= = =
6
10 . 66 , 2
1500
004 . 0
( ) V V V V
r f r r f c
+ = + =
1
( ) V V
c
+ = 1 1180 1500
( ) ( ) ( )
c c c
6 6
10 66 , 2 1 1180 10 66 , 2 1500
+ =
c c c
3 3
10 1388 . 3 1180 10 990 . 3
+ =
1180 10 1388 . 3 10 990 . 3
3 3
= +
c c c
1180 99914 . 0 =
c
0052 . 1181 =
c
Didapat massa jenis komposit :
3
/ 0052 . 1181 m kg
c
=
sehingga , V = 2,66 . 10
-6
.
c .
Jadi, V = 2,66 . 10
-6
. 1181.0052
Fraksi Volume : V = 0.00314147 = 0.31 %
17
Diameter serat pisang yang digunakan pada pengujian adalah 0.2 mm. Untuk
mengetahui kekuatan tarik serat pisang kemudian dilakukan pengujian kekuatan
tarik menggunakan mesin uji tarik. Dari hasil pengujian tarik didapatkan data
sebagai berikut.
Tabel 2. Pengujian Kekuatan Tarik Serat Pisang.
Pengujian Kekuatan Tarik (gram)
1 240
2 320
3 370
Rata rata 310
sehingga didapatkan kekuatan tarik serat pisang :
=
( ) ( )
( )
MPa
A
F
70 . 96
1 . 0
81 . 9 3100 . 0
2
=
=
t
Pemasangan serat dilakukan dengan cara meletakan serat diatas cetakan kaca yang
sebelumnya sudah dilapisi perekat untuk memudahkan dalam pemasangan dengan
jarak tertentu pada spesimen yang akan dibuat menggunakan jarak 3 mm. Setelah
serat tersebut terpasang rapi di atas kaca, maka bagian kaca yang akan
bersentuhan dengan resin yang akan dicetak diolesi dengan vaseline/MAA untuk
memudahkan dalam pelepasan cetakan dan spesimen.
Gambar 12 Model Woven yang Digunakan
Keuntungan menggunakan model woven ini (Gambar 12) adalah simetris,
memiliki stabilitas yang bagus dan porositas yang dapat ditolelir. Akan tetapi,
18
memiliki sifat mekanis yang lebih rendah bila dibandingkan dengan model woven
yang lain.
Spesimen komposit dibuat dengan metode pengecoran hand lay-up dengan
langkahlangkah pencetakan berikut.
a. Setelah cetakan bagian dasar yang sudah dilapisi vaseline, materi epoksi resin
dituang ke dalam cetakan, di mana perbandingan campuran antara epoksi resin
dengan hardenernya berbanding 2 : 1.
b. Penuangan ini harus hatihati untuk menghindari terbentuknya gelembung
gelembung udara.
c. Setelah dituang langkah selanjutnya adalah menempelkan cetakan kaca yang
ditempeli oleh serat ke atas cetakan bagian dasar.
d. Selanjutnya permukaan serat diratakan dengan roler, yang bertujuan untuk
menghilangkan laminasi antara serat dengan epoksi resin juga untuk
mengurangi timbulnya gelembunggelembung udara.
e. Setelah serat dianggap cukup rata, sisa dari materi epoksi resin kemudian
dituang ke atas cetakan sampai mencapai ketinggian tertentu yang diinginkan,
dalam hal ini mencapai ketinggian 10 mm.
f. Langkah selanjutnya spesimen didinginkan dalam suhu ruangan kurang lebih
selama 8 jam, sampai spesimen tersebut benarbenar kering.
g. Setelah kering, spesimen tersebut kemudian dilepas dari cetakan lalu
dilakukan proses finishing. Langkah tersebut adalah menghaluskan permukaan
spesimen yang masih kasar setelah dilepas dari cetakan. Proses perataan
permukaan ini dilakukan dengan mesin pemoles.
Setelah proses pemolesan selesai dan dimensi masingmasing spesimen sudah
relatif seragam, maka dilakukan proses curing terhadap material tersebut dengan
temperatur 70
0
, 80
0
, 90
0
, 100
0
C. Setelah itu didinginkan pada temperatur ruangan
pada udara terbuka. Proses post-curing ini dilakukan selama 60 menit. Untuk
setiap temperatur post-curing terdapat 3 buah spesimen, sehingga nantinya
terdapat 12 spesimen yang mengalami post-curing.
19
Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Semarang. menggunakan mesin uji tarik dengan spesifikasi sebagai berikut:
Merk : Controllab
Kapasitas maksimum : 1000 kg
Kecepatan penarikan dapat divariasi dari 1 mm/menit sampai dengan 300
mm/menit. Untuk pengujian ini kecepatan penarikan yang digunakan 2 mm/menit.
Pada mesin (Gambar 13) angka yang ditunjukan oleh display adalah gaya tarik
dalam Newton, dimana grafik hasil penarikan dapat langsung dicetak lewat
komputer.
=
A
F
keterangan : = kekuatan tarik ( MPa ), F = gaya tarik ( Newton ), dan
A = luas penampang ( mm
2
).
(a) (b)
Gambar 13 (a) adalah Mesin Uji Tarik dengan Kapasitas Maksimum 1.000 kg, dan (b) adalah
ekstensiometer dengan ketelitian 0,05 mm.
HASIL
Tujuan dari dilakukan proses curing adalah memperbaiki sifatsifat yang dimiliki
oleh komposit. Proses curing dilakukan dengan cara memanaskan material benda
uji tersebut pada temperatur tertentu, tetapi temperatur tersebut tidak boleh
20
melebihi glass transition temperature, karena jika melebihi temperatur tersebut
akan menyebabkan material tersebut menjadi lunak dan jika temperatur tersebut
ditingkatkan lagi material akan menjadi cair (flow). Pada waktu dilakukan curing
material mencapai glass transition temperature dimana pada kondisi ini molekul
molekul resin menerima lebih banyak energi dan meningkatkan pergerakan
molekulmolekul tersebut. Molekulmolekul tersebut tersusun ulang dan
membentuk ikatan crosslink. Hal ini menyebabkan material menjadi lebih
fleksibel. Ketika material tersebut didinginkan maka mobilitas dari molekul akan
turun kembali dan menyebabkan material menjadi kaku kembali. Fenomena ini
menyebabkan material mengalami peningkatan kekuatan tarik.
Temperatur curing tidak boleh melewati batas melting temperature karena jika
telah melebihi temperatur ini maka material akan menjadi leleh dan mencair
sehingga berubah menjadi liquid. Untuk komposit yang tanpa mengalami proses
perlakuan panas, kekuatan tariknya dapat dilihat pada tabel 3 dan Gambar 14. .
Tabel. 3. Kekuatan tarik komposit pemanasan 70
0
C
Variasi Komposit Tanpa Pemanasan
1 28.18 Mpa
2 30.00 Mpa
3 32.14 MPa
Rata rata 30.106 MPa
21
26
27
28
29
30
31
32
33
T
E
G
A
N
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
1 2 3
VARIASI
Tanpa Pemanasan
Gambar 14. Grafik kekuatan tarik komposit tanpa pemanasan
Yang dimaksud dengan proses curing adalah spesimen yang dipanaskan pada
suhu 70
o
C (Tabel 4), dan dilakukan variasi waktu pemanasan sehingga akan
didapatkan data kekuatan tarik spesimen setelah mengalami proses pemanasan.
Tabel. 4. Kekuatan tarik komposit pemanasan 70
0
C
variasi Komposit tanpa pemanasan Komposit pemanasan 70
0
C
1 28.18 Mpa 34.54 Mpa
2 30.00 Mpa 31.818 Mpa
3 32.14 MPa 35.576 MPa
Rata rata 30.106 MPa 33.979 MPa
22
0
5
10
15
20
25
30
35
40
T
E
G
A
N
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
1 2 3
VARIASI
Tanpa Pemanasan
Pemanasan 70
derajat celcius
Gambar .15. Grafik Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 70
0
C
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilakukan proses pemanasan 70
0
C pada spesimen yang diperkuat serat pisang terjadi peningkatan kekuatan tarik
apabila dibandingkan dengan spesimen yang diperkuat serat pisang tanpa
pemanasan. Besarnya peningkatan rata-rata kekuatan tarik maksimum untuk
komposit setelah proses pemanasan 70
0
C adalah sebagai berikut.
% 86 . 12 % 100
106 . 30
873 . 3
% 100
106 . 30
106 . 30 979 . 33
= =
|
.
|
\
|
x x
Proses curing disini adalah spesimen yang dipanaskan pada suhu 80
o
C, dan
dilakukan variasi waktu pemanasan, sehingga akan didapatkan data kekuatan tarik
spesimen setelah mengalami proses pemanasan ( Tabel 5 dan Gambar 16) .
Tabel. 5. Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 80
0
C
variasi Komposit tanpa pemanasan Komposit pemanasan 80
0
C
1 28.18 Mpa 37.383 Mpa
2 30.00 Mpa 45.918 Mpa
3 32.14 MPa 34.545 Mpa
Rata rata 30.106 MPa 39.282 Mpa
23
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
T
E
G
A
N
A
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
1 2 3
VARIASI
Tanpa pemanasan
Pemanasan 80
derajat celcius
Gambar 16. Grafik Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 80
0
C
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilakukan proses pemanasan 80
0
C
pada spesimen yang diperkuat serat pisang terjadi peningkatan kekuatan tarik
apabila dibandingkan dengan spesimen yang diperkuat serat pisang tanpa
pemanasan. Besarnya peningkatan rata-rata kekuatan tarik maksimum untuk
komposit setelah proses pemanasan 80
0
C adalah sebagai berikut:
% 04 . 30 % 100
106 . 30
176 . 9
% 100
106 . 30
106 . 30 282 . 39
= =
|
.
|
\
|
x x
Yang dimaksud dengan proses curing disini adalah spesimen yang dipanaskan
pada suhu 90
o
C, dan dilakukan variasi waktu pemanasan, sehingga akan
didapatkan data kekuatan tarik spesimen setelah mengalami proses pemanasan
(Tabel 6 dan Gambar 17).
Tabel. 6 Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 90
0
C
variasi Komposit tanpa pemanasan Komposit pemanasan 90
0
C
1 28.18 Mpa 42.857 Mpa
2 30.00 Mpa 43.636 Mpa
3 32.14 MPa 37.391 Mpa
Rata rata 30.106 MPa 41.294 Mpa
24
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
T
E
G
A
N
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
1 2 3
VARIASI
Tanpa pemanasan
Pemanasan 90 derajat
celcius
Gambar 17. Grafik Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 90
0
C
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilakukan proses pemanasan 90
0
C pada spesimen yang diperkuat serat pisang terjadi peningkatan kekuatan tarik
apabila dibandingkan dengan spesimen yang diperkuat serat pisang tanpa
pemanasan. Besarnya peningkatan rata-rata kekuatan tarik maksimum untuk
komposit setelah proses pemanasan 90
0
C adalah sebagai berikut:
% 16 . 37 % 100
106 . 30
188 . 11
% 100
106 . 30
106 . 30 294 . 41
= =
|
.
|
\
|
x x
Yang dimaksud dengan proses curing adalah spesimen yang dipanaskan pada
suhu 100
o
C, dan dilakukan variasi waktu pemanasan, sehingga akan didapatkan
data kekuatan tarik spesimen setelah mengalami proses pemanasan (Tabel 7 dan
Gambar 18).
Tabel. 7. Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 100
0
C
variasi Komposit tanpa pemanasan Komposit pemanasan 100
0
C
1 28.18 Mpa 45.454 Mpa
2 30.00 Mpa 40.00 Mpa
3 32.14 MPa 41.228 MPa
Rata rata 30.106 MPa 42.227 MPa
25
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
T
E
G
A
N
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
1 2 3
VARIASI
Tanpa pemansan
Pemanasan 100 derajat
celcius
Gambar 18. Grafik Kekuatan Tarik Komposit Pemanasan 100
0
C
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilakukan proses pemanasan 100
0
C pada spesimen yang diperkuat serat pisang terjadi peningkatan kekuatan tarik
apabila dibandingkan dengan spesimen yang diperkuat serat pisang tanpa
pemanasan. Besarnya peningkatanrata-rata kekuatan tarik maksimum untuk
komposit setelah proses pemanasan 100
0
C adalah sebagai berikut ( Tabel 8, 9, 10,
dan Gambar 19).
% 26 . 40 % 100
106 . 30
121 . 12
% 100
106 . 30
106 . 30 227 . 42
= =
|
.
|
\
|
x x
Tabel 8. Hasil Pengujian Tarik Spesimen Dengan Serat Woven
No PERLAKUAN
HASIL UJI TARIK
(Newton)
A
( mm
2
)
( MPa )
Rata - rata
( MPa )
1
Non perlakuan
3100 110 28.18
30.106 2 3300 110 30.00
3 3600 112 32.14
4
Pemanasan 70
o
C
3800 110 34.54
33.979 5 3500 110 31.818
6 3700 104 35.576
26
7
Pemanasan 80
o
C
4000 107 37.383
39.282 8 4500 98 45.918
9 3800 110 34.545
10
Pemanasan 90
o
C
4500 105 42.857
41.294 11 4800 110 43.636
12 4300 115 37.391
13
Pemanasan 100
o
C
5000 110 45.454
42.227 14 4400 110 40.00
15 4700 114 41.228
Tabel 9. Hasil Pengujian Tarik Spesimen Tanpa Serat
No PERLAKUAN
HASIL UJI TARIK
(Newton)
A
( mm
2
)
( MPa )
Rata - rata
( MPa )
1
Non perlakuan
2800 100 28.00
30.081 2 3000 105 28.57
3 3300 98 33.67
4
Pemanasan 70
o
C
3000 100 30.00
32.231 5 3400 105 32.38
6 3500 102 34.31
7
Pemanasan 80
o
C
3800 105 36.19
37.063 8 4000 110 36.36
9 4250 110 38.63
10
Pemanasan 90
o
C
4000 116 34.48
39.518 11 4200 104 40.38
12 4500 103 43.68
13
Pemanasan 100
o
C
4500 108 41.66
42.825 14 4600 105 43.80
15 4300 100 43.00
27
Tabel 10. Hasil Pengujian Serat Pisang
NO SPESIMEN F ( kgf ) R (mm)
( MPa )
Rata rata
( MPa )
1
Serat Pisang
0.240 0.10 74.94
97.84 2 0.320 0.10 99.92
3 0.380 0.10 118.66
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
T
E
G
A
N
G
A
N
T
A
R
I
K
(
M
P
a
)
Non
perlakuan
70 80 90 100
PEMANASAN (DERAJAT CELCIUS)
tanpa serat
serat woven
Gambar 19. Grafik Kekuatan Tarik Spesimen Tanpa Serat dengan Spesimen Menggunakan Serat
Woven
Perhitungan kekuatan tarik komposit (TS)
c
secara teoritis
(TS)
m
= Rata rata kekuatan tarik matriks = 30.081 MPa
(TS)
f
= Rata rata kekuatan tarik serat pisang 97.84 MPa
(TS)
c
= (TS)
m
. V
m
+ (TS)
f
. V
f
= (30.081 MPa ).(0.9911) + (97.84 MPa). (0.0089)
= 29.81 + 0.8707
= 30.680 MPa
28
PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian ternyata didapatkan ratarata kekuatan tarik yang lebih
rendah dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Secara teori komposit dengan serat panjang yang di anyam (woven) dapat
menyalurkan tegangan atau beban yang diterima ke sepanjang serat. Akan tetapi,
dalam penerapannya hampir tidak mungkin terjadi karena a) tidak setiap serat
dalam anyaman komposit memiliki kekuatan tarik optimum yang sama dan b)
tidak pernah didapat dalam kenyataan bahwa setiap serat ketika menerima
tegangan akan mendapatkan tegangan yang sama untuk serat masing masing.
Beberapa serat bisa mendapatkan tegangan yang berlebih (highly stressed) dan
serat lain tidak menerima tegangan sama sekali ( unstressed ).
Dalam pembuatan komposit menggunakan proses hand lay-up, porus yang
terbentuk ditengahtengah spesimen dapat dikurangi, dengan menggunakan alat
penyapu atau roller, tetapi sisasisa porus yang tersisa tersebut terjebak disisi
bagian atas dari spesimen tersebut, sehingga menyebabkan spesimen tidak
memiliki keseragaman kekuatan pada setiap sisinya.
Dari tabel-tabel dapat dilihat bahwa pada spesimen yang mendapatkan perlakuan
panas sampai. 70
0
C, 80
0
C, dan 100
0
C, material tersebut mengalami peningkatan
kekuatan tarik karena telah mencapai glass transition temperature, menyebabkan
mobilitas molekul meningkat cukup berarti, molekulmolekul dalam komosit
bergerak secara kontinyu dan tersusun. Dengan melakukan curing juga terjadi
penambahan jumlah ikatan cross-link pada komposit sehingga meningkatkan sifat
mekaniknya.
Dari hasil pengujian komposit ini kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian
spesimen matriks tanpa serat, di mana hasilnya dapat dilihat pada grafik-grafik di
atas. Di sini terlihat perbedaan kekuatan tarik rata-rata antara spesimen tanpa serat
29
dengan spesimen komposit dengan serat pisang tidak begitu signifikan. Hal ini
disebabkan antara lain karena kurang besarnya volume serat pisang yang
digunakan sehingga untuk selanjutnya dapat digunakan komposisi serat yang
lebih besar.
Terjadi penurunan kekuatan tarik rata-rata untuk spesimen komposit dengan
pemanasan 100
0
C apabila dibandingkan dengan spesimen matrik tanpa serat dapat
difahami karena terdapat hasil spesimen dengan nilai yang bervariasi sehingga
menghasilkan nilai rata-rata yang kurang memuaskan. Nilai yang bervariasi ini
disebabkan antara lain kesalahan pada proses pengujian spesimen dan
kemungkinan terdapat cacat pada spesimen hasil pengecoran.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut. Kekuatan tarik maksimum yang terjadi pada komposit yang mengalami
proses post-curing pada temperatur 100
0
C sebesar 42.82 MPa, sehingga terjadi
peningkatan kekuatan tarik sebesar 40.26% apabila dibandingkan dengan
komposit tanpa pemanasan. Kekuatan tarik yang terjadi pada komposit terlihat
lebih kecil bila dibandingkan dengan kekuatan tarik dua material penyusunnya.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu porositas yang cukup tinggi
pada komposit, kondisi serat yang kurang seragam, terjadinya delaminasi antara
serat dan matriks, dan ikatan permukaan yang rendah antara serat dengan matriks.
Saaran yang dapat diberikan sehingga dicapai hasil yang lebih baik adalah sebagai
berikut. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang cara pemisahan serat pisang yang
lebih baik, sehingga didapatkan serat pisang yang lebih seragam dan bisa
digunakan untuk produksi dalam jumlah yang relatif lebih besar. Dalam proses
penganyaman serat harus sedemikian teliti sehingga tidak ada serat yang putus,
atau terlalu kendur sehingga akan mempengaruhi dalam hasil uji tarik. Dalam
pembuatan spesimen, perlu diperhatikan untuk menjaga ketelitian mulai dari
penyiapan alat dan bahan, pembuatan spesimen, hingga uji tarik, yang bertujuan
30
agar diperoleh hasil yang lebih baik. Proses pengecoran dengan proses hand lay-
up harus dilakukan dengan hatihati untuk menghindari terjadinya porus pada
spesimen yang dapat menyebabkan penurunan sifat mekanik. Hendaknya dalam
proses finishing atau pengamplasan terhadap spesimen dilakukan sehalus mungkin
dan ukuran spesimen perlu diperhatikan keseragamannya agar tidak terjadi
kegagalan pada permukaan spesimen dan didapatkan spesimen yang seragam.
Oleh karena itu perlu dilakukan post-curing dengan rentang variasi temperatur
yang lebih kecil lagi agar diperoleh nilai temperatur yang maksimal dan perlu
dilakukan pengujian terhadap komposit yang memiliki jumlah serat yang lebih
banyak untuk mengetahui nilai kekuatan tarik yang maksimal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini saya tidak henti-hentinya bersyukur kepada Allah SWT yang
telah meridhai dan merahmati penulis sehingga berhasil dalam penulisan karya
ilmiah ini. Tak lupa pula saya ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang terkait dalam tulisan ini yang dapat membantu dalam tulisan ini. Semoga
Allah SWT senantiasa membantu pemulis dengan penuh rahmat dan karuniaNya
kepada kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, Nurcahyo Herwin, 2004 Pengaruh Temperature Curing Terhadap
Kekuatan Tarik Komposit Serat Bamboo Fiber Reinforced Plastic.
Semarang: Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Undip.
Encarta Microsoft, 2000. Fiber. http://www.encarta.msn.com/, US.
Encarta Microsoft, 2000.Plastic. http://www.encarta.msn.com/, US.
Gibson, F Ronald, 1994. Plastics Engineering, Second Edition, pergamon
Press,UK.
Korompis, Bernard, 2005. Pengaruh Temperature Curing Terhadap Kekuatan
Tarik Komposit Unsaturated Polyester Resin Yang Diperkuat Serat Pisang.
Semarang: Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Undip.
31
1. Laporan Praktikum metalurgi Fisik, 2000, Jurusan teknik Mesin Universitas
Diponegoro Semarang.
2. Matthews, FL, 1999, Compositre Material : Engineering and Science,
Woodhead Publishing Limited, England.
3. van vlack, L. H, 1983, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi ke-4, Erlangga.