tidak terlalu manusiawi, tetapi mirip. Benang-benang keingintahuan, pengertian dan emosi disulam menjadi sebuah peta yang kompleks. Sama sekali tidak seperti insting lapar hiu, atau aliran membabi-buta masukan sensor indra yang menjadi ciri khas kelelawar, contohnya. Punya perasaan? Sadar akan keberadaan? Mampu membentuk pemikiran abstrak di kepalanya? Mustahil untuk benar-benar yakin. Dalam morf kami mendapatkan insting, tetapi insting menjadi tidak begitu penting setelah kemampuan intelektual diasah. Pikiran ini memiliki sedikit sekali dorongan insting. Dan aku merasakan kemampuan intelektual yang besar. Simpanse mungkin bisa mengerti jika kandang itu dikunci, dia tidak akan bisa keluar. Simpanse mungkin bisa mengerti kalau menggaruk kepalanya berulang-ulang tidak akan membuka pintu tetapi bisa membuat dia merasa lebih baik. Bagian Andalite dari diriku merasa agak jengah. Aku tahu kalau simpanse sangat dekat dengan manusia dalam skala evolusi. Baru nanti aku mengetahui kalau sembilan puluh tujuh persen dari DNA simpanse itu persis sama dengan DNA manusia. Terlalu mirip manusia? Hampir memiliki perasaan?

1 pound = sekitar setengah kilo. Tepatnya 0,45 kilo. Nat

Kami memiliki sebuah aturan kami, Animorphs, harus kubilang bahwa kami tidak boleh morf jadi manusia atau makhluk berperasaan lain tanpa persetujuan mereka. Apakah kami sudah melanggar aturan kami sendiri? Cassie dengan cekatan mengelilingi setiap kandang untuk mengunci pintu-pintunya. Lalu dia membungkuk di kandang yang paling dekat dengan gantungan kunci dimana Marco menemukan kuncinya. Dia mengunci kandangnya sendiri, dan melempar kuncinya ke lantai dibawah gantungan. Kuharap supirnya pikir kunci-kunci itu jatuh ketika truknya tersentak tadi, katanya. Cassie morf dengan kecepatan yang luar biasa. Aku memutuskan untuk menanyakan soal simpanse kepadanya. Cassie biasanya merupakan orang yang paliing bersedia mendiskusikan masalah filosofis yang lebih dalam. <Cassie, aku agak khawatir soal morf ini,> kataku. <Apakah makhluk ini punya perasaan? Apa kita sudah bertindak tidak semestinya?> Dia tidak menjawab. Seakan dia tidak mendengarku. Lalu dia menolehkan mata simpansenya yang gelap ke arahku. <Bisakah makhluk ini memberikan izin? Apa dia mampu?> Balasnya dengan pertanyaan retoris. <Tidak. Aku bahkan tidak yakin apakah dia bisa mengerti pertanyaan kita,> jawabku. <Tapi kamu belum menjawab pertanyaanku, Cassie. Apakah makhluk ini punya perasaan?> Cassie tidak mengatakan apapun dan Marco tertawa dalam bahasa-pikiran. <Kamu nggak ngerti, Ax. Begini, Cassie sedang menjalankan misi pribadinya sendiri. Dia mau menyelamatkan simps-simps ini. Jadi nilai moralnya yang biasa dia pegang nggak dia perhitungkan.> Kata-kata Marco sebenarnya kejam. Tapi Cassie tidak merespons. <Krik krik,> kata Marco sinis. <Pecinta binatang. Tipikal. Mereka lebih peduli pada binatang daripada manusia. Kalau kita melakukan ini dengan alasan lain, Cassie bisa menceramahi kita soal nggak boleh menggunakan makhluk berperasaan. Tapi dia pikir dia bisa menyelamatkan beberapa simpanse, jadi hei, kalau demi binatang sih - > <Sudahlah Marco,> Pangeran Jake menyela. Cassie tidak mengatakan apapun untuk membela diri. Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan. Aku hanya bisa berasumsi bahwa manusia tidak percaya simpanse itu memiliki perasaan. Sudah pasti kalau mereka percaya, simpanse-simpanse itu tidak akan dikurung dan digunakan sebagai objek eksperimen. Ya, alasan tersebut logis, kataku menenangkan diri sendiri. Masalahnya, manusia kadang-kadang tidak logis.

Chapter 9
Truk kami melambat dan akhirnya berhenti. Ketika pintu truk terbuka diiringi deritan engselnya yang berkarat, cahaya sore yang masih terang membanjiri seisi truk. Aku berjengit dan merepet ke dinding kandang yang paling dalam. Oke, monyet-monyet, bersiap-siaplah, seorang manusia bertubuh besar menggerutu saat dia menarik dirinya sendiri kedalam truk. Aku melirik kebelakang bahunya. Satu manusia yang lain menaruh sebuah papan yang menghubungkan truk ke pintu yang terbuka. Bagian bawah pintu itu berada beberapa kaki diatas permukaan tanah. Bahkan sebenarnya tingginya setara dengan tinggi bagian belakang truk. Sebuah bukti kalau kadang-kadang manusia juga bisa merencanakan jauh ke depan. Didalam bangunan terdapat tiga orang dengan balutan kulit buatan putih yang longgar. Pakaian. Di dekat kaki mereka terdapat sebuah gerobak metal beroda. Marco dan aku berada di dalam kandang yang paling dekat dengan pintu. Salah satu dari kami akan menjadi yang pertama dibawa pergi. Pria-pria itu mengangkat kandangku, sedikit kesusahan saat mereka menggotongku ke dalam gerobak. Setalah aku berada didalamnya, mereka mendorongku melewati papan. Aku bergoyang-goyang gelisah didalam kandang. Apapkah aktingku cukup meyakinkan? Apa yang akan seekor simpanse lakukan dalam situasi seperti ini? <Semuanya berlagak tenang,> Cassie menginstruksikan. <Simps-simps ini mungkin dibesarkan di penangkaran. Mereka akan terbiasa dengan prosedur seperti ini.> Getaran yang dihasilkan oleh roda-roda yang terhuyung-huyung itu merambat melalui kaki sampai ke tulang belakangku. Hoo hoo he-YAH! He-YAH! Heeee! Kami sampai di rungan yang penuh dengan simpanse-simpanse lain. Disekelilingku simpansesimpanse itu berteriak-teriak liar, memekik dan berlompatan di kandang yang tertanam ke dinding oleh pengait besi yang besar. Jelas sekali mereka tidak senang dengan gangguan yang ada. Roda berdecit di lantai ketika gerobakku berhenti diluar sebuah kandang kosong. Dua baris kandang berjejer di satu sisi dinding yang sama dengan letak pintu. Setelah masuk ke dalam kandang aku akan mengalami kesulitan untuk mengetahui siapa yang memasuki pintu. Seorang manusia degan jenggot abu-abu dan mata biru kecil menunjuk pada sebuah tabel yang sudah dia keluarkan dari sisi kandang. Halo, Pumpkin. Anak baik. Mau makan snack? Dia menawarkan sebuah biskuit yang dilapisi benda putih. Aku mengendusnya hati-hati. Gula.

Snack yang enak? Tentu saja. Tapi apakah baik untuk jantung dan rendah lemak? Di Pesan-Pesan Berikut Ini semua barang itu baik bagi jantung dan rendah lemak. Seperti apa indra pengecap simpanse? Aku yakin otak simpanse itu menginginkan biskuitnya. Oh ya, dia mau biskuitnya. Aku mengamblinya. Pria itu tersenyum. Dia membuka kunci kandangku. Aku menegang saat setiap otot-ototku menjadi kaku karena waspada. Aku merasakan mulut simpsku melebar membentuk senyum seram aneh yang menandakan bahwa dia ketakutan. Dia memperlihatkan giginya. Gigi yang sedang setengah jalan mengunyah salah satu biskuit paling enak yang pernah kurasakan. Di morf apapun. Pria itu menjulurkan tangannya dengan cepat. Dia melingkarkan satu lengannya di leherku dan mencengkram salah satu tangan besarku. Sudah pasti simpanse itu merasa was-was. Tapi dia sedang menikmati biskuitnya. Andalitenya juga. Oke, Pumpkin, kata pria berjenggot itu. Ini dia. Saat dia mengayunkan tangannya yang memegangiku, aku merespons gerakannya tanpa pikir panjang. Kakiku menekan dasar kandang. Tanganku yang bebas mencengkram atap kandang, dan aku melompat membentuk garis lengkung, membawa diriku sendiri kedalam kandang lain yang berada didepanku. Lalu aku masuk kedalam. Sebuah kunci diputar ke posisinya bersamaan dengan remah terakhir biskuit masuk ke mulutku. Aku duduk. Anak baik, Pumpkin, kata pria itu. Dia memberiku satu biskuit lagi saat pria-pria berbaju putih lain menggiring kandangku yang pertama keluar dari pandangan. Oke, ayo tangani yang lainnya. Aku melihat-lihat sekitarku sementara ketiga orang itu pergi untuk memindahkan temantemanku. Aku sepertinya sedang berada dalam ruang penjagaan. Dinding-dindingnya dilapisi oleh kotakkotak putih yang keras dan agak berkilauan. Aku percaya itu dinamakan keramik. Ada saluran air di tengah-tengah lantai. Kubus berukuran delapan kaki manusia dijejerkan disamping dua dinding yang paling panjang, dan satu kandang, dengan tinggi sekitar delapan kaki dan lebar lima belas kaki, diletakkan di dinding yang lebih sempit di sebelah kananku. Di sebelah kiriku, bersentuhan dengan satu dinding sempit lain, terdapat meja besi yang permukaannya ditutupi kotak-kotak yang berisikan kertas. Disamping meja itu ada pintu kaca yang tertutup embun. Kandang yang besar tidak ada isinya, tetapi didalamnya ada sebuah ayunan dari ban mobil, mainan karet berwarna merah yang suram, dan seutas tali besar dengan beberapa simpul. Seseorang telah mencorat-coret dinding beton dengan warna-warni cerah. Keramaian yang ada hampir membuatku tuli. Aku membungkuk membelakangi dinding belakang kandangku dan menutup kedua telingaku, merasa kewalahan. Sekitar dua puluh simpanse saling

berteriak dan mengejek, menghentak-hentakkan kaki di lantai kandang mereka. Aku menoleh ke depan tepat pada saat satu simpanse menghisap semulut penuh air dari botol air minum dan menyempotkannya tepat kearahku. Apa mereka menyadari kalau aku ini berbeda? Kalau aku ini bukan simpanse tulen? Tanpa benar-benar berpikir aku balas mencemooh dengan pekikan simpanse paling keras yang bisa kubuat. <Aku tak bersalah, kuberitahu kau!> Marco berteriak dalam bahasa-pikiran pribadi saat dia didorong masuk ke ruangan itu. <Aku tidak bisa tahan kehidupan penjara! Aku tak bersalah! Kalian salah tangkap! Kamu tidak bisa membiarkan aku terkunci di dalam sana! Aku mau pengacaraku!>

Chapter 10
<Pertanyaan terbesarnya masih ini : sebenarnya apa yang mau kita lakukan disini?> Kata Cassie, pada saat kami semua sudah dibawa masuk kedalam ruangan. <Itulah yang akan kita cari tahu. Langsung setelah orang-orang ini pergi,> kata Pangeran Jake. <Tik-tok,> gumam Rachel. <Kita sudah morf lumayan lama.> Semua personel tinggalkan tempat pengumpulan simps, kata sebuah suara. <Loudspeaker,> ujar Cassie. <Coba lihat orang-orang itu!> Mereka berjalan menuju pintu keluar. Mereka bergerak cepat. Sangat cepat. Buru-buru ingin keluar dari ruangan. Aku berasumsi mereka harus pergi ke tempat lain. Taman-temanku mengasumsikan hal yang sama. Kami semua salah. <Cassie. Kamu mau demorf dan keluarkan kami semua dari sini?> Tanya Pangeran Jake. <Yang tersisa lebih baik tinggal di morf ini dulu. Seseorang bisa datang lagi kesini.> <No problem,> balasnya. <Lalu mungkin Ax dan Marco bisa menembus komputer yang ada di sebelah sana. Mungkin kita akan mengerti sebenarnya tujuan mereka apa.> Aku tidak sadar ada komputer disitu. Diluar jangkauan pandangku. Cassie mulai demorf dengan lancar. Aku menghabiskan waktu dengan mengira-ngira apa yang akan kami temukan di komputer itu. Aku tahu aku bisa menembus segala macam kode pengaman milik Yeerk. Tapi setelah aku masuk ke dalam sistemnya, bisa saja aku tidak menemukan apapun yang berharga. Aku melihat ciri khas manusia mulai terbentuk dari tubuh simpanse Cassie. Melihat bulu-bulu meleleh dan menghilang dari kulit manusianya. Melihat kakinya menguat, lengannya melemah. Simpanse merupakan bukti bahwa proses evolusi tidak bisa ditebak. Banyak manusia berpikir evolusi melibatkan perkembangan. Tentu saja, hal itu tidak benar. Evolusi hanya melibatkan kemampuan bertahan hidup. Seringkali kecakapan suatu individu menjadi makin tidak terasah dalam proses menuju spesies yang dapat bertahan hidup lebih baik. Jelas sekali mansia lebih lemah dari simpanse. Tapi otak mereka lebih bagus. Well, cukup bagus. Cassie sudah sepenuhnya manusia ketika pintunya terbuka. Dari kali pertama bunyi kecil pegangan pintu yang dibuka terdengar, aku langsung menyadari kesalahan kami. Orang-orang yang tadi memindahkan kami bukan punya tempat lain yang harus didatangi. Mereka tidak mau berada disini. Dan ketika pintunya terbuka, aku tahu alasannya.

