Anda di halaman 1dari 42

MALARIA

I.

PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak-

anak dan orang dewasa di negara tropis. Diperkirakan terdapat 400 juta kasus yang dilaporkan dari seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian setiap tahunnya, lebih dari 90% terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun di daerah Sub-Sahara, Afrika. (1) Di Indonesia terdapar 15 juta kasus malaria dengan 38000 kasus kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria, 167 kabupaten/kota di Indonesia merupakan wilayah endemis malaria.(1, 2) Plasmodium falciparum yang paling banyak menyebabkan kematian. Anakanak usia di bawah lima tahun dan wisatawan non-imun mudah diserang infeksi berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik dan ditemukan parasit plasmodium pada darah perifer pasien. (1-6) Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%). (2,7) Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam hal pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. (2 ,7) Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P.

vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT).(1, 2, 8)

II.

DEFINISI Malaria adalah penyakit akut atau kronik yang ditandai dengan demam yang

rekuren, menggigil, berkeringat, lelah, anemia dan splenomegali. (2, 9) Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium, ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina, yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. (2, 6, 9-10)

III.

EPIDEMIOLOGI Berdasarkan perkiraan terbaru WHO yang dirilis pada bulan Desember tahun

2013, terdapat sekitar 207 juta kasus malaria pada tahun 2012 (perkiraan jumlah yang diambil antara 135 juta sampai 287 juta kasus) dan kematian sekitar 627.000 jiwa (perkiraan jumlah yang diambil antara 473.000 sampai 789.000 kematian). Angka kematian (mortality rate) malaria secara global telah menurun sampai 45% sejak tahun 2000, dan 49 % pada wilayah pemantauan WHO di Africa. (11)

Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak di Afrika, di mana setiap menitnya ada satu anak yang mati karena malaria. Angka kematian anak karena malaria di Afrika telah menurun sebesar 54% sejak tahun 2000. (11) Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. (2, 7) Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%. (2) Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria yaitu dnegan untuk menggunakan Annual Parasite Incidence (API). Kebijakan ini

mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies). (2, 7) Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus. (7)

Sumber : Kepustakaan no 7 Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2009

Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%). (2) Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence, prevalensi paling tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada umur <1 tahun (8,2%). Tampak kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria bergeser dari usia>15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita. (7)

IV.

ETIOLOGI Malaria disebabkan oleh infeksi Plasmodium, yaitu protozoa intraseluler yang

disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina sebagai vektor malaria. Nyamuk ini umumnya aktif menggigit saat petang dan fajar. (6, 11, 12) Selain menginfeksi manusia, plasmodium juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptile dan 22 pada binatang primata). Namun yang dapat menyebabkan malaria pada manusia hanya 4, yaitu Plasmodium falciparum,Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah yang paling sering ditemukan. Dan Plasmodium falciparum yang paling mematikan. (1-7,9-12) Dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan beberapa manusia juga menderita malaria dari infeksi Plasmodium knowlesi , yaitu spesies yang selama ini hanya menyerang primata yang hidup di area hutan Asia Tenggara. (11) Malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, dan dari wanita hamil ke janinnya. Meskipun demikian, resiko penularan melalui transfusi darah sangat kecil dan telah menurun di Amerika tetapi dapat terjadi pada pemberian whole blood, packed red blood cells (PRC), platelets, leukocytes, dan transplantasi organ. (12) IV.A. TRANSMISI Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Intensitas penularan bergantung pada faktor-faktor yang berhubungan dengan parasit, vektor, tuan rumah (manusia), dan kondisi lingkungan. (1, 6,
11)

Nyamuk Anopheles bertelur di air dan setiap spesies memiliki pilihan tertentu untuk bertelur, misalnya beberapa lebih menyukai di air bersih yang dangkal, seperti sawah dan genangan air. Transmisi lebih aktif pada tempat di mana nyamuk memiliki masa hidup lebih panjang (sehingga parasit memiliki
5

waktu untuk berkembang yang lebih lama di dalam tubuh nyamuk) dan di mana nyamuk lebih senang menggigit manusia daripada binatang. Sebagai contoh, jenis vektor yang ada di Afrika dengan masa hidup lebih lama dan lebih senang menggigit manusia, sehingga lebih dari 90% angka kematian akibat malari di dunia ada di daerah ini. (11) Transmisi juga tergantung dari cuaca yang mempengaruhi jumlah nyamuk yang hidup, misalnya pola hujan, temperature, dan kelembaban udara. Di banyak tempat, transmisi terjadi secara musiman dengan puncaknya selama dan setelah musim hujan. Epidemi malaria bisa terjadi ketika iklim dan kondisi lain tiba-tiba cocok untuk transmisi di area di mana penduduknya sedikit atau tidak memiliki imunitas terhadap malaria. Malaria juga bisa terjadi pada orang dengan imunitas rendah yang pergi ke daerah dengan transmisi malaria yang tinggi. (11) Di Indonesia konfirmasi vektor telah dilakukan sejak tahun 1919 sampai tahun 2009, dan selama periode tersebut terdapat 25 spesies ditemukan positif membawa parasit malaria, dengan penyebaran seperti ditunjukan dalam peta di bawah ini. (7)

