Anda di halaman 1dari 11

1. Efek samping dari fenolik yg berbahaya, fenolik yg berefek samping Lignin dan lignin Lignin bias berikatan dg selulosa..

Kalau udah tggi.. trimar Dalam mengetahui sifat alir sediaan plastis digunakan CMC-Na dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 1% dan 0,5%. Keduanya diuji menggunakan viskosimeter stormer untuk membandingkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan 100 putaran dengan beban tertentu. Dari hasil yang didapat keduanya memiliki waktu yang hampir sama untuk memutar beban, hal ini terjadi pada beban 150 dan 200 gram, keduanya memerlukan waktu 51 dan 28 detik. Pada beban 50 gram, CMC-Na 1% memerlukan waktu 807,6 detik/1,86 rpm sedangkan CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 979,2 detik/1,53 rpm. Pada beban 300 gram, CMC-Na 1% memerlukan waktu 12 detik/125 rpm sedangkan CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 13 detik/150,325 rpm. Dilihat dari data yang ada sifat alir CMC-Na 1% lebih baik dari pada CMCNa 0,5%, karena waktu yang diperlukan lebih cepat. Bila beban dengan kecepatan putar diplotkan dalam grafik maka akan dihasilkan grafik aliran plastis, kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau akan memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga yield. Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang tersuspensi dalam suspensi pekat, adanya yield value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah sebelum aliran dapat terjadi.

Penyusun senyawa lignin ( p

Perhitungan a. Perhitungan k spesifik tiap tabung K1 = log = log = 0,4606 log 0,8651 = 0,4606 (-0,0629) = -0,029 b. Perhitungan t50% untuk tabung 1 t50% = = = = 0,298 3. Grafik hubungan log C dan t Dari grafik di atas, diketahui persamaan garis y = -0,013x + 0,561; maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: y = bx + a b= -0,013 = K tot = 0,029 menit-1 , maka : log C = log Co t , sehingga:

t90

= = = 3,62 menit

t 50%

= = = 22,03 menit

F. PEMBAHASAN Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan produk semakin banyak. Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju terbentuknya produk. Faktor-faktor yang mempercepat kadaluarsa obat meliputi faktor internal yaitu proses peruraian obat itu sendiri dan karena faktor eksternal yaitu oksigen, temperatur, cahaya dan kelembapan. Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus.

Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satua waktu. Satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.

Perubahan konsentrasi mula-mula dijadikan acuan untuk mengetahui kecepatan dekomposisi obat atau waktu paruh obat, yang dinyatakan dengan tetapan laju reaksi (k). Waktu paruh obat merupakan waktu yang dibutuhkan suatu zat untuk terurai. Waktu paruh obat berguna untuk mengetahui seberapa lama suatu sediaan itu stabil. Perlakuan pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan memasukkan larutan asetosal kedalam 5 buah tabung reaksi masing - masing sebanyak 5 ml. kemudian kelima tabung reaksi tersebut dimasukkan kedalam gelas kimia 500 ml yang berisi air dan kertas. Kertas dalam gelas kimia berfungsi untuk menjaga agar thermometer dapat terpasang dengan baik. Selanjutnya, gelas kimia tersebut diletakkan pada hot plate untuk dipanaskan. Dilakukan pemanasan karena pada percobaan ini menggunakan metode elevated yaitu suatu metode yang digunakan untuk mempercepat reaksi suatu obat dengan memanaskannya pada temperature yang lebih tinggi. Dengan metode ini kita dapat mempercepat terurainya molekul atau senyawasenyawa dalam obat dengan pemanasan. Adapun alasan digunakan metode elevated karena metode ini cukup mudah dilakukan dengan hasil yang akurat. Pada percobaan ini suhu yang digunakan untuk memanaskan larutan yaitu 40 0C. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asetosal yang pada pembuatannya dicampur dengan alkohol yang mudah menguap. Sehingga, untuk menghidari penguapannya maka digunakan suhu 40 0C. tabung reaksi yang telah dipanaskan dikeluarkan satu persatu dari gelas kimia dengan selang waktu 5 menit. Sehingga diperoleh waktu untuk pemanasan tabung I

yaitu 5 menit, tabung II 10 menit, tabung III 15 menit, tabung IV 20 menit dan tabung V 25 menit. Selain ke 5 tabung diatas, ada salah satu tabung reaksi atau tabung VI yang berisi asetosal. Namun, pada perlakuanya tabung ini tidak dipanaskan karena akan digunakan sabagai larutan standar, pembading atau sebagai konsentrasi mula mula. Perlakuan selanjutnya yaitu dengan menyimpan tabung reaksi yang telah dipanaskan pada gelas kimia yang berisi es batu. Es batu ini berfungsi untuk menghentikan penguraian yang terjadi pada saat asetosal dipanaskan. Setelah semua tabung didinginkan dan didiamkan di sebuah gelas kimia kosong, maka kelima tabung reaksi yang melalui proses pemanasan tadi diteteskan dengan larutan FeCl3 sebanyak satu tetes. Perlakuan ini juga dilakukan pada tabung reaksi keenam yang tanpa melalui proses pemanasan. Adapun tujuan ditetesi dengan stu tetes larutan FeCl3 adalah agar terbentuk kompleks antara Fe3+ dengan asetosal sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna bening menjadi berwarna keunguan yang tidak terlalu pekat. Dengan adanya warna ini maka dapat dihitung nilai absorbansinya (yang digunakan untuk nilai log C) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Nilai konsentrasi suatu obat berbanding lurus dengan nilai absorbansinya sehingga dengan diketahuinya nilai absorbansi maka konsetrasi nya juga dapat diketahui. Hasil yang diperoleh untuk nilai absorbansi yaitu seharusnya semakin kecil apabila semakin lama proses pemanasannya. Hal ini didasari bahwa apabila suatu senyawa dipanaskan maka akan menaglami penguraian sehingga konsentrasinya semakin kecil. Namun, pada percobaan ini khususnya tabung IV menunjukkan nilai absorbansi yang lebih besar dari pada tabung sebalumnya atau tabung III. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan larutan FeCl3 yang berlabihan.

G. KESIMPULAN Kesimpulan dari percobaan ini adalah Kinetika reaksi kimia yaitu kecepatan reaksi dan mekanisme reaksi yang dapat menunjukkan seberapa cepat proses reaksi berlangsung dalam waktu tertentu, dan untuk mengetahui waktu kadaluwarsa obat yaitu dengan cara uji stabilitas. Semakin panas suhu yang diberikan pada suatu obat maka waktu kadaluarsa obat semakin cepat sehingga untuk menyimpan obat sebaiknya di tempat sejuk atau terhindar dari kontak langsung dengan matahari.

Tambahan

. BAB V PEMBAHASAN Kelarutan suatu zat merupakan faktor yang sangat penting dalam suatuproses formulasi sediaan obat. Karena ini digunakan untuk memperkirakankecepatan absorpsi obat dan merupakan salah satu cara untuk meningkatkanketersediaan hayati suatu obat di dalam tubuh. Ketersediaan hayati sangattergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelumdiserap ke dalam tubuh. Kelarutan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalamlarutan jenuh pada temperatur tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagaimolekuler homogen. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentumenunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan pelaruttersebut. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Kelarutan suatu zat terutama obat sebagian besar disebabkan oleh polaritasdari pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarutionik dan zat polar lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogenmerupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritasyang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Selain itu, kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimiazat terlarut dan pelarut. Selain itu, juga bergantung pada faktor temperatur,tekanan, pH, dan untuk jumlah yang kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut.Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta dielektrikpelarut. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakanrasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstantadielektrik dapat dirumuskan sebagai berikut. Cx Cv Konstanta dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yangmemilki konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat 29 2. polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawanonpolar. Senyawa yang digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal.Sedangkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur sebanyak 100 mlyang terdiri dari air, alkohol, dan propilen glikol. Pelarut campur dibuat dalamtujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut. Air Alkohol 95% Propilenglikol 60 0 40 60 20 20 60 40 0 Cairan propilenglikol memiliki sifat yang lebih kental cairannyadibandingkan air dan alkohol. Pada saat pencampuran ketiga cairan,propilenglikol tidak bisa cepat larut, diperlukan pengocokan untukmenghomogenkan cairan tersebut. Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan,semakin besar konsentrasi asetosal yang dapat larut di dalamnya. Hal inidisebabkan karena asetosal sukar larut dalam air, namun mudah larut dalametanol. Sehingga, semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur, semakinbesar konsentrasi asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yangrendah sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakinrendah konstanta dielektrik dari pelarut campuran. Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasilpenjumlahan tetapan dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikandengan % volume setiap komponen pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarutyang digunakan dalam pelarut campur, konstanta dielektrik dari pelarut campurdapat ditentukan. Untuk mengukur kelarutan asetosal dalam campuran pelarut maupunkelarutan asam benzoat ketika adanya penambahan surfaktan, dilakukan prosestitrasi. Dalam hal ini, titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Pembuatan NaOH0,1 N dilakukan dengan melarutkan 400 mg NaOH ke dalam 100 ml air, laludiaduk hingga homogen. Konsentrasi ini diperoleh dari perhitungan berikut: 30

3. g = N x V x BE = 0,1 N x 0,1 L x (40/1) = 0,4 g Pertama kali uji kelarutan dilakukan dengan melarutkan asetosal ke dalammasing-masing pelarut campur sedikit demi sedikit. Ternyata, asetosal tidakmampu melarut ke dalam pelarut campuran. Oleh karena itu, larutan kemudiandilarutkan menggunakan mixer selama 5 menit sampai diperoleh larutan jenuh.Larutan jenuh ini ditandai dengan adanya asetosal yang tidak dapat melarut lagi.Larutan jenuh yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring, tujuan daripenyaringan ini untuk memisahkan serbuk asetosal yang tidak larut lagi dalamlarutan jenuh sehingga hasil yang akan diukur hanyalah dalam bentuk larutan saja.Larutan jenuh asetosal kemudian ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 2tetes, diaduk sampai homogen. Selanjutnya dilakukan titrasi sampai terjadiperubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang dilakukanadalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan asetosal terhadap larutanyang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikatorfenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10.Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan ataumengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalahtitik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandaidengan terjadinya perubahan warna. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah terjadinya penguapanpada alkohol, karena sifat alkohol yang sangat mudah menguap. Volume NaOHyang dibutuhkan untuk menitrasi asetosal dalam berbagai konsentrasi pelarutcampur berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh praktikan, adasalah satu pengamatan yang tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan yakni padapengerjaan yang dilakukan oleh kelompok II. Seharusnya untuk komposisi pelarutcampur, dibutuhkan volume NaOH yang semakin meningkat. Namun padakomposisi air 60 ml, alkohol 40 ml justru semakin menurun. Hal ini disebabkan 31 4. pada NaOH yang digunakan telah terkontaminasi indikator fenoftalein. Lain lagi,pada kelompok I, di mana awalnya volume NaOH yang dibutuhkan meningkatnamun menjadi konstan atau stagnan dengan volume NaOH sebesar 96 ml. Bila dilihat dari grafik percobaan dapat disimpulkan bahwa grafik yangtepat di mana dengan adanya komposisi pelarut campur dengan perbandinganyang telah ditentukan, maka tingkat kebutuhan volume NaOH untuk melarutkanasetosal akan semakin meningkat. Dalam hal ini, terdapat beberapa grafik dariempat kelompok yang dapat diurutkan sesuai hal yang diharapkan yaitu grafikdari kelompok IV, III, I, dan II. Volume NaOH yang dibutuhkan hanya sedikit untuk asetosal dengan pelarutcampur yang kandungan airnya lebih banyak. Sebaliknya apabila pada komposisipelarut campur terdapat banyak volume alkohol, maka volume NaOH yangdibutuhkan semakin banyak. Pada percobaan ini menujukkan titik ekuivalendengan waktu yang lama, sehingga memerlukan volume NaOH yang cukupbanyak. Hal ini disebabkan karena NaOH lebih mudah bereaksi dengan airdibanding alkohol. Asetosal sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol, oleh karenaitu banyaknya volume titran (NaOH) yang dibutuhkan dipengaruhi oleh kelarutandari asetosal tersebut. Kandungan alkohol pada pelarut campur yang banyakmenyebabkan asetosal yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakinkuat, sehingga pada saat dititrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan.Berbeda dengan apabila kandungan air lebih banyak maka volume NaOH yangdibutuhkan semakin sedikit karena asetosal yang terkandung dalam pelarut lebihsedikit. Dengan demikian titrasi yang terjadi hanya pada NaOH dan air.Sedangkan asetosal dalam bentuk asam bebas. Bila dilihat dari grafik atas dasar pengaruh pelarut campur terhadapkelarutan diketahui penggunaan alkohol yang terdapat dalam pelarut campurmeningkatkan kelarutan asetosal. Pada percobaan asetosal dengan menggunakan pelarut

campur yaitu air,alkohol, dan propilenglikol, faktor yang mempengaruhi kelarutan yang ingindiketahui adalah jenis pelarutnya. Dari percobaan pertama ini dapat diketahui 32 5. bahwa kelarutan suatu zat dapat meningkat apabila digunakan campuran pelarutdengan perbandingan yang tepat. Namun, jika campuran yang digunakanperbandingannya tidak tepat, kemungkinan kelarutan zat tersebut bisa saja tidakmeningkat atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalamsatu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (Co-solvency).Campuran pelarut ini banyak digunakan pada campuran pelarut obat. Co-solvencydapat dipandang sebagai modifikasi polaritas sistem pelarut terhadap zat pelarutatau terbentuknya pelarut baru yang terjadinya interaksi antar masing-masingindividu pelarut dalam sistem campuran tidak mudah diduga. Dengan demikianco-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan pelarutan karena adanyapenambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Uji kelarutan yang kedua dilakukan pada asam benzoat dengan penambahansurfaktan. Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkankelarutan. Apabila surfaktan didispersikan dalam air pada konsentrasi rendahmaka akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non polar ke arah udara. Kumpulan surfaktan akanmembentuk lapisan monomolekuler. Selanjutnya bila permukaan cairan telahjenuh dengan molekul surfaktan maka molekul yang berada dalam cairanmembentuk agregat disebut misel. Konsentrasi saat misel terbentuk disebutKonsentrasi Misel Kritik (KMK). Sifat penting misel yaitu kemampuan dalam menaikkan kelarutan zat-zatyang sukar larut dalam air proses ini dikenal dengan solubilisasi miselar.Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan miselmembentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi molekul zatterlarut dalam misel tergantung pada polaritas zat tersebut. Titik KMK adalah titikdi mana penambahan surfaktan tidak lagi mempengaruhi tegangan permukaan.Setelah dilalui titik KMK maka penambahan surfaktan berpengaruh terhadapsolubilisasi miselar di mana pada keadaan ini akan terjadi pelarutan spontan zatmelalui interaksi misel dan surfaktan. 33 6. Pada uji kelarutan dengan penambahan surfaktan menggunakan tween-80dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk menguji kelarutan asam benzoat.Asam benzoat adalah zat yang larut dalam 350 bagian air dan 3 bagian etanol.Tween-80 dapat melarutkan tegangan antarmuka antara obat ke medium sekaligusmembentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalammedium. Pada tabel hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa tween 80 dapatmeningkatkan kelarutan dari asam benzoat. Perubahan konsentrasi asam benzoatterlihat signifikan setiap penambahan konsentrasi tween 80 yang semakin besar.Konsentrasi terendah terdapat pada larutan asam benzoat dengan penambahanTween 80 sebanyak 10 %, sedangkan tertinggi terdapat pada penambahan Tween80 100 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada percobaan ini yangmenggunakan Tween 80 konsentrasi 10 %, 50 %, dan 100 % untuk menaikkankelarutan, yang optimum adalah pada penambahan Tween 80 100 %. Hal inikemungkinan disebabkan karena mekanisme solubilisasi miselar. Kadar di bawahCMC (Critical Micelle Concentration) surfaktan dapat meningkatkan kelarutanobat yang mana untuk Tween 80 terjadi pada konsentrasi 100 %. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan ke dalam larutan asambenzoat , semakin besar juga volume NaOH pada saat dilakukan titrasi asam basa.Hal ini menujukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan, maka semakintinggi juga kelarutan dari asam benzoat. Ini terjadi karena surfaktan merupakanmolekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofil (suka air/polar) dan memilikigugus lipofil (suka minyak/non polar) sehingga surfaktan memiliki afinitasdengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak). Namun jika dilihat padagrafik ada beberapa percobaan yang garisnya tidak naik ke atas. Hal ini

dapatdisebabkan oleh :- Konsentrasi surfaktan yang tidak sesuai dengan aslinya, dimana tween80 masih ada pada kaca arloji sehingga konsentrasi tween-80 berkurang.- Adanya kontaminasi indikator fenoftalein pada buret berisi NaOH sehingga reaksi lebih cepat terjadi. 34 7. Berdasarkan grafik di atas konsentrasi asam benzoat akan semakinmeningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan. Grafik setelah naikakan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya semakin konstan.Kadar kelarutan asam benzoat paling optimum terdapat pada larutan dengankonsentrasi surfaktan 100 mg/ 100 ml. Grafik ini tepat ditunjukkan pada hasilpercobaan yang dilakukan oleh kelompok IV. Sedangkan, pada hasil percobaanyang lain grafik mengalami naik-turun sehingga tidak tepat dengan hasil yangdiinginkan juga literatur yang ada. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan di samping konstantadieletrik pelarut, adapula akibat pengaruh pH, temperatur, jenis pelarut (padapercobaan pertama), bentuk dan ukuran partikel (misalnya saja asetosal dan asambenzoat), surfaktan, serta efek garam. Semakin kecil ukuran partikel zat makaakan mempercepat kelarutan zat itu sendiri. Dan dengan adanya garam justrudapat mengurangi kelarutan zat tersebut. Semakin tinggi pH maka semakin meningkat kelarutan asetosal maupunasam benzoat. Hal ini terjadi karena suatu zat aktif yang memiliki kelarutan asammaka kelarutannya pun akan tinggi. Kelarutan asam-asam organik lemah dalam air akan bertambah dengannaiknya pH. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya garam yang mudah terlarutdalam air. Sedangkan basa-basa organik pada umumnya sukar larut dalam air.Bila pH diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garamyang mudah larut dalam air. Kelarutan dipengaruhi pH karena adanya reaksi asam basa yang membuatasetosal maupun asam benzoat berikatan dengan basa membentuk molekul garamdan air. Dalam hal ini kedua zat tersebut dapat terionisasi sehingga dapat mudahlarut dalam air. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur.Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula kelarutan. 35

Anda mungkin juga menyukai