Anda di halaman 1dari 11

Nama : Tissa Noveria Azusna NPM : 1102012296

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran nafas atas LO 1.1 Makroskopik Hidung Merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu: - Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang rawan kartilago - Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi) yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi) dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu: o Concha nasalis superior o Concha nasalis media o Concha nasalis inferior Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu: o o o o Sinus sphenoidalis Sinus frontalis Sinus maxillaris Sinus eithmoidalis

Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum. Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman. Faring

Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

o Nasofaring o Orofaring o Laringofaringeal Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan traktus digestivus. Laring

Daerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah Os. Hyoid. Tulang rawannya: o Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus laringis agar makanan tidak masuk ke laring. o Cartilago tyroid (adams apple): jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid o Cartilago arytenoid: ada 2. Di gunakan dalam gerakan pita suara dengan cartilago thyroid o Cartilago cricoid: adalah batas bawah laring Dalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara palsu (plica vestibularis).

LO 1.2 Mikroskopik Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil. Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh. Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat silindris bersilia. Dibawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta dilipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda

LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi saluran nafas atas Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu: 1. Pernapasan luar (eksternal) Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan. 2. Pernapasan dalam (internal) Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya. Fungsi pernapasan: Mengeluarkan air dan panas dari tubuh Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru Meningkatkan aliran balik vena Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin Mekanisme pernafasan Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior vestibulum nasi cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju nares posterior (choanae) masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) daerah larynx trakea.masuk ke bronchus primer bronchus sekunder bronchiolus segmentalis (tersier) bronchiolus terminalis melalui bronchiolus respiratorius masuk ke organ paru ductus alveolaris alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra ventrikel sinistra dipompakan melalui aorta ascendens masuk sirkulasi sistemik oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2

kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya

Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot otot ,inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

Mekanisme / proses batuk dan bersin Batuk diawali dengan inspirasi dalam dan diikuti oleh ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup,hal ini meningkatkan tekanan intrapleura mencapai 100 mm Hg / lebih,glotis terbuka secara tiba-tiba mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan kecepatan mencapai 965 km(600 mil) / jam.bersin merupakan hal yang serupa dengan glotis yang terus terbuka ,kedua reflex ini membantu pengeluaran iritan dan menjaga saluran udara tetap bersin.

LI 3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi LO 3.1 Definisi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. LO 3.2 Etiologi Karena adanya paparan dari alergen tertentu. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas: 1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dan bulu binatang serta jamur. 2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang. 3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan/tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.

4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit/jaringan mukosa, misalnya bahan komestik, perhiasan. Penyebab terbanyak adalah virus. Beberapa penyakit dapat disebabkan oleh bakteri baik infeksi primer maupun super infeksi. LO 3.3 Klasifikasi Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi : 1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).

LO 3.4 Patofisiologi Kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan HLA II membentuk kompleks peptoda MHC II yang dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC akan melepas interleukin 1 yang mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi T helper 1 dan T helper 2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat reseptornya di permukaan limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Ig E. Ig E di sirkulasi darah masuk ke jaringan dan diikat reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini aktif. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, kedua rantai Ig E mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit dan basofil dengan terlepasnya mediator kimia terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin, leukostrin D4, leukotrin C4, bradikinin, PAF dan berbagai sitokin. Terjadilah reaksi alergi fase cepat. Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga rinore. LO 3.5 Manifestasi klinis a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. b. Ingus (rinore) yang encer c. Hidung tersumbat d. Hidung dan mata gatal