Sumber : Kepustakaan no 7 Gambar 2. Vektor Malaria di Indonesia

IV.B. SIFAT VEKTOR Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah persawahan adalah An. aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An karwari, An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus, An. letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/hutan adalah An.balabacensis, An.bancrofti, An.punculatus, An.Umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis vekor malaria adalah An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi, An.minimus, An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus. (7, 13)

Gambar 3. Anopheles Aconitus Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 4. Anopheles balabacensis Martin Dohrn, Science Photo Library Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 5. Anopheles stephensi James Gathany / CDC / William Collins Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 6. Anopheles minimus James Gathany / CDC Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 7. Anopheles gambiae Jim Gathany / CDC Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 8. Anopheles albimanus James Gathany / CDC Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 9. Anopheles farauti Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 10. Anopheles freeborni James Gathany / CDC Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 11. Anopheles funestus James Gathany, CDC; Dr Frank Collins, University of Notre Dame Sumber : kepustakaan no. 14

Gambar 12. Anopheles stephensi saat terbang Hugh Sturrock, Wellcome Images Sumber : kepustakaan no. 14

Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam 17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah jam 24 (00.00-4.00).Vektor
8

malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah An.tesselatus, sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris, An.barbirostris, An.kochi, An.sinensis, An.Vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24 adalah An.farauti, An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus. (7) Perilaku vektor malaria seperti tempat berkembang biak dan waktu aktivitas menggigit ini sangat penting diketahui oleh pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan intervensi dalam pengendalian vektor yang lebih efektif. (7)

IV.C. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang dapat ditandai dengan demam, hepatosplenomegali dan anemia. Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (2) Spesies Plasmodium pada manusia adalah : (1-7, 9-12) 1) Plasmodium falciparum (P. falciparum). 2) Plasmodium vivax (P. vivax) 3) Plasmodium ovale (P. ovale) 4) Plasmodium malariae (P. malariae) 5) Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. (2) Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina (2)

Sumber : Kepustakaan no 2 Gambar 13. Siklus hidup plasmodium.

IV.C.1. Siklus Pada Manusia. Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). (2) Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). (2) Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung

10

spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. (2) Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. (2)

IV.C.2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot.Zigot berkembangmenjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. (2) Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik. (2) Masa Inkubasi Plasmodium (Rata-Rata) Plasmodium P. falciparum P. vivax P. ovale P. malariae P.knowlesi Masa Inkubasi Rata-Rata 9 14 hari (12) 12 17 hari (15) 16 18 hari (17) 18 40 hari (28) 10 12 hari (11)

Sumber : Kepustakaan no 2 Tabel 1. Masa inkubasi plasmodium rata-rata

11

V.

PATOGENESIS Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. (2) Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. (2) Splenomegali Limpa merupakan

organ

retikuloendothelial,

dimana

Plasmodium

dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan splenomegali. (2) Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF,IL-6 dan lain-lain) akan diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan

12

reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh rosester bentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lainlain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu. (2) Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu penelitian lebih lanjut. (2)

Sumber : Kepustakaan no 2 Gambar 14. Patofisiologi sitoadherensi

VI.

MANIFESTASI KLINIS Malaria dapat menyerupai setiap penyakit demam dan harus dicurigai pada

setiap anak demam yang baru-baru ini berada di daerah malaria. Anak yang lebih besar dapat bermanifestasi periodisitas klasik demam dan menggigil.(15)
13

Setelah gigitan nyamuk, anak-anak tidak menunjukkan gejala sementara parasit menyelesaikan siklus hati dan 1 siklus erythrocytic, yang memakan waktu 8-18 hari, tergantung pada spesies. Anak-anak kemudian menjadi gelisah, mengantuk, apatis, dan anoreksia. Anak yang lebih besar dapat melaporkan tubuh sakit, sakit kepala, dan mual.(15) Demam biasanya terus menerus dan mungkin sangat tinggi ( 40 C ) dari hari pertama. Banyak anak hanya memiliki gejala pernafasan seperti flu pada presentasi, dengan batuk ringan dan dingin. Gejala ini mereda dalam 1-2 hari, dengan atau tanpa pengobatan.(15) Muntah sangat sering terjadi pada anak dengan malaria dan dapat membuat terapi oral tidak efektif. Diare ringan sering diamati, dengan konsistensi tinja berlendir hijau. Kadang-kadang didapatkan, diare dengan dehidrasi berat dan kegagalan sirkulasi.(15) Kejang yang umum dapat terjadi pada awal penyakit, bahkan sebelum demam tinggi sehingga untuk membedakan dengan gangguan kesadaran akibat malaria serebral seringkali sulit. (15) Parasitemia pada neonatus dalam waktu 7 hari dari kelahiran menandakan terjadinya transmisi transplasenta. Malaria bawaan ini biasanya berhubungan dengan parasitemia plasenta, yang kadang-kadang tetap ada bahkan setelah pengobatan cukup dengan obat antimalaria. Gejalanya pada bayi mengalami demam, irritable, tidak mau menetak, anemia, ikterus, dan hepatosplenomegali. (15) Anak-anak yang tinggal di daerah di mana malaria adalah endemik akan sering infeksi dan dapat meningkatkan serta mempertahankan kekebalan

