Anda di halaman 1dari 10

PIODERMA

dr. Rosmelia, M.Kes., SpKK Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Infeksi bakterial dapat menunjukkan manifestasinya di kulit dalam 4 kategori: 1. Infeksi primer, termasuk pioderma, contohnya impetigo, erisipelas, selulitis. Infeksi primer terjadi pada kulit yang sebelumnya nampak normal, biasanya disebabkan oleh satu jenis bakteri. 2. Infeksi sekunder terhadap kelainan kulit primer, contoh skabies infekta. Infeksi sekunder terjadi pada kulit yang sebelumnya telah mengalami kerusakan karena berbagai sebab (misalnya karena luka, infeksi jamur, dermatitis). Infeksi bakterial sekunder ini dapat memperberat dan memperpanjang perjalanan penyakit, dan seringkali disebabkan oleh campuran beberapa jenis organisme. 3. Manifestasi kulit infeksi bakterial sistemik, contohnya manifestasi kulit pada meningokoksemia 4. Reaksi hipersensitivitas kulit yang disebabkan oleh infeksi bakterial, contohnya eritema nodusum karena faringitis streptokokal Pioderma (pyoderma) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi primer bakteri piogenik (menghasilkan pus). Bakteri penyebab sebagian besar pioderma adalah S. aureus dan Streptokokus grup A. 1. Staphylococcus aureus, merupakan kokus gram positif yang mengkolonisasi nares anterior, perineum, dan/atau aksila pada 20% individu normal. S. aureus juga ditemukan pada 90% lesi dermatitis atopik. Stafilokokus dapat menghasilkan toksin epidermolitik yang menyebabkan terjadinya vesikel dan bulla pada impetigo. 2. Streptokokus grup A -hemolitik (Streptococcus pyogenes), juga merupakan kokus gram positif, yang mengkolonisasi nasofaring dan kadang-kadang di nares anterior pada 10% populasi normal. Stratum korneum yang intak merupakan pertahanan yang paling penting terhadap infeksi bakteri. Beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi munculnya pioderma antara lain: 1. 2. 3. 4. Umur Higiene pribadi yang buruk Lingkungan yang padat Keadaan imunosupresi, misal pada anemia, keganasan, penyakit kronis, terapi imunosupresan 5. Telah ada penyakit kulit lain atau trauma, misal dermatitis atopik, luka karena gigitan serangga atau garukan, dan peradangan lain.

Kuliah Dermatologi FK UII

IMPETIGO KONTAGIOSA Impetigo merupakan penyakit kulit menular superfisial yang disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus, atau keduanya. Umumnya ditemukan pada bayi dan anak-anak karena higiene pribadi yang buruk dan lebih sering mengalami kontak fisik dibanding dewasa. Terdapat 2 bentuk klinis: 1. Impetigo bulosa: umumnya disebabkan oleh S. aureus. Secara klinis ditandai dengan terbantuknya vesikel yang cepat berubah menjadi bula kendor berisi cairan kuning yang kemudian pecah sehingga terjadi erosi, yang dapat ditupi oleh krusta tipis kekuningan. Umumnya terjadi pada wajah, namun dapat mengenai bagian tubuh manapun. Diagnosis banding: dermatitis kontak, bullous insect bites, bullous fixed drug eruption, varicella, herpes simpleks 2. Impetigo krustosa: disebabkan oleh streptokus dan stafilokokus. Secara klinis ditandai dengan terbentuknya vesikel atau pustul, yang kemudian ruptur menjadi daerah erosi kemerahan ditutupi oleh krusta berwarna kuning sampai kecoklatan (honey colored). Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah sekitar hidung dan mulut, serta anggota gerak. Diagnosis banding: dermatitis seboroik, dermatitis atopik, dermatitis kontak, skabies, tinea kapitis Pada impetigo, gejala klinis berupa rasa gatal atau perih umumnya ringan dan jarang dijumpai gejala sistemik. Penyakit ini dapat sembuh sendiri, namun jika tidak diterapi dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain selulitis, limfangitis, osteomielitis, artritis septik, septikemia, post-streptococcal glomerulo nephritis. Untuk kasus kasus ringan dapat diterapi dengan antibiotik topikal mupirosin atau asam fusidat 2% yang dioleskan 3 kali sehari pada daerah yang terkena. Pada kasus luas dapat disertai antibiotik sistemik kloksasilin/dikloksasilin, amoksisilin-klavulanat, sefaleksin, eritromisin EKTIMA Ektima adalah infeksi streptokokus -hemolitikus (sebagian besar) atau stafilokokus, yang menyerang epidermis dan dermis, membentuk ulkus dangkal ditutupi krusta lengket. Secara klinis ditandai lesi awal berupa vesikel atau pustul di atas kulit eritematosa dan edem, serta terasa nyeri. Vesikel dan pustul dengan cepat berubah menjadi ulkus dangkal ditutupi krusta tebal yang sulit dilepas. Tepi ulkus umumnya meninggi, indurasi, dan berwarna merah keunguan. Lesi ini akan menyembuh setelah beberapa minggu dengan pembentukan jaringan parut. Daerah predileksi adalah tungkai bawah, bokong, dan paha. Terapi diberikan dengan antibiotik sistemik seperti eritromisin, kloksasilin/dikloksasilin atau sefaleksin.