Kalaupun ada yang ragu apakah laboratorium ini benar-benar dikelola oleh Yeerk, makhluk yang berjalan masuk kedalam ruangan ini diiringi tiga Pengendali-manusia yang ketakutan dan enggan bisa menghapuskan semua keraguan itu. Dia melangkah dengan berani kedalam ruangan. Sombong seperti penguasa, yang memang kedudukannya. Dia sedang berada dalam wujud Andalite. Induk semangnya adalah seorang prajurit Andalite tua bernama Alloran-Semitur-Corrass. Tapi dia bukan lagi Alloran. Dia bukan lagi seorang Andalite, kecuali kulit luarnya saja. Dia adalah Visser Three. Yang Terbenci. Satu-satunya Pengendali-Andalite di galaksi. Aku menerjang jeruji kandang, tidak bisa mengontrol emosiku. Visser Three sama sekali tidak bereaksi. <Cassie!> Rachel berteriak dalam bahasa-pikiran pribadi yang diarahkan hanya pada kami. Cassie berada paling jauh dari kandang. Tapi dalam dua langkah lagi Visser Three akan melihatnya. <Sedang remorf!> kata Cassie. <Tapi - > <Alihkan perhatian!> teriak Pangeran Jake. Hoo-hoo-hoo! E-YAH! E-YAH! Kami mulai memekik-mekik, tapi sang Visser sama sekali tidak peduli. Kami dikurung. Kami spesies yang lebih rendah. Visser yang hebat tidak tertarik pada kami. Bahkan kelihatannya dia bosan. Seakan-akan dia sedang melakukan suatu pekerjaan menjemukan. Tentu saja! Ini hanyalah sebuah inspeksi rutin. Kami agak kurang beruntung karena bertemu dengannya sekarang. Dan dalam dua detik ketidakberuntungan itu bisa jadi fatal. Kami dikurung! Tak berdaya! <Lempari dia!> Marco tiba-tiba bicara. <Apa?> Marco meraup sesuatu dari dasar kandangnya yang kotor. Dia mengambil segumpal well, kotoran. Sebuah lemparan yang mulus dan tinggi. Benda itu terbang! Tepat mengenai muka Visser Three. <Lempari dia!> Marco berteriak lagi. Aku menyapukan tangan simpanseku yang besar di lantai kandang dan tanpa ragu-ragu melempar benda itu sekencang mungkin, seakurat mungkin. Segumpal besar tersangkut di mata pengintai kanan Visser Three.

<Yah HAH!> Aku tertawa kegirangan Itu merupakan taktik yang tidak biasa. Taktik orang frustasi. Tapi aku harus mengakui hal ini sangat memuaskan untuk dilakukan.

Chapter 11
Kami berenam melemparkan sisa buangan biologis yang ada. Lalu simpanse-simpanse yang asli, setelah mengamati permainan ini, ikut melakukannya. Ruangan dipenuhi oleh benda itu. Visser Three langsung dipenuhi kotoran. Semua asisten Pengendali-manusianya juga. Mereka berempat langsung cepat-cepat kembali ke pintu masuk. <Nah, itu baru namanya asyik!> Kata Rachel gembira. Cassie sudah sepenuhnya simpanse lagi. Taktik kami sudah berhasil dengan sukses. Lalu, dari belakang pintu, datang suara bahasa-pikiran Visser Three yang dipenuhi amarah. <Bunuh mereka semua!> Aku langsung melirik Pangeran Jake. Salah satu Pengendali-manusia pasti punya masalah dengan Visser Three. WHAM! Pintu menjeblak terbuka. Seorang Pengendali-manusia terjatuh ke lantai. Salah satu lengannya buntung. Potongannya sendiri berada di dekatnya. <Aku tidak peduli kalau mereka ini binatang uji coba!> Murka Visser Three. Suaranya merendah, pura-pura bersahabat dengan nada menyindir yang jahat. <Lagipula aku kemari untuk menutup tempat ini. Fase Dua sudah berhasil. Rangkaian tes ini dihentikan.> B-b-b-baik, Visser! <Jadi aku mau mereka semua mati! Kau mengerti?> Ujarnya kalem. Y-ya! Ya! Ya, Visser! <Apa? Tak ada bantahan? Kau tidak ingin meragukan perintahku?> Sang Visser bertanya dengan nada menyenangkan. Dia melengkungkan ekornya ke depan dan hampir membelai leher Pengendalimanusia itu dengan pisaunya. Tidak! Tidak, Visser Three, tak akan pernah! Visser Three menarik kembali ekornya. Dia membungkuk dan memungut potongan lengan Pengendali-manusia yang satunya. Mengamatinya sesaat dengan tertarik lalu melemparkannya ke pemiliknya. <Ini. Sambungkan lagi. Dan hancurkan makhluk-makhluk ini.> Dia berbalik dan berjalan pergi tapi kemudian berhenti. <Bawa para Taxxon ke ruang kontrol. Jangan buang daging segar.>

Visser Three menghilang dari pandangan. Satu Pengendali-manusia memeluk tangannya sendiri. Dua yang lainnya sangat pucat. Visser Three bukan jenis pemimpin yang percaya bahwa menjadi populer diantara para bawahannya merupakan hal yang penting.

Chapter 12
<Sinyal untuk kabur, nih,> kata Marco. Para Pengendali-manusia meninggalkan ruangan, saling menabrak ingin cepat-cepat memenuhi perintah Visser Three. <Demorf!> Perintah Pangeran Jake. <Yang cepat!> Tidak ada yang harus diberitahu dua kali. Para Taxxon tidak akan datang lama. Aku demorf menjadi Andalite. Cassie sudah jadi manusia. Dia morf lagi. Mungkin jadi lalat, mungkin kutu, aku tidak yakin. Aku melihat antena. Aku melihat bagian-bagian mulut yang mengerikan. Tapi yang paling mencolok, aku melihatnya menyusut. Dia terus morf sampai jadi cukup kecil untuk melewati sela-sela jeruji. Setelah bebas dari kandang, dia berhenti morf dan kembali ke wujud manusia. Dia mengambil kunci-kunci dan dengan tangan yang cekatan, serta gemetaran, membebaskan satu Andalite dan tiga manusia. Tobias sudah jadi elang dan dia melenggang keluar dengan mudah. Cassie mulai membuka pintu kandang simpanse yang lain. Apa yang kamu lakukan? Tanya Marco. Aku mengeluarkan mereka. Kamu dengar apa yang Visser Three bilang. Mereka akan dibunuh. Kita tinggal morf lalat dan pergi keluar lewat pintu, kata Marco. Setelah Taxxon-Taxxon itu kemari Maksudku, memang nggak ada yang akan menghitung jumlah simps-simps ini. Tapi kalau mereka datang dan nggak menemukan seekorpun untuk dimakan, para Yeerk akan tahu ada yang salah. Mereka akan tahu kita sudah masuk kedalam sini. Kalian bisa pergi, kata Cassie. Matanya berkilat. Otot rahangnya menegang. Tanda-tanda kemauan keras pada manusia. Marco benar, kata Pangeran Jake. Kita bisa pergi tanpa menginggalkan jejak. Kalau mereka sadar kita sudah pernah berada disini, mereka akan memperketat penjagaan di tempat pemrosesan daging. Kita akan lebih sulit menyusup. Nggak kalau kita tetap gunakan morf simpanse, Cassie berargumen. Yeah, kalau kita jadi beruang grizzly dan harimau dan apalah. Tapi bagaimana kalau kita hanya jadi simpanse? Aku memandang Rachel. Dia tersenyum. Aku ikut. Kamu selalu mendukung Cassie, sergah Marco kesal. Rachel menggelengkan kepala. Nggak. Aku cuma suka dengan usul simpanse punya dukungan, tahu? Cassie sudah setengah jalan kembali menjadi simpanse. Rachel mengikuti. Aku menunggu keputusan Pangeran Jake.

Dan aku yang pegang tanggung jawab, gumam Pangeran Jake. Lalu dia mulai morf. Sesaat setelah kami berubah menjadi simpanse pintu terbuka dan Taxxon pertama mendorong tubuh besarnya yang melata kedalam ruangan. Deretan kaki-kaki tajam seperti jarum mengetuki lantai. Mulut mereka yang merah menganga. Sebaris mata mirip jelly berkilauan. Ada sejenis binatang Bumi yang dinamakan kelabang. Mirip Taxxon, walaupun ukurannya itu ratusan kali kelabang. Dan aku tidak yakin kelabang merupakan kanibal. Rasa lapar Taxxon sangat besar, sangat kuat sampai-sampai Yeerk yang tinggal di kepala Taxxon tidak bisa mengontrolnya. Taxxon akan memakan setiap makhluk hidup. Termasuk Taxxon lain. Taxxon itu kejam tapi tidak kuat. Mungkin mereka bisa menyerang dan membunuh simpansesimpanse yang aslinya cinta damai dan tidak sedang menyatukan kekuatan. Tapi yang akan mereka hadapi bukan simpanse biasa. Mereka menghadapi simpanse yang digerakkan oleh keinginan sepupu mereka yang jauh lebih cerdas dan lebih kejam : Homo sapiens. Yang menanti para Taxxon adalah makhluk-makhluk dengan kekuatan serta kecepatan luar biasa seekor simpanse, dicampur segala keahlian manusia membuat strategi perang. Sreeeeee! Para Taxxon memekik, senang akan adanya makanan. Hoo-Hoo-Hoo! Simpanse-simpanse yang asli kabur ke bagian dalam kandang mereka. Tapi enam simpanse menunggu dengan tenang. Mereka sudah mempersenjatai diri dengan berbagai jenis senjata : obeng, kursi, monitor komputer. Taxxon yang paling depan menjulang, siap untuk menubrukkan sepertiga bagian badan atasnya ke arah kami. <Tahu nggak, aku benci, benci sekali Taxxon,> kata Rachel. Aku melangkah dan menusukkan kunci sekrup yang baru saja kutemukan keatas. Perut bawah Taxxon yang lembek terbuka seperti kantong kertas yang basah. Srrr-EEEEEEEK! Rachel bergerak cepat. Dia berguling ke bawah Taxxon itu dan mencabut salah satu kaki tajamnya. Sekarang dia punya senjata. Taxxon itu menggerakkan lusinan kakinya dan berusaha merangkak mundur. Terlambat. Dia sudah terluka. Darahnya mengalir. Taxxon-Taxxon yang lain langsung mengerubuti area yang sempit itu dan menerjang teman satu jenisnya. Yeerk di kepala mereka sudah pasti mencoba sekuat tenaga untuk menghentikan pembantaian kanibal itu. Taapi tidak ada yang bisa mengontrol rasa lapar Taxxon. Pangeran Jake meraih pintu luar pintu yang menuju kearah truk. Tapi pintunya dikunci dari luar. Kami hanya memiliki satu pilihan lain.

<Lewat jalan lain!> Kata Tobias. <Ikuti orang-orang tadi! Ke laboratorium!>

Chapter 13
Kami kabur. Simpanse yang asli mengikuti kami. Untuk sementara. Tapi mereka sama sekali tidak bisa diatur. Cassie melakukan segalanya yang dia bisa. Kami semua juga. Tapi para simpanse, walaupun cukup cerdas untuk ukuran binatang bukan-manusia, masih terbatas. Terlalu terbatas bahkan untuk mencapai kebebasan mereka sendiri. Sementara kami berlari dan melompat dan mengayun kedalam lab, simpanse yang asli memisahkan diri, lebih tertarik pada sinar terang dan benda berkilauan. Bagaimana aku menjelaskan apa yang kami lihat dari ruangan ke ruangan selagi mencari jalan keluar? Simpanse bukan satu-satunya jenis yang digunakan dalam eksperimen. Ada monyet-monyet yang lebih kecil. Tikus. Anjing. Aku jadi tahu mengapa manusia lebih memilih untuk membangun benteng sesuka hati antara dirinya dengan binatang lain. Kalau manusia diberi perlakuan yang sama dengan yang diterima binatangbinatang ini, kata yang paling deskriptif untuk menjelaskannya adalah penyiksaan. Penyiksaan. Berguna, tentu. Secara medis bisa diterima, hampir pasti. Dan bukan urusanku menilai manusia. Tapi kelakuan mereka dalam hal ini membuatku tidak tenang. Setelah malam turun, aku berlari menyusuri padang rumput luas untuk makan. Malam itu benar-benar hitam. Bahkan lampu-lampu dari kompleks tempat yang lainnya tinggal kelihatan redup. Hanya terlihat seberkas perak dari satu-satunya bulan Bumi. Perbedaan yang mencolok dari Bumi dan planet rumahku. Tapi perbedaan yang tak terlihat ternyata lebih penting. Makhluk-makhluk Andalite hidup lebih harmonis daripada binatang-binatang Bumi. Aku teringat burung kafit, hoober dan djabala. Kami berlatih morf menjadi makhluk-makhluk ini, tetapi mengurung mereka, membunuh mereka, menjadikan mereka makanan tidak pernah terpikirkan oleh kami. Kami adalah makhluk-makhluk dari planet yang sama. Tapi seperti yang Marco, atau Rachel pernah katakan : bumi itu keras. Pertarungan untuk bertahan hidup disini itu brutal. Planet ini penuh dengan predator yang kejam serta kuat. Predator yang memiliki gigi-gigi besar, kulit yang tak bisa ditembus, cakar yang dapat merobek tubuh Andalite dari satu ujung ke ujung lainnya. Dan entah kenapa Homo sapienslah, dengan rahangnya yang lemah dan cakarnya yang hanya pajangan, dengan tubuh yang lembek tanpa pelindung, yang berkuasa. Dalam bermilyar-milyar tahun kami para Andalite tidak pernah merasa terancam oleh spesies lain. Dengan kecepatan dan ekor kami yang tajam, kami tidak punya saingan di planet kami sendiri. Berbeda dengan manusia. Masih ada daerah di planet ini dimana manusia zaman sekarang tetap menjadi mangsa binatang yang lebih kuat.