parsialnya. Anak-anak ini sering memberikan gejala hanya demam ringan , anemia, nafsu makan yang buruk, dan malaise. Kelelahan, gelisah, batuk, dan diare adalah gejala lain yang mungkin terjadi. (15) Relaps pada penyakit malaria tergantung pada spesies Plasmodium yang terlibat. P vivax dan P ovale keduanya menimbulkan hypnozoites di hati. P

14

malaria vivax dapat relaps hingga 3 tahun dan P ovale selama 1-1,5 tahun. P falciparum dan P malariae tidak membentuk hypnozoites, sehingga mereka tidak relaps secara baik. Namun, bisa terjadi kembali setelah suatu jangka waktu yang lama karena bentuk erythrocyticnya tetap hidup. (15) Meskipun P falciparum dapat terjadi kembali sampai waktu 1 tahun, P malariae dapat terus menyebabkan serangan malaria klinis bahkan 20 tahun setelah infeksi awal. Hanya sporozoit (yang diperkenalkan oleh nyamuk itu sendiri) dapat menembus sel-sel hati. Jadi, jika malaria diperoleh melalui transfusi darah atau plasenta, tidak terjadi infeksi pada hati maka ke kambuhan tidak terjadi. (15)

VII.

DIAGNOSIS

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain, seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. (2) Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan. (2) Diagnosis dan penanganan dini malaria dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit dan mencegah kematian. Selain itu juga berkontribusi terhadap penularan transmisi malaria. (11) Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. WHO

merekomendasikan untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu pasien suspek malaria

15

dengan rapid-test atau dengan mikroskop sebelum memberi pengobatan malaria. Diagnosa pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah. Hasil pemeriksaan parasitologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Pengobatan yang hanya berdasar pada gejala klinis saja hanya dapat dipertimbangkan jika pemeriksaan secara parasitologi tidak dapat dilakukan. (2, 11)

VII.A. ANAMNESIS Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual , muntah, diare dan nyeri otot atau pegalpegal.Pada anamnesis juga perlu ditanyakan: (2) 1.Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria 2.Riwayat tinggal di daerah endemik malaria 3.Riwayat sakit malaria atau riwayat demam 4.Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir 5.Riwayat mendapat transfusi darah

VII.B. PEMERIKSAAN FISIK Terdapat gejala klinis utama dan tambahan yang dapat diperhatikan dalam mendiagnosis malaria, yaitu: (9)

a) Gejala Utama 1) Demam yang bersifat serangan dan berulang (2, 9) Demam yang bersifat serangan dengan interval tertentu disebut paroksisme. Satu periode peroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yaitu : (9) Stadium dingin : dimulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak, badan gemetar, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. (9)

16

Stadium demam : pada stadium ini penderita merasa kepanasan, suhu badan meningkat dengan cepat (dapat sampai 41oC atau lebih), muka merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar. Biasanya penderita merasa sangat haus. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 12 jam. (9)

Stadium berkeringat : pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali kemudian suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah normal. Stadium ini berlangsung 1 sampai 2 jam. (9)

Gejala-gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap penderita tergantung pada spesies parasit, beratnya infeksi, umur dan status imunitas penderita. Serangan demam ini berlangsung setiap 48 jam (hari ke 3) dari serangan demam sebelumnya pada malaria vivax (tertian) dan ovale, dan setiap 72 jam (hari ke 4) untuk malaria malariae (quartana). Pada malaria falciparum serangan-serangan demam ini sering tidak teratur dan jarang periodic. (9) Makin muda usia maka serangan-serangan demam makin tidak spesifik (terutama anak-anak usia <5 tahun). (9) 2) Anemia
(2, 9)

Konjungtiva atau telapak tangan tampak pucat.

Sumber : Kepustakaan no 8 dan 16 Gambar 15 dan 16. Telapak tangan pucat, tanda anemia

3) Pembesaran limpa (Splenomegaly) (2, 6)

17

b) Gejala Tambahan (9) 1) Sakit kepala, kejang 2) Lemah, lesu, nyeri otot-otot dan tulang 3) Anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan diare 4) Ikterus 5) Pembesaran hati (hepatomegaly) 6) Tanda-tanda distress pernapasan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan: Bayi-bayi dan anak kecil yang mengalami demam lama ( 1 minggu) dengan kausa yang tidak jelas perlu dipertimbangkan kausa malaria. (9) Bila sudah diketahui menderita malaria maka perlu dipertanyakan tempat tinggal, daerah asal sebelumnya, riwayat bepergian dan perjalanan sebelumnya untuk menentukan risiko resistensi. (9) c) Manifestasi Malaria yang Berat (9) Manifestasi malaria berat adalah manifestasi malaria falciparum yang disertai komplikasi, yaitu: (2, 9) 1) Hiperpireksia 2) Malaria serebral (malaria yang disertai penurunan kesadaran ringan sampai berat) 3) Kolaps sirkulasi (renjatan) 4) Hemoglobinuria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever) 5) Koagulapati intravaskuler menyeluruh (DIC) 6) Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl) 7) Tanda-tanda edema paru (sindrom distress pernapasan) 8) Asidosis 9) Gagal ginjal akut (kreatinin > 1,5 mg/dl dan urin < 240 ml/m2/24 jam untuk anak, dan < 1 ml/KgBB/jam pada bayi)

18

VII.C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut. (2, 9) a) Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. (2, 9) Sediaan darah tebal : menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif) (9) Sediaan darah tipis : untuk mengidentifikasi spesies dan stadium plasmodium. Pada sediaan darah tipis juga dapat digunakan untuk menentukan kepadatan parasit dengan cara semi kuantitatif dan kuantitaif:
(2, 9)

1) Semi Kuantitatif (2) (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar) (+) (++) (+++) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB) Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: - Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 % - Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 % - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 % 2) Kuantitatif (2) Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

19

Contoh : Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL. Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL. Pemeriksaan darah tepi ini diulang setelah 3 hari (hari ke-4) dan setelah 7 hari (hari ke-8) sejak saat dimulai pengobatan, yang bertujuan untuk memantau hasil pemgobatan. (9) Perbedaan morfologi dari ketiga jenis malaria adalah sebagai berikut (9) Jenis plasmodium 1. Jenis eritrosit P. vivax Eritrosit muda (retikulosit) eritrosit membesar + + Jarang Tropozoit tua sitoplasma amuboid P. falciparum Semua bentuk eritrosit P. malariae Terutama eritrosit matang + + Skizon bentuk bunga ros (rosette form)

2. 3. 4.

Titik Schuffner Titik Maurer Parasit: Semua bentuk pada darah tepi Bentuk akole Bentuk cincin dengan 2 inti Bentuk pita (tropozoit tua) Gametosit bentuk pisang Infeksi ganda Tanda lain

+ + + + + Parasit muda bentuk cincin yang banyak (star in the sky)

20

Gambar 17. Tropozoit tua P. vivax, sitoplasma ireguler (ameboid) dengan inti satu, pigmen jelas (kuning tengguli) bintikbintik Schuffner Sumber : Kepustakaan no 17

Gambar 18. Skizon tua P. vivax, dengan 810 merozoit tersusun seperti bunga ros (rosette form) Sumber : Kepustakaan no 17

Gambar 19. Tropozoit muda P. falciparum, bentuk cincin dengan 2 inti, bentuk akole dengan titik Maurer. Sumber : Kepustakaan no 17

Gambar 20. Mikrogametosit Plasmodium falciparum, bentuk seperti pisang dengan kedua ujung tumpul. Sumber : Kepustakaan no 17

b) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)(2) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.(2)

21

Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. falcifarum.(2)

Gambar 21. Contoh alat Rapid Diagnostic Test/RDT yang ada di Indonesia. Sumber : Kepustakaan no 18

c) Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA (2) Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum.Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang

mikroskopis.Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.(2) d) Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah: (2, 9) Darah rutin (Hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis) Retikulosit Bilirubin darah

22

Urin rutin Bila ada tanda-tanda malaria berat (malaria falciparum kompliaksi), maka dilakukan pemeriksaan tambahan sesua jenis komplikasi antara lain: glukosa darah, ureum, kreatinin, PT, PTT, waktu perdarahan, jumlah trombosit, analisis gas darah, elektrolit darah dan foto toraks.(9)

VIII.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini: (2) VIII.A. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut. a. Demam Tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji serologidan kultur.(2) b. Demam Dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi). (2) c. Leptospirosis Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata) dan nyeri betis yang mencolok.Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes serologi positif.(2)

23

VIII.B. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut. a. Infeksi otak Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.Padapenderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.(2) b. Stroke (gangguan serebrovaskuler) Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).(2) c. Ensefalopati tifosa Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti nyeri perut dan diare).didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam tifoid dan Hepatitis A. Bagi prodromal hepatitis didapatkan gejala seperti demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas, mata atau kulit kuning, dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5 kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.(2) e. Leptospirosis berat/penyakit Weil Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan, sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini meningkat biasanya setelah banjir.(2) f. Glomerulonefritis akut Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria negatif. (2)
24

g. Sepsis Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi. (2) h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif( antigen dan antibodi) (2)

IX.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. (2) Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya berdasarkan berat badan. (2) Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi.(2)

25

Gambar 22. Sediaan obat anti malaria di Indonesia. Sumber : Kepustakaan no 18

Terapi yang direkomendasikan oleh WHO saat ini adalah kombinasi artemisin (ACT - artemisinin base combination treatment) sebagai lini pertama. Klorokuin dan dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat anti malaria lini pertama maupun kedua karena tingginya angka resistensi terhadap obat ini di banyak negara untuk Malaria falsiparum. (8, 19) Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.(2) Pengobatan kombinasi malaria harus: (2) a. aman dan toleran untuk semua umur; b. efektif dan cepat kerjanya; c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan d. harga murah dan terjangkau.