ERISIPELAS Erisipelas adalah bentuk khas selulitis superfisial kulit dengan keterlibatan limfatik dermal yang dominan. Pada orang dewasa, penyakit ini sering disebabkan oleh Streptokokus -hemolitikus grup A, sedangkan pada anak-anak dapat disebabkan oleh H. influenza. Kuman patogen masuk melalui trauma lokal, atau lesi dermatosis lain. Lesi klinis kadang-kadang didahului dengan gejala prodromal berupa malaise, anoreksia, atau demam. Terdapat daerah plak eritem berbatas tegas, edem, teraba hangat dan nyeri. KadangKuliah Dermatologi FK UII

kadang dapat ditemukan vesikel, bula, atau erosi pada plak. Daerah predileksi adalah tungkai bawah, wajah, dan telinga. Kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran limfonodi. Terapi berupa antibiotik penicillinase-resistant (dikloksasilin/kloksasilin). Terapi simtomatik dapat diberikan untuk mengatasi gejala prodromal dan rasa nyeri.

SELULITIS Selulitis merupakan peradangan supuratif pada jaringan dermis dan subkutis dengan batas tidak tegas, disertai gejala sistemik berupa demam dan malaise. Gambaran klinis berupa plak eritem dan udem berbatas tidak tegas, teraba hangat dan nyeri. Dapat ditemukan portal of entry kuman seperti luka atau erosi sebagai awal terjadinya infeksi. Kondisi yang sering disertai selulitis pada dewasa antara lain diabetes mellitus, keganasan, penyalahgunaan obat, infeksi HIV dan kemoterapi. Terapi berupa antibiotik penicillinase-resistant (dikloksasilin/kloksasilin), eritromisin, atau golongan sefalosporin (sefaleksin/sefiksim). Terapi penunjang lain adalah istirahat, imobilisasi, elevasi, kompres hangat dan analgetik.

FOLIKULITIS INFEKSIOSA Folikulitis infeksiosa adalah infeksi folikel rambut bagian atas, ditandai oleh papul, pustul, atau erosi perifolikuler. Keterlibatan rambut dapat berlanjut sampai meliputi seluruh kedalaman folikel (misalnya pada sycosis). Folikulitis pustulosa superfisial (Impetigo Bockhart) Folikulitis pustulosa superfisial adalah infeksi folikel rambut bagian atas (terbatas pada ostium), dan dapat sembuh tanpa pembentukan jaringan parut/skar. Umumnya disebabkan oleh S. aureus. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak anak, dengan daerah predileksi pada kepala dan batas rambut, serta pada anggota gerak. Secara klinis ditandai dengan makula eritem disertai papula eritem atau pustul yang muncul bersamaan, kadang kadang nampak ditembus rambut. Pustul yang pecah akan membentuk krusta milier sampai lentikuler yang terletak sesuai daerah pertumbuhan rambut. Timbul rasa gatal dan panas pada daerah yang terinfeksi. Pertumbuhan rambut biasanya tidak terganggu. Penyakit ini dapat sembuh spontan tanpa membentuk skar. Untuk terapi dapat diberikan antibiotik sistemik atau topikal. Sycosis Sycosis adalah infeksi piogenik subakut atau kronik yang melibatkan keseluruhan folikel. Terjadi umumnya pada laki-laki dewasa, dan umumnya meliputi daerah janggut. Penyebabnya adalah S. aureus. Faktor predisposisi adalah mencukur atau mencabut rambut, serta oklusi pada daerah berambut (misal oleh plaster). Gambaran klinis ditandai oleh papul atau pustul folikuler yang edem dan ditembusi rambut. Pada bentuk subkronik, lesi tersebar ireguler atau berkelompok di daerah dagu dan sudut rahang. Pada bentuk yang kronik, lesi dapat bergabung membentuk plak, terutama di atas bibir dan dagu. Terapi bentuk subkronik dapat menggunakan antibiotik topikal, sedangkan pada bentuk kronik dapat menggunakan kombinasi antibiotik dan steroid topikal. Seringkali karena perjalannya

