Anda di halaman 1dari 3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan

oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan usus panjang yang bervariasi, termasuk anus dan sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie, 2000; Mansjoer,2000). Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003). Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6% (Wyllie,2000; Kartono,2004). Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit

Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung (Kartono, 2004). Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat lahir 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan (Pieter, 2005). Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini

mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi. (Wyllie, 2000) Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasikomplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Dari sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena asuhan keperawatan yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya di Indonesia.

1.2

Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung?

1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi Hirschsprung. 2) Menganalisis proses keperawatan pada pasien dengan Hirschsprun. konsep dari tumbuh kembang anak dan

1.4

Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai bahan referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Hasil makalah ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk keperluan manajemen kesehatan masyarakat, misalnya pentingnya diadakan penyuluhan tentang proses penyakit, gejala klinis dan penatalaksanaan Hirschsprung . 2. Hasil makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat digunakan dalam menangani pasien dengan Hirschsprung.

Anda mungkin juga menyukai