Anda di halaman 1dari 20

Dania Ahdariyah Putri 1102011069 1. Anatomi Sistem Pendengaran dan Keseimbangan a.

Makro Telinga dapat dibagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam.

Telinga Luar Telinga luar terdiri dari pinna atau aurikula yaitu daun kartilago yang menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5cm yang merentang dari aurikula sampai membran timpani. (Sloane, 2003) Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalamnya hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen. (Soepardi, 2007)

Telinga Tengah Terletak di rongga berisi udara dalam bagian dalam bagian petrosus tulang temporal. Batasbatas telinga tengah adalah sebagai berikut : - Batas luar : membran timpani - Batas depan : tuba eustachius - Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) - Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis - Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) - Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani merupakan perbatasan telinga tengah, berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan membran mukosa permukaan internal. Membran ini memisahkan telinga luar dan telinga tengah dan memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Tulang pendengaran di telinga tengah terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus

melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tulangtulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.

Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba yang biasanya tertutup dapat terbuka saat menguap, menelan atau mengunyah. Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Telinga Dalam Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah terdiri dari dua bagian : Labirin tulang (ossea) Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian :

1. Vestibula - Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang berhubungan dengan telinga tengah. - Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe. 2. Saluran Semisirkularis - Menonjol dari bagian posterior vestibula. - Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap sudut kanannya. - Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di atas.

- Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. - Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. - Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. - Pada membran basalis terdapat organ corti. - Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria. - Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang membentuk organ corti.

3. Koklea - Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. - Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. - Koklea mengandung reseptor pendengaran.

Labirin membranosa Merupakan serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam labirin tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini mengandung endolimfe, cairan yang menyerupai cairan intraseluler. 1. Labirin membranosa dalam regia vestibula merupakan lokasi awal dua kantong, utrikulus dan sakulus yang dihubungkan dengan duktus endolimfe sempit dan pendek.

2. Duktus semisirkuler yang berisi endolimfe terletak dalam saluran semisirkular pada labirin tulang yang mengandung perilimfe. 3. Setiap duktus semisirkuler, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis dan ekuilibrium dinamis. 4. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkuler sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklear dalam koklea. b. Mikro 1) Telinga Luar - Meatus acusticus externa Dilapisi kulit tipis tanpa subcutis dan berhubungan erat dengan perichondrium / periosteum yang ada di bawahnya. Pada kulit bagian sepertiga luar terdapat: Rambut pendek,Kel sbacea (bermuara d folikel rambut), Kel ceruminosa (tubulosa apocrin /modifikasi kel keringat) bermuara pada permukaan / pada ductus kel.sbacea. - Membrana tympani 2 lapisan jaringan penyambung : Lap Luar ,mgd serat-serat kolagen tersusun radial Lap dalam,mgd serat-serat kolagen tersusun circular Serat Elastin terutama di bagian central dan perifer Bagian superior tidak mengandung serat collagen,lunak dan tipis disebut pars flaccida (membrana schrapnell) Permukaan luar diliputi :kulit,tanpa rambut,kel sebacea,maupun kelenjar keringat. Pemukaan Dalam dilapisi mukosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan lamina propria yang tipis. Cavum tympani Medial dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang : Fenestra ovalis dan fenestra rotundum Terdapat tulang pendengaran : Maleus,Incus,Stapes.ketiga tulang ini menghubungkan membrana tympani dengan fenestra ovalis. Cavum tympani,tulang pendengaran nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan l.propria tipis. Epithel tympani sekitar muara tuba faryngotympani t.d epithel selapis cuboid/silindris dengan cilia. Tuba Faringotympani Mucosa berbentuk rugae t.d epitel selapis / bertingkat silindris dengan cilia dan l propria tipis.disekitar mucosa terdapat lymposit.