Kuliah Dermatologi FK UII

sering relaps, obat topikal harus dipakai jangka panjang. Jika preparat apus hidung memberikan hasil positif, antibiotik hasur juga dioleskan pada vestibulum nasi.

FURUNKEL DAN KARBUNKEL Furunkel (abses, atau bisul) adalah infeksi perifolikuler akut, berbatas tegas, dikelilingi daerah eritem dan peninggian (indurasi), bisasnya disebabkan oleh S. aureus. Karbunkel adalah infeksi yang lebih dalam, dan terdiri atas jaringan abses berapa folikel rambut berdekatan yang saling berhubungan. Secara klinis furunkel muncul sebagai nodul keras dan nyeri dengan diameter 1-2 cm dengan titik nekrotik sentral. Nodul kemudian melunak dengan pembentukan abses dan pada puncaknya terdapat pustul. Pustul kemudian pecah dan mengeluarkan pus. Karbunkel terbentuk dari beberapa furunkel yang berdekatan dan saling bergabung, di permukaannya dapat terlihat beberapa lubang supurasi. Daerah predileksi adalah wajah dan leher, lengan dan tangan, bokong dan daerah anogenital. Karbunkel sering dijumpai pada tengkuk, bahu atau paha. Terapi yang diberikan berupa antibiotik sistemik dengan kloksasilin atau antibiotik untuk penicillinase-resistant lain. Jika lesi telah matang (ditandai dengan fluktuasi) dapat dilakukan insisi dan drainase. Antibiotik topikal atau iktiol 5% dapat diberikan sebagai terapi pendamping pada kasus yang belum matang. ANTIBIOTIKA PADA PIODERMA Organisme Grup A Streptokokus (GAS) Obat pilihan Penisilin V: 4x250mg 10 hr Alternatif Eritromisin: 4x500mg 10 hr Sefaleksin: 4x250-500mg 10 hari Sefaleksin: 4x250-500mg ; 4050mg/kg/hari dibagi 3 dosis 10 hari

S. aureus

Dikloksasilin: 4x250-500mg 10 hari Amoxi-Clav: 2x875/125 mg ; 25mg/kg/hr dibagi 3 dosis 10 hari Eritromisin etilsuksinat: 4x250-500mg ; 40mg/kg/hari dibagi 4 dosis 10 hari Minosiklin: 2x100 mg 10 hari

GAS dan S. aureus alergi penisilin

Klaritromisin: 2x250-500mg 10 hari

MRSA

TMP-SMX 2x160/800mg

Kuliah Dermatologi FK UII

HIDRADENITIS SUPURATIVA Hidradenitis supurativa merupakan peradangan supuratif kronik pada kelenjar apokrin, yang cenderung menimbulkan siktrik. Penyakit ini dapat ditemukan pada aksila, daerah anogenital, kadang kadang pada scalp (disebut cicatrizing pefolliculitis). Mekanisme pasti penyakit ini belum diketahui, namun disuga diawali dari penyumbatan duktus apokrin oleh keratin dilatasi duktus apokrin dan folikel rambut inflamasi terbatas pada satu folikel rambut pertumbuhan bakteri ruptur, peradangan menyebar destruksi jaringan ulserasi dan fibrosis pembentukan sinus. Gambaran klinis dimulai dengan munculnya nodul eritem yang sangat nyeri yang dapat menyembuh atau muncul dipermukaan dan mengeluarkan material supuratif. Lesi yang sama terjadi berulang, hingga terjadi pembentukan sinus. Akibatnya timbul fibrosis, bridge scars (jaringan parut yang saling berhubungan), jaringan parut hipertrofik dan keloid. Terapi dapat berupa insisi dan drainase pada abses akut atau nodul fibrotik dan sinus. Pada lesi akut dan nyeri, dapat diberikan injeksi triamsinolon intralesi. Antibiotika tidak terlalu bermanfaat, namun dapat diberikan pada radang ringan kronik, berupa eritromisin, atau minosiklin sampai beberapa minggu.