26

Gambar 23. Target kerja obat anti malaria dalam memutus rantai siklus plasmodium dalam tubuh manusia. Sumber : Kepustakaan no 18

Prinsip pengobatan pada malaria bertujuan untuk: (9) a) Menghancurkan bentuk-bentuk eritrositik aseksual parasit dengan

skizontosida eritrositik. Obat jenis ini dipakai untuk penyembuhan klinik dan profilaksis supresif (untuk smeua jenis malaria). Obatnya adalah klorokuin, proguanil, dan sulfadoksin-primetamin. (9)

27

b) Menghancurkan bentuk-bentuk parasit pada fase jaringan laten di hati dengan skizontosida jaringan (ditujukan untuk malaria vivax). Obat jenis ini digunakan untuk pengobatan radikal malaria, sebagai obat antu relaps. Obatnya adalah primakuin. (9) c) Menghancurkan semua bentuk seksual parasit dengan gametosida. Obatnya adalah primakuin sebagai gametosida untuk ke empat spesies, dan klorokuin dan kina sebagai gametosida untuk P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. (9)

Gambar 24. Artemisin dalam kapsul Sumber : Kepustakaan no 18

Saat ini yang digunakan program nasional sesuai rekomendasi WHO adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin. Diberikan selama 3 hari dengan dosis sebagai berikut:(2, 8, 19)

1. Artesunat + Amodiakuin (AS+AQ) Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg. Artesunat Amodiakuin : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari

28

Gambar 25. Sediaan artesunat + amodiakuin (AS + AQ) Sumber : Kepustakaan no 18

2. Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP) Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) Satu tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB Piperakuin : 16-32mg/kgBB

Gambar 26. Sediaan kombinasi dosis tetap dihydroartemisinin dan piperakuin di Indonesia Sumber : Kepustakaan no 18

3. Artesunat + Sulfadoksin /pirimetamin (SP) Tablet terpisah 50 mg artesunat dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin: Artesunat SP : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari : 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal

29

Gambar 27. Sediaan Artesunat injeksi di Indonesia Sumber : Kepustakaan no 18

4. Artemeter/lumefantrin Tablet kombinasi yang mengandung 20 mg artemeter dan 120 mg lumefentrin: Artemeter Lumefentrin : 3,2 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis : 20 mg/kgBB

Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari

5. Amodiakuin + SP Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin Amodiakuin SP : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal : 25 mg (sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal

Untuk malaria falciparum khusus untuk anak usia >1 tahun tambahkan primakuin 0,75 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax, ovale dan malariae tambahkan primakuin basa 0,25 mg/kgBB/hari dosis selama 14 hari.

30

Tabel 2 . Penggunaan Menurut Umur Dengan ACT ( AS+AQ) (19)


Hari Jenis obat Dosis tunggal Artesunate 1 Amodiakuin Fal: Primakuin Artesunate 2 Amodiakuin Artesunate 3 Amodiakuin 14 1 2 3 4 Vivaks: 1 Primakuin AS+AQ efektif untuk P.falsiparum dan P.Vivax, hanya pada beberapa daerah telah dilaporkan kegagalan yang tinggi (> 20%) seperti di Papua, Lampung, Sulawesi Utara, Nusatenggara. 1 1 2 2 3 3 4 4 01 bulan - Jumlah tablet menurut kelompok umur 2 11 bulan - 1-4 tahun 1 1 1 5-9 tahun 2 2 1 2 10 - 14 tahun 3 3 2 3 > 15 tahun 4 4 2-3 4

Obat ACT yang lain ialah kombinasi Artemeter-lumefantrine (Coartem). Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ), dapat dipakai untuk malaria falsiparum dan malaria vivaks. Studi di Papua respon terhadap vivaks lebih rendah dibanding kombinasi lainnya. Adapun dosis Coartem seperti pada tabel 3. (19) Tabel 3 . Dosis Penggunaan Artemeher + Lumefentrin (19)
Jenis obat Hari Berat Badan (Kg) Umur Jam < 3 tahun 5 14 kg >3-8 tahun 15 24 kg > 9 14 th 25 34 kg > 14 th > 34 kg

A-L 0 jam 1 2 3 4 A-L 8 jam 1 2 3 4 1 Falc: 12 jam 1 2 2-3 Primakuin A-L 24 jam 1 2 3 4 2 A-L 36 jam 1 2 3 4 A-L 48 jam 1 2 3 4 3 A-L 60 jam 1 2 3 4 Vivaks: H: 1-14 1 Primakuin AL merupakan ACT yang disiapkan untuk sektor swasta sehingga obat ini tidak tersedia sebagai obat program departemen kesehatan. AL, berisi Artemeter 20 mg dan lumefantrine 120 mg.

31

ACT yang relatif baru yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP). Kombinasi ini dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi sebelumnya yaitu artesunate + amodiakuin. Obat ini efektif untuk P. Falsiparum dan P.vivax, merupakan ACT yang dikemas secara FDC dan diberikan sebagai dosis tunggal selama 3 hari. Obat ini disiapkan untuk program dan dipakai di Puskesmas/ RS pemerintah. Adapun dosisnya seperti pada table 4. (19) Tabel 4. Dosis Pengobatan DHP Pada Malaria Falsiparum(19) Hari Jenis obat Dosis tung-gal DHP Jumlah tablet menurut kelompok umur 0-1 >1-11 1-4 5-9 10 - 14 bulan bulan tahun tahun tahun 1 1 2 1 2 > 15 tahun 3-4 2-3 1

H1-3 Falc: Primakuin H1 Vivaks: Primakuin H1-14 Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kg BB Piperakuin : 16-32 mg/kg BB Primakuin : 0.75 mg/kgBB

Gambar 28. Sediaan Primakuin tablet di Indonesia Sumber : Kepustakaan no 18

32

Pemantauan (Follow up) pengobatan malaria : (19) Penderita perlu diperiksa sediaan darah untuk malaria pada hari ke 2, 3 dan hari 7, 14, 21 dan 28. Bila penderita rawat jalan dan tidak memungkinkan kembali hari ke-2 (48 jam setelah mulai pengobatan), boleh datang hari ke-3. Penderita yang terma-suk gagal pengobatan dini ataupun kasep harus diberikan pengobatan yang lain. Dikatakan gagal pengobatan, bila terdapat salah satu/lebih kriteria berikut (WHO, 2003) : (19) a. Gagal pengobatan dini (early treatment failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi beri-kut ini pada 3 hari pertama : (19) Parasitemia dengan komplikasi klinis malaria berat pada hari 1, 2, 3. Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0. Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0) Parasitemia pada hari ke 3 masih positif + suhu aksila > 37,5 o C.

b. Gagal pengobatan kasep (late treatment failure) : (19) Didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2 sub grup : Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) : Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) dengan komplikasi malaria berat setelah hari ke 3. Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia antara hari ke 4 s/d ke 28.

Late Parasitological Failure (LPF) : (19) Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) pada hari ke 7 sampai hari 28 tanpa disertai peningkatan suhu aksila < 37,5 oC. (19) Catatan : Bila SD negatif dan masih ada gejala diberi pengobatan simptomatik dan ini tidak termasuk kegagalan pengobatan. Bila terjadi kegagalan pada pengobatan ACT ( lini I ), diberikan pengobatan dengan ACT lain yang lebih efektif atau lini II yang terdiri dari kombinasi Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin. Doksisiklin 1 tablet 100 mg dosis 3 5
33

mg/kg BB satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250 mg ( dosis 4 mg/kg BB) 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak dibawah 11 tahum TIDAK boleh memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan menggunakan clindamycin 10 mg/kgBB 2 x sehari selama 7 hari. (19)

Adapun pengobatan malaria pada anak di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar sebagai berikut: a) Pengobatan malaria vivax (9) Dengan klorokuin basa (dosis tidak terbagi) Hari I Hari II Hari III : 10 mg/kgBB : 10 mg/kgBB : 5 mg/kgBB

Pemberian primakuin basa dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari mulai hari 1 sampai 14 hari untuk menghancurkan bentuk-bentuk parasit pada fase jaringan laten (untuk mencegah relaps). Primakuin basa ini tidak diberikan pada bayi-bayi usia < 1 tahun. (9)

Gambar 29. Sediaan Klorokuin tablet di Indonesia Sumber : Kepustakaan no 18

34

b) Pengobatan malaria falciparum (9) 1. Malaria falciparum tanpa komplikasi Dengan Klorokuin basa (dosis tidak terbagi) Hari I Hari II Hari III : 10 mg/kgBB + Primakuin 0,75 mg/kgBB : 10 mg/kgBB : 5 mg/kgBB

Setelah 3 hari (hari ke-4) dilakukan pemeriksaan darah tepi, dan bila masih ditemukan parasit atau penderita masih demam kasus dianggap resisten, maka pengobatan dilanjutkan dengan: (9) Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (interval 8 jam) selama 7 hari, atau Kombinasi 2. Pengobatan malaria falciparum dengan komplikasi(9) Diberikan Kinin dihidroklorida 10 mg/kgBB, yang diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9% (100-200 ml) diberikan selama 4 jam, kemudian diulang setiap 8 jam (30 mg/kgBB/hari) sampai pemberian oral memungkinkan. Selanjutnya diberikan tablet Kina Sulfat per oral 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari (dosis maksimal 2000 mg/24 jam) c) Malaria malariae (kuartana): (9) Pengobatan malaria malariae adalah sama dengan pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi d) Pengobatan suportif : (9) Menjamin intake cairan dan elektrolit. Bila perlu dengan pemberian infus Ringer laktat atau Asering. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan per hari, dan ditambah 10 12% pada setiap kenaikan suhu badan 1oC dari suhu normal. Transfusi PRC bila kadar Hb < 6 gr/dl Bila terjadi renjatan maka ditangani sesuai protokol renjatan Bila penderita mengalami kejang, diterapi sesuai protokol

penatalaksanaan kejang pada anak.

