Anda di halaman 1dari 26

HIPERADRENALISME Nama :Ni Made Supadmawati Nim : 04.08.

2010 Kelas : C/KP/VI

ASKEP HIPERADRENALISME PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal. Pada masingmasing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Bagian medula menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon steroid.

1. Medula adrenal Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon yang berjalan dalam aliran darah: epinephrin (adrenalin) dan norephinephrin (noradrenalin). Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas. Sejumlah besar hormon ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada tekanan, seperti marah, luka, atau takut.

Jika hormon adrenalin menyebar di seluruh tubuh, hormon menimbulkan tanggapan yang sangat luas: laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat. Bronkus membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah. Pupil mata membesar.Hormon noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah. 2. Korteks Adrenal Stimulasi korteks oleh sistem saraf simpatetik menyebabkan dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon fight or flight.Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yaitu mineralokortikoid, dan glukokortikoid. Mineralokortikoid menjaga keseimbangan elektrolit, glukokortikoid memproduksi respon yang lambat dan jangka panjang dengan meningkatkan tingkat glukosa darah melalui pemecahan lemak dan Protein.

B. Disfungsi Kelenjar Adrenal Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan/defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999). Terdapat dua klasifikasi disfungsi Kelenjar Adrenal, yaitu: 1. Hiperfungsi kelenjar adrenal a. Sindrom Cushing Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik b. Sindrom Adrenogenital Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid c. Hiperaldosteronisme 1) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn) Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi aldosteron autoimun 2) Aldosteronisme sekunder Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.

2. Hipofungsi kelenjar adrenal

C. Hiperfungsi Adrenal (Sindrom Cushing) 1. Pengertian Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998). Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: a. Penyakit Cushing Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan.Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun. b. Hipersekresi ACTH Ektopik Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun. c. Tumor-tumor Adrenal Primer Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17%-19% kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenomaadenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinomakarsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia ratarata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75% kasus terjadi pada orang dewasa. d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51%), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35% kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama. 2. Etiologi a. Glukokortikoid yang berlebih

b. Aktifitas korteks adrenal yang berlebih c. Hiperplasia korteks adrenal d. Pemberian kortikosteroid yang berlebih e. Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol f. Tumor-tumor non hipofisis g. Adenoma hipofisis h. Tumor adrenal 3. Manifestasi Klinis o Amenorea o nyeri punggung o kelemahan otot o nyeri kepala o luka sukar sembuh o penipisan kulit o Petechie o Kimosis o Striae o Sirsutisme o punuk kerbau pada posterior leher o Psikosis o Depresi o Jerawat o Penurunan konsentrasi o Moonface o Hiperpigmentasi

o Edema pada ekstermitas o Hipertensi o Miopati o Osteoporosis o Pembesaran klitoris o Obesitas o Hipokalemia o Retensi natrium o Perubahan emosi 4. Pemeriksaan Penunjang a. Tes supresi dexamethason o Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis atau adrenal o Untuk menentukan kadar kortisol - Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan: Steroid <5>10 uL /dl Sindrom Cushing b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam: Untuk memeriksa kadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-kortikosteroid, yang merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat Sindrom Cushing c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor) Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH sebagai penyebab d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing e. CT, USG, dan MRI Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.

5. Penatalaksanaan a. Terapi Operatif o Hipofisektomi Transfenoidalis: Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis o Adrenalektomi: terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer b. Terapi Medis Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERFUNGSI ADRENAL(SINDROM CUSHING) 1. Pengkajian a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin b. Riwayat Kesehatan Sekarang 1) Data subjektif

2) Data objektif

Penipisan, Kulit Striae, Petechie, Hirsutisme (pertumbuhan bulu-bulu wajah), Ekimosis, Edema pada ekstremitas, Jerawat, Hiperpigmentasi, Moonface, Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher - Kardiovaskuler Hipertensi - Muskuloskeletal Kelemahan otot, Miopati, Osteoporosis - Reproduktif Pembesaran klitoris - Makanan dan cairan Obesitas, Hipokalemia, Retensi natrium - Psikiatrik Perubahan emosi, Psikosis, Depresi, Penurunan konsentrasi