INFEKSI BAKTERIAL KULIT LAIN Infeksi kulit superfisial Merupakan infeksi bakterial terbatas pada stratum korneum dan folikel rambut superfisial, berhubungan dengan pertumbuhan flora ormal yang berlebihan pada lokasi dengan oklusi dan kelembapan permukaan yang tinggi. Yang termasuk infeksi bakterial kulit superfisial adalah: a. Eritrasma : merupakan infeksi bakterial kronik, disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum (kuman bentuk batang gram positif) pada daerah intertriginosa (sela jari kaki, sela paha, dan aksila). Berupa makula atau patch eritem (merah atau merah bata) berbatas tegas, kadang-kadang dengan skuama. Pemeriksaan dengan lampu Wood mendapatkan hasil fluoresensi warna merah bata karena adanya koproporfirin III. Terapi dengan gel Benzoyl peroxide 5% atau larutan Klindamisin 2% atau larutan Eritromisin. b. Pitted keratolysis : merupakan defek pada telapak kaki berupa lubang-lubang kecil dengan kedalaman bervariasi, biasanya berkaitan dengan hiperhidrosis telapak kaki, disebabkan oleh Micrococcus sedentarius atau disertai keterlibatan Corynebacterium sp..Gambaran klinis berupa erosi superfisial di stratum korneum berbentuk lubang-lubang kecil (pits) berukuran 0,5 mm atau lebih. Kaki biasanya berbau tidak enak/malodorous dan kadangkadang sedikit gatal. Terapi dengan pengolesan Benzoyl peroxide atau eritromisin topikal. c. Intertrigo : merupakan peradangan nonspesifik kulit yang saling berhadapan, terjadi pada daerah inframammae, aksila, sela paha, dan lipatan glutea. Berupa adanya eritema yang kadang disertai pruritus, atau sedikit nyeri, dengan mengeksklusi sebab-sebab infeksi lain. Terapi dengan bedak antibakteri atau antijamur Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS atau S4) merupakan penyakit epidermolitik yang disebabkan toksin stafilokokus, ditandai dengan eritem, pengelupasan kulit yang meluas, dan terjadi terutama pada bayi dan neonatus (kurang dari 2 tahun).

Kuliah Dermatologi FK UII

Gambaran klinis dimulai dengan adanya eritem difus berbatas tidak tegas, yang dalam 24 jam menjadi merah gelap dan kulit menjadi nyeri. Kemudian terjadi pengelupasan lapisan superfisial kulit terutama periorifiasial di wajah, leher, aksila, sela paha,, daerah siku, dan punggung. Nikolsky sign positif. Keadaan ini dapat disertai demam, serta bayi tampak rewel. Penderita sebaiknya menjalani rawat inap, terutama jika terdapat pengelupasan yang luas untuk perawatan dan pengawasan keadaan umum dan balans cairan. Terapi dengan kompres untuk debridement kulit yang mengelupas. Dapat diberikan antibiotik sistemik dan topikal.