35

X.

EDUKASI Selama di daerah yang terjangkit, ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko digigit nyamuk: (6) Hindari berada di luar bangunan antara senja dan fajar, terutama di daerah yang kurang penerangannya, daerah perkampungan, atau pinggiran kota besar (6) Tutupi badan Anda (terutama lengan, tungkai kaki dan telapak kaki) antara senja dan fajar pakaian yang longgar dan berwarna terang adalah yang terbaik. (6) Gunakan penolak serangga pada kulit yang tidak terlindungi pada jam-jam yang beresiko tinggi; pilih penolak yang mengandung DEET atau picaradin. (6) Hindari bau-bauan pada tubuh, misalnya parfum, deodoran, dan keringat, karena dapat menarik nyamuk (6) Jika akomodasi tidak terlindung dengan baik, tidur dengan menggunakan kelambu. Gunakan kelambu dan pakaian yang telah disemprot penolak serangga di daerah beresiko tinggi. (6) Gunakan obat nyamuk bakar atau pembasmi serangga dalam bentuk uap di ruang tertutup. (6)

Jika Anda kembali dari daerah yang terjangkit malaria dan menunjukkan gejalagejala malaria : (6) Jika Anda menunjukkan gejala-gejala malaria dalam 2 tahun setelah mengunjungi daerah yang terjangkit malaria, hubungi dokter atau bagian gawat darurat rumah sakit dengan segera untuk pemeriksaan medis. Jangan lupa memberi tahu petugas kesehatan tempat-tempat yang Anda kunjungi karena ini akan membantu menentukan tingkat resiko Anda terkena malaria dan jenis perawatan yang diperlukan. (6) Jika Anda terkena malaria, orang-orang yang bepergian bersama Anda (terutama ke daerah beresiko tinggi seperti Afrika, PNG, Timor Timur dan bagian

36

dari Indonesia termasuk Flores, Lombok dan kepulauan sekitarnya) perlu juga diperiksa. (6)

XI.

PENCEGAHAN A. Obat Profilaksis (6) Obat profilaksis pada daerah dengan malaria resistensi klorokuin digunakan: Atovaquone + proguanil tablet 62.5+25 mg (6) 11 - 20 kg 21 - 30 kg 31 - 40 kg : 1 tablet/oral : 2 tablet/oral : 3 tablet/oral,

Sebaiknya banyak makan makanan berlemak dan susu kaya lemak setiap hari (mulai 1-2 hari sebelum masuk ke daerah endemis, dan dilanjutkan sampai 7 hari setelah meninggalkan daerah tersebut). Atau Doxycycline 100 mg > 8 tahun
(6)

: 2.5 mg/kgBB/hari maksimal 100 mg. tablet diminum

setiap hari (mulai 1-2 hari sebelum masuk ke daerah endemis, dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut) Atau Mefloquine 250 mg (6) Berat 5 - 9 kg Berat 10 - 19 kg Berat 20 - 29 kg Berat 30 - 44 kg : 31.25 mg [= 1/8 tablet]; : 62.5 mg [= 1/4 tablet]; : 125 mg [= 1/2 tablet]; : 187.5 mg [= 3/4 tablet],

Diminum sekali seminggi (mulai 2 3 minggu sebelum masuk dan diteruskan sampai 4 minggu seteleah keluar dari daerah endemis malaria) Doxycycline dapat menyebabkan Ooesophagitis (dapat dicegah dengan minum obat setelah makan dan minum banyak air, paling lama 30 menit setelah makan), fotosensitif, dan vaginal thrush. (6)

37

B. Kontrol Vektor Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dapat dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain.(19)

Gambar 30. Kelambu berinsektisida yang dibagikan WHO kepada penduduk Afrika untuk mencegah gigitan nyamuk. Sumber : Kepustakaan no 10

Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa

pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria. (19)

C. Vaksin Malaria (16) Vaksin malaria bekerja pada tiga tahap siklus perkembangan Plasmodium, yaitu pada fase pre-eritrosit (Pre-erithrocytic vaccines), fase aseksual dalam darah (blood stage vaccines), dan fase seksual dalam tubuh nyamuk (transmission

38

blocking vaccines). Vaksin pre-eritrosit (stadium hati) memblok jalan masuk sporozoit ke sel hati atau menghancurkan sel hati yang terinfeksi dengan demikian mencegah klinis penyakit. Blood stage vaccines bekerja pada fase aseksual plasmodium dalam darah dengan tujuan mencegah munculnya gejala klinis malaria. Sedangkan transmission blocking vaccines dirancang untuk

mengendalikan vektor plasmodium yaitu nyamuk Anopheles. Vaksin ini berupa antigen yang bekerja pada protein pada permukaan lambung atau kelenjar liur nyamuk yang membawa parasit plasmodium. (16)

Gambar 31. Tempat kerja vaksin malaria

pada tiga tahap

siklus perkembangan Plasmodium.


