Anda di halaman 1dari 8

Kebahagiaan itu adalah buah rasa dari kesabaran yang berlangsung terus menerus...

Konkretnya adalah 'kesabaran' yg membuahkan sifat 'qanaah' pd diri yg akan terbangun dari kesabaran yg diakumulasikan dan diamalkan secara terus menerus. Sebab adalah mustahil kebahagiaan akan lkahir pd orang2 yg tidak sabar (tidakqanaah). Kebahagiaan yang hakiki adalah "dunya khasanah wa akhirati khasanah". Wallahua'lam !

Tantangan kehidupan adalah bagian dari perjalanan hidup ,supaya kita menjadi lebih cerdas menghadapinya. kesuksesan orang-orang bukan semata-mata dipengaruhi oleh faktor pendidikan, modal dan kebetulan , melainkan berhasil karena kekuatan dan kecerdasan dalam menghadapi tantangan kehidupan
sukses tidak semata mata berupa tahta dan harta, tapi lebih berupa kemulyaan hidup

PERBAIKILAH NIATMU ATAU AMALMU AKAN SIA-SIA Rosulullah saw bersabda, Orang pertama-tama diadili kelak di hari kiamat adalah orang yg mati syahid. Ia dihadapkan ke pengadilan, lalu diajukan kepadanya nikmat-nikmat yang telah dia peroleh, dan dia mengakuinya. Lalu ALLAH bertanya kepadanya, Apa yang telah engkau perbuat dengan nikmat itu?. Ia menjawab, Aku berperang di jalan-MU hingga aku mati syahid. ALLAH berkata, Engkau berdusta. Sesungguhnya engkau berperang supaya disebut pemberani, dan sebutan itu telah engkau peroleh. Kemudian ia diseret dengan muka telungkup dan dilemparkan ke neraka. Selanjutnya, dihadapkan orang alim yang belajar dan mengajarkan ilmunya serta membaca AL-Quran. Diajukan kepadanya nikmatnikmat yang telah dia peroleh, dan dia mengakuinya. Lalu ALLAH bertanya kepadanya, Apa yang telah engkau perbuat dengan nikmat itu?. Ia menjawab, Aku belajar, menhajar, dan membaca AL-Quran karena Engkau. ALLAH berkata, Engkau berdusta. Sesungguhnya engkau belajar supaya disebut sebagai orang alim, dan engkau membaca AL-Quran supaya disebut sebagai qari (ahli baca), dan sebutan itu telah kau peroleh. Kemudian ia diseret dengan muka telungkup dan dilemparkan ke neraka. Sesudah itu, dihadapkan pula orang yang diberi kekayaan oleh ALLAH dengan berbagai macam harta. Diajukan kepadanya nikmatnikmat yang telah dia peroleh, dan dia mengakuinya. Lalu ALLAH bertanya kepadanya, Apa yang telah engkau perbuat dengan nikm at itu?. Ia menjawab, Aku tak melewatkan satu jalan pun yang Engkau sukai seseorang menginfakkan harta di dalamnya kecuali aku melakukannya karena Engkau. ALLAH berkata, Engkau berdusta. Sesungguhnya engkau melakukan itu supaya disebut pemurah, dan sebutan itu telah engkau dapatkan. Kemudian ia diseret dengan muka telungkup dan dilemparkan ke neraka. (HR Muslim)

Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Banyak orang menyarankan kepada ibu hamil agar rajin membaca Surat Yusuf dan Surat Maryam. Dipercaya bahwa wanita tersebut akan melahirkan anak yang tampan (bila bayinya laki-laki) bila ia sering membaca Surat Yusuf, dan bayinya akan terlahir cantik (untuk bayi perempuan) bila ia sering membaca Surat Maryam semasa kehamilan. Biasanya anjuran ini berasal dari orang tua atau ulama tradisional yang masih mempercayai mitos-mitos. Anda sebaiknya tahu kandungan kedua surat ini sehingga dapat menyimpulkan kebenaran anjuran tersebut. a. Kandungan Surat Yusuf Surat Yusuf terdiri atas 111 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah karena diturunkan di Mekah sebelum hijrah. Surat ini dinamakan surat Yusuf karena titik berat kandungannya menceritakan riwayat Nabi Yusuf alaihissalam Kisah paling menonjol dalam surat ini adalah kisah Nabi Yusuf yang disingkirkan oleh saudara-saudaranya karena mereka merasa dengki atas keistimewaan Yusuf. Yusuf diajak menggembalakan domba kemudian di perjalanan mereka memasukkan Yusuf ke dalam sumur. Yusuf kemudian ditemukan oleh seorang musafir dan di bawa ke Mesir. b. Kandungan surat Maryam Surat Maryam terdiri atas 98 ayat, merupakan surat Makkiyyah karena hampir seluruh ayatnya diturunkan di Mekkah. Dinamai surat Maryam karena mengandung kisah Maryam, ibunda Nabi Isa alaihissalam kisah paling masyhur dari surat ini adalah tentang Maryam yang melahirkan Isa tanpa pernah dicampuri oleh seorang laki-laki (melainkan Jibril meniupkan ruh kepadanya). Kisah lain adalah Zakaria alaihissalam yang memohon dianugerahi seorang putera sedang usia beliau sudah sangat tua dan isteri beliau mandul (yang secara medis tidak mungkin hamil). Namun doa ini dikabulkan dan isterinya hamil. Jadi, kedua surat tersebut sama sekali tidak mengandung doa yang memohon kecantikan atau ketampanan bagi janin.