SKABIES
Skabies adalah penyakit infestasi karena penetrasi kulit manusia bagian epidermis oleh tungau Sarcoptes scabiei. S. scabiei adalah artropoda dari ordo Acarina. Penyakit ini ditemukan tersebar hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensinya lebih tinggi di daerah yang padat penduduk. Penularan terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung (dengan perantaraan pakaian atau alas tidur), karena tungau dapat bertahan 24-36 jam pada suhu ruangan di luar tubuh manusia. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Tungau skabies memiliki 4 pasang kaki. Tungau jantan berukuran 0,2x0,15 mm, sedangkan tungau betina berukuran 0,4x0,3mm. Infeksi dimulai dengan masuknya tungau betina yang sudah kawin ke epidermis dan menggali terowongan (burrow) pada stratum korneum dan bertelur. Setelah 3-4 hari telur menetas menjadi larva lalu menembus atap terowongan dan selanjutnya mengalami 2 tahap transformasi lagi menjadi protonymph dan tritonymph sebelum menjadi tungau dewasa jantan atau betina. Selanjutnya tungau dewasa jantan dan betina melakukan kopulasi diikuti kematian tungau jantan. Siklus ini berulang setiap kurang lebih 2 minggu. Selama masa dewasa (tungau betina dapat hidup antara 4-6 bulan) tungau betina bertelur antara 1-3 telur setiap hari. Setiap bentuk tungau mampu menembus epidermis dan membentuk burrow (kunikulus). Gejala klinis skabies dapat muncul setelah 3-4 minggu dari mulai infeksi. Ujud kelainan kulit pada skabies terjadi akibat 3 proses: 1. Langsung karena tungau skabies, berupa burrow, umumnya ditemukan di daerah predileksi 2. Akibat reaksi hipersensitivitas karena komponen tungau skabies, berupa papul, nodul eritem atau vesikel 3. Akibat garukan berupa ekskoriasi, infeksi sekunder (pustul) sampai likenifikasi DIAGNOSIS Diagnosis skabies dapat ditegakkan jika ditemukan gambaran klinis sebagai berikut: 1. Keluhan gatal, terutama pada malam hari (pruritus nokturnal). 2. Keluhan gatal umumnya juga ditemukan pada anggota keluarga atau kontak dekat 3. Munculnya UKK berupa burrow, dan papul atau nodul eritem, pada daerah predileksi : sela jari, pergelangan tangan volar, siku bagian ekstensor, ketiak, genitalia, bokong, dan paha anterior. UKK yang diagnostik berupa ditemukannya papul/nodul eritem (scabietic nodule) pada penis dan skrotum. 4. Ditemukannya tungau atau komponen tungau (telur/larva/material kotorannya) pada pemeriksaan preparat basah.
Kuliah Dermatologi FK UII

PENATALAKSANAAN: Antiskabies: OBAT Krim permetrin 5% (ScabimiteR)

DOSIS Seluruh tubuh kecuali wajah dan scalp, selama 8 -14 jam, diulangi setelah 1 minggu Seluruh tubuh kecuali wajah dan Lot. -benzen scalp, selama 8-12 jam, diulangi heksaklorid (Gameksan/Lindane) 1% setelah 1 minggu (ScabicidR, TopicideR) Emulsi benzil benzoat Seluruh tubuh kecuali wajah dan 10-25% scalp, selama 24 jam, kemudian cuci Sulfur praecipitatum 5Seluruh tubuh kecuali wajah dan 10% scalp, selama 3 malam berturutturut, diulangi setelah 1 minggu

KETERANGAN Aman digunakan, toksisitas rendah, hampir tidak diabsorbsi dari kulit, Tidak boleh digunakan pada anak <2 tahun, kehamilan atau laktasi Hanya untuk dewasa karena bersifat sangat iritan Aman untuk anak dan kehamilan, tetapi pemakaian tidak praktis dan tidak nyaman

Terapi sistemik adalah dengan ivermectin 200ug/kg dosis tunggal (belum tersedia di Indonesia) Selain antiskabies, perlu juga diberikan antihistamin sedatif untuk mengatasi pruritus. Rasa gatal dan UKK dapat masih ditemukan 2-4 minggu setelah terapi. Pasien juga diedukasi untuk pencegahan penularan, dan terapi kontak secara bersamaan.

PEDIKULOSIS
Pedikulosis adalah infestasi kulit dan rambut manusia oleh Pediculus humanus dan Phthirus pubis. Berdasarkan lokasinya, ada 3 macam pedikulosis: pedikulosis kapitis, pedikulosis korporis dan pedikulosis pubis. PEDIKULOSIS KAPITIS Disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis Umumnya menyerang usia anak sekolah (3-12 tahun) Penularan lewat kontak langsung, atau tidak langsung lewat sisir, bantal, penutup kepala Kutu dewasa mengisap darah sebelum kopulasi, lalu setelahnya bertelur 5-10 telur sehari selama masa hidup sekitar 30 hari. Telur (nit) menjadi nymph atau instar sebelum menjadi kutu dewasa. Pada pemeriksaan dapat ditemukan kutu dewasa, nymph dan nit terutama di daerah oksipital dan retroaurikuler. Pruritus terjadi sebagai akibat hipersensitivitas terhadap saliva kutu pada saat mengisap darah. Sering juga ditemukan ekskoriasi dan limfadenopati. Kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder.