- Pembelajaran Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya 2. Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan. 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein. 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi 4. Resiko cidera b.d kelemahan 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit. 6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual 7. Perubahan proses pikir b.d sekresi kortisol berlebih 8. Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot 9. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan 3. Intervensi Keperawatan 1) Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan Tujuan: Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria: - Tidak ada Edema - Intake-output seimbang - BB dalam batas normal - Hasil lab: Na: 138-145 mEq K : 3,4-4,7 mEq Cl: 98-106 mEq Intervensi :

1. Ukur intake output R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri 2. Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan 3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan 4. Timbang BB klien R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan. 5. Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit) R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan. 6. Lakukan alih baring setiap 2 jam R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme 7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl) R/ Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi. 8. Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium R/ Menurunkan retensi cairan 2) Dx 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein Tujuan: Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria: - Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas - Kelemahan (-) - Kelelahan (-) - TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas Intervensi: 1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas. 2. Tingkatkan tirah baring/duduk R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi

3. Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan 4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang ditoleransi 5. Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien 6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan Radio. R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan koping 3) Dx 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi Tujuan: Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi Kriteria: - Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada - Suhu normal - Hasil lab: Leukosit: 5000-10.000 gr/dL Intervensi : 1. Kaji tanda-tanda infeksi R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi 2. Ukur TTV setiap 8 jam R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan R/ Mencegah timbulnya infeksi silang 4. Batasi pengunjung sesuai indikasi

R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain 5. Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain 6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial 7. Kolaborasi pemeriksaan lab (Leukosit) R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi 4) Dx 4. Resiko cedera b.d kelemahan Tujuan: Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi Kriteria: - Cedera jaringan lunak (-) - Fraktur (-) - Ekimosis (-) - Kelemahan (-) Intervensi : 1. Ciptakan lingkungan yang protektif / aman R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak 2. Bantu klien saat ambulansi R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi 3. Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma 4. Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang

R/ Memudahkan proses penyembuhan 5. Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot 6. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative R/ Dapat meningkatkan istirahat 5) Dx 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan,penipisan dan kerapuhan kulit Tujuan: Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria: - Penipisan kulit (-) - Petechie (-) - Ekimosis (-) - Edema pada ekstremitas (-) - Keadaan kulit baik dan utuh - Striae (-) Intervensi : 1. Kaji ulang keadaan kulit klien R/ Mengetahui kelaianan/perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya 2. Ubah posisi klien tiap 2 jam R/ Meminimalkan/mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan sirkulasi 3. Hindari penggunaan plester R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh 4. Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit

R/ dapat mengurangi lecet dan iritasi 6) Dx 6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual Tujuan: Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria: - Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan penampilannya - Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual - Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan - Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari Intervensi : 1. Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya 2. Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu mengembangkan harga diri klien 3. Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya 4. Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan persepsi Klien 5. Jaga privacy klien R/ Meningkatkan harga diri klien

6. Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar 7. Kolaborasi dengan ahli psikolog R/ Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan 7) Dx. 7 Perubahan proses pikir berhubungan dengan sekresi cortisol berlebih. Tujuan: Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir. Kriteria: - Klien mempraktekkan teknik relaksasi. - Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah. - Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan. Intervensi : 1. Orientasikan pada tempat, orang dan waktui. R/ Dapat memolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan. 2. Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur. R/ Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan. 3. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan. R/ Mempertahankan orientasi pada lingkungan. 4. Ajarkan teknik relaksasi. R/ Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang. 5. Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress. R/ Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir. 8) Dx. 8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan masa otot

Tujuan: Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal. Kriteria: - Kelemahan (-) - Keletihan (-) - Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri. - Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri. - Klien bebas dari komplikasi imobilitas. Intervensi: 1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri. R/ Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya. 2. Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri. R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien. 3. Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien. R/ Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien. 4. Rencanakan aktivitas dan latihan klien. R/ Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana. 5. Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya. R/ Dapat mencegah komplikasi imobilitas. 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman R/ Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.