e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi) f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute) g. Lubang hidung bengkak h. Edema kelopak mata i. Kongesti konjungtiva j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner) k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur LO 3.6 Pemeriksaan fisik dan penunjang Pemeriksaan fisik Pada rinoskopi anterior terdapat mukosa, edema, basah, berwarna pucat atau livid dengan sekret encer banyak. Jika gejala persisten, mukosa inferior tanpak hipertrofi. Gejala lain pada anak yang spesifik yaitu ada bayangan gelap di bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Disebut juga allergic shiner. Karena gatal, dengan punggung tangan mengosok-gosok hidung. Disebut juga allergic salute. Keadaan menggosok hidung akan mengakibatkan garis melintang di dorsum nasi bagia sepertiga bawah yang disbut allergic crease. Dinding posterior faring tanpak granuler dan edema (cobblestone appearance). Dinding lateral faring menebal. Lidah seperti gambaran peta. Pemeriksaan penunjang 1. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi bisa normal atau meningkat. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test). Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Jika basofil >5 sel/lap mungkin karena alergi makanan. Jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. 2. In vivo Alergen penyebab bisa dicari dengan pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Keuntungan SET adalah selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Pada alergi makanan, uji kulit yang akhir ini banyak digunakan adalah intracutaneus provocative dilutional food test (IPDFT), tapi sebagai baku emas bisa dilakukan diet eleminasi dan Challenge test. Alergen ingestan akan lenyap dalam 5 hari secara tuntas. Pada challenge test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis menu makanan dihilangkan, gejala juga menghilang.

LO 3.7 Diagnosis dan diagnosis banding Anamnesis

Rhinitis alergi dapat ditegakan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif. Diagnosis Banding 1) Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat. 2) Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. 3) Rhinitis simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh. 4) Rhinitis hipertfrofi : Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder 5) Rhinitis atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca LO 3.8 Penatalaksanaan Antihistamin Mekanisme Menahan aktifitas sel mast untuk tidak mengalami degranulasi Terdapat 2 blocker : AH1 dan AH2 Antihistamin 1 o Farmakodinamik : Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

o Farmakokinetik : Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

o Penggolongan AH1 AH generasi 1 Contoh : etanolamin Etilenedamin Piperazin Alkilamin Derivat fenotiazin Keterangan : AH1 = - sedasi ringan-berat - antimietik dan komposisi obat flu - antimotion sickness

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit : 1. Alergi 2. Mabuk perjalanan 3. Anastesi lokal 4. Untuk asma berbagai profilaksis - Efek samping Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 lini pertama Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta. Kolinergik Sedatif : Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin Topikal : Azelastin Antagonis Reseptor H2 (AH2) Contoh : simetidin dan ranitidin Farmakodinamik Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi asam lambung dihambat. - Farmakokinetik 1. Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian intravena atau intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan segera setelah makan. 2. Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. - Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. - Efek samping : pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual. Dekongestan

Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.

Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini merangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal : vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada konka. 2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi. 3. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi. 4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas psikomotor. 5. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis. 6. Efe endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis. 7. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter. Obat Dekongestan Oral 1. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2. Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama. Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif. Dewasa : 60 mg/4-6 jam Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam 2. Fenilpropanolamin Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan. Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam 3. Fenilefrin Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah. Dosis.

Obat Dekongestan Topikal Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin). Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem

Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil. LO 3.9 Komplikasi 1) Polip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang banyak, hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa. 2) Otitis media : terutama pada anak-anak 3) Sinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel.
LO 3.10 Prognosis Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.

LO 3.11 Pencegahan Jagalah kebersihan diri dan lingkungan Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita (FKUI, 1997) LO 3.12 Epidemiologi Studi scandavian telah menunjukkan tingkat prevalensi 15% pada pria dan wanita 14 %. Tiap negara akan berbeda karena lingkungan geografi yang berbeda. Rhinitis alergi tidak mengacam nyawa kecuali jika disertai asma yang parah dan anafilaksis. Dari rhinitis alergi bisa juga terdapat komplikasi di antaranya otitis media, disfungsi tuba eustachius, sinusitis akut dan sinusitis kronik. Telah terbukti bahwa rhinitis alergi yang tidak terkontrol yang berhubungan dnegan asma bisa memperparah inflamasi. Ini bisa menyebabkan morbiditas bahkan kematian. Ras Rhinitis alergi bisa terjadi pada ras manapun Jenis kelamin Pada masa kanak-kanak, laki-laki lebih mudah terkena rhinitis alergi dibandingkan anak perempuan. Tapi saat dewasa, prevalensinya hampir sama. Usia Rhinitis alergi bisa terjadi pada usia berapapun. 80% kasus, rhintis alergi meningkat saat usia 20 tahun LI 4. Memahami dan menjelaskan fisiologi saluran nafas dengan wudhu Saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung

manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyar membuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih. Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orang-orang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air ke hidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada rongga hidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.

Anda mungkin juga menyukai