Kuliah Dermatologi FK UII

Pengobatan: lot. Malathion 0,5% 8-12 jam, lot. gameksan 0,5% 5-10 menit, permetrin 5% topikal 10 menit. Umumnya cukup sekali aplikasi. Jika diperlukan, pengulangan terapi dapat dilakukan setelah 7-10 hari.

PEDIKULOSIS KORPORIS Disebabkan oleh Pediculus humanus var. humanus Umumnya menyerang kelompok yang tinggal di daerah padat dan kumuh, misalnya para pengungsi dan gelandangan Penularan umumnya melalui pakaian atau alas tidur yang terkontaminasi. Kutu badan dapat hidup di sela jahitan pakaian tanpa mengisap darah selama 3 hari. Pada pemeriksaan kadang-kadang di badan dapat ditemukan macula cerulea (makula berwarna kebiruan) biasanya di pinggang, bokong dan paha, asimptomatik atau sedikit gatal. Tetapi lebih sering yang ditemukan hanya ekskoriasi linier di badan. Diagnosis dibuat dengan memeriksa secara seksama pakaian pasien, terutama pada jahitan, untuk mencari nit atau kutu dewasa. Pengobatan: karena kutu tinggal di pakaian dan budak di kulit, maka membuang atau mencuci pakaian serta menjaga higiene sudah cukup. Alas tidur dan pakaian sebaiknya dicuci dengan air panas.

PEDIKULOSIS PUBIS Disebabkan oleh Phthirus pubis Umumnya ditularkan lewat hubungan seksual, namun dapat juga ditularkan melalui alas tidur, handuk atau pakaian yang terkontaminasi. Kutu pubis berukuran panjang antara 0,8 1,2 mm, ditemukan pada rambut di daerah pubis, namun juga dapat mengenai rambut paha, badan dan perianal. Pada pemeriksaan, dapat dijumpai keluhan pruritus, kadang-kadang juga dijumpai macula cerulea. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kutu dewasa atau nit dengan pemeriksaan mikroskopis. Pengobatan: sama dengan pengobatan pedikulosis kapitis.

CUTANEOUS LARVA MIGRANS (CREEPING ERUPTION)


Cutaneous larva migrans (CLM) adalah penyakit yang diakibatkan oleh penetrasi dan migrasi larva cacing Ancylostoma braziliense (paling sering), Ancylostoma caninum, Strongyloides stercoralis. Penularan terjadi melalui kontak pasir atau tanah yang terkontaminasi kotoran hewan. Larva infekstif dapat bertahan di tanah atau pasir selama beberpa minggu. Larva stadium III memasuki kulit dan bermigrasi beberapa cm sehari, biasanya di atara stratum germinativum dan stratum korneum. Hal ini memicu reaksi inflamasi eosinofilik lokal. Pada pemeriksaan khas ditemukan peninggian kulit eritem, linier atau serpiginosa, kadang vesikuler, panjangnya dapat mencapai 15-20 cm. Lokasi yang paling sering terkena adalah kaki dan bokong.

Kuliah Dermatologi FK UII

Penatalaksanaan : Tiabendazol 50mg/kg/hr dalam 2 dosis selama 2-5 hari Albendazol 400mg/hr 3 hari Albendazol 10% krim 2x sehari selama 10 hari Ivermectin 200ug/kg dosis tunggal

PENYAKIT AKIBAT GIGITAN DAN SENGATAN ARTROPODA


Artropoda mencakup banyak kelas yang beberapa diantaranya sering menyebabkan reaksi pada manusia, bahkan sampai menyebabkan kematian. Berikut beberapa golongan artropoda dan reaksi yang ditimbulkannya (International Journal of Dermatology 2002, 41, 533549) :

Artropoda dapat menimbulkan penyakit pada