Sumber : Kepustakaan no 16

39

XII.

KOMPLIKASI Malaria serebral merupakan komplikasi dari infeksi P. falciparum dan sering

menjadi penyebab kematian (20% sampai 40%), terutama di kalangan anak-anak dan orang dewasa non-immun. Serupa dengan komplikasi lain, malaria serebral adalah lebih mungkin terjadi di antara pasien dengan parasitemia intens (> 5%). Komplikasi lainnya termasuk ruptur limpa, gagal ginjal, hemolisis parah (demam blackwater), edema paru, hipoglikemia, trombositopenia, dan malaria algid (sindrom sepsis dengan kolaps vaskuler).(2)

XIII.

PROGNOSIS

Kematian dapat terjadi dengan salah satu spesies malaria, tetapi yang paling sering dengan rumit malaria P. falciparum.Kemungkinan kematian meningkat pada anak-anak dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya, seperti campak, parasit usus, schistosomiasis, anemia, dan malnutrisi. Kematian adalah jauh lebih umum di negara-negara berkembang yang miskin.(2)

XIV.

KESIMPULAN Parasit malaria terus menginfeksi anak-anak di seluruh dunia. Dengan

memberikan perhatian khusus pada pasien dengan kemungkinan adanya infeksi malaria dan uji laboratorium yang tepat, keterlambatan diagnosis dapat dihindari. Dengan adanya alat dan teknik diagnostik dan terapi terbaru akan mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat malaria. Meskipun demikian, vaksin yang efektif dan aman tetap dibutuhkan untuk mencegah kesakitan dan kematian anak setiap tahunnya akibat malaria.(4)

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Tatura SNN. Efikasi Obat Kloroquine, Kina, Artesunate-SP, ArtesunateAmodiaquine, Artesunate-Lumafentrin pada Anak Malaria Falciparum di BLU RSUP Prof. Dr. RD. Kandou Manado. Sari Pediatri. 2009;10(6):417-23. 2. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 3. Kundu R, Ganguly N, Ghosh TK, Choudhury P, Shah RC. Diagnosis and Management of malaria in Children. Indian Pediatrics. 2005;42:1101-14. Epub 2 Januari 2014. 4. Stauffer W, Fischer PR. Diagnosis and Treatment of Malaria in Children. Clinical Infectious Diseases. 2003;37:1340-8. Epub 15 November. 5. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Guidelines for the treatment of malaria 2nd edition. Geneva: World Health Organization; 2010. 6. Centre for Disease Control DaIDU, Royal Darwin Hospital. The Malaria Treatment Guidelines. Darwin, Australia: Department of Health Northern Territory Government; September 2012. 7. RI PDdIKK. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela: Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2011. p. 1-17. 8. World Health Organization. Country Office for Indonesia. Pedoman elayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ WHO ; alih bahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta : WHO Indonesia, 2009. p. 1689. 9. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUH. Malaria. Standar Pelayan Medik. Makassar: SMF Anak RSWS; 2013. p. 19-24. 10. United Nations Childrens Fund. Malaria and Children: Progress in intervention coverage. New York: UNICEF; 2007

41

11. World Health Organization Media Center. Malaria. World Health Organization; 2013 [updated Desember 2013; cited 2013 23th Desember]; Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/#. 12. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Eighteenth ed. United States of America: Saunders, An Imprint of Elsevier 2007. 13. Sinka ME, Bangs MJ, Manguin S, Chareonviriyaphap T, Patil AP, Temperley WH, et al. The dominant Anopheles vectors of human malaria in the AsiaPacific region: occurrence data, distribution maps and bionomic prcis. Parasites & Vectors. 2011; 4(89):1-46.

http://www.parasitesandvectors.com/content/4/1/89 14. Project MA. Mosquito Malaria Vectors

http://www.map.ox.ac.uk/explore/mosquito-malaria-vectors/bionomics/: Malaria Atlas Project; 2014 [cited 2014 11 Januari] 15. Mehta PN, Steele RW. Pediatric Malaria Treatment & Management. Medscape; 2013 [updated Juli 30, 2013; cited 2013 26 Desember 2013]; Available from: http://emedicine.medscape.com. 16. Crawley J, Chu C, Mtove G, Nosten F. Malaria in children. Lancet. 2010;375:1468-81. Epub 24 April 2010. 17. Slide Kuliah Tropis Fakultas Kedokteran Unversitas Hasanuddin.

Plasmodium. Makassar: Bagian Parasitologi FK UH; 2013. p 1-30. 18. Image from www.google.com diakses tanggal 12 Januari 2014. 19. Harijanto PN. Tata Laksana Malaria untuk Indonesia. Buletin Jendela: Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2011. p. 22-7. .

42

Anda mungkin juga menyukai