9) Dx. 9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan. Tujuan: Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria: - Klien mengatakan pemahaman penyebab masalah. - Klien mendemonstrasikan pemahaman tentang pengertian, etiologi, tanda dan gejala serta perawatannya. - Klien mau berpartisipasi dalam proses belajar. Intervensi : 1. Kaji pengetahuan klien tentang etiologi, tanda dan gejala serta perawatan. R/ Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi. 2. Identifikasi data dasar / gejala harus dilaporkan dengan segera pada pemberi pelayanan kesehatan. R/ Evaluasi dan intervensi yang segera dapat mencegah terjadinya komplikasi. 3. Berikan informasi tentang perawatan pada klien dengan sindrom cushing. R/ Mempermudah dalam melakukan intervensi dan menaikan pengetahuan klien.

4. Berikan perlindungan (isolasi) bila diindikasikan. R/ Teknik isolasi mungkin diperlukan unutk mencegah penyebaran/melindungi pasien dari proses infeksi lain. 5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/ Therapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial. 6. Pemeriksaan lab (leukosit) R/ Leukosit yang meningkat indikasi terjadinya infeksi.

PENUTUP

Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: a. Penyakit Cushing b. Hipersekresi ACTH Ektopik c. Tumor-tumor Adrenal Primer d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak Adapun penyebab dari sindrom cushing ini adalah : a. Glukokortikoid yang berlebih b. Aktifitas korteks adrenal yang berlebih c. Hiperplasia korteks adrenal d. Pemberian kortikosteroid yang berlebih e. Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol f. Tumor-tumor non hipofisis g. Adenoma hipofisisTumor adrenal

Sindrom cushing makalah


A. Pengertian Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap (Price, 2005). Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease. Sindrom Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088). B. 1. Etiologi Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom

cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. 2. Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. C. Patofisiologi Sindrom Cushing dapat disebatkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi. Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan Sindrom Cushing. Penyebab lain Sindrom Cushing yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh. (Tumor Peningkatan Kelenjar Menstimulasi korteks adrenal Adrenalin Hiperplasia andrenal ACTH kelenjar hopofisis dan pemberian obat ACTH)

Peningkatan Menghambat Tidak ACTH Sidrom cushing dan kortisol hilang efektifnya korteks adrenal CRF hormon kortisol

D. 1.

Tanda dan Gejala Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :

a. Obesitas yang sentrifetal dan moon face. b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis. c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.

d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis. e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi. f. Diabetes melitus.

g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia 2. Gejala hipersekresi ketosteroid :

a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ). b. Suara dalam. c. Timbul akne.

d. Amenore atau impotensi. e. Pembesaran klitoris. f. 3. Otot-otot bertambah (maskuli nisasi) Gejala hipersekresi aldosteron.

a. Hipertensi. b. Hipokalemia. c. Hipernatremia.

d. Diabetes insipidus nefrogenik. e. Edema (jarang) f. Volume Bila gejala ini yang plasma menyolok, terutama 2 gejala bertambah pertama, disebut

penyakit Conn atau hiperaldoster onisme primer. E. Penatalaksanaan Karena lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis. Operasi pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya sangat tinggi (90%). Jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar hipofisis juga memberikan hasil yang memuaskan meskipun di perlukan waktu beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi pilihan bagi pasien dengan hipertropi adrenal primer. Setelah pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48 jam kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon adrenal dalam darah yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan hormon hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup. Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethhimide, mitotane, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat

dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat terjadi gejala insufisuensi adrenal dan efek samping akibat obat obat tersebut. Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan gejala Sindrom Cushing dan memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH. F. 1. Pemeriksaan Diagnostik Uji supresi deksametason.

Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal. 2. Pengambilan sampele darah.

Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma. 3. Pengumpulan urine 24 jam.

Untuk memerikasa kadar 17 hiroksikotikorsteroid serta 17 ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine. 4. Stimulasi Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat tempat tropi. 5. Pemeriksaan Mengendalikan penyebab sindrom cushing 6. Pemindai CT, USG atau MRI. radioimmunoassay CRF.

Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal. G. 1. Pengkajian Muskuloskeletal Bufallo hamp

Obesitas Penumpukan

badan

dengan lemak Sakit

ekstremitas supra

kecil klapikular pinggang

Kehilangan

otot

atau

kehilangan

massa

otot

- Osteoporosis 2. - Hiper tensi cairan dengan pitting udema 3. - Peningkatan berat badan 4. Ginjal - Poliuri 5. Metabolisme Gangguan Peningkatan kemudahan penyembuhan untuk terserang luka infeksi Gaster Polidipsia Kardiovaskuler Hipertensi

- Intoleransi karbohidrat 6. - Mudah memar 7. - Penurunan libido Reproduksi Maskulinitas Gangguan Feminisasi wanita menstruasi pria Impotensi Kulit Peningkatan Integumen Moon tipis face transparan pigmrntasi

8.

Aktifitas/istirahat Gejala : Insomnia, sensitifitas, otot lemah, gangguan koordnasi, kelelahan berat. Tandanya : Atrofi otot

9.

Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).

Tandanya : Distritnia, irama gallop, mur mur, takikardiasaat istirahat 10. Eliminasi Gejala : Urine dalam jumlah banayak, perubahan dalam feses : diare.. 11. Itegritas Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun ego fisik..

Tandanya : Emosi letal, depresi. 12. Makanan atau cairan

Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah 13. Neorosensori Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium. 14. Pernafasan Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea. 15. Nyeri Gejala : Nyeri orbital, fotobia. H. 1. Diagnosa yang muncul Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktifitas. 2. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur. 3. Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh. 4. Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi. atau kenyamanan

I. 1.

I tervensi keperawatan Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi a. 1) b. Intervensi Kembalinya citra tubuh seperti seksual dan penurunan tingkat aktifitas. Tujuan normal.

1) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran, perasaan, pandangan diri 2) berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan 3) Berikan kesempatan berbagai rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama 4) Gunakan bermain peran untuk membantu pengungkapan 5) Dorong memandang bagian tubuh 6) Dorong menyentuh bagian tubuh tersebut 7) Bantu resolusi yang membuat perubahan citra tubuh 8) Dorong orang terdekat untuk memberi support individu 2. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, perasaan mudah lelah, atropi otot a. 1) 2) b. Intervenasi 1) Rencanakan aktifitas latihan untuk meningkatkan perubahan periode istirahat dan aktifitas. 2) Kelemaha, keletihan dan penipisan massa otot membuat klein dengan sindrom cushing mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas normal. 3) Atur aktifitas menjadi tahap tahap yang sederhana dan berikan dorangan klein untuk melakukannya untuk mencegah komplikasi imobilitas. 4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk meningkatkan isirahat dan tidur. Meningkatkan Klien keikutsertaan bebas dari dalam aktifitas dan perubahan pola tidur. Tujuan diri.

komplikasi

imobilitas.

5) Pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri dan menjaga kesehatan diri. 3. Gangguna integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit a. 1) b.Intervensi 1) Lakukan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari terjadinya trauma pada kulit yang rapuh. 2) Hindari plester adetif yang dapat merobek dan mengiriritasi kulit. 3) Kaji tonjolan tulang dengan teratur. 4) Beri dorongan dorongan kepada klien untuk mengubang posisi tubuhnya dengan teratur. 5) Berikan lotion sehabis mandi. 4. a. 1) b. Intervensi 1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tantang penyebab ketiadak stabilan emosional. 2) Bantu klien dan keluarga klien mengatasi ketidak stabialan suasana hati, mudah tersinggung dan depresi yang mungkin terjadi. 3) Berikan dorongan pada klien dan anggota keluarga untuk mengungkapkan perasaan perasaan mereka. 4) Laporkan setiap psikotik yang terjadi pada pasien. Klien mampu berfikir secara Gangguan proses berfikir pada fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi. Tujuan maksimal Meningkatkan perawatan yang tipis serta rapu. Tujuan kulit.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk menstabilkan pikiran.

DAFTAR PUSTAKA Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC. http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg114462.html R. Syamsuhidayat 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth; alih bahasa, Agung Waluyo ... [el al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Monika Ester. Ed. 8 Jakarta: EGC, 2001 Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999. Sylvia A. Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai