Anda di halaman 1dari 46

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan daerah yang rawan dengan bencana antara lain gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir, banjir bandang, lonsor, kebakaran, kecelakaan transportasi, bentrokan, tawuran, terorisme, dan lainlain. Hal ini diakibatkan letak geografis Indonesia dan keragam etnis dan budaya Indonesia. Bencana datang secara tidak terduga, tidak dapat diprediksi dan menghasilkan banyak korban. Karena hal itulah diperlukan penangan kegawat darurat yang tepat dan optimal untuk meminimalkan jumlah korban yang meninggal. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Luka bakar dapat disebabkan oleh bencana maupun kecelakaan antara lain: terorisme (bom), bentrokan dan tawuran (mengunakan zat kimia), kebakaran, letusan gunung berapi, kecelakaan rumah tangga (tersiram air panas), tersengat arus listrik dan lain-lain. Luka bakar dapat menyebabkan korban peroangan maupun korban masal serta dapat

menghasilkan luka bakar ringan hingga berat sampai ke kematian. Menurut Tribune.News (2012), di indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Hal ini diakibatkan oleh luasnya penyebab luka bakar sehingga tidak ada laporan tertulis tentang luka bakar. Luka bakar dapat menyebabkan kematian dan kecacatan tinggi. Kecacatan yang terjadi pada luka bakar antara lain kontraktur, luka bakar yang terjadi pada daerah kelamin dan wajah, dan lain-lain. Luka bakar memerlukan tindakan pertolongan pertama yang cepat sehingga dapat meminimalkan perluasan luka bakar dan komplikasi lainnya. Selain memerlukan pertolongan pertama yang cepat luka bakar juga memerlukan pertolongan yang tepat terhadap penyebab luka bakar, karena beda penyebab luka bakar akan berbeda juga tindakan penanganannya.

Untuk memberikan penaganan cepat dan tepat perawat haruslah mendapatkan pengetahuan dalam memberikan pertolongan sehingga penulis terarik untuk membuat makalah yang berjudul asuhan keperawatan gawat darurat gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada luka bakar

B. TUJUAN 1. Umum Setelah membahas makalah ini mahasiswa mampu memahami serta menjelaskan konsep kegawatdaruratan pada klien luka 2. Khusus Mahasiswa diharapkan untuk : a. Memahami konsep dasar kegawatdaruratan b. Memahami konsep dasar kegawatdaruratan luka bakar c. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar.

C. METODE PENULISAN Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah.

D. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah: BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teotitis yang terdiri dari konsep dasar gawat darurat, konsep dasar luka bakar dan asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar BAB III : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar KGD 1. Pengertian Gawat adalah penderita yang memerlukan pertolongan tanda kutip segera tetapi tidak terancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan bila tidak segera mendapatkan pertolongan (Aryono D Pusponegoro, 2011) Darurat adalah pasien yang perlu mendapatkan penanganan atau tindakan dengan segera untuk menghilankan ancaman nyawa Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan atau pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat, dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka klien akan mati atau cacat dan kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. Menurut konsep kegawatdaruratan, pengertian kegawatdaruratan dapat dibagi sebagai berikut : a. Pasien gawat darurat Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya b. Pasien gawat tidak darurat Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut c. pasien darurat tidak gawat paien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal. d. Pasien tidak gawat tidak darurat Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.

e. Kecelakaan (accident) Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial) 2. Initial Assasement Initialassasment adalah bagian terpenting dari semua proses penilaian pasien dimana anda harus mengenali dan melakukan penanganan terhadap semua keadaan yang mengancam nyawa pasien. Initial assasment dimulai dari penilaian lokasi kejadian, primerysurvey yang di dalamnya terdapat penilaian terhadap airway, breathing, circulation,disability, exposure, ditambah dengan foleycateter, gastrictube, dan heart monitor, kemudian dilanjutkan dengan secondarysurvey yang di dalamnya memuat

pemeriksaan fisik dari kepala sampai dengan kaki atau head to toe examination, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan riwayat pasien, hand-offreports (Aryono D Pusponegoro, 2011). Penilaian terhadap penderita dan penanganan yang akan dilakukan haruslah berjalan secara teratur sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien. Jika menemukan korban hal pertama yang harus di lakukan adalah menilai keadaan korban pada saat itu. Jika waktu, petugas dan stuasi memungkinkan untuk melakukan penilaian harus segera dilaksanakan. Langkah-langkah penilaian dilakukan sistematis, terarah dan berorientasi pada penanganan masalah yang ada pada pasien. Hal yang mengancam hidup dapat teratasi jika segera ditemukan masalah yang terjadi. Tahapan awal ketika ingin menolong korban adalah konsep DR-ABC-DEFGH. Perhatikan bahaya yang mengancam disekitar lokasi kejadian. Pastikan aman atau safety dalam melakukan tindakan pertolongan. Adapun keamanan yang harus diperhatikan adalah: 1) Keamanan diri atau penolongan 2) Keamanan lokasi kejadian 3) Keamanan pasien atau korban

Evaluasi

dan

waspadai

semua

potensi

bahaya

agar

tidak

membahayakan penolong dan penderita. Menilai kesadaran diawal penilaian dilakukan dengan cepat dan tepat, dimana hal ini untuk segera melakukan rencana tindakan pertolongan bagi korban. Cek kesadaran diawal penilaian hanya mengukur apakah korban sadar atau tidak. Adapun penggunaan cek kesadaran dengan menggunakan AVPU.A = Alert atau sadar, V = Verbal atau respon terhadap suara, P = Pain atau respon terhadap nyeri, U = Unresponsive atau tidak sadar. Tentukan kesadaran korban apakah berada dalam keadaan Alert, Verbal, Pain, atau Unresposive. 1) Airway Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan patennya serta tidak adanya potensi bahaya atau obstruksi. Jika airway terganggu maka diperlukan pembebasan dengan metode manual (headtilt, chinlift, atau jawthrust). Namun jika tersedia peralatan lengkap, pengelolaan jalan nafas dapat dilanjutkan dengan menggunakan alat mekanik (oral airway, nasal airway atau intubasi endotracheal atau cricotiroidotomi). Resusitasi: a) Proteksi dan persiapan b) Jawtrust dan chinlift mungkin dapat dilakukan c) Nasopharingealairway jika pasien tidak sadar dengan tidak ada gangguan reflek tindakan bersifat sementara d) Airwaydefinitif harus dipersiapkan jika pasien sudah tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya e) Airwaydefinitif: Endotrachealtube atau Nasotracheal (intubasi), needleCricotoroidotomi,Trakheostomy.

2) Breathing Oksigen harus terdistribusi secara efektif ke paru-paru. Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan kurangnya oksigen dijaringan. Setelah airway bebas maka kualitas ventilasi penderita harus dievaluasi. Evaluasi pernapasan: dengan lihat,dengar, dan rasakan. Frekuensi nafas atau respiratoryrate (dewasa) dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu: a) RR < 12 x /menit : sangat lambat b) RR 12-20 x/menit : normal c) RR 20-30 x/menit : sedang cepat d) RR > 30 x/menit : abnormal cepat Resusitasi: a) Kontrol airway definitif seperti dipasang andotrachealintubation (faktor yang dapat menahan airway, masalah ventilasi, atau tidak sadar) b) Stabilisasi atau imobilisasi daerah servikal c) Surgical airway dapat dilakukan jika ada kontraindikasi pemasangan intubasi baik melalui nasal ataupun oral d) Kasus tensionpneumothorax dilakukan decompresi (needle

thoraconsintesis) e) Semua pasien berikan oksigen (baik dengan mask atau

endotrachealtube) f) Pulse oximetri terpasang untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah.

3) Circulation Kegagalan sistem sirkulasi merupakan ancaman kematian yang sama dengan kegagalan sistem nafas. Oksigenasi sel darah merah tanpa adanya distribusi ke jaringan tidak akan bermanfaat bagi penderita. Pada evaluasi awal penderita trauma, perkirakan status kecukupan output jantung dan kardiovaskuler dapat diperoleh hanya dengan memeriksa denyut nadi, masa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu kulit a) Denyut nadi Evaluasi denyut nadi sesaat harus memeriksa kualitas dan regularitas denyut nadi. Ingatlah bahwa terabanya denyut nadi penderita juga memberikan perkiraan akan tekanan darah. Pada pemeriksaan cepat ini akan didapati: takikardi, bradikardi atau ritme ireguler. Jika denyut nadi arteri radialis tidak teraba, penderita agaknya telah masuk kedalam fase syok tak terkompensasi. Tanda tersebut merupakan tanda lambat dari kondisi kritis penderita. b) Kulit (a) Masa pengisian kapiler (b)Warna (c) Suhu (d)Kelembaban 4) Disability Setelah airway, breathing, and circulation pemeriksaan status neurologi harus dilakukan meliputi: a) Tingkat kesadaran dengan menggunakan GlasgowComaScale (GCS). Di awal menemukan korban cek kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain, unrespon) b) Penilaian tanda lateralisasi: pupil (ukuran, simetris, dan reaksi terhadap cahaya),kekuatan tonus otot (motorik)

Glasgowcomascale (GCS) merupakan skala yang penting untuk evaluasi pemgelolaan jangka pendek dan panjang penderita trauma. Tetapi penentuan skorGCS harus dilakukan pada secondary survey,

dilakukan primary survey jika petugas memadai dan cukup banyak. Manfaat penggunaan GCS bagi jangka pendek adalah penentuan derajat keparahan cidera dan bagi jangka panjang adalah memberikan prognosis kesembuhan penderita Pemeriksaan pupil berperan dalam evaluasi fungsi cerebral pada tahap ini. Keadaaan pupil yang normal dIgambarkan dalam PEARL (pupils equal and round reactive to light),yaitu pupil harus simetris, bundar dan bereaksi normal terhadap cahaya. 5) Exposure Exposisi dan perlindungan terhadap lingkungan adalah hal yang harus diperhatikan dalam tahapan eksposure. Petugas tidak bisa inspeksi secara detail jika penderita masih berpakaian lengkap. Untuk proses penilaian pakaian penderita perlu dibuka. Tindakan ini terhadap penderita trauma adalah penting untuk menentukan semua cidera agar tidak melewatkan memeriksa seluruh bagian tubuh terlebih yang tidak terlihat secara sepintas,karna luka dapat lupat dari pemeriksaan karna darah dapat terserap oleh kain. Jika seluruh tubuh telah diperiksa penderita harus ditutup untuk mencegah hilangnya panas tubuh Walaupun penting untuk membuka pakaian penderita trauma untuk melakukan penilaian yang efektif, namun hipotermia tidak boleh

dilupakan dalam pengelolaan penderita trauma. Eksposisi (buka pakaian) hanya yang diperlukan saja jika berada diluar unit. Setelah berada di dalam unit yang hangat sempurnakan pemeriksaan dan tutup kembali tubuh penderita segera mungkin.

6) Foleycateter Fungsi pamasangan foleycateter adalah untuk evaluasi cairan yang masuk. Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin. Ouput urin normal: (a) Dewasa (b)Anak (c) Bayi : 0,5 cc/kg BB/ jam : 1 cc/kg BB/ jam : 2 cc/kg BB/ jam

Pemasangan foleycateter sebaikanya harus memperhatikan adakah kontra indikasi pemasangan kateter. Adapu kontra indikasi pemasangan foleycateter adalah sebagai berikut : (a) Adanya hematoma scrotum (b)Perdarahan di OUE (OrifisiumUretraExterna) (c) Pada saat RT (rectaltouche) posisi prostat melayang atau tidak teraba atau highriding 7) Gastrictube Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus mempermudah dalam pemberian obat atau makanan. Pemasangan gastrictube dapat melalui mulut atau hidung. Kontraindikasi NGT (nasogastrictube) adalah untuk pasien yang mengalami fraktur basis crani atau diduga patah, jadi pemasangan kateter lambung melalui mulut. 8) Heartmonitor atau ECG monitor Dapat dipasang untuk pasien yang memiliki riwayat jantung ataupun pada kejadian pasien tersengat arus listrik untuk mengetahui dysarhytmias, ischamia, trauma jantung, PEA.

B. Gawat Darurat Luka Bakar 1. Definisi Menurut Taufan Nugroho (2012), Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak lansung atau tak lansung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Sedangkan menurut Paula Kristanty (2009), luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam rumah tangga, industri, traficaccident, maupun bencana alam. luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat dan basah kuat). luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Yefta Moenadjat. 2003) Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jairngan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan mordibitas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Arief Masjoer. 2000) Jadi kesimpulan dari penulis definisi dari luka bakar adalah bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam rumah tangga, industri, traficaccident, maupun bencana alam. Dari akibat tersebut mengakibatkan luka/kerusakan jaringan yang disebakan oleh kontak dengan sumber panas : api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Gambaran orang luka bakar dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 luka bakar

2. Etiologi Menurut Thygerson Alton (2009), Cedera luka bakar dapat disebakan sebagai luka bakar termal (panas), kimiawi, atau listrik a. Termal (panas). Termal dapat disebabkan oleh kobaran api, kontak dengan benda panas, uap yang mudah terbakar yang membakar dan menyebabkan kilatan atau ledakan, uap panas, atau cairan panas b. Kimiawi. Agen-agen kimiawi dapat menyebabkan kerusakan dan kematian jaringan jika kontak dengan kulit. Tiga jenis agen kimiawi : asam, alkali, dan senyawa-senyawa organik yang menyebabkan sebagian besar luka bakar kimiawi. Luka bakar kimiawi terjadi bila zat korosif atau kaustik menyentuh kulit. Contoh-contoh zat tersebut meliputi asam, alkali, dan senyawasenyawa organik. Karena terus terbakar selama kontak dengan kulit, zat kimia tersebut harus dibuang dari kulit secepat mungkin c. Listrik Keparahan cedera akibat kontak dengan aliran listrik bergantung pada jenis aliran listrik (searah [DC] atau bolak-balik [AC]), voltase, area tubuh yang terpajan, dan lamanya kontak. Kesimpulan penulis luka bakar umumnya diakibatkan oleh tiga sebab yaitu termal, kimiawi dan listrik.

3. Patofisiologi

B (breathing) Gangguan pertukaran gas

Resiko infeksi Gangguan citra tubuh Nyeri Kerusakan integritas kulit Hipotermia

A (airway) Ketidakefektifan bersihan jalan napas C (Circulation) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Risiko syok hipovolemik

Skema 2.1 Patofisiologi Luka Bakar (hudak dan gallo dimodifikasi dengan arif masjoer)

4. Perhitungan luas luka bakar. Menurut Paula Krisanty(2009), Luas luka bakar dihitung berdasarkan presentase terhadap seluruh luas permukaan tubuh. Menentukan luasnya luka bakar pada pasien dewasa dengan menggunakan rumus Rure of Nine. Metode ini membagi luas permukaan tubuh pasien dewasa ke dalam presentase yang sama dengan 100%. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama ruleofnine atauruleofwallace yaitu: a. Kepala dan leher b. Lengan masing-masing9% c. Badan depan 18%, badan belakang 18% d. Tungkai maisng-masing 18% e. genetalia/perineum Total : 9% : 18% : 36% : 36% : 1% : 100%

Perhitungan luas luka bakar dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.2 gambar perhitungan luas luka bakar

5. Klasifikasi pada luka bakar Klasifikasi luka bakar terbagi menurut agen penyebab, kedalaman luka bakar dan yang terakhir tingkat keparahan luka bakar: a. Agen penyebab Menurut Hudak dan Gallo (2010), Luka bakar yang diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab cedera: termal, listrik dan kimia. Luas dan kedalaman luka bakar berhubungan dengan intensitas dan durasi dari pemajanan terhadap agen penyebab. b. Kedalaman luka bakar Menurut taufan nugroho (2012), berdasarkan kedalaman luka bakar terbagai menjadi tiga derajat yaitu: dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 2.3 kedalaman luka bakar 1) Derajat 1 a) Kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis b) Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi berupa eritema c) Tidak dijumpai bula d) Nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi e) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari f) Contoh adalah luka bakar akibat sengatan matahari

2) Derajat 2 a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi b) Dijumpai bula c) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas permukaan kulit normal d) Nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi Dibedakan menjadi 2 (dua) : (1)Derajat II dangkal (superficial) (a) kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis (b)pendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. (c) penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari (2)Derajat II dalam (deep) (a) kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis (b)apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. (c) penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari 1 bulan 3) Derajat 3 a) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam b) Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan c) Tidak dijumpai bula d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Kering, letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar akibat koagulasi protein pada lapis epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan ekser)

e) Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujungujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan bahkan kematian f) Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit. g) Luka bakar ini sangat dalam mengenai seluruh lapisan kulit, lapisan lemak, otot, pembuluh darah, dan persarafan hingga mengenai tulang-tulang. c. Berdasakan keparahan luka bakar Menurut Hudak dan gallo (2010), keparahan luka bakar dibagi menjadi 3 antara lain: 1) Parah critical: Cedera luka bakar mayor adalah semua yang berikut ini: Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih dari besar dari 25% pada orang dewasa atau LPTT lebih besar dari 20% pada anak-anak. Cedera ketebalan penuh dengan LPTT 10% atau lebih besar. Luka bakar mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki, dan perineum. Cedera inhalasi. Cedera sengatan listrik 2) Sedang moderate: Cedera luka bakar sedang takterkomplikasi adalah cedera ketebalan parsial dengan LPTT dari 15% sampai 25% pada orang dewasa atau LPTT dari 10% sampai 20% pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10% yang tanpa disertai komplikasi lain. Pasien ini dapat diobati dirumah sakit dengan kondisi rata-rata yang memiliki fasilitas dan pegawai yang sesuai.

3) Ringan minor: Luka bakar minor adalah cedera dengan ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15% pada orang dewasa atau LPTT 10% pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 2% yang tidak disertai dengan komplikasi apapun. Pasien dengan cedera ini mungkin ditangani diruang gawat darurat dirumah sakit dan diikuti dengan berobat jalan, akan tetapi mereka harus diperhatikan setiap 48 jam sampai resiko infeksinya menurun, dan penyembuhan lukanya sambil berobat jalan.

6. Fase pada pasien dengan luka bakar Menurut Taufan Nugroho (2012), perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu : a. Fase awal, fase akut, fase syok. Pada fase ini permasalahan utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas (misalnya, cedera inhalasi), gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan-elektrolit, syok hipovolemia). Gangguan yang terjadi

menimbulkan dampak yang bersifat sistemik, menyangkut keseimbangan asam basa dan gangguan sistem lainnya. b. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut. Masalah utama fase ini adalah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multy-system organ dysfunctionsyndrome (MODS) dan sepsis. Ketiganya merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama (cedera inhalasi, syok) dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).

c. Fase lanjut. Fase ini berlangsung sejak penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar; berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama; yang menjadi karakteritik luka bakar (misal, kerapuhan tendon eksensor pada jari-jari tangan yang menyebabkan suatu kondisi klinis yang disebut bouttonierredeformity).

7. Prognosis Menurut hudak dan gallo (2010), Pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor yang menyangkut tingkat kematian dan kecacatan antara lain faktor penderita (usia, gizi, kelainan sistemik), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka bakar dan trauma penyerta) dan faktor penatalaksaanan. Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia sangat muda dan usia lanjut. Hal ini dikarenakan pada usia muda (bayi) beberapa hal mendasar yaitu sistem tubuh yang belum berkembang sehingga usia muda (bayi). Sedangkan pada usia lanjut terjadi proses degenerasi pada seluruh sistem tubuh sehingga terjadi prognosis yang buruk jika mengalami luka bakar.

8. Komplikasi Menurut taufan nugroho (2012), komplikasi pada luka bakar antara lain: a. Syok hipovolemik Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabelitas neyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan

kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk kebula pada luka bakar derajat II dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar <20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasi tetapi bila >20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan maksimal pada delapan jam b. Udem laring Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi dimuka,. Dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, uap panas yang terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. c. Keracunan gas CO Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon monoksida akan meningkat hemoglobin dengan kuat sehingga

hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila > 60 % hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal d. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome) Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk perttumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami

trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik. Prosesnya dimulai oleh aktivitas makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator-mediator, yang kemudian diikuti oleh : 1) Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium, gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran. 2) Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan maldigesti aliran. 3) Gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya kadar limfokin dan sitokin dalam darah. e. MOF (multi organ failure) Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis. Gangguan sirkulasi makro menuebabkan gangguan perfusi kejaringan-jaringan organ yang penting terutama otak, paru, hati, jantung, ginjal dan selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsi. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh homeostasis, maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penerunan atau disfungsi ginjal ini beban tubuh semakin berat. Resusitasi cairan yang inadekuat pada pase ini menyebabkan berjalanya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer

tidak atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok, cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbon dioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi yang bersifat ireversibel. Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif, bila dalam waktu 4 menit terjadi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian, yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral. Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa. Pada mulanya jantung mengalami mekanisme kompensasi, namun akhirnya terjadi dekompensasi f. Kontraktur Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat disekitar luka, yang tertarik kesisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebakan terbatasnya pergerakan. Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke 4 dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dilakukan dengan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ektensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen akan menimbulkan

neurovascularbundles dan ensheathedflexortendons, juga permukaan polar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi rangeofmotion. Kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya kulit atau luka bakar derajat 3 pada daerah persendian harus segera dilakukan skingrafthing.

9. Penatalaksanaan Sedangkan menurut Taufan Nugroho (2012), penatalaksanaan luka bakar terbagai menurut tempat perawatan antara lain: a. Pra rumah sakit Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian. Teknik mengurangi keparahan luka bakar 1) Jauhkan benda panas Api dipadamkan (pakaian penderita ditanggalkan) 2) Dinginkan tubuh Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar kebagian yang lebih dalam, menyiram dengan air dingin 20 derajat sampai 30 derajat celsius dan bersih dangan menolong, karena: a) Menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya luka b) Mengurangi nyeri c) Mengurangi udem d) mengurangi kehilangan protein 3) Mengurangi rasa nyeri Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan(morfin atau petidin) dan meletakan bagian yang terbakar pada posisi yang lebih tinggi. 4) Jalan nafas Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan pembersihan dan pemberian oksigen. 5) Mencegah syok Pemasangan infus, luka bakar kurang dari 30 % : 500 ml RL / jam , lebih dari 30% : 100 ml RL / jam. 6) Pengiriman penderita kerumah sakit sesegera mungkin

b. Di rumah sakit Penanganan dirumah sakit 1) Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu : a) Periksa jalan nafas b) Bila dijumpai obtruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu trakeostomi atau inkubasi c) Berikan oksigen 100 % d) Pasangan IVline untuk resutiasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok e) Pasang kateter buli buli untuk memantau diuresis f) Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik g) Pasang pemantau tekanan venasentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah 2) Periksa cedera yang terjadi diseluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi , luas dan deraja luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas lebih dari 25%, atau bila pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masuk oral dapat menggantikan parenteral.

Tiga cara yang lazim digunakan untuk mendukung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu: metodeevance, metode brook, dan metoda baxter. Metoda evance Elektrolit 1cc/kg bb/% (NaCL o,9%) Koloid 1 cc/kg bb/% Dektrose 2000cc dws 1000cc anak anak Brook 1,5cc/kg bb/%( RL) Baxter 4cc/kg bb/% (RL) 0,5cc/kg bb/% 2000cc dws1000cc anak anak

3) Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin( diberikan secara iv. Hati hati dengan pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan didalam otot). 4) Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik (lokal)- betadin atau nitras argenti 0,5% 5) Pemberian anti biotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulvadiazin 1% atau gentamisin sulfat. 6) Balut luka dengan menggunakan kasa gulung dan steril 7) Anti tetanus : diberikan pada luka bakar deraja II dan III Menurut Thygerson Alton (2009), penatalaksanaan luka bakar dibagi menurut agens penyebab luka bakar anatara lain: a. Penatalaksanan untuk luka bakar termal Perawatan luka bakar bertujuan mengurangi nyeri, melindungi tubuh dari infeksi, dan menentukan apakah perlu perawatan medis. Sebagian besar luka bakar bersifat minor dan dapat ditangani perawatan medis. Jika pakaian terbakar, minta korban untuk berguling dilantai menggunakan metode berhenti, jatuhkan diri, dan berguling (stop, drop,

androll). Kurangi kobaran api dengan selimut atau siram atau rendam korban dalam air. 1) Perawatan untuk luka bakar derajat I a) Dinginkan luka bakar dengan air dingin sampai bagian yang terbakar tidak lagi terasa nyeri (sekurang-kurangnya 10 menit) b) Setelah luka bakar mendingin, olesi gel lidah buaya atau pelembap kulit untuk menjaga kulit tetap lembap dan mengurangi rasa gatal dan terkelupas c) Jika ada, berikan ibuprofen untuk menghilangkan rasa nyeri dan inflamasi. Berikan asetaminofen untuk anak-anak. 2) Perawatan luka bakar derajat II yang kecil (BSA <20%) a) Lepaskan pakaian dan perhiasan dari area tubuh yang terbakar b) Dinginkan luka bakar dengan air dingin sampai bagian tersebut tidak lagi terasa nyeri (sekurang-kurangnya 10 menit) c) Setelah luka bakar didinginkan, oleskan salep antibiotik. d) Tutup luka bakar secara longgar dengan kassa steril atau bersih yang kering dan tidak lengket untuk menjaga agar luka bakar tetap bersih, mencegah hilangnya kelembapan yang menguap, dan mengurangi nyeri e) Jika ada, berikan ibuprofen untuk menghilangkan nyeri dan inflamasi. Untuk anak-anak berikan asetaminofen. 3) Perawatan untuk luka bakar derajat II yang besar (BSA >20%) dan semua luka bakar derajat III a) Pantau pernafasan b) Lepaskan pakaian dan perhiasan yang tidak menempel pada area tubuh yang terbakar c) Tutup luka bakar dengan kassa steril atau bersih yang kering dan tidak lengket d) Lakukan perawatan untuk syok e) Cari pertolongan medis

b. Penatalaksanaan Luka bakar kimiawi Pertolongan pertama sama untuk sebagian besar luka bakar kimiawi, kecuali untuk beberapa luka bakar spesifik yang perlu menggunakan penetral zat kimia. Alkali seperti drain cleaner menyebabkan luka bakar yang lebih serius daripada asam seperti asam baterai, karena alkali menembus lebih dalam dan tetap aktif lebih lama. Senyawa-senyawa organik seperti produk petroleum juga mempu menimbulkan luka bakar. Lakukanlah pertolongan pertama dengan cara: 1) Segera siram area tubuh yang terbakar dengan air dalam jumlah banyak selama 20 menit. Jika bahan kimia merupakan sebuk kering, maka hilangkan serbuk tersebut dengan menyikatnya dari kulit sebelum meyiram dengan air 2) Lepaskan pakaian dan perhiasan korban yang terkontaminasi sambil menyiram dengan air. 3) Tutup area tubuh yang luka dengan kassa steril atau bersih yang kering 4) Cari pertolongan medis c. Penatalaksanaan Luka bakar listrik Terdapat tiga jenis cedera akibat listrik: luka bakar termal/thermal burn (api), arc burn (percikan listrik), dan cedera listrik yang sebenarnya (kontak). Luka bakar termal (thermal burn) terjadi apabila pakaian atau benda yang menempel dengan kulit terbakar aliran listrik. Cedera ini disebabkan oleh api yang dihasilkan oleh aliran listrik, bukan melalui jalannya aliran listrik atau percikan listrik arc burn terjadi bila terdapat lompatan atau percikan listrik dari satu titik ke titik lain. Meskipun durasinya singkat, biasanya percikan listrik menyebabkan cedera superfisial yang luas. Cedera listrik yang sebenarnya (true electrical injury) terjadi bila aliran listrik berjalan secara lansung melalui tubuh, yang dapat mengganggu irama jantung normal dan menyebabkan henti jantung,

cedera internal lain, dan luka bakar. Biasanya, listrik keluar dari bagian tubuh yang bersentuhan dengan permukanaan, misalnya benda dari logam, atau menempel ketanah (ground). Jenis cedera ini sering ditandai dengan adanya luka pada titilk masuk dan titik keluar. Jika syok listrik terjadi karena bersentuhan dengan kabel listrik yang jatuh, power harus dimatikan sebelum kondisinya aman untuk mendekati korban yang bersentuhan dengan kabel. Jangan mencoba memindahkan kabel yang jatuh kecuali anda terlatih dan dilengkapi dengan alat-alat yang dapat menangani tegangan tinggi. Jangan mencoba memindahkan kabel, meskipun dengan galah kayu, alat-alat dengan pegangan kayu, atau ranting pohon. Jangan menggunakan benda yang sangat lembab, dan tentunya bukan benda logam. Sebagian besar luka bakar listrik yang terjadi di dalam ruangan disebabkan oleh rusaknya peralatan listrik atau menggunakan alat-alat listrik secara ceroboh. Matikan listrik pada stop kontak, kotak sekring, atau kotak saklar diluar ruangan , atau cabut alat-alat listrik jika colokan tidak rusak. Jangan menyentuh alat-alat listrik atau korban sampai aliran listrik dimatikan Setelah aman diri, aman lingkungan serta aman pasien lakukanlah tindakan perolongan pertama dengan cara antara lain: a) Yakinkan area tersebut aman. Lepaskan, cabut, atau matikan arus listrik. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, telepon 118 atau layanan medis darurat setempat. b) Pantau pernapasan c) Jika korban jatuh, periksa kemungkinan cedera medula spinalis d) Lakukan perawatan untuk syok e) Telepon 118 atau layanan medis darurat setempat untuk memperoleh pertolongan medis

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar 1. Pengkajian Pengkajian pada pasien luka bakar adalah (Aryono Pusponegoro, 2012): a. Primer survey 1) Airway Pada permulaan airway biasanya tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa saja airway terganggu, misalnya karena lama berada dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghirup gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga akan mengganggu airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total, sehingga akan timbul suara stridor/crawing. Bila menimbulkan sesak berat (apalagi bila saturasi O2 kurang dari 95%) maka ini merupakan indikasi mutlak untuk segera intubasi. Apabila obstruksi parsial ini dibiarkan, maka akan menjadi total dengan akibat kematian penderita. Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain : a) Luka bakar yang mengenai wajah dan/leher b) Alias mata dan bulu hidung hangus c) Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring d) Sputum yang mengandung karbon/arang e) Suara serak f) Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api g) Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan Bila ditemukan salah satu dari keadaan di atas, sangat mungkin terjadi trauma inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi definitif, termasuk pembebasan jalan nafas.

2) Breathing Gangguan breathing yang timbul cepat, dapat disebabkan karena : a) Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses

peradangan dan edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang agresif, lakukan airwaydefinitif untuk menjaga jalan nafas. b) Keracunan CO (karbonmonoksida). Asap dan api mengandung CO. Apa bila penderita berada dalam ruangan tertutup yang terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit (apalagi dipra rumah sakit). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat. Pulseoksimeter akan menunjukan tingkat saturasi oksigen yang cukup, walaupun penderita dalam keadaan sesak. Bila diduga kemungkinan keracunan CO2, maka diberikan oksigen 100% (dengan NRM, atau bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada resorvoir O2) 3) Circulation. Kulit yang terbuka akan menyebabkan penguapan air yang berlebihan dari tubuh, dengan akibat terjadinya dehidrasi. Dengan begitu kebutuhan cairan dirumuskan sebagai berikut : a) Resusitasi cairan (1)Resusitasi syok Menggunakan larutan kristaloit RL (2)Pemasangan satu atau beberapa jalur IV. Catatan : jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hivoperfusi perifer dan banyak siste klep pada vena ekstremitas bawah, dan hindari pemasangan pada daerah luka (3)Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas > 2530% atau dijumpai keterlambatan lebih 2 jam dalam waktu < 4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak : 3 ( 25% ( 70% x BB kg ) ) ml

Keterangan : 70% adalah volume total cairan tubuh 25% adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan gejala klinis dari sindroma syok. Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume) menggunakan kristaloid diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan. Misal, BB 70 kg, volume cairan 70 % adalah 4,9 liter (5 liter). 25 % dari cairan yang hilang kurang lebih 1250 ml. Maka jumlah cairan kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3.750 ml. Pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan. b) Resusitasi tanpa syok (1)Resusitasi cairan tanpa gejala klinis syok atau pada kasus dengan luas < 25% - 30%, tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. (2)Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus Baxter sebagai berikut: (3)3-4 ml / kgBB / % luka bakar (4)Pemberiannya mengikuti metode yang ditentukan berdasarkan formula parkland. (5)Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Misal, penderita 50 kg, luas luka bakar 20%. Penderita akan mendapat 50 x 20 x 4 cc /24 jam = 4000 cc/24 jam Separuhnya = 2000 cc ( 4 kolf ) dalam 8 jam pertama. Catatan : 2000 cc x 20 ( tetes infus set) = 80 tetes/menit 4 ( jam) x 60 (menit) c) Pemantauan sirkulasi renal:

(1)Jumlah produksi urine dipantau melalui kateter urin setiap jam (30-50cc atau 0,5/kgBB setiap jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB setiap jam pada anak, dan 2 ml/kgBB setiap jam pada bayi). (2)Bila produksi urine < 0,5 ml/kg/jam, maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. (3)Bila produksi urine > 1 ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. Pada fase pra-RS hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan kateter uretra ( pemasangan DC / Dauer Catheter). Namun dalam keadaan khusus dimana masa pra-RS lama (transportasi yang sangat lama), maka perlu pemasangan DC sehingga dapat dilakukan monitoring produksi urin. 4) Disability Jangan lupa memeriksa skor GCS dan tanda lateralisasi (pupil dan motorik). Kepanikan mungkin menimbulkan benturan sehingga perdarahan intrakranial dapat saja terjadi. 5) Eksposure Pada eksposure selalu perhatikan penderita jangan sampai hipotermi. 6) Foleycateter Pemasangan foleycateter adalah untuk evaluasi cairan yang masuk. Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin. 7) Gastrictube Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus mempermudah dalam pemberian obat atau makanan.. 8) Heartmonitor atau ECG monitor Pasang monitor EKG pada kejadian pasien tersengat arus listrik untuk mengetahui dysarhytmias, ischamia, trauma jantung,

b. Secondary survey 1) Anamnesis Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak jarang terjadi bahwa disamping luka bakar akan ditemukan pula perlukaan lain yang disebabkan usaha melarikan diri dari api dalam keadaan panik dsb. 2) Pemeriksaan head to toe Pemeriksaan teliti dilakukan apabila ada waktu. Apabila ditemukan kelainan maka diberikan pertolongan sesuai. 3) Luka bakarnya sendiri Untuk tindakan pra-RS tidak perlu dilakukan apa-apa, selain menutup dengan kain bersih. Menyemprot dengan air hanya dilakukanbila tiba-tiba sebelum 15 menit setelah kejadian. Pada fase pra-RS memecahkan bula atau vesikula. c. Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA (2012), diagnosa keperawatan pada klien dengan luka bakar adalah: a. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan banyaknya

penguapan/cairan tubuh yang keluar. b. Gangguan pertukaran gas b/d cedera inhalasi/ keracunan karbon monoksida. c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d banyaknya

penguapan/cairan tubuh yang keluar d. Nyeri b.d kerusakan integritas kulit e. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit. f. Hipotermia b.d banyaknya penguapan sekunder terhadap kerusakan integritas kulit

d. Rencana Keperawatan No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil 1 - Resiko tinggi syok NOC : NIC : Syok prevention - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill - Monitor tanda inadekuat oksigen jaringan - Monitor inpit dan output - Monitor suhu dan pernafasan - Pantau nilai laboraturium : HB, HT, AGD dan elektrolit - Monitor hemodinamik inversi yang sesuai - Monitor tanda dan gejala asites - Monitor tanda awal syok - Tempatkan pasien pada posisi supinasi, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat - Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas - Berikan cairan iv dan atau oral yang tepat - Berikan vasodilator yang tepat - Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok - Ajarkan keluarga dan pasien tantang langkah untuk mengatasi gejala syok Intervensi

hipovolemik berhubungan - Syok prevention banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar - Syok management

Syok management - Monitor fungsi neurologis - Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr lavel) - Monitor teanan nadi - Monitor status cairan, input output - Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan 2 Gangguan pertukaran gas b/d cedera inhalasi/keracunan karbon monoksida NOC : - Respiratory status : gas exchange - Respiratory status : ventilation - Vital sign status Kreteria hasil - Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat - Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tandatanda distress pernafasan - Mendemonstrasikan NIC : Airway management - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan paien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - Pasang mayo bila perlu - Lakukan fisioterapi dada bila perlu - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction - Auskultasi suara nafas, cetat adanya suara tambahan - Lakukan suction pada mayo - Berikan bronkodilator bila perlu - Berikan pelembab udara

batuk efektif dan suara - Atur intake untuk cairan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengoptimalkan keseimbangan - Monitor respirasi dan status O2

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) - Tanda-tanda vital dalam rentang normal Respiratory monitoring - Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi - Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercosta - Monitor suara nafas, seperti dengkur - Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, kussmaul,hiperventilasi, cheyne stokes, biot - Catat lokasi trakea - Monitor kelemahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) - Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan - Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama - Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasil 3 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar NOC : - Fluid balance - Hydration - Nutrition status : food dan fluid intake NIC : Fluid management - Timbang popok/pembalut jika diperlukan - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat - Monitor status hidrasi (kelembaban

membran mukosa, nadi adekuat, Kriteria hasil : - Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan dengan BB, BJ urine normal, HT normal - Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan - Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian - Kolaborasi pemberian cairan IV - Monitor status nutrisi - Berikan cairan IV pada suhu ruangan

suhu tubuh dalam batas - Dorong masukan oral normal - Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elestisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. - Berikan pengganti nesogagatrik sesuai output - Dorong keluarga untuk pasien makan - Tawarkan snack (jus buah, buah segar) - Kolaborasi dokter bila tanda cairan berlebih muncul memburuk - Atur keseimbangan transfusi - Persiapan untuk transfusi

Hypovolemia management - Monitor status cairan termasuk intake dan output - Berikan IV line - Monitor tingkat Hb dan hematokrit - Monitor vital sign - Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan - Monitor berat badan - Dorong pasien untuk menambah

intake oral - Berikan cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan colume cairan - Monitor adanya tanda gagal ginjal 4 Nyeri b.d kerusakan integritas kulit NOC : - Pain Level, - Pain control, - Comfort level Kriteria Hasil : - Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang - Tanda vital dalam rentang normal NIC : I. Pain Management

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Kurangi faktor presipitasi nyeri - Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan inter personal) - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi - Ajarkan tentang teknik non farmakologi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri - Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal - Pilih rute pemberian secara IV, IM

untuk pengobatan nyeri secara teratur - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali - Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit

NOC : - Immune Status - Knowledge : Infection control - Risk control Kriteria Hasil :

NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain - Pertahankan teknik isolasi - Batasi pengunjung bila perlu

- Klien bebas dari tanda - Instruksikan pada pengunjung untuk dan gejala infeksi - Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, - Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

- Jumlah leukosit dalam - Ganti letak IV perifer dan line central batas normal - Menunjukkan perilaku hidup sehat dan dressing sesuai dengan petunjuk umum - Gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung kencing - Tingktkan intake nutrisi - Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung - Saring pengunjung terhadap penyakit menular - Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko - Pertahankan teknik isolasi k/p - Berikan perawatan kuliat pada area epidema - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah - Dorong masukkan nutrisi yang cukup - Dorong masukan cairan - Dorong istirahat - Instruksikan pasien untuk minum

antibiotik sesuai resep - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi - Ajarkan cara menghindari infeksi - Laporkan kecurigaan infeksi - Laporkan kultur positif

Hipotermia b.d banyaknya penguapan sekunder terhadap kerusakan integritas kulit

NOC : - Thermoregulation - Thermoregulation : neonate Kriteria Hasil : - Suhu tubuh dalam rentang normal - Nadi dan RR dalam rentang normal

NIC : Temperature regulation - Monitor suhu minimal tiap 2 jam - Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu - Monitor TD, nadi, dan RR - Monitor warna dan suhu kulit - Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi - Tingkatkan intake cairan dan nutrisi - Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh - Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas - Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan - Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan - Ajarkan indikasi dari hipotermi dan

penanganan yang diperlukan - Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri - Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas - Monitor kualitas dari nadi - Monitor frekuensi dan irama pernapasan - Monitor suara paru - Monitor pola pernapasan abnormal - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit - Monitor sianosis perifer - Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) - Identifikasi penyebab dari perubahan

vital sign

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Luka bakar adalah luka yang mengakibatkan luka/kerusakan jaringan yangdisebakan oleh kontak dengan sumber panas: api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar dapat menyebabkan kematian dan kecacatan. Sehingga harus diberikan pertolongan pertama pada klien ditempat kejadian. Pasien dengan luka bakar harus diberikan pertolongan pertama antara lain: matikan atau padamkan api dengan melakukan penyeriman dengan air yang banyak. Perhatikan agar klien jangan hipotermia. Berikan oksigen 100% dengan mengunakan NRM. Setelah itu segera lakukan pengiriman ke rs terdekat. Pertolongan pertama pada pasien luka bakar dapat menurunkan tingkat keparahan luka bakar sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih berat. Sehingga perawat dituntut untuk melakukan tindakan dengan tenang, cepat dan tepat.

B. Saran 1. Mahasiswa Diharapkan mahasiswa mengerti asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar agar mudah dalam mengaplikasikan dirumah sakit dan lapangan. 2. Rumah sakit Diharapkan untuk pihak rumah sakit dapat dengan cepat memberikan pertolongan pada klien dengan luka bakar serta memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif pada klien dengan luka bakar.

DAFTAR PUSTAKA

Hudak dan Gallo, 2010. Keperawatan kritis pendekatan holistic, edisi 6, volume 2. Jakarta: EGC Krisanty, Paula. dkk. 2009. asuhan keperawatan gawat darurat. jakarta : trans info media Mansjoer, Arif. Dkk. 2009. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : media aesculapius Moenadjat, Yefta. 2003. Luka bakar pengetahuan klinis praktis. Jakarta : balai penerbit FKUI Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA dan NIC-NOC. Yogyakarta. 2013 Nugroho, Taufan. 2012. Mengungkap Tentang Luka Bakar dan Artritis Reumatoid. Yogyakarta : nuhamedika Pusponegoro, Aryono D, 2011. Basic Trauma Life Support And Basic Cardiac Life Support, Edisi 5. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.

1.

Definisi

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan. Cadera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C dengan kontak sekurang-kurangnya 5 6 jam. Suhu 65 C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 Celsius, air panas yang mempunyai suhu 60 C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss. Temperatur air yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36 C 42 C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik Ph asam kuat,, 3-5 Poh 12-13

AC

sebesar

60

hertz

menyebabkan

otot

terpaku

pada

posisinya, sehinggakorban tidak dapat melepaskan genggamannya pada s u m b e r l i s t r i k . Akibatnya korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadiluka bakar yang berat

DC sebesar 300-500 mA

Anda mungkin juga menyukai