2) Telinga Tengah

3) Telinga Dalam - Labirynth Ossea - Berisi caira perilimph Terdiri dari 3 bagian : Vestibulum Canalis semisircularis tulang Cochlea

Labirynth Membranosa (terdapat di dalam labirynth ossea) Berisi cairan endolimf Terdiri dari : Labyrinth Vestibularis : terdiri dari Makula ( utrikulus dan sakulus ).krista ampularis. Labyrinth Vestibularis untuk keseimbangan Labirynth Cochlearis : epitel selapis gepeng Organo Corti Terdiri 2 abgian : Sel rambut : dalam dan luar Sel Penyokong : Sel Batas dalam dan luar Sel Phalanx dalam dan luar Sel Tiang dalam dan dalam

2. Fisiologi Pendengaran Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran cairan di telinga dalam Reseptor reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energy suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara bepindah dari udara ke air. Telinga luar (pinna), adalah suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke telinga luar. Pintu masuk ke kanalis telinga dijaga oleh rambut rambut halus yang berfungsi sebagai mekanisme imun tubuh. Demnikian juga dengan fungsi serumen. Membrane timpani, yang teregang menutupi pintu masuk telinga tengah, bergetar sewktu terkena gelombang suara seiring dengan frekuensi yang masuk. Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke cairan di telinga tengah dalam. Pemindahan ini dipermudah dengan adanya rantai tulang (osikula auditiva) yang terdiri dari maleus, incus, stapes. Tulang pertama, maleus, melekat ke membrane timpani sedangkan

tulang terakhir, stapes, melekat ke fenestra ovalis. Ketika membrane timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama. Terdapat 2 mekanisme yang berkaitan dengan system osikuler yang memperkuat tekanan gelombangsuara dari udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membrane timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan fenestra ovalis, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrane timpani disalurkan ke fenestra ovalis. Kedua, efek pengungkit tulang tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama sama meningkatkan gaya yang timbul pada fenestra ovalis sebesar 20 kali lipat dar gelombang yang langsung mengenai gendang telinga. Tekanan tambahan ini cukup untuk menggetarkan cairan di koklea.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu system tubulus bergelung yang terletak dalam tulang temporalis. Organ corti yang terletak diatas membrane basilaris, diseluruh panjangnya mengandung sel sel rambut yang ,merupakan reseptor untuk suara. Sel sel rambut ini menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk berkaitan dengan pergerakan cairan di telinga dalam. Karena organ coti menumpang pada membrane basilaris, sel sel rambut juga bergerak naik turun ketika membrane basilaris bergetar. Perubahan bentuk mekanis rambut ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian, sehingga menyebabkan perubahan potensial berjenjang di reseptor dan mempengarihi kecepatan potensi aksi yang merambat ke otak.

Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara atau tulang langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan aliran suara melalui tulang. Getaran suara ditangkap oleh daun Telinga yang dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Fungsi akustik Meskipun banyak yang menyatakan bahwa telinga luar tidak berperan secara signifikan dalam pendengaran, beberapa literatur menyatakan bahwa struktur telinga luar membantu dalam proses pendengaran ini. Pada manusia, terdapat amplifikasi dari lapangan luar menuju gendang telinga dari sekitar 5 hingga 20 dB pada kisaran frekuensi 1.5 7 kHz. Mekanisme peningkatan ini dinyatakan dipengaruhi dua mekanisme yaitu resonansi dari konkha sekitar 5 kHz dan resonansi dari kanalis eksterna sekitar 2.5 kHz. Pada frekuensi yang lebih tinggi, sekitar 6 kHz, bentuk dari fungsi transfer ini berubah secara sistematis sesuai dengan perubahan lokasi asal suara, baik vertikal maupun horizontal, terutama untuk frekuensi di atas 6 kHz. Telinga luar berperan sebagai suatu antena akustik. Pinna (bersama dengan kepala) memfokuskan gelombang suara, konka dan kanalis eksterna sebagai resonator. Baik level tekanan suara maupun fase dari gelombang akustik berganti saat menjalar dari sebuah ruang menuju gendang telinga

melewati telinga luar. Perubahan ini bervariasi dalam hal frekuensi suara maupun setiap arah dari gelombang suara yang datang tersebut. Dapat dituliskan dalam kurva berikut ini.

Gambar 5. Contoh. Amplitudo dan fase gelombang berubah (fungsi transfer) dari nada murni, output (merah) versus input (biru). Sinyal ini diperkuat dua kali lipat = 6 dB; dalam hal ini fase-nya digeser menjadi p/2 (sudut 90 derajat, atau seperempat lingkaran penuh).

Pengaruh dari pinna (p) dan kanalis eksterna (c) pada amplitudo sinyal saat mencapai gendang telinga (kasus: 45 derajat pada bidang horizontal). Pada 3000 Hx, amplifikasi akhir (t) adalah 20 db (10 kali lipat).

Gambar 6. Acoustic amplification of the external ear

Telinga luar berfungsi sebagai amplifier langsung dari suara. Dinyatakan bahwa struktur yang kompleks dari pinna dan kanalis eksterna merupakan komponen signifikan bagi seseorang untuk dapat mengenali dan melokalisasi sumber suara pada suatu ruangan.

Gambar 7. Telinga luar dan lokalisasi suara Fungsi non-akustik Fungsi proteksi dari telinga luar ini sangat tergantung dari struktur anatomisnya. Kedalaman dari kanalis akustikus eksterna serta bentuk dan dindingnya memberikan proteksi dari membrana timpani serta telinga tengah di belakangnya dari trauma secara langsung. Kanalisnya sendiri memiliki fungsi self-cleaning yang akan selalu melindungi jalan suara bersih dari debris. Dua pertiga bagian dalam dari kanalis eksterna dilapisi oleh epitel skuamosa yang sangat spesial karena tidak mengandung folikel rambut dan tidak berdeskuamisasi. Kulit pada bagian ini sangatlah unik, memiliki aktivitas yang disebut migrasi lateral. Proses ini bermula dari membrana timpani dimana akan berlanjut sekitar 100 nm per hari. Aktivitas conveyor belt ini akan menjaga agar kanalis tetap bersih, hal ini sangat penting untuk efisiensi dari konduksi udara. Sepertiga kulit luar dari kanal identik dengan kulit lainnya pada tubuh manusia.

Gambar 8. Telinga luar, tengah, dan dalam Wax atau serumen dibentuk dari glandula serumen pada bagian luar dari kanalis eksterna. Wax ini akan menghalangi materi-materi tertentu untuk memasuki telinga dan juga memiliki permukaan yang berfungsi imunoprotektif. Serumen ini hanya perlu dibuang/disingkirkan jika sudah sampai menyumbat. Sistem limfatik dari telinga luar mengalir ke retroaurikluer, parotis, retrofaringeal dan nodul servikal dalam atas, kelenjar-kelenjar ini dapat membesar dan melunak jika terjadi infeksi atau neoplasma dari telinga luar. 3. Otitis Media a. Definisi Otitis Media adalah infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan radang telingatengah. Kondisi ini biasanya terjadi bersamaan dengan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). b. Epid Otitis Media adalah diagnosis yang paling umum pada anak-anak yang sakit di Amerika. Diperkirakan bahwa 75% dari semua anak-anak mengalami paling sedikit satu episode sebelum berumur 3 tahun. Otitis media akut paling sering diderita oleh anak usia 3 bulan- 3 tahun. Tetapi tidak jarang juga mengenai orang dewasa. Anak-anak lebih sering terkena OMA dikarenakan beberapa hal, diantaranya : 1. Sistem kekebalan tubuh anak yang belum sempurna 2. Tuba eusthacius anak lebih pendek, lebar dan terletak horizontal 3. Adenoid anak relative lebih besar dan terletak berdekatan dengan muara saluran tuba eusthachii sehingga mengganggu pembukaan tuba eusthachii. Adenoid yang mudah terinfeksi menjadi jalur penyebaran bakteri dan virus ke telinga tengah.

c. Etiologi Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis. d. Klasifikasi - Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. - Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitif yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan glue ear. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi. - Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. e. Patofisiologi Faktor pencetus terjadinya OMA dapat didahului oleh terjadinya infeksi saluran pernapasan atas yang berulang disertai dengan gangguan pertahanan tubuh oleh silia dari mukosa tuba eusthachii,enzim dan antibodi yang menimbulkan tekanan negative sehingga terjadi invasi bakteri dari mukosa nasofaring

ke dalam telinga tengah melalui tuba eusthachii dan menetapdi dalam telinga tengah menjadi otitis media akut. Ada 5 stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu : 1. Stadium Oklusi Ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative telinga tengah. Kadang- kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi sulit dideteksi. 2. Stadium Hiperemis Tamapak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membrane timpani disertai oedem. Sekret yang mulai terbentuk masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar dinilai. 3. Stadium Supurasi Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah disertai dengan hancurnya sel epitel superficial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Gejala klinis pasien Nampak terasa sakit, nadi, demam, serta rasa nyeri pada telinga bertambah hebat. Pada keadaan lebih lanjut, dapat terjadi iskemia akibat tekanan eksudat purulent yang makin bertambah, tromboflebitis pada vena-vena kecil bahkan hingga nekrosis mukosa dan submukosa. 4. Stadium Perforasi Rupturnya membrane timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang pengeluaran secret bersifat pulsasi. Stadium ini sering diakibatkan oleh terlambatnya pemberian antibiotika dan tingginya virulensi kuman. 5. Stadium Resolusi Ditandai oleh membrane timpani yang berangsur normal hingga perforasi membrane timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Hal ini terjadi jika membrane timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah. f. Manifestasi

Otitis Media Akut Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia ) Demam Anoreksia Limfadenopati servikal anterior Otitis Media Serosa Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif. Otitis Media Kronik Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran. g. Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut ini : 1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut: a. Mengembangnya gendang telinga b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. Cairan yang keluar dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut : a. Kemerahan pada gendang telinga

b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata. Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. OMA harus dibedakan dengan otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut :

GEJALA DAN TANDA Nyeri telinga, demam, rewel Efusi telinga tengah Gendang telinga suram Gendang yang menggembung Gerakan gendang berkurang Berkurangnya pendengaran

OMA + + + +/+ +

OMA EFUSI + +/+ +

Pemeriksaan Diagnostik 1.Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar 2.Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani 3.Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani). Tanda OMA adalah : 1. OMA Stadium oklusi tuba Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek dan menghilang. 2. OMA Stadium hiperemis Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan udem serta refleks cahaya menghilang. 3. OMA Stadium supurasi Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat. Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan. 4. OMA Stadium perforasi Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi. 5. Stadium resolusi Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/ kering dan membran timpani berangsur menutup. h. Tatalaksana Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi

tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.2 Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa, antihistamin bila ada tanda-tanda alergi, serta antipiretik. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik selama 7 hari: Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin, selama 10-14 hari: Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. Kemudian diberikan obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari, antihistamin bila ada tanda-tanda alergi, antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.2 Pada stadium supurasi terjadi edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar.pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi

dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemi, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan , di tempat ini akan terjadi rupture. 2 Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan nanah keluar ke liang telinga. Dengan dilakukan miringotomi luka insisiakan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture, maka lubang tempat rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali. Miringotomi dilakukan jika membrane timpani masih utuh.2 Selain miringotomi, diberikan juga antibiotik pada stadium ini, yaitu: Amoxyciline : Dewasa 3x 500mg/hari, Bayi/anak 50mg/kgBB/hari Erythromycine : Dewasa/ anak sama dengan dosis amoxyciline Cotrimoxazole : (kombinasi trimethroprim 80mg dan sulfamethoxazole 400mg-tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, Anak ( trimethroprim 40mg dan sulfamethoxazole 200mg) suspense 2x1 cth. Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi amoxyciline dan asam clavulanic, dewasa 3x625 mg/hari. Bayi /anak, disesuaikan dengan BB dan usia. Antibiotik diberikan 7-10 hari, pemberian yang tidak adekuat dapat menyebabkan kekambuhan. Penderita yang alergi penicillin dapat diberikan golongan makrolid (Azithromicine, Roxythromicine).2 Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% (4-5 tetes sehari) selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat, berupa ciprofloxacin 200 mg (2x1) selama 3-14 hari. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari. 2 , 3 Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini

berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis. 2 Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut. Tabel 1. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA Usia Diagnosis pasti (certain) Diagnosis meragukan

Kurang dari 6 bulan 6 bulan sampai 2 tahun 2 tahun ke atas

Antibiotik Antibiotik

Antibiotik (uncertain) Antibiotik jika gejala berat,

Antibiotik jika gejala berat, Observasi observasi jika gejala ringan

observasi jika gejala ringan Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapa

t efusi telinga

tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi. Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat

diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7- valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media Pembedahan Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi. 1. Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.2 2. Timpanosintesis Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah

dijalankan. 3. Adenoidektomi Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

i. Komplikasi - infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis) - labirinitis (infeksi pada canalis semisirkularis) - tuli - peradangan selaput otak (meningitis) - abses otak j. Prognosis k. Pencegahan Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain.

4. Pemeriksaan Telinga 5. Promosi Kesehatan tentang Otitis Media 6. Pendengaran sesuai Ajaran Islam

Anda mungkin juga menyukai