Allah subhana wa taala telah mengajarkan kita bahwa yang terpenting bagi keturunan kita bukanlah meminta kesempurnaan fisik, melainkan meminta kualitas keshalehan bagi keturunan kita. Hal ini bisa kita lihat pada do'a Nabi Ibrahim di Surat Ash Shaffaat ayat ke-100;

"Robbi hablii minash shoolihiin Artinya : Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Banyak lagi doa-doa dalam al-Qur'an yang yang memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya memohon dan mendapatkan keturunan yang shaleh.

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Ciri akhir zaman, di antaranya, diangkatnya ilmu. Maknanya bukan dicabut secara langsung dari dada manusia. Namun dengan diwafatkan ulama. Jika sudah tidak ada ulama yang sesungguhnya, maka manusia mengangkat orang yang jahil sebagai pemimpin dalam beragama. Mereka meminta fatwa kepadanya. Akibatnya, pemimpin yang jahil tersebut sesat -karena kejahilannya- dan menyesatkan manusia secara umum dengan fatwanya. Demikianlah realita yang terjadi di masyarakat. Saat kepemimpinan suatu negeri dipegang orang yang jahil terhadap agama, maka ia diundang dan didaulat memberikan arahan. Lebih parah lagi yang meminta arahan adalah orang-orang yang dipercaya umat dalam urusan agama. Bahkan dikaitkan dengan tempat mulia umat Islam, yakni masjid. Sehingga arahan yang diberikan tentunya jauh dari kebenaran yang sesungguhnya karena ia orang yang benarbenar tidak menguasai urusan agama. Disunnahkan Mengeraskan Suara Azan Adzan adalah ibadah dan termasuk syi'ar Islam yang masyhur dan teragung. Amalan ini terus dilaksanakan semenjak disyariatkannya sampai wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Baik ketika malam maupun siang. Baik ketika bepergian maupaun bermukim. Tidak pernah terdengar bahwa beliau pernah meninggalkannya atau memberikan dispensasi untuk tidak mengerjakannya. Disunnahkan mengeraskan suara adzan sehingga sampai ketelinga manusia yang belum hadir di masjid. Baik dengan meninggikan suara atau dengan menggunakan pengeras. Agar maksud adzan yang sebagai panggilan shalat tercapai. Inilah madhab Syafi'i, Hambali, dan satu pendapat dari Hanafi. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal: I/378)

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata kepada Ibnu Abi Sha'sha'ah, "Aku lihat kamu sangat suka dengan kambing dan gurun. Jika kamu sedang mengembalakan kambingmu atau sedang berada di gurun, maka kumandangkanlah adzan dengan suara yang keras. Sebab tidaklah jin, manusia atau benda lainnya mendengarkan suara muadzin, kecuali mereka akan memberikan persaksiannya pada hari kiamat." Abu Said berkata, "Aku mendengarnya dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam." (HR. AlBukhari 3053 dan al-Nasa'i 640) Imam Abu Dawud dalam Sunannya menuliskan: "Bab Meninggikan (mengeraskan) suara saat adzan". Lalu beliau menyebutkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:

"Muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) diberi ampunan untuknya sejauh suaranya dan akan disaksikan oleh semua benda yang basah dan yang kering. Satu orang yang mendatangi shalat maka dicatat untuknya dua puluh lima shalat dan diberi ampunan untuknya antara dua shalat." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 7744 dan Shahih wa Dhaif Sunan Abi Dawud, no. 515) Maksud "Muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) diberi ampunan untuknya sejauh suaranya adalah muadzin diberi ampunan dengan sempurna dengan jauhnya suara itu sampai. Makna lainnya, ini sebagai perumpamaan. Jika dosanya banyak dan mencapai sejauh suaranya itu, maka diberi ampunan untuknya dengan sebab itu. Ringkasnya, kerasnya suara akan terdengar oleh manusia. Setiap orang yang mendengar suara adzan lalu terpanggil oleh suara dan panggilan tersebut, maka muadzin tadi diberi ganjaran dan pahala serta diampuni dosanya dengan sebab itu. Maksud dari "dan akan disaksikan oleh semua benda yang basah dan yang kering ", setiap benda basah dan kering yang suara adzan sampai kepadanya akan menjadi saksi untuk muadzin pada hari kiamat. Maksud "Satu orang yang mendatangi shalat maka dicatat untuknya dua puluh lima shalat dan diberi ampunan untuknya antara dua shalat," yakni: orang yang hadir shalat karena menyambut seruan ini maka muadzin diberi pahala besar. Baginya pahala 25 shalat dan ampunan antara dua shalat berikutnya dengan sebab shalat yang dikerjakan tadi. Sama-sama dimaklumi, muadzin adalah orang yang menghadiri shalat berjamaah, hadir di masjid, dan mendapatkan pahala shalat berjama'ah. Di tambah lagi dengan ampunan yang diperolehnya di antara dua shalat. Maka apa yang diperoleh oleh orang yang menyambut seruannya, maka ia pun mendapatkannya. Tapi ia mendapat tambahan karena menjadi sebab datangnya mereka ke masjid. Kesimpulan Mengeraskan adzan menjadi tuntutan. Karena tujuannya menyampaikan suara nida' (panggilan) kepada manusia. Dan ini bisa terwujud dengan benar-benar mengeraskan suara sampai diyakini telah sampai kepada telinga umat. Jika dilantunkan secara pelan dan mendayu-dayu tentu tujuan ini tidak terwujud. Terlebih para ulama menyebutkan, adzan dengan sayup-sayup dan mendayu-dayu termasuk dari kesalahan dalam adzan.

Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah menyebutkan beberapa kesalahan dan amal bid'ah dalam azan. Pada urutan pertama disebutkan, "Melagukan dan meliuk-liukan suara secara berlebihan dalam adzan." (Shahih Fiqih Sunnah: I/392) Semoga tulisan ini menjadi sarana meluruskan wacana untuk menghilangkan azan oleh orang awam (dalam agama), -bukan ulama namun berbicara tentang syariat ibadah- tentang anjuran agar adzan tidak terlalu keras, sebaliknya adzan lebih baik dikumandangkan dengan sayupsayup. Wallahu Ta'ala A'lam.

angan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara mainmain (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (QS al-Mukminun 115) Ibrahim bin Adham termasuk keturunan orang terpandang. Ayahnya kaya, memiliki banyak pembantu, kendaraan dan kemewahan. Ia terbiasa menghabiskan waktunya untuk menghibur diri dan bersenang-senang. Ketika ia sedang berburu, tak sengaja beliau mendengar suara lantunan firman Allah Taala, Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara mainmain (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS al-Mukminun : 115) Serasa disambar petir. Ayat itu betul-betul menyentak beliau. Menggugah kesadaran, betapa selama ini telah bermain-main dalam menjalani hidup. Padahal hidup adalah pertaruhan, yang kelak akan dibayar dengan kesengsaraan tak terperi, atau kebahagiaan tak tertandingi. Yakni saat di mana mereka dikembalikan kepada Allah untuk bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Sejak itulah beliau tersadar, dan itulah awal beliau meniti hidup secara semestinya, hingga saksi sejarah mencatat beliau sebagai ahli ibadah dan ahli ilmu yang bukan main. Bila Hidup Dianggap Main-Main Rasa-rasanya, ayat ini seperti belum pernah diperdengarkan di zaman kita ini. Meski tidak terkalamkan, lisaanul haal menjadi bukti, banyak manusia yang menganggap hidup ini hanya iseng dan main-main. Aktivitasnya hanya berkisar antara tidur, makan, cari makan dan selebihnya adalah mencari hiburan. Seakan untuk itulah mereka diciptakan.

Ayat ini menjadi peringatan telak bagi siapapun yang tidak serius menjalani misi hidup yang sesungguhnya. Kata afahasibtum, (maka apakah kamu mengira), ini berupa istifham inkari, kata tanya yang dimaksudkan sebagai sanggahan. Yakni, sangkaan kalian, bahwa Kami menciptakan kalian hanya untuk iseng, main-main atau kebetulan itu sama sekali tidak benar. Dan persangkaan kalian, bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami, adalah keliru. Allah tidak akan membiarkan manusia melenggang begitu saja, bebas berbuat, menghabiskan jatah umur, lalu mati dan tidak kembali, Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? (QS. Al-Qiyamah 36) Orang yang tidak mengetahui tujuan ia diciptakan, tak memiliki pathokan yang jelas dalam meniti hidup. Tak ada panduan arah yang bisa dipertanggungjawabkan, hingga ia akan terseok dan tertatih di belantara kesesatan. Hanya ada tiga guide yang mungkin akan mereka percaya untuk memandu jalan. Pertama adalah hawa nafsu. Dia berbuat dan berjalan sesuai petunjuk nafsu. Apa yang diingini nafsu, itulah yang dilakukan. Kemana arah nafsu, kesitu pula dia akan berjalan. Padahal, nafsu cenderung berjalan miring dan bengkok, betapa besar potensi ia terjungkal ke jurang kesesatan. Pemandu jalan kedua adalah setan. Ketika seseorang tidak secara aktif mencari petunjuk sang Pencipta sebagai rambu-rambu jalan, maka setan menawarkan peta perjalanan. Ia pun dengan mudah menurut tanpa ada keraguan. Karena sekali lagi, dia tidak punya kompas yang bisa dipertanggungjawabkan dalam menentukan arah perjalanan. Sementara, peta yang disodorkan setan itu menggiring mereka menuju neraka yang menyala-nyala, Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni naar yang menyala-nyala. (QS. Fathir: 6) Rambu-rambu ketiga adalah tradisi orang kebanyakan. Yang ia tahu, kebenaran itu adalah apa yang dilakukan banyak orang. Itulah kiblat dan barometer setiap tingkah laku dan perbuatan. Padahal, Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (QS. al-Anam: 116) Misi Hidup yang Bukan Main Allah menciptakan manusia untuk tugas yang sangat agung; agar mereka beribadah kepadaNya. Untuk misi itu, masing-masing diberi tenggat waktu yang sangat terbatas di dunia. Kelak, mereka akan mempertanggungjawabkan segala perilakunya di dunia, adakah mereka gunakan kesempatan sesuai dengan misi yang diemban? Ataukah sebaliknya; lembar catatan amal dipenuhi dengan aktivitas yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang diperintahkan. Di hari di mana mereka dinilai atas kinerja mereka di dunia, tak ada satu episode pun dari kehidupan manusia yang tersembunyi dari Allah. Bahkan semua tercatat dengan detil dan

rinci, hingga manusiapun terperanjat dan keheranan, bagaimana ada catatan yang sedetil itu, mereka berkata, Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). (QS. al-Kahfi: 49) Sebelum peluang terlewatkan, hendaknya kita bangun motivasi, untuk menjadikan hidup lebih berarti. Mudah-mudahan, fragmen singkat di bawah ini membantu kita untuk membangkitkan semangat itu. Suatu kali Fudhail bin Iyadh bertanya kepada seseorang, Berapakah umur Anda sekarang ini? Orang itu menjawab, 60 tahun. Fudhail berkata, Kalau begitu, selama 60 tahun itu Anda telah berjalan menuju perjumpaan dengan Allah, dan tak lama lagi perjalanan Anda akan sampai. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun, tukas orang itu. Fudhail kembali bertanya, Tahukah Anda, apa makna kata-kata yang Anda ucapkan tadi? Barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah milik Allah, dan kepada-Nya pula akan kembali, maka hendaknya dia menyadari, bahwa dirinya kelak akan menghadap kepada-Nya. Dan barangsiapa menyadari dirinya akan menghadap Allah, hendaknya dia juga tahu bahwa pasti dia akan ditanya. Dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang telah dilakukannya. Maka barangsiapa mengetahui dirinya akan ditanya, hendaknya dia menyiapkan jawaban. Orang itu bertanya, Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Sedangkan kesempatan telah terlewat? Fudhail menjawab, Hendaknya Anda berusaha memperbagus amal di umur yang masih tersisa, sekaligus memohon ampunan kepada Allah atas kesalahan di masa lampau. Semoga kita mampu mengubah hidup kita, dari main-main, menjadi bukan main. Amien. Oleh : Abu Umar Abdillah

Anda mungkin juga menyukai