Mungkin hal itu merupakan penjelasan akan perilaku manusia yang aneh dan saling berbeda terhadap spesies Bumi yang tidak sama dengan mereka. Sebagian mereka belai dan manjakan. Sebagian mereka lindungi. Sebagian mereka gunakan. Sebagian lagi mereka musnahkan. Dan bukankah seharusnya mereka memakan binatang yang membahayakan keberadaan manusia, bukan binatang yang sama sekali tidak berbahaya seperti sapi? Karena kami tidak mungkin memilih sapi sebagai morf dalam pertarungan. Dan menyiksa simpanse, binatang yang sangat mirip dengan Homo sapiens, merupakan tindakan dengan nilai moral yang mirip nilai moral Taxxon. <Kamu ini alien,> aku mengingatkan diriku sendiri. <Dan kamu juga spesies yang mengkonsumsi rumput. Bukan predator.> Aku mungkin bukan orang yang tepat untuk menghakimi kebiasaan manusia dengan adil. Pengetahuanku soal evolusi manusia adalah mereka mulai dengan berburu. Manusia tidak pernah memiliki pilihan untuk makan rumput saja seumur hidup. Ketika aku kembali ke scoopku, aku menyalakan TV setelah melakukan beberapa pengaturan. Aku bediri dekat TV agar bisa mengganti channel, menonton warna-warna dan sosok melintas pergi. Seorang wanita menyanyi. Pembaca berita memberitakan beberapa orang yang dilaporkan menghilang. Gigi, dan pasta gigi. Cheeseburger. Kelihatannya enak. Aku mematikan TV. Bunyi sayap berkeresek diatasku. Tobias sedang meluncur untuk mendarat, cakarnya mencengkram persegi plastik hitam. Dia melepaskannya saat dia mengepakkan sayap ke depan untuk bertengger pada cabang terdekat. <Hadiah untukmu, Ax-man.> Aku memungutnya. Tombol abu-abu dengan nomor dan tanda panah memenuhi sebagian sisinya. <Apa ini?> <Remote TV universal. Kutemukan di Dumpster.> Remote TV? Remote itu apa? <Terima kasih, Tobias. Tapi aku tidak mengerti.> <Nyalakan TVnya.> Dia membuka sayapnya dan turun dari cabang. <Kamu bisa menggunakannya untuk ganti channel. Tahulah, agar kamu nggak harus beranjak dari sofa. Atau, well, tanah.> Aku menyalakan lagi TVnya dan duduk di scoop, terlalu jauh dari TV. Aku menekan panah yang menunjuk keatas. Gambar-gambar berubah bentuk dan bunyi-bunyian tercampur saat remote itu mengganti channelnya. Bagus sekali! Jauh lebih efisien! Aku dapat mengurangi jumlah kalori yang hilang setiap mengganti channel. Saat aku menyadari berapa banyak waktu yang dapat kusimpan <Oh, lihat! Friends!>

<Cuma tayangan ulang. Urn, Ax?> Tobias menelengkan kepalanya yang halus. <Bagaimana caranya kamu dapat sinyal begitu banyak channel? Aku yakin aku tadi melihat MTV dan CNN. Tapi kamu kan nggak pakai kabel, jadi> Aku mendongak. Pheobe sedang bermain gitar di Central Park. <Aku membuat sedikit improvisasi.> Tobias meloncat mendekati TV dan mengintip kedalam bagian belakangnya. <Ya ampun. Apaan ini semua?> <Penerima sinyal satelit primitif.> <Kamu membuat penerima sinyal satelit dari radio rusak, dua kaleng soda, dan apa ini?> Dia menjepit selembar kawat hitam tebal di paruhnya. <Kawat yang manusia gantung dari pohon-pohon tanpa cabang. Sangat praktis. Aku menemukannya tadi sore sebelum aku makan.> Tobias cepat-cepat meletakkannya lagi. <Ah. Pantas saja kompleks Jake mati lampu.> <Mati lampu?> Aku terkejut. <Kawat hitam itu menyalurkan listrik?> <Kalau tidak sedang dicuri untuk kepentingan pribadi, yeah.> <Konyol. Kenapa tidak dilindungi lebih baik? Dan kenapa selembar kawat yang hilang sangat berpengaruh? Pengaturan energi disini agak primitif.> Friends selesai. Tapi aku akan tetap senang mengujicoba remotenya. <Ax, tunggu! Kembali ke yang tadi!> Tobias mengedikkan kepalanya ke arah TV. Aku kembali ke channel sebelumnya. tidak ada yang terluka, seorang wanita berambut pirang berkata. Dibelakangnya, sebuah kotak kecil menunjukkan gambar seekor simps dibawa masuk kedalam kandang. Simpanse-simpanse ini akhirnya berhasil diamankan setelah jam enam, walaupun arus lalu lintas di jalan Broad terpaksa diblokir selama dua jam agar para petugas dari The Gardens dapat menangkap mereka. <Simps dari truk,> ujar Tobias. <Yang kita bebaskan,> aku mengangguk. Tidak ada yang melaporkan telah kehilangan simps, tapi sudah terdapat banyak spekulasi darimana simps-simps ini berasal, wanita itu meneruskan. Seorang saksi mata melihat mereka melompat keluar dari sebuah truk, tetapi truk tersebut belum ditemukan. Tobias dan aku memandang satu sama lain. Aku mematikan TV. <Well, setidaknya simps-simps itu akan punya kehidupan yang lebih baik,> kata Tobias. <Ya.> Aku ragu-ragu. <Manusia itu tidak konsisten.> <Yeah. Memang. Kami memang begitu. Tapi tahu nggak? Besok kita akan sibuk menyelidiki tempat penyembelihan. Jadi bagaimana kalau kita santai sejenak? Ayo nonton sinetron.>

Aku mengangguk, sebuah kebiasaan yang kucontoh dari manusia. <Dan beberapa Pesan-Pesan Berikut Ini.>

Chapter 14
Sekali lagi, sementara yang lain berada di sekolah mempelajari sejarah, bunyi-bunyian mulut, matematika yang sangat simpel, dan ilmu pengetahuan yang tidak akurat, Tobias serta aku terbang diatas tempat pemrosesan daging. Terbang kami tidak menyenangkan karena sedang hujan. Dan hal yang harus kami amati lebih tidak menyenangkan lagi. Kami berkumpul dengan yang lainnya di gudang jerami Cassie setelah mereka kembali dari sekolah. Cassie sudah bekerja, merawat berbagai binatang yang sakit dan terluka. Pangeran Jake menolongnya memindahkan beberapa kandang. Rachel membolak-balik sebuah katalog. Sebuah buku singkat yang menunjukkan tipe kulit buatan macam apa yang bisa manusia dapatkan. Marco sedang mengerjakan PR. Dia mendongak melihat Pangeran Jake. Hei! Yang benar itu Molotov dan von Ribbentrop6 atau von Molotov dan Ribbentrop? Atau mereka berdua pakai von? Bukan, kata Rachel serius. Yang benar von Damme7 dan von Halen8. Lucu sekali Rachel. Hah. Hah. Satu lagi Hah. Tapi yang ada didepanku ini tugas tambahan nilai kuadrat. Tugas tambahan nilai dari tugas tambahan nilai yang seharusnya kulakukan sebagai ganti tugas tambahan nilaiku yang pertama. Oke, apa yang sudah kalian temukan? Pangeran Jake menanyai Tobias dan aku. Tobias berada di kasau, tempatnya yang biasa. <Nggak ada u di Soviet,> katanya ke Marco. Marco mencoret kata tersebut dan menuliskannya lagi. Ke semuanya, Tobias mengatakan, <Well, kita menemukan tempat pemrosesan daging yang biasa-biasa saja. Sapi di satu ujung, hamburger keluar di ujung yang lain.> <Aku percaya mereka dinamakan sapi kebiri steer,> aku menyela. <Sapi jantan dinamakan banteng bull, kalau mereka belum dikebiri. Sapi biasa lebih jinak. Walaupun kawanan tadi terdiri dari sapi biasa dan banteng juga.> Semuanya kecuali Tobias memandangiku. Ulangi lagi? <Aku melihatnya di channel Animal Planet,> kataku menjelaskan. <Tapi apa artinya dikebiri?>
6

Yang benar memang Molotov dan von Ribbentrop. Lengkapnya Vyaceshlav Molotov (9 Maret 1890 8 November, 1986) dan Joachim von Ribbentrop (30 April 1893 16 Oktober 1946). Molotov itu diplomat Uni Soviet (sekarang Rusia), von Ribbentrop itu menlu Jerman. Nat. 7 Seharusnya van Damme. Lengkapnya Jean-Claude Van Damme, ahli bela diri dari Belgia sekaligus aktor. Terkenal lewat film-film aksi, contohnya Bloodsport dan Kickboxer. Nat 8 Seharusnya juga van Halen (si Rachel ini ^^;). Nama band hard rock yang personilnya diliputi kontroversi. Nat

Ooooh, aku nggak punya channel itu, kata Cassie. Ax, apa kamu pikir Kembali ke topik dong kata Marco, menyilangkan kakinya. <Satu masalah besar,> kata Tobias. <Tidak ada medan gaya yang melindungi tempat itu.> <Area itu terlalu luas,> ujarku. <Seperti yang kalian ketahui, energi yang dikeluarkan untuk medan gaya meningkat sebanding dengan luas area yang dilingkupinya. Untuk lebih singkatnya, jika sebuah medan yang melindungi sepuluh ribu kaki kuadrat manusia menghabiskan energi sejumlah x, maka medan yang melindungi dua puluh ribu kaki kuadrat manusia tidak akan menghabiskan energi sejumlah 2x, tetapi x pangkat dua.> Hei! Kata Cassie terkejut. Aku bisa memahami hal itu. Biasanya aku tidak pernah mengerti penjelasan-penjelasan teknisnya. Apa yang terjadi denganku? Aku senang karena aku berhasil menurunkan level realitas yang lebih kompleks ke suatu bentuk dimana teman-teman manusiaku bisa memahaminya. Tidak ada medan gaya, itu kan berita bagus. Apa masalahnya? Tanya Pangeran Jake pada Tobias. Aku yang menjawab. <Gleet BioFilter di semua pintu masuk fasilitas itu. Kamu tahu para Yeerk sekarang menggunakan Gleet BioFilter di pintu masuk kolam Yeerk. Mereka diprogram untuk menghancurkan semua makhluk dengan pola DNA yang berbeda dari yang tercatat. Di tempat pengemasan daging itu mereka menghancurkan semuanya kecuali sapi biasa dan manusia.> <Kami melihat banyak lalat dipanggang,> ujar Tobias. Jadi kalau kita masuk, kita masuk jadi sapi? kata Marco. Sapi? Di tempat penyembelihan? Apa nggak ada satupun yang melihat masalah didalam sana? Coba angkat tangan : Siapa yang mau jadi sapi di tempat pemrosesan daging? <Masalah besar nomor dua,> Tobias melanjutkan. <Sapi-sapi itu ditempatkan di tempat yang terpisah. Lahan merumput sekitar dua mil jauhnya. Mereka membawa sapi-sapi ini didalam truk. Yang membawa kita ke masalah besar nomor tiga : mereka semua dinomori dengan semacam anting-anting. Mereka nggak sembarangan mengambil sapi. Mereka mengambil sapi-sapi tertentu.> Tentu. Penyimpanan, kata Cassie. Mereka harus bisa menyelidiki segala macam masalah kesehatan. Honk! Honk! Honk! Honk! Seekor angsa mengeluarkan suara sengsara saat Cassie menjejalkan sebuah pil kedalam mulutnya. Jadi apa yang kita harus lakukan? Satu : Kita harus menyerap DNA sapi tertentu. Dua : Kita harus mengambil anting-anting mereka dan memasangkannya ke kita. Tiga : Kita harus masuk truk dan menempuh perjalanan dua mil tanpa demorf. Empat : Kita harus masuk ke tempat pengemasan daging dan mencoba agar kita tidak diubah menjadi stik Salisbury. Lima : Kita harus tahu hal apa yang membuat Visser Three sangat senang dan kita harus menghancurkan hal tersebut. Semuanya kedengaran simpel kalau kamu menyusunnya kedalam bentuk satu dua tiga, kata Marco. Kamu lupa enam : enam sapi dalam tempat pengemasan daging.

<Aku sudah melihat sapi kebiri dari dekat,> kataku. <Aku tidak percaya mereka akan berguna dalam pertarungan.> Marco menunjuk kearahku. Dengarkan dia. Kita tidak harus morf jadi sapi semua, ujar Cassie. Gleet BioFilter tidak akan menghancurkan organisme yang berada dalam organisme lain. Jangan bilang cacing pita, Rachel memperingati. Cassie tertawa. Bukan cacing pita. Lalat. Didalam lubang hidung sapi. Mungkin dua dari kita morf sapi. Yang lain jadi lalat. Dalam lubang hidung. Sekarang semua memandangi Cassie. Termasuk aku. Jadi dasarnya, kita punya pilihan. Kita bisa jadi burger atau ingus, kata Marco. Pangeran Jake tertawa. Malam ini kita serap DNA sapi dan dapatkan antingnya. Besok hari Sabtu. Kita lakukan aksinya besok siang. Ax yang jadi sapi. Kalau dia harus demorf para Yeerk akan melihat seorang Andalite, bukan manusia. Tobias jadi sapi yang satunya. Sisanya Sisanya megendarai kendaraan ingus sapi ekspres, kata Marco.

Chapter 15
Saat hari menjelang sore hujan berhenti sejenak. Tapi setelah malam turun, cuaca lain menggantikannya. Hujan dan kilat dan guntur. Sangat mengganggu sinyal yang diterima TVku. Sebenarnya ada cara gampang untuk memperbaiki masalah teknis seperti ini. Tapi aku harus pergi ke mall. Ke Radio Shack. Malam ini tidak ada waktu. Kami terbang menembus malam yang dingin, gelap dan amat basah. Aku sedang dalam morf burung hantu. Burung hantu merupakan penerbang malam yang luar biasa. Tapi bahkan burung hantu tidak suka terbang saat hujan. <Ah, hidup seorang pahlawan super,> protes Marco. <Sebuah pesta besar.> <Kita hampir sampai,> kata Tobias. <Bagus. Aku hampir tenggelam.> <Apa yang kamu keluhkan? Nasibku lebih buruk dari kamu,> Tobias menggerutu. <Aku masih elang. Aku bukan hewan malam hari. Aku hewan siang hari.> <Hewan siang hari? Sudah coba Kaopectate9?> <Marco?> kata Rachel. <Ya, Rachel.> <Tutup. Mulut.> Hanya kami berempat yang pergi. Pangeran Jake dan Cassie harus menghadiri semacam perkumpulan keluarga. Hanya Tobias dan aku yang dibutuhkan untuk menyerap DNA sapi. Marco dan Rachel ikut untuk jaga-jaga. Dan Rachel juga dibutuhkan untuk membawa sebuah benda. Morf elangnya adalah yang terbesar dan yang paling kuat diantara semua morf burung yang kami punya. Tapi bahkan diapun kesusahan mengangkat benda kecil yang Cassie temukan untuk kami bawa. Benda yang berguna untuk memasang anting nomor. Mata burung hantu melihat menembus malam seakan-akan hari itu siang. Aku dapat melihat butir-butr air hujan saat mereka jatuh, berkilauan disekelilingku. Aku bisa melihat setiap tetesnya meluncur menimpa mobil dan jalanan yang licin dan pohon-pohon. Aku bisa melihat manusia tergesa-gesa berjalan dari mobil ke pintu, atau berlindung dibawah benda pelindung primitif yang dinamakan payung.

Nama kimianya bismut subsalisilat. Obat diare, sebenarnya. Nat

Manusia tidak menyukai hujan. Aku percaya karena hujan membuat jalanan menjadi licin. Saat kamu harus selama-lamanya berjalan sambil menyeimbangkan badan diatas dua kaki, kamu akan membenci segala hal yang membuatmu makin sulit berdiri. Setiap beberapa menit sebuah kilatan tajam cahaya muncul. Kilatan itu akan menyinari langit malam dengan cahaya biru terang serta menimbulkan bayangan hitam kelam. Setelah kilat itu berhenti, tentu saja, datang petir. Kadang lumayan keras. Terlebih bagi telinga burung hantu yang peka. <Itu padang rumputnya didepan sana,> Tobias mengumumkan. Penglihatan malamku lebih baik daripada dia, tapi Tobias memiliki lebih banyak pengalaman melihat dan mengingat tempat-tempat dari udara. <Sudah waktunya,> Rachel menggerutu. <Aku sudah lebih dari siap untuk meletakkan stapler telinga ini.> Kami meluncur melewati padang yang berlumpur. Rachel mendarat pertama kali, menjatuhkan stapler itu di lumpur dan terbang untuk beristirahat di atas pagar. Aku tetap mengudara. Aku yang paling tidak lelah, aku berada dalam situasi yang aman bagi morfku. Dan mata burung hantuku diperlukan. Kami harus menemukan sapi dengan nomor tertentu dari berbagai nomor yang akan diangkut besok. Paling baik dua nomor pertama dalam grup itu. Penglihatanku yang paling memadai. Aku dapat melihat nomor-nomor mereka dengan jelas. Tapi ada sangat banyak sapi di ladang. Mencari mereka menghabiskan cukup banyak waktu. Aku harus stop dan demorf dan remorf lagi, jauh dari tengah padang. Tapi akhirnya aku menemukan mereka berdua. Mereka tidak berada berjauhan, untungnya. <Disini, Tobias,> panggilku. <Yang cokelat ini.> <Oke,> katanya. Dia mengepak meninggalkan pagar dan melayang santai menuju sapi itu. Dia mendarat tepat di punggungnya. Sapi itu mengibaskan ekornya. Dia menolehkan kepalanya yang besar untuk melihat benda apa yang sudah mendarat di punggungnya. Lalu dia kembali mengunyah makanannya. <Gampang,> kata Tobias beberapa saat kemudian. < Aku bisa jadi sapi sekarang.> Tidak terlalu gampang untukku. Kamu hanya bisa menyerap DNA seekor binatang dalam tubuh aslimu. Artinya aku harus menyentuh sapi itu dalam wujud Andalite. Kupikir mungkin sapi itu tidak akan menghiraukan keberadaanku. Aku bukan predator. Aku, seperti mereka, merupakan pemakan rumput. Walaupun caraku makan agak berbeda. <Masalah!> Kata Tobias tiba-tiba. <Lampu mobil! Sedang kemari!>

Chapter 16
Kami menunggu, terpaku. Teman-temanku mengintai ke dalam kegelapan. Sebuah petir pecah dan cahayanya menyorot kendaraan yang sedang menuju ke arah kami. <Itu truk pick-up,> kata Marco. <Sepertinya sedang patroli mengelilingi padang rumput. Atau penangkaran atau apalah.> <Gelap sekali, mereka bisa lihat apa?> Rachel bertaya-tanya. <Mereka bisa pakai kacamata penglihatan-malam,> kata Marco. <Mereka bisa lihat banyak hal. Contohnya Andalite.> <Kupikir kalau aku menurunkan ekor dan lenganku di kedua sisi tubuhku, aku akan terlihat cukup mirip dengan sapi agar mereka tidak menyadari kehadiranku,> usulku. <Lakukan saja,> kata Rachel. Aku mendarat didekat sekumpulan sapi. Mereka berdiri disekitarku, melenguh sesekali. Mereka tidak peduli dengan kehadiran seekor burung hantu ditengah-tengah mereka. Aku berkonsentrasi untuk demorf. Dalam beberapa detik aku telah berdiri dari tanah yang berlumpur dan penuh kotoran sapi. Tumbuh keatas dan keatas lagi. Bulu-bulu burungku merekah memberi jalan bagi bulu biru asliku yang halus. Mata pengintaiku kembali muncul, membuatku lega. Penglihatan malam burung hantu memang luar biasa. Tapi tidak bisa melihat ke segala arah dalam waktu bersamaan membuatku sangat resah. Seperti setengah buta. Sesaat kupikir sapi-sapi itu akan panik. Ternyata tidak. Tapi mereka memutuskan untuk menjauhiku. Aku mencoba berbaur bersama mereka sesuatu yang sulit dilakukan dimana aku memiliki dua kaki kecil mencuat dari dadaku dan kaki belakang masih menyerupai cakar raksasa. Aku berjalan terhuyung-huyung dan jatuh muka duluan di lumpur. Kilat menyambar. Petir menggelegar. Dan aku bisa mendengar Marco berkata, <Truk itu mungkin menuju ke arah sini. Tapi aku nggak yakin. Yang bisa kulihat hanya lampu depannya.> Aku meneruskan demorf. Lebih baik aku meneruskan morf dan menjadi Andalite seutuhnya. Sebagai Andalite mungkin aku bisa disangka sapi. Tapi dalam kondisiku yang sekarang aku hanya terlihat sebagai mutasi genetik yang mengerikan. Saat aku mengangkat tubuhku dari lumpur, aku juga akhirnya dapat melihat lampu depan kendaraan itu menyinari rintik-rintik hujan yang mulai mereda. Aku melipat lenganku. Aku menekuk ekorku keatas punggungku, membuat sosokku terlihat lebih besar. Aku mencondongkan kepalaku ke depan, mencoba sebaik mungkin untuk meniru bentuk kepala sapi. Aku bahkan membengkokkan mata pengintaiku untuk menirukan tanduk. Benar-benar bukan tiruan yang buruk. Aku bangga akan diriku sendiri. Tapi juga sedikit malu. Sapi bukan makhluk dengan perasaan dan akal budi. Kemampuanku untuk terlihat seperti salah satu dari mereka membuat Marco geli.

<Hey Ax, kenapa kalau aku melihatmu aku jadi berpikir tentang saus spesial, selada, keju, acar dan bawang merah dalam roti bertabur wijen?> <Truknya datang,> Rachel memperingatkan. <Berlakulah seperti sapi.> Aku melakukannya sebisaku. Aku memutar badanku kearah jalan. Dari sudut itu aku terlihat lebih mirip sapi. Lalu <Truknya berhenti!> teriak Rachel. <Ax-man, orang-orang itu keluar dari truk!> <Aku tidak merlihat ada senjata,> kata Marco singkat. <Tapi well Aku melihat botol-botol bir.> <Mereka sekelompok mahasiswa!> Aku bisa mendengar kikikan keras, hampir histeris. Dan sekarang aku bisa melihat manusiamanusia, empat orang, sedang memanjat pajar menuju padang. Salah satu jatuh ke lumpur. Yang lain menertawainya. <Mereka mabuk,> kata Marco. <Apa maksud semua ini? Mereka bukan para penjaga. Bukan, kecuali para Yeerk sudah jadi sangat santai.> Empat pria muda berjalan sempoyongan dan bergulingan dan setengah merangkak menuju padang. Satu dari mereka mencoba meraih seekor sapi. Dia meleset dan jatuh. Dia berbaring dengan punggungnya, tidak bergerak-gerak lagi. Tiga yang lainnya bergerak kearahku. Kalau aku bergerak aku tidak akan bergerak seperti sapi. Pilihanku yang terbaik adalah tetap diam. Para manusia itu mungkin akan melewatiku. Tapi harapan itu tidak berlangsung lama. Mereka mendatangiku. Mereka berjalan bersilangan dan melenceng kemana-mana, tetapi arah mereka tetap tertuju kepadaku. <Apa yang harus kulakukan?> Aku menanyai yang lainnya. <Apakah ini serangan?> <Kupikir bukan,> kata Tobias. <Sebenarnya, kupikir aku tahu apa yang mau mereka lakukan. Namanya dorong-sapi10.> <Tentu saja!> Kata Marco. <Dorong-sapi. Seperti tindakan persaudaraan yang bodoh itu.> <Mohon berikan penjelasan soal masalah dorong-sapi ini,> pintaku. <Well well, pokoknya kamu datang ke padang rumput dan dorong seekor sapi sampai dia jatuh.>
10

Cow-tipping. Mendorong sapi yang sedang tidur sambil berdiri sampai dia jatuh ke sisi badannya. Entah darimana budaya ini datang, tapi biasanya dilakukan cuma buat senang-senang. Sebenarnya mustahil mendorong sapi sampai jatuh hanya dengan kekuatan satu orang. Dan sapi juga nggak tidur sambil berdiri. Nat

<Kenapa?> <Entahlah,> aku Marco. <Tapi biasanya melibatkan mabuk berat.> <Kenapa?> <Karena hal itu terlalu bodoh untuk dilakukan kalau kamu sedang waras,> kata Rachel frustasi. <Sempurna! Kita belum punya cukup hal yang harus ditangani, sekarang datang satu geng orang bego yang mabuk.> <Mereka akan mencapaiku dalam beberapa detik,> kataku. <Gunakan ekormu. Potong kepala mereka,> kata Rachel jijik. <Tidak akan ada ruginya. Lagipula mereka mengemudi dalam keadaan mabuk.> <Singkirkan kepala mereka?> <Dia bercanda!> Kata Tobias. <Mungkin aku bisa melakukan sesuatu yang tidak terlalu drastis,> usulku. Tiga manusia mabuk itu mendekat dan berhenti. Bahkan setelah berhenti, mereka terus bergerak dalam pola yang miring-miring seakan mereka sedang dihempas angin yang sangat kuat. Itu sapi yang bentuknya aneh, dude, salah satu manusia berkata. Sapi? Itu bukan sapi, man, kecuali aku benar-benar Fwapp! Fwapp! Fwapp! Aku melecutkan ekorku tiga kali. Shlump! Shlump! Shlump! <Apa yang kamu lakukan?!> Teriak Marco. <Aku memukul mereka dengan sisi pisau ekorku,> aku menjelaskan. <Aku sudah memperhitungkan jumlah kekuatan yang kugunakan. Aku yakin mereka tidak sadarkan diri.> <Aku juga yakin mereka akan tetap seperti itu untuk beberapa waktu,> kata Rachel diiringi tawa. <Oke, Ax. Serap DNA beberapa daging sapi dan ayo pergi dari sini.> <Ya. Aku akan senang kalau aku bisa sampai di rumah tepat waktu untuk menonton The Brady Bunch. Itu sebuah kisah. Tentang gadis yang cantik. Yang mengasuh tiga gadis yang sangat cantik.>

Chapter 17
Hari berikutnya aku melaksanakan ritual pagiku dengan sepenuh hati. Aku mengulang kata-kata tentang kebebasan, kewajiban, dan kepatuhan, merentangkan tanganku dan membungkuk di saat aku harus. <Kehancuran musuh-musuhku, sumpahku yang paling dalam.> Aku menegapkan badan dan membentuk pose bertarung. <Aku, Aximili-Esgarrouth-Isthill, prajurit-kadet Andalite, menyerahkan hidupku.> Aku membawa pisau ekorku ke leher, lalu mengendurkannya. Aku sudah selesai. Ritual itu telah melakukan tugasnya, memompakan semangat baru untuk mencapai tujuanku. Bahkan di Bumi ini aku sedang melayani orang-orangku. Andalite dan manusia. <Siap?> Tanya Tobias saat dia meluncur turun dari langit biru yang sempurna. Hujan sudah berhenti malam tadi. Pagi ini tipe cuacanya biasa dianggap sempurna bagi manusia : hangat tapi tidak terlalu hangat, sedikit gumpalan awan putih, tapi tidak terlalu banyak sampai menghalangi matahari. <Ya, aku siap.> <Mungkin aku juga butuh ritual pagi,> ujar Tobias. <Maksudku, sesuatu yang lebih dari hanya makan tikus. Sesuatu yang punya arti.> <Ritual pagiku dipaksakan oleh komunitasku,> ujarku. <Komunitasmu komunitas manusia tidak mengharuskan hal tersebut.> <Itu kalau minum kopi dan makan strudel panggang bukan ritual.> <Kadang-kadang memang ritual ini membantu. Pada saat-saat dimana aku harus menghadapi bahaya, misalnya. Tapi aku jadi melewatkan candaan antara Katie dan Matt dan Al.> <Siapa dan siapa dan siapa?> <Mereka adalah manusia yang selalu tampil dalam acara Today11,> aku menjelaskan. <Uh-huh. Aku sudah jarang nonton acara itu.> <Mereka sedang membicarakan latihan olahraga tertentu untuk memangkas lemak berlebih yang menumpuk di area bermasalah seperti paha, lengan bagian atas, dan pinggang.> Aku mulai morf jadi harrier. Bebrapa menit kemudian aku sudah terbang. Aku sering terbang. Tapi aku tidak pernah merasa bahwa hal itu normal. Berjalan sebagai manusia sangat menjemukan dan menyebalkan. Tetapi terbang sebagai elang merupakan pengalaman yang paling menyenangkan yang bisa kubayangkan.

11

Semacam acara pagi. Formatnya berita dan talk show. Ratingnya paling tinggi dari antara acara pagi yang lain sejak Desember 1995. Nat

Aku membuka sayapku, mengepakkannya keatas dan kebawah, menekuk cakar kebawah tubuhku dan melebarkan ekorku untuk menambah ketinggian. Langsung saja aku naik dari atas tanah. Kami terbang menyusuri puncak-puncak pohon sampai kami menemukan angin termal. Angin termal adalah sebuah pilar udara hangat yang naik dari tanah. Termal bisa memenuhi sayapmu dan mengangkatmu tinggi tanpa harus bersusah-payah. Kami naik beberapa ratus kaki, cukup tinggi untuk tidak terlihat oleh manusia lagi. Dan kami terbang untuk menemui yang lainnya di padang rumput yang kemarin. Penerbangan kali ini lebih menyenangkan daripada yang kemarin. Sekarang aku dapat melihat dengan jelas padang rumputnya. Tempat tinggal manusia sering dikelompokkan secara berdekatan. Kelompok-kelompok yang paling padat dinamakan kota. Makin jauh dari pusatnya yang padat, area-area yang lebih lengang terbentuk. Area itu dinamakan pinggiran kota. Lalu daerah-daerah kosong makin lama makin luas, sampai pada akhirnya padang-padang terbuka lebih lazim ditemui daripada hunian. Menurut Marco, tempat seperti itu dinamakan Gooberville atau Pusat Tidak Dimanapun Juga. Padang rumput yang kemarin berada di perbatasan pinggiran kota dan Gooberville. Aku melihat beberapa burung pemangsa lainnya di langit. Mereka terbang dalam jarak dan ketinggian yang berbeda. Aku menyadari kehadiran Rachel pertama kali, dengan sayap elangnya yang lebar terentang. Pangeran Jake, dalam morf peregrine falconnya, adalah yang terkecil, tapi juga yang tercepat. Kami melayang turun, berputar seperti spiral. Rencana kami sederhana. Kami telah menggunakan stapler untuk mencabut anting-anting nomor dari sapi-sapi tertentu. Sekarang kami punya anting-antingnya. Tobias dan akulah yang harus morf jadi sapi dan Cassie yang akan memasangkan anting-anting itu. Kami meninggalkan staplernya di padang rumput. Rencana yang sederhana. Begitulah yang kami pikir.

Chapter 18
Tobias dan aku mendapat bagian yang mudah. Kami memilih untuk mendarat ditengah-tengah sekelompok sapi. Mereka sama sekali tidak memperhatikan kami. Pangeran Jake tetap mengudara, berjaga-jaga. Cassie dan Rachel dan Marco mendarat di tempat-tempat yang berbeda diluar padang, saling berjauhan satu sama lain agar tidak terlihat mencurigakan. <Aku pertama,> kata Tobias. <Nanti aku bisa menutupimu.> Aku mencoba agar tidak diinjak salah satu sapi sementara Tobias mulai morf. Morphing tidak pernah bisa ditebak. Tidak pernah melalui tahapan-tahapan logis. Bagian-bagian berbeda berubah dalam kecepatan dan saat yang berbeda. Di kasus ini, kepala sapi muncul paling pertama. Sangat, kalau mau diperhalus, ganjil. Paruh tobias yang melengkung dan pendek melembut dan mulai tertekan keluar. Tumbuh ke depan dan mengendur. Tidak lama kemudian menjadi lipatan-lipatan kulit yang tidak berdaging. Kulit itu masih dipenuhi bulu cokelat. Mata elang Tobias yang galak melebar dan membulat dan kelihatan penuh dengan cairan. Matanya tidak lagi terlihat garang. Lebih kelihatan yah, bodoh. Dia mulai membesar dan membesar, tetapi bulu burungnya tetapi bertahan untuk waktu yang lama, meleleh menjadi bulu-bulu cokelat pendek di saat-saat terakhir. Kuku-kuku kudanya muncul, hampir sepenuhnya, di ujung setiap kaki-kaki elangnya yang mungil. Pinggiran sayapnya mulai menggulung dan mengeras, membentuk kuku-kuku kuda juga. Baru kemudian seluruh sayapnya memanjang menjadi kaki sapi. Tapi akhirnya dia selesai. Selesai morf dan lumayan besar. Dan terlihat kesal. <Tobias? Kamu sebentar lagi akan menginjakku.> <Sori aku aku nggak tahu, aku hanya merasa agak nggak nyaman. Gelisah. Seperti sedang terganggu. Seperti sedang ingin cari-cari masalah.> <Apakah insting sapi itu sulit dikontrol?> Tanyaku. <Nggak sih. Aku hanya agak terkejut. Padahal kukira sapi itu lebih santai. Yah, mau bagaimanapun giliranmu.> Tentu saja, aku harus berubah dua kali, bukan sekali. Pertama aku harus demorf jadi Andalite. Sekali lagi sapi-sapi itu menyingkir, membuatku tidak terlindungi. Tapi Tobias mendengus dan bergerak mengelilingi kawanan itu. Mereka diam di tempat. Aneh. Seakan-akan sapi-sapi itu takut pada Tobias. Atau setidaknya merasa berbeda. Seharusnya peristiwa itu merupakan penanda kami punya masalah. Tapi aku terlalu tidak familiar dengan sapi sehingga aku tidak menyadari salahnya dimana. <Truknya datang,> Jake melaporkan. <Masih di jalan utama, tapi ayo bergerak.>

Cassie mulai menyebrangi padang menuju kami. Berbahaya, tentu saja. Manusia dituntut untuk memakai kulit buatan yang sesuai di saat yang sesuai. Dan pakaian morf Cassie sangat tidak sesuai degan situasi ini. Dia bertelanjang kaki dan hanya memakai sebuah pakaian ketat simpel dengan warnawarni mencolok. Cewek kulit hitam dengan celana sepeda Day-Glo diantara kotoran sapi, kata Cassie. Mulus sekali. Aku menjadi Andalite sepenuhnya, membiarkan bagian atas tubuhku membungkuk terlindungi tubuh Tobias. Perubahan yang terjadi tidak semengerikan perubahan-perubahan lainnya yang pernah kualami. Aku mulai dengan empat kaki berkuku kuda, dan berakhir dengan empat kaki berkuku kuda. Beratku berlipat ganda, kalau bukan menjadi tiga kalinya, tetapi struktur tubuhku tidak berubah secara ekstrim. Tapi tetap ada yang berubah. Ekor sapi sama sekali tidak seperti ekor Andalite. Ekor sapi bukan merupakan ancaman bagi siapa-siapa. Dan tentu saja, lenganku menghilang, mengkerut dan kering sampai mereka seperti terhisap kedalam tubuhku. Aku mendapatkan mulut. Mulut yang sangat besar. Dan lubang hidung yang besar. Dan mata gelap yang besar, kosong serta berair. Tidak ada yang hebat dari indra sapi. Penciumannya bagus, tetapi tidak degan intensitas yang sama seperti famili anjing. Pengdengaran dan penglihatannya lumayan, tetapi tidak setajam manusia. Hal yang paling janggal adalah mataku yang dipisahkan oleh mukaku sendiri yang besar, mendominasi jangkauan pandangku. Aku dapat melihat ke kiri dan kanan. Tetapi lurus ke depan dihalangi oleh moncongku yang panjang. Tapi Tobias keliru. Morf ini tidak merasa gelisah atau tidak senang. Kebalikannya, rasanya seperti <Um Ax-man? Kupikir kamu jadi kacau. Kamu ini banteng.> <Bukan, aku sapi.> <Bukan, kamu banteng. Kamu punya ambing. Kamu sudah menyerap DNA sapi yang salah!> <Oh.> Aku demorf. Kuserap DNA sapi yang sudah dikebiri. Kali ini aku mengeceknya. Aku morf lagi. Dan sekarang baru kutahu Tobias benar. Pikiran sapi yang sudah dikebiri ini tidak damai. Tidak pasif. Sebenarnya aku marah. Dengan alasan yang sangat bagus : Ada banteng didekatku. Ada satu manusia juga, tapi aku tidak peduli. Aku melotot ke arah banteng itu. Dia melotot kearahku.

Aku mendengus dan mengais tanah. Rasanya seperti sedang bercermin. Banteng didepanku melakukan hal yang sama. Hal itu tak bisa dihindari. Padang rumput ini hanya cukup bagi salah satu dari kami. Aku harus menyerangnya dan memaksanya pergi dari sini. <Cassie!> Aku mendengar Pangeran Jake memanggil dari atas. <Mereka kelihatan seperti mau berkelahi!> Uh-oh, kata Cassie.

Chapter 19
Ax! Tobias! Cassie mendisis. Tenang! Gadis manusia pendek itu terus mendekat kearah kami, menempatkan dirinya diantara banteng itu dan diriku. Dan terpikir olehku aku sebaiknya menyerangnya juga. Sapi baik. Sapi baik. Sapi baaaaaaaaik, kata Cassie dengan nada suara yang anehnya menenangkan. Dengarkan aku, teman-teman. Kita tidak memperhitungkan satu hal. Kalian sapi yang belum dikebiri. Kalian banteng. Pangeran Jake menukik, lalu melayang beberapa kaki diatas tanah, memutar membentuk lingkaran, dan kembali lagi mendatangi kami. <Mereka terlihat berbeda dari sapi-sapi yang lain,> katanya. Betul, kata Cassie dalam suaranya berbicara-pada-hewan-ganasnya yang lembut dan manis. Kita lupa satu hal. Kita lupa kamu seharusnya menjadi sapi yang baik dan jinak setelah dikebiri. Tapi DNAmu masih DNA banteng. <Oh, ternyata itu yang berbeda,> kata Pangeran Jake. Mereka bicara apa? Membingungkan. Mengganggu. Tapi banteng yang lain itu masih ada. Masih berada dalam padang rumputku. Aku mendengus. Dia mendengus. Aku bisa merasakan energi amarah menggelegak memenuhi diriku. Aku ini hidup! Siap untuk menyerang. Siap untuk menundukkan kepalaku, menancapkan kuku-kukuku di tanah, dan menerjang kepala duluan. Hei cowok-cowok. Ax. Tobias. Dengarkan aku. Kamu bukan sapi biasa. Kamu banteng. Banteng sangat protektif terhadap teritorinya. Kamu mau berkelahi sekarang. Tapi itu ide buruk. Ide yang sangat buruk. Pangeran Jake melayang dan menanjak kembali keatas. <Cassie! Truknya kesini!> Cassie menganguk. Oke, waktunya damai sekarang. Orang Arab dan Israel. Orang Amerika dan Rusia, kita lakukan ini tahap demi tahap. Aku mendengarnya. Aku mengerti dia bicara apa. Tapi aku tidak tertarik. Aku lebih tertarik pada kenyataan, pada kenyataan BESAR bahwa ada seekor banteng didepanku, menantangku! Ax. Tobias. Kalian berdua mundur selangkah. <Cassie, kamu mungkin harus kabur.> Cassie menggelengkan kepalanya tidak sabaran. Ayolah, anak baik, banteng baik, satu langkah kebelakang. Ayo satu langkah kebelakang. Satu langkah kebelakang.

<Mereka akan melihatmu, Cassie! Terlambat untuk lari! Kamu harus turun dan morf!> Ax? Tobias? kata Cassie dengan manis, tenang, menyenangkan. Aku bilang MUNDUR! Banteng itu dan aku langsung tersentak mundur. <Oke, Rachel, Marco, siap-siap! Kita akan menyerempet bahaya.> Cassie mencengkram tandukku dan melotot tepat disalah satu mataku. Aku nggak punya waktu mengurusi masalah beginian. Kita sudah punya banyak masalah. Kontroli dia. Sekarang. Dia mengangkat staplernya. Dia menempelkan anting-anting nomor ke ujung stapler itu dan aku mendengar suara klik yang keras di telingaku. Ada sedikit sensasi ditusuk oleh sesuatu yang tajam. Lalu dia pergi dan menangani Tobias dengan cara yang sama. Dalam beberapa detik kami sudah dinomori. Dan sudah bisa menerima kehadiran satu sama lain. Hampir. Pangeran Jake turun dari langit lagi. Dia mendarat, seperti yang Tobias dan aku lakukan, diantara sapi-sapi. <Cassie! Morf! Orang-orang itu sudah ada disini!> Kita punya masalah, kata Cassie. Mereka bukan sapi sungguhan. <Apa kamu pikir supir truknya akan sadar?> Sori? Tentu saja mereka akan sadar! Mereka mungkin Pengendali, tapi induk semang mereka amat sangat mungkin orang-orang peternakan. <Apa yang harus kita lakukan? Apa mereka mengirim banteng ke tempat penyembelihan?> Ya. Mereka melakukannya, jadi kalau kita bisa sampai kesana kita oke. Tapi bagaimana caranya kita melewati orang-orang di truk? Mereka akan menelepon ke pusat untuk mengecek apakah mereka memang harus membawa banteng. Mereka akan marah karena banteng itu berbahaya. Mereka akan sadar ada yang salah. Dengan anting-anting atau nggak. <Kita sudah melewati terlalu banyak masalah,> kata Pangeran Jake getir. <Aku nggak mau menyerah begitu saja.> Untuk waktu yang lama tidak ada yang bergerak, dan tidak ada yang mengatakan apapun. Lalu Pangeran Jake mengatakan sesuatu yang bahkan membuatku takut. <Marco? Kamu kira kamu bisa mengendarai truk mereka?>

Chapter 20
Truknya datang. Tepat menggerus lumpur. Dua manusia memanjat turun. Hei! Itu bukan sapi, kata supirnya. Temannya mengangguk. Memang bukan sapi. <Dan aku benar-benar bukan sapi,> kata Marco. Dia berdiri dari belakang kamuflase yang dibuat oleh Tobias dan aku. Gorila! Bodoh! Dia Andalite yang sedang morf! Dua manusia itu berbalik untuk lari. Mereka tidak lari jauh. Akhirnya aku memiliki target pelampiasan kemarahan bantengku. Aku mengejar mereka dengan mudah. Aku menundukkan kepalaku, mensejajarkan tanduktandukku yang melengkung, dan menghantam satu, lalu yang lainnya di tempat yang biasa manusia bilang sebagai pantat. Mereka terbang beberapa kaki dan mendarat dengan muka mereka. Marco mengangkat mereka dari lumpur. <Pergi tidur,> kata Marco saat dia membenturkan kepala mereka berdua. Kedua manusia itu tidak sadarkan diri. <Bagaimana kita yakin mereka pingsan cukup lama?> <Ambil pakaian mereka. Itu akan menghambat mereka.> Kata Pangeran Jake. <Aku akan demorf. Aku yang paling besar. Aku bisa muat didalam jeans dan jaket orang itu. Marco kendarai> <Bagaimana cara Marco mengemudi?> <Dia punya pengalaman.> Oh man, jangan bawa-bawa itu lagi, kata Cassie. Ayahku meratapi sisa-sisa truk kami. <Aku akan membawa senapan dan clipboardnya,> Pangeran Jake meneruskan. <Tobias dan Ax? Coba kalian bujuk beberapa sapi masuk kedalam truk.> Bagian itu mudah. Sapi-sapi itu ketakutan pada Tobias dan aku. Mereka cukup bersikeras untuk menjauh dari kami, walapun artinya mereka harus memajat kedalam bagian belakang truk. Tobias dan aku masuk belakangan. Cassie dan Rachel morf jadi lalat dan hinggap dengan sangat tidak menyenangkan didalam hidung kami. Rachel dengan Tobias, Cassie denganku. Marco menjejalkan tubuhnya kedalam jaket denim dan celana. Sepatu, tentu saja, merupakan ketidakmungkinan, kalau kita memperhitungkan ukuran kakinya.

Kulit buatan Jake sendiri kebesaran. Tapi dia setidaknya manusia. Dia memakai topi sejenis pelindung kepala dan menurunkannya untuk menutupi wajahnya. <Oh yeah, ini akan berhasil,> kata Rachel dengan nada yang kukenali sebagai sarkasme. <Gorila memakai baju santai Levis yang modelnya jelek dan anak kecil yang kelihatannya sedang memakai baju ayahnya, mengantarkan sepasang banteng ke fasilitas pemrosesan daging milik Yeerk. Nggak ada yang aneh.> <Dia harus menggunakan morf gorilla,> kata Cassie. <Bangkunya nggak bisa didorong maju dan dia nggak bisa mencapai pedalnya.> <Semuanya siap?> Tanya Marco cerah. <Semua sudah pakai sabuk pengaman? Ada yang harus buang air kecil sebelum kita pergi? Jalan sekarang. Aku nggak akan berhenti di setiap Stuckeys yang kita lewati.> Aku merasakan sentakan tiba-tiba. Truknya bergerak. Kebelakang. Lalu berhenti. Sentakan kedua. Mesin menggerung tetapi truknya tidak bergerak. Bunyi yang kudengar terdengar seperti sebuah metal menggesek metal lainnya. <Oh yeah,> kata Marco. <Gigi. Aku lupa. Maksudku, siapa yang masih punya transmisi standar sekarang?> Pangeran Jake pasti mengatakan sesuatu. Karena kemudian Marco membalas, <Hei, nggak ada yang akan mati dalam perjalanan ini. Aku akan mengantarkan kita semua kesana. Semuanya akan tetap bisa mati setelah kita sampai.> <Menenangkan,> Tobias mengerutu. Lebih banyak bunyi gesekan. Tanpa peringatan kami terlontar ke depan. Seluruh sapi terhuyung miring. Kami melintasi padang dan Marco berkata <Hah! Lihat? No problemo.> <Coba lihat seberapa bagus kamu di jalanan nanti,> ujar Tobias. Aku mendengar bunyi tabrakan yang keras. <Apa itu?> Tanyaku. <Pagar,> kata Marco. Beberapa detik kemudian, bunyi yang sangat mirip terdengar lagi. <Pagar lagi, oke?> kata Marco. <Semuanya diam saja, aku pegang kendali.> Kami melaju pergi, turun keatas jalanan. Pemandangan yang bisa kulihat dari lajur kanan sangat terbatas. Aku meilhat pohon berkelebatan. Aku melihat lebih banyak padang dengan lebih banyak sapi. Aku melihat truk pick-up, dengan klaksonnya menggelegar dan pengemudinya melakukan semacam penghormatan dengan satu jari terangkat. Aku memiliki pemikiran bahwa kendaraan yang maju ke depan seharusnya tidak berada dalam lajur kanan. <Hey, orang itu meng-f aku!>

<Beberapa orang menganggap serius ketika kamu hampir melindas mereka,> kata Tobias. <Beberapa orang nggak punya rasa humor.> Aku dapat melihat bangunan yang panjang dan rendah yang merupakan tempat pemrosesan daging. Kami makin dekat. Aku merasakan aliran ketegangan menyerang. <Hampir disana,> Marco melaporkan. <Itu jalannya. Hanya butuh membelok hanya tinggal> Tiba-tiba truknya terpuntir liar. Aku dan setiap binatang lain di belakang, terlempar ke kiri. Ribuan pound bobot sapi berpindah ke bagian kiri truk. Tepat ketika truk sedang membelok ke kiri. <Ahhhhh!> teriak Marco.

Chapter 21
<Ahhhhh!> Trunya tidak lagi bergerak dengan seluruh roda yang terletak sejajar di kedua sisi. Truk itu terangkat, bertumpu pada bagian kiri, bergerak hanya dengan roda di satu sisi. <Aaaahhhhh!> Banteng dan sapi, kami semua terjatuh ke satu bagian, bertumpukan satu diatas yang lainnya. Lantai truk miring keatas dengan sudut yang tidak masuk akal. Kami akan terbalik! Biarpun begitu truknya tetap bergerak. Dengan hanya sebaris roda, miring hampir sepenuhnya, benda itu terus bergerak! Dan perlahan perlahan sangat perlahan sudutnya berkurang. Kami kembali ke kanan. Lalu WHAM! Truknya menempati seluruh rodanya. THUMP THUMP THUMP THUMP Para sapi, Tobias, dan aku berjatuhan ke kanan. Truknya mulai miring lagi ke kanan, tapi tidak terlalu tinggi. WHAM! Kembali normal, dan kami melintasi jalan menuju tempat pengemasan daging. <Bond,> kata Marco. <James Bond> Scrrrreeeee! Marco menekan rem dan truknya menggelincir dan berkelok sampai terhenti didepan gerbang tempat pengemasan daging. Sekarang, setelah seisi muatan truk berganti tempat, aku dapat melihat dengan lebih jelas ke luar bagian kiri truk. Aku dapat melihat dua penjaga bersenjata menghampiri kendaraaan ini. Mereka terlihat sedikit terusik. Mungkin takjub. Mungkin kagum. Mungkin takut. Terkadang sulit menerjemahkan ekspresi muka manusia. Kamu ini apa, gila? Seorang penjaga berteriak. Kena guncangan keras, man, kata Marco dalam suara yang rendah, serak, dan dalam.

Aku terkejut mendengar bunyi-bunyian mulut yang dia buat. Dia seharusnya sudah setengah morf jadi manusia. Cukup manusiawi untuk tidak dicurigai. Guncangan keras? Kamu ini apa, tidak waras? Kamu harusnya dibawa ke RSJ! Kamu harusnya masuk ke ruang karet! Ini, tandatangani saja suratnya, kata Pangeran Jake, mencoba membuat suaranya terdengar berat. Lewat saja, kata penjaga yang kedua. Hanya beritahu kami kalau kamu sudah mau pergi, jadi kami bisa menyingkir dulu. <Oh ya ampun, mereka mengijinkan kita masuk,> kata Tobias suram. Marco kembali morf menjadi gorila tepat setelah penjaga-penjaga itu membalikkan badan. <Kupikir aku melihat lereng diatas sana. Itu pasti tujuan kita,> katanya. Lalu, balasan untuk Pangeran Jake, <Tentu, aku bisa mundur kesana. Kenapa aku nggak bisa mundur?> <Aduh, bakal nggak enak nih,> ujar Rachel dari lubang hidung Tobias. Truk itu terhentak ke depan lalu berhenti. Terguncang lagi. Berhenti. Bannya berdecit! Berganti ke gerakan mundur. Berhenti. Bannya berdecit! Terguncang. Berhenti. Ke depan. Terguncang. Kebelakang. Berhenti. Berdecit! Terguncang. Ke depan. Berhenti. <Aku sudah perdah dengar tentang belokan tiga-titik12,> kata Cassie. <Sepertinya ini namanya belokan tiga-puluh-titik.> Terhuyung. Kebelakang. WHAM! Setiap sapi terdorong kebelakang dengan momentumnya. <Oke, kita sampai,> Marco mengumumkan. <Sapi-sapi ini akan menunggu-nunggu kematian yang mudah dan menyenangkan setelah perjalanan ini,> kata Rachel. <Tobias? Bersin dan lemparkan Rachel sejauh mungkin.> Aku melihat pria bertubuh besar turun dari teras yang tinggi dan datang berlari-lari ke depan truk. Dia berteriak-teriak. Diamana kamu belajar mengemudi, dasar bodoh? Aku akan memberi pelajaran hei! Mana supirnya? <Kami sudah morf jadi lalat,> Pangeran Jake memberitahu kami. <Kami datang.> <Aku nggak bisa mengenali satu sapi raksasa berukuran-planet dari yang lainnya,> kata Marco. <Tobias dan Ax? Miringkan kepala kalian sedikit. Kami mau lubang hidung yang pas.>

12

Three-point turn. Semacam manuver mobil yang biasanya diujikan di ujian tes mengemudi di luar negeri. Di Indonesia diujikan atau nggak gw kurang tahu, belum pernah mengemudi :P Nat

Dengan suara keras yang mengagetkan, pintu belakang truk mengayun terbuka. Pria besar tadi beserta seorang pria lain yang sangat kurus sedang berunding. Aku tidak pernah melihat orang mengemudi seperti itu! Tidak heran supirnya kabur. Dia pasti mabuk. Dia pasti sinting! Hei! Mereka ini banteng! Well, aku akan banteng diantarkan seperti ini? Ini benar-benar gila! Pria yang kurus memicingkan matanya dengan curiga. Bandit Andalite? Pria yang besar tertawa. Kupikir Andalite bisa mencari tahu cara mengemudikan truk. Lagipula, bahkan Andalite pun tidak akan sebegitu bodoh untuk morf jadi sapi atau banteng dan melenggang ke tempat penyembelihan. Mereka harus jadi orang idiot dulu. <Aku nggak bisa menyampaikannya lebih baik,> Marco menggumam. Dari bangunan, bau yang tidak sedap tercium olehku : darah. Pupuk. Darah. Sisa-sisa biologis yang membusuk. Dan lebih banyak darah.

Chapter 22
Dan lebih banyak darah. Kami menuruni jalan yang sempit. Tiga sapi berjalan didepanku. Lalu aku. Tobias berada dibelakangku. Di sekeliling mulut lintasan ada semacam lengkungan. Gleet BioFilter. Sapi pertama mencapainya. Aku melihat kilatan cahaya, dikuti bunyi mendesis yang tidak kentara. Aku tidak dapat melihat mereka dari tempatku, tetapi aku yakin sejumlah kutu, lalat, dan berbagai binatang kecil lainnya sudah terbunuh. <Masuk sedalam mungkin kedalam lubang hidung kami,> aku menginstruksikan teman-temanku yang sedang morf jadi lalat. <Aku sudah berada sangat dalam sampai-sampai aku bisa melihat otakmu.> <Hal itu hampir mustahil.> Aku mencapai BioFilternya. Aku merasakan sensasi menggelenyar, seperti terkena listrik statis. Lalu aku pun selesai. <Marco? Cassie> <Kami baik-baik saja,> kata Cassie. <Tapi untung kita msuk kedalam. Aku melihat lalat sungguhan terpanggang karena berada terlalu dekat keluar.> <Kami masih disini, menikmati karayawisata kami di Gua Hidung Sapi,> Marco melaporkan. <Oke, semuanya siap-siap,> kata Pangeran Jake. <Misi ini nggak akan lancar kalau kita terlalu lambat.> Beberapa saat kemudian, Rachel melaporkan, <Kami lewat!> <Sekarang!> Kata Jake. Aku merasakan sedikit rasa tergelitik saat Marco dan Cassie keluar dari lubang hidungku. Empat lalat yang hampir tak kasatmata menghilang dengan cepat dari pandangan. Meninggalkan Tobias dan aku sendirian. Sangat, sangat sendirian. <Jadi,> kata Tobias. <Nonton acara bagus di TV akhir-akhir ini?> <Apa kamu mencoba mengalihkan perhatian kita dari rasa takut dengan melakukan percakapan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan situasi ini?> <Yeah.>

<Kalau begitu, aku memang suka menonton The Simpsons. Aku kira mereka tidak mewakili spesies manusia apapun tertapi hanya merupakan gambaran berlebihan yang didasari wujud manusia?> <Yeah. Mereka itu kartun.> <Kartun, ya. Mereka sepertinya memiliki hubungan dengan manusia tetapi tidak memiliki jumlah jari yang memenuhi kategori.> <Oh, ya Tuhan!> <Apa?> <Lihat! Lihat!> Aku menengadah. Aku tidak dapat melihat tepat didepanku karena sapi-sapi lain menghalangi pandanganku. Tetapi setelah lintasan itu membentuk sudut aku melihat pemandangan yang mengerikan : lusinan sapi digantung pada kaki belakang mereka. Mereka hampir terlihat seperti sedang terbang. Terbang sementara mereka diangkat oleh pengangkut berjalan. Terbang dan tidak lagi bernyawa. Adegan yang membingungkan. Kumpulan garis batas yang tidak bisa kupahami, dipenuhi kejadian dan tindakan yang saling terpisah. Sapi bukan merupakan binatang dengan tingkat intelegensia yang tinggi. Binatang yang cerdas, setelah mencium bau darah, memperkirakan hal apa yang bisa menantinya, akan memberontak, menendang, menentang. Tapi tidak, mungkin hal itu juga tidak benar. Mungkin binatang yang cerdas juga dapat mengerti bahwa dia sudah ditakdirkan mati dan bisa menghadapi hal yang tidak bisa ditolak dengan tenang, Mau bagaimanapun, Tobias dan aku bukanlah sapi. Dan tidak satupun dari kami cacat secara intelektual. <Lupakan ini!> kata Tobias. <Kita harus menunggu yang lainnya kembali,> aku berhasil mengatakan. Bunyi-bunyian yang satu terdengar lebih keras dari yang lainnya. Dan makin lama makin dekat. Tepat didepan. Aku menjulurkan leherku. Aku lebih tinggi dari sapi yang berada didepanku. Aku menoleh melewatinya, dan awalnya tidak mengerti hal apa yang sedang kulihat. Sapi yang pertama sampai di tempat dimana semacam pompa dengan tekanan udara mendorong sisi-sisi lintasan, mengunci binatang itu diposisinya. Seseorang, dengan tangan yang sudah ahli, memasangkan belenggu di kaki-kaki belakangnya. Seorang yang lain menggenggam sebuah alat besar didepan kepala sapi. Benda itu memiliki tabung di bagian atasnya. Dia menekan pelatuknya.

BANG! Alatnya tersentak. Sapi itu roboh. Di dahinya terdapat lubang. Secara otomatis dia diangkat dengan kakinya. Aku menghitung ada dua sapi lagi diantara diriku dan pistol pembunuh. Aku sudah sering bertatap muka dengan kematian di pertarungan. Tapi tidak sebagai binatang bodoh yang akan disembelih. <Aku sudah berubah pikiran,> kataku. <Ayo pergi dari sini.>

Chapter 23
Aku mulai demorf. Tidak ada waktu! BANG! Sapi yang lain mati. Aku menolak maju ke depan. Apa yang mereka mau dari mengirimkan banteng? Seorang pria menggerutu. Dia berjalan menuju hadapanku. Dia membawa sebuah tabung dengan dua cabang di uung-ujungnya. Dia menusukkan tabung itu d Zzzzapppp! <Aarrgghh!> Rasa sakitnya luar biasa. Aku maju ke depan tanpa kusadari. Makin dekat! Aku sudah berhenti demorf. BANG! Sapi terakhir didepanku mati. Aku bersikukuh lagi. Tidak! Tidak! Tidak! Aku menancapkan kuku-kukuku. Tapi sekarang aku melanjutkan demorf, dan dari kuku-kuku banteng yang besar kuku-kukuku yang lebih halus mulai tumbuh. Aku hampir tidak bisa menopang berat badanku sendiri. Pria dengan belenggu akan menyadari hal itu Tapi segalanya akan sudah terlambat! Zzzzaaapppp! Zzzzaaapppp! Pria dengan tabung menancapkannya dua kali. Sekali di sisiku. Lalu dibawah perut. Rasa sakitnya! <Ax!> Teriak Tobias. Aku terhuyung. Tapi aku terhuyung ke depan! Kepalaku perlahan kehilangan konsentrasi. Fooosh!

Sisi-sisi lintasan menekan, mencengkramku kencang, tak bisa bergerak. Morf! Morf! Morf! <Ax!> teriak Tobias. <Ax! AX!> Mataku berair. Kepalau berputar-putar. Aku kebingungan, kehilangan arah, pusing. Aku melihat ke kanan. Alat itu mendatangiku. Tepat mendatangiku. Aku dapat melihat jari orang itu menempel di pelatuk. Lalu sosok baru. Besar cokelat menjulang dibelakang orang itu <Hei, teman! Habis ini kau istirahat saja,> kata Rachel. Dia mengayunkan cakar beruang grizzly raksasanya. Pria dengan alat pembunuh ambruk seperti salah satu sapi. <Penyelamatan yang hampir terlambat, ya kan?!> Tobias menuntut marah. <Maaf,> jawab Rachel. Aku menyadari aku sedang gemetar. Terguncang. Manusia-manusia yang lain berhamburan kemana-mana. Banyak yang melarikan diri. Beberapa berlari kearah kami. Menuju si beruang. Aku tidak bisa berhenti gemetar. Tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Aku demorf sambil gemetaran. Biarpun begitu aku tetap menyadari bahwa beberapa manusia mendekati Rachel, tidak kabur. Pengendali, tentu saja. Manusia normal akan lebih memilih untuk melarikan diri. Para Pengendali diantara mereka mengetahui beruang itu spesial. Mereka tahu atau mereka pikir mereka tahu beruang itu adalah Andalite yang sedang morf. Lusinan manusia meninggalkan pekerjaan mereka, mengambil pisau-pisau panjang, mengambil gergaji-gergaji mesin, dan mendatangi kami. <Padahal kita tidak mau main kasar,> kata Rachel. <Bakalan penuh bulu nih.> Dia mencengkram kedua sisi lintasan dengan kedua cakar depannya dan menarik. Kayu-kayunya langsung lepas. Aku mendesak dan keluar dan pergi. Dan saat itu, mata pengintaiku mulai berfungsi dan aku dapat melihat kebelakang, melihat ekorku sendiri. Ekorku yang cepat, akurat, dan mematikan. Aku binatang pemakan rumput, seperti yang sedang disembelih di tempat ini. Tapi aku bukan sapi. <Awas, orang itu punya gergaji mesin!> Teriak Tobias.

Seorang Pengendali-manusia berlari ke arahku dengan gergaji mesin yang panjang. Gergajinya menderu. FWAPP! Sekarang Pengendali-manusia itu yang menderu. <Dia tidak lagi memiliki gergaji mesin,> kataku.

Chapter 24
<Ayolah, ikuti aku,> kata Rachel. <Yang lainnya sedang dalam masalah. Aku datang untuk menjemput kalian.> <Well, nggak perlu cepat-cepat,> kata Tobias. <Kamu bisa menunggu, oh, sekitar satu milidetik lagi.> <Hei, aku sudah minta maaf.> <Kita kemana?> Tanya Tobias. <Paling ujung, sebelah sana,> jawab Rachel. <Pergilah! Ax dan aku akan menyusul.> Tobias sudah menjadi elang lagi. Dia mengepak dan terbang pergi, berbelok dan menghindari bangkai yang sudah dikuliti dan berbagai organ dalam. Rachel dan aku mengambil rute yang lebih pendek : melalui para Pengendali-manusia dengan pisau mereka. Kami berusaha untuk tidak membunuh seitap Pengendali. Terutama manusia, karena temanteman manusiaku memiliki semacam perasaan sentimentil terhadap spesies sesama jenis. Jadi kami selalu berhati-hati. Selalu menahan diri. Aku menahan kekuatan pisau ekorku. Tapi hal itu sulit dilakukan. Aku sudah sangat ketakutan. Tak pernah ketakutan seperti ini selama hidupku. Dan biarpun hal ini terdengar tidak logis, aku sekarang menyimpan dendam pada Pengendalimanusia yang bahkan sampai saat ini masih berusaha membunuhku. Kami menorobos para Pengendali-manusia itu dengan kekerasan. Menerobos mereka sementara darah dari bangkai sapi yang tergantung diatas menetes-netes. Kuku-kukuku berkecipakan di lantai yang tergenang. Apa yang kami temukan di ujung pembantaian berdarah ini adalah pertarungan yang lain. Pangeran Jake dalam morf harimau. Cassie dalam morf serigala. Marco dalam morf gorila. Tobias melayang dan menukik untuk mencabik dan mengoyak. Mereka dikelilingi, dihalangi, dikepung oleh sejumlah Pengendali-manusia yang jumlahnya makin bertambah. Lebih buruk lagi : Hork-Bajir mulai memasuki arena pertarungan dari dua arah. Punggung Pangeran Jake berhadapan dengan sebuah pintu yang tertutup. Dia mengaum dan mencakar dan menggunakan rahangnya yang kuat, tapi situasi benar-benar tidak mendukung. Mereka sudah benar-benar terkepung. Disudutkan. Terperangkap. Rachel dan aku mungkin bisa bergabung dan membantu mereka, tapi kami akan berakhir di perangkap yang sama. <Jake! Pintu dibelakangmu!> Teriak Rachel.

<Nggak bisa dibuka. Kita butuh lebih banyak otot! Cepat!> Rachel menolehkan kepala beruang grizzlynya yang besar dan dipenuhi bulu sambil menyapu satu Pengendali-manusia dengan gerakan mengusir lalat yang membuatnya melayang. <Well, Ax, yang kita harus lakukan sekarang hanya melewati sekitar lima puluh Hork Bajir, dobrak pintu itu, dan cari jalan keluar dari lubang neraka ini.> <Ya,> aku setuju. <Mari kita mulai.> Rachel bertumpu pada keempat kakinya. Dia mengaum serak dan menerjang. Tidak ada Andalite yang familiar dengan kehidupan binatang pecinta damai kami yang bisa mengerti arti terjangan beruang grizzly. Sebagian besar manusia pun tidak akan bisa membayangkannya. Beruang grizzly tidak tangkas dan anggun seperti kucing besar. Mereka lebih seperti anjing. Mereka bergerak degan cara berjalan yang terputus-putus, bergulung, yang mungkin terlihat seperti ragu-ragu, seakan mereka bisa berhenti kapan saja. Tapi lalu kamu mulai menyadari betapa besar mereka itu. Dan kamu mulai menyadari, kaku atau tidak, mereka snagat cepat. Dan kamu mulai menyadari kamu ini mungil, lemah, menyedihkan, dan tidak berarti. Kamu mulai menyadari beruang ini, beruang yang bergulung, penuh bulu, monster tak terhentikan ini, dapat membunuhmu hanya dengan benturan bahunya. Aku bisa melihat hal ini di setiap muka Pengendali-manusia. Melihat ketidakpedulian mereka berganti menjadi kekhawatiran dan berubah menjadi rasa panik serta teror, dalam beberapa detik, saat Rachel mulai menerjang. HHHHHHROOOOOOOOARRRHHHH! Lari! Banyak suara menyetujui. Tetap tinggal, jangan kabur! Satu orang berteriak. Dia bertahan didepan Rachel. Berdiri kaku. Dalam kira-kira satu sampai satu setengah detik. Lalu dia kabur. Saat Rachel berguling melewatinya, dia menyabetkan pisaunya. Pisau itu menyayat bulu. Bagaikan memukul pesawat Dome Andalite dangan cabang pohon. <Rachel! Hork-Bajir!> Dua Hork-Bajir besar melompat kearahnya, pisau-pisau lengan mereka berkilauan. Aku mencambukkan ekorku, kanan, kiri. Satu Hork-Bajir jatuh. Satu lagi ragu-ragu, cukup lama bagi kami untuk melewatinya. Kami menyatu dengan kumpulan perlawanan teman-teman kami.

<Mewakili Jendral Cluster, persilahkan aku menyambutmu di panggung terakhir13,> kata Marco saat dia menghujamkan kepalan gorilanya di tubuh salah satu prajurit Hork-Bajir. <Ini pintunya?> Teriak Rachel. <Yeah! Bisa kamu dobrak?> Rachel berdiri dengan dua kaki belakangnya. Dia harus menundukkan kepalanya saat satu bangkai sapi melayang datang, tertancap di pengangkut berjalan. Dia mengulurkan cakarnya dan menimpakan berat badannya pada pintu. WHAM! Tidak terjadi apa-apa! Pintu itu tidak bergeser. Dan sekarang raungan kemenangan pecah dari prajurit musuh yahg terus mengalir masuk, manusia dan Hork-Bajir. Kami terperangkap. Kalah jumlah. Lalu kami mendengar sebuah suara penuh kebencian yang sudah begitu kami kenal. <Betapa cocoknya,> Visser Three bersukacita. <Para bandit Andalite berkhir di tempat penyembelihan. Tangkap mereka! Belenggu mereka! Bunuh mereka! Ya, bunuh mereka!>

13

Jendral Custer merupakan bagian dari Peperangan di Little Bighorn, bagian dari Perang Besar Sioux (1876-1877), perang antara tentara Amerika Serikat dengan orang asli Amerika (Indian). Pasukan Custer dikalahkan oleh pasukan yang dipimpin Sitting Bull. Custer sendiri terbunuh disana. Nat

Chapter 25
<Rachel!> Kata Pangeran Jake singkat. <Hantam lagi!> WHAM! Rachel menghantam pintu itu lagi. Tidak ada yang terjadi. Slash! Sebuah pisau Hork-Bajir menyayat dadaku. Tidak dalam. Tidak sakit. Tapi menakutkan. Cassie diselimutii darah kering. Marco hanya menggunakan satu lengan. Yang satunya lagi bergantung lemas. Pangeran Jake sedang menyerang, menyerang, menyerang dengan segala keganasan morf harimaunya, tetapi dia mulai lelah. Tobias kesulitan bermanuver di langit yang dipenuhi bangkai sapi melayang. <Hei! Apa papan kode!> Kata Rachel. Aku menutar satu mata pengintai. Ada papan kode. Bukan desain Yeerk, sudah pasti. Terlalu primitif. Tapi memang kebanyakan yang bekerja di tempat ini bukan Yeerk. <Ax!> Jake berteriak. <Akan kucoba,> kataku. Aku mundur dari pertarungan, berjalan ke sebelah Rachel. Aku menyabitkan ekorku. Pisaunya menghancurkan cover papan kode itu. Aku menghubungkan dua buah kawat. Pintunya terbuka. Kami berhamburan ke pintu. Berdarah-darah, kelelahan, ketakutan, terluka. Rachel menutup pintu dibelekang kami. Aku melompat untuk mengakses papan kode pintu dari sisi ini. Aku menarik lepas semua kabel yang bisa kucapai. Bukan solusi yang elegan, tapi efektif. <Geez, aku bisa melakukan itu,> gumam Marco. Kesunyian yang mendadak menuruni kami. Dari pintu terderngar suara pukulan yang teredam. <Mereka akan lewat tidak lama lagi,> kata Tobias. <Visser Three akan mengeluarkan semua Pengendali yang dia punya ke tempat ini,> ujar Marco. <Dia akan bawa mereka dari orbit. Akan ada ribuan Pengendali disini!> Baru saat itulah kami memperhatikan ruangan yang sudah kami masuki. Ruangan itu, dari berbagai persepsi, identik dengan ruangan di laboratorium uji coba binatang dimana para simpanse dikurung. Barisan kadang. Sisi kiri dan kanan. Lantai bata dan dinding ubin putih. Cahaya yang terang benderang.

Tapi ada satu perbedaan yang sangat jelas. Di tempat dimana seharusnya simpanse yang diletakkan, ada manusia. Dua lusin manusia menghuni tiap kandang. Mereka tidak bergerak. Mereka tidak menoleh untuk melihat kami. <Apa mereka mati?> Tanya Rachel. Kataku, <Tidak. Bio-stasis, aku yakin. Mereka bisa dibebaskan dari status ini dan berfungsi secara normal lagi.> <Apa yang > Kata Cassie. Lalu dia berdiri dengan kedua kaki belakangnya dan meletakkan cakarnya pada jeruji sehingga dia bisa melihat grafik diluar kandang terdekat. <Proyek Kepatuhan,> dia membaca. <Obat-obatan berhasil.> Dia bergeser ke kandang berikutnya. <Proyek Kepatuhan. Obat-obatan berhasil.> <Obat-obatan apa?> Tanya Tobias. <Nggak ada keterangan. Hanya tertulis Formula Tujuh-puluh-satu.> Aku melihat satu set komputer. Desainnya sangat bergaya Yeerk, lumayan modern. Dalam standar Yeerk. Komputer itu hidup, tidak dilindungi. Seseorang sudah menggunakannya baru-baru ini. <Proyek Kepatuhan,> kataku pada komputer. <Jelaskan.> Dia membalas dalam suara manusia buatan. Proyek Kepatuhan adalah hasil pemikiran pemimpin kami yang hebat dan agung, Visser Three, pahlawan pemberontakan Taxxon, Bencana bagi para Andalite, Penguasa Bumi. <Ya ampun.> Rachel melirik manusia dalam kandang. Proyek Kepatuhan didesain khusus bagi komponen biologikal yang telah dimanipulasi secara genetik untuk menghapus bagian otak manusia yang mengatur keinginan bebas. <Apa katanya?> Kata Marco. Proyek Kepatuhan telah sukses dengan Formula Tujuh-puluh-satu yang diaplikasikan pada simpanse, sebuah spesies Bumi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan manusia. Sukses seratus persen telah tercapai, semua berkat sang jenius Visser Three! <Bagaimana caranya kamu memprogram komputer untuk bicara sampah seperti itu?> Tobias bertanya-tanya. Dia sedang beristirahat diatas salah satu kandang. Dan uji coba pada manusia telah menunjukkan bahwa Formula- Tujuh-puluh satu telah berhasil seratus persen juga! Fase Tiga telah siap : Penyebarluasan Formula Tujuh-puluh-satu melalui suplai makanan manusia, diikuti penguasaan planet Bumi!

Chapter 26
Dalam beberapa waktu tidak ada yang berbicara. Lalu Marco angkat suara, <mereka akan menaruh semacam formula sihir pada daging dan formula itu akan menghilangkan keinginan bebas manusia?> <Aku yakin, formula itu dibuat untuk menekan bagian otak manusia yang mengatur keinginan bebas> jawabku. <Itu gila!> <Kalau itu berhasil, Yeerk bisa menguasai seluruh spesies manusia tanpa harus bertarung,> kata Rachel. <Mengubah manusia menjadi mesin tak berotak,> Pangeran Jake menyetujui. <Kita nyaris mati hanya karena ini? Untuk ini?> Cassie menuntut. <Kenapa, ini nggak terlalu serius buatmu?> balas Marco kesal. <Maksudku, benda ini bisa memperbudak semua manusia dalam hitungan minggu!> Cassie tertawa, hampir bersimpati. <Oh, please. Nggak bakal ini bisa berhasil.> <Seratus persen berhasil,> bantah Pangeran Jake. <Bohong,> kata Cassie simpel. <Kamu hanya nggak bisa menghadapi kenyataan,> kata Rachel keras. <Maksudku, ayolah! Para Yeerk itu jauh lebih canggih dari kita secara ilmiah. Mereka bisa melakukan ini!> <Nggak,> kata Cassie teguh. <Mereka nggak bisa. Ayo, kita harus mencairkan, atau apalah, orang-orang ini. Kita harus membebaskan mereka.> <Kamu nggak bisa membebaskan mereka,> ujar Marco. <Apa kamu nggak mengerti? Mereka sudah kehilangan keinginan bebas mereka! Kita cairkan mereka, mereka akan lakukan apapun yang Yeerk-Yeerk itu sudah perintahkan pada mereka. Berbalik pada kita. Menyerang kita!> <Kita NGGAK meninggalkan manusia dalam kandang,> kata Cassie marah. <Mereka bukan manusia lagi,> Marco lebih marah. <Mereka sudah sama seperti Pengendali. Tanpa keinginan bebas. Budak!> <Sekarang, dengarkan aku,> kata Cassie. <Nggak ada satupun, apapun yang bisa menghilangkan keinginan bebas. Jangan konyol. Bahkan dengan Yeerk dalam kepalamu, kamu punya keinginan bebas. Bukan bebas melakukan sesuatu, tapi bebas untuk berpikir, untuk percaya, untuk berharap atau mencintai atau apapun.> <Ini lebih buruk daripada Yeerk, Cassie,> Pangeran Jake berargumen. <Yang ini lebih dalam. Keberhasilan seratus persen.>

<Aku tidak bermaksud menginterupsi. Diskusi ini sangat menarik,> ujarku. <Namun, aku punya satu pertanyaan.> <Apa?> Rachel menghela nafas. <Jika manusia-manusia ini tidak memiliki keinginan bebas, mengapa mereka dikurung? Dan, tentu, mengapa mereka dibekukan dalam keadaan bio-stasis?> Gerakan mendadak. Di ujung terakhir ruangan. Pria tua yang kecil memakai pakaian putih bersih. Dan menggenggam pistol sinar Dracon. J-j-jangan bergerak! Aku akan menem-nem-nem-nem <Nembak,> Rachel membantu. <Jangan bergerak atau kamu akan menembak.> Manusia itu mengangguk. Ting-ting-ting-tinggalkan tempat ini! Kembali kesana. Kalian tidak diperbolehkan berada disini! <Kupikir kami tidak bisa melakukan hal itu,> kata Pangeran Jake kalem. Lalu, dengan satu gerakan mengalir yang sangat lancar sampai-sampai manusia itu tidak punya waktu untuk berkedip, Pangeran Jake menerjang dan menyingkirkan pistol sinar Dracon itu dari tangannya. Senjata itu menggelincir kebawah sebuah kandang. Reaksi manusia itu aneh. Dia mulai menangis. Dia menjatuhkan diri ke kursi didepan komputer, membenamkan mukanya dalam kedua telapak tangannya, dan mengeluarkan suara-suara ratapan. Dia akan membunuhku! Tentu saja, dia akan membunuhku, mau bagaimanapun juga. Hanya masalah waktu. <Dia maksudnya Visser Three?> Tanyaku. Tentu Visser Three, jawabnya pahit. Siapa lagi? Proyek ini merupakan idenya. <Tapi berhasil, kan? Jadi mengapa dia mau membunuhmu?> Tanya Rachel. Pria itu mengangkat kepala dan memutar bola matanya. Tidak berhasil. Aku memalsukan hasilnya. Kami semua memalsukan hasilnya. Kami tidak punya pilihan lain! Visser Three terus meminta hasil, hasil, hasil! Jadi kami beri dia hasil. Kebohongan! Semua hanya setumpuk kebohongan! <Ouch,> kata Marco. <Swish! Cassie mencetak three-point.> <Aku seharusnya pasang taruhan,> kata Cassie puas. Aku mau memeberitahunya. Aku mau mengatakan, lihat, ini tidak akan berhasil. Kamu tidak mengerti! Tidak ada yang namanya manusia tanpa keinginan bebas. Hal itu hal itu bodoh sekali! Tapi dia bukan ilmuwan, terlebih lagi filsuf. Kamu tidak bisa memisahkan makhluk dengan perasaan dari keinginan bebas mereka. Mereka berkeinginan bebas. Yeerk, Hork-Bajir, manusia, siapapun. Makhluk dengan perasaan memiliki keinginan bebas seperti benda memiliki massa. Kamu tidak bisa memisahkan hal itu dari mereka! Tapi Visser Three tidak mau dengar.

<Ya, kami sudah tahu itu,> kata Marco kering. <Dia bukan orang yang sangat baik hati.> <Apa ada jalan lain keluar dari sini?> Tanya Pangeran Jake. Aku tidak bisa menolongmu. Dia akan membunuhku, pria itu memelas. <Tahu nggak, aku mungkin akan kasihan kepadamu, tetapi coba lihat? Dasar sampah! Kamu mengurung orang-orang ini! Manusia-manusia ini,> tambah Cassie. <Kami Andalite tidak mendukung kegiatan seperti ini! Mereka memiliki keluarga yang pasti sekarang sedang -> Tidak, tidak ada keluarga. Mereka semua penghuni jalanan. Aku bukan orang bodoh. Aku tahu mereka harus disingkirkan nantinya. Cassie sudah menerjangnya sebelum pria itu menarik nafas berikutnya. Dia menjatuhkannya, menekankan dua cakar depan di bahunya, dan memamerkan gigi-giginya didepan wajah pria itu. <Kami tidak menyingkirkan manusia,> kata Cassie. <Kami harus keluar dari sini. Sekarang. Atau kami tidak akan menyerahkanmu pada Visser Three. Kami akan mencairkan manusia-manusia ini dan menyerahkanmu pada mereka.> Biarkan aku lari bersama kalian, pintanya. Aku lebih baik mati kekurangan sinar Kandrona daripada harus berurusan dengan Visser Three. WHAM! WHAM! Seseorang sedang membombardir pintu dengan benda yang sangat berat dan besar dari luar. <Mereka akan menggunakan sinar Dracon nggak lama lagi,> Marco memperingati. <Nggak ada waktu!> <Kita nggak akan meninggalkan orang-orang ini,> kata Cassie. <Ya, kita nggak akan meninggalkan mereka,> Pangeran Jake menyetujui. <Ax. Rachel. Dan aku, bersiap di pintu. Yang lain, keluarkan mereka semua.> WHAM! WHAM! WHAM! Pintunya mulai retak. Bengkok kedalam. Dengan mata pengintaiku aku melihat kebelakang, dan para manusia yang terkurung mulai beranjak. Cassie menon-aktifkan bio-statisnya. Mereka bergerak-gerak dalam kandang mereka. Hewan liar! Itu beruang! Seorang pria berteriak. Yeah, well, itu apa? Seorang wanita menunjuk ke arahku. WHAM! WHAM! WHAM! <Semuanya keluar. Kita pergi dari sini,> perintah Pangeran Jake. Siapa yang bilang? Seorang pria tua bongkok bertanya.

<Bukan siapa-siapa,> jawab Cassie lembut. <Pilihanmu. Tinggal atau pergi.> Yeah? Well, tempat perlindungan ini buruk sekali. Aku mau kembali ke Tentara Penyelamatan14, kata pria itu. <Hmmm,> kata Cassie. <Aku percaya manusia itu sedang menggunakan keinginan bebasnya.> <Kamu akan pamer soal hal ini selama-lamanya, ya kan?> Marco menanyainya. <Ya.> <Oke, bagaimana cara kami keluar dari sini?> Pangeran Jake bertanya pada ilmuwan Pengendali itu. Ikuti aku. Kami membentuk semcam parade yang kacau. Cassie dan aku, si ilmuwan itu didepan. Selusin manusia yang kebingungan dan lusuh, tetapi merdeka. Dan berjaga di belakang, tegang serta siap menghadapi Yeerk yang akan memasuki ruangan, teman-temanku yang lain. <Aku punya pertanyaan,> kataku pada ilmuwan itu. <Pertanyaan ilmiah.> Andalite, katanya tanpa amarah yang khas. Setidaknya kalian benar-benar menghargai ilmu pengetahuan. <Para simpanse. Kau bilang formula itu tidak berhasil karena makhluk berperasaan tidak bisa dipisahkan dari keinginan bebas mereka. Jadi aku harus bertanya : apakah formula itu bekerja pada simpanse? Apakah mereka, sebenarnya, memiliki perasaan?> Para simpanse? Formula itu tidak bekerja. Tapi apa hal itu disebabkan keinginan mereka tidak terpengaruh? Atau apa karena mereka tidak punya keinginan untuk dipengaruhi? Kami tidak tahu.> <Aku tahu,> kata Cassie.

14

Salvation Army. Cabang pengelolaan gereja Kristen yang bentuk aplikasi organisasinya mirip organisasi militer. Dikenal akan aksi-aksi amal dan bakti sosial. Nat

Chapter 27
Di ujung misi yang bodoh, kacau, dan tak berguna yang paling bodoh dan paling tak berguna dari semua misi yang ada, kata Marco. Hari berikutnya. Kami berada di mall. Di food court. Food court adalah semacam kuil makanan-makanan enak. Aku menggunakan morf manusiaku, tentu saja. Yang berarti aku punya mulut. Tobias juga manusia. Dan sebentar lagi, sesaat setelah Rachel selesai berbaris, aku akan mendapatkan roti kayu manis yang enak. Maksudku, kita repot-repot untuk apa? Untuk sebuah rencana Yeerk yang memang sudah gagal dari sananya. Kita seharusnya bisa tinggal diam di rumah. Kita membebaskan beberapa simpanse, kata Cassie. Dan manusia juga, Marco, yang bahkan lebih bagus lagi. Marco tertawa. Oh ayolah, kamu tahu kamu ini maniak binatang dan memeluk pohon. Ayolah. Kamu sedang memakai Birkenstocks15 kan sekarang? Mengaku saja. Rachel kembali membawa senampan makanan. Termasuk roti kayu manisku yang luar biasa lezatnya. Dia memberikan beberapa makanan pada teman-temanku. Lalu, akhirnya rotinya! Aku mulai memakannya, berhati-hati agar tidak memakan piring kertasnya juga, karena mereka bilang hal itu tidak pantas dilakukan. Ini burgermu, Marco, kata Rachel. Oh! Aku nggak percaya ini. Burger? Kata Cassie. Setelah Ax hampir dikuliti? Setelah keluar dari tempat penyembelihan itu? Marco membuka mulutnya lebar-lebar dan memakan satu gigitan besar. Dia mengunyah sementara kami semua menonton. Burgernya kelihatan enak, dengan sejumlah besar lemak beraroma. Rachel mengetukkan jarinya ke meja dan memperhatikan Marco dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. Pangeran Jake juga memperhatikan. Aku segera kembali, kata Rachel, lalu dia berdiri. Belikan aku satu juga, kata Pangeran Jake. Acarnya yang banyak. Mmmfff! Kataku, tidak mampu membuat bunyi-bunyian mulut karena sepotong roti kayu manis mengganjal lidahku.
15

Merek alas kaki Jerman. Masalahnya alas kaki model ini sangat, sangat. Sangat nggak trendy. Dan ini bukan pendapat subjektif. Nat

Beli tiga," Pangeran Jake menerjemahkan.

Anda mungkin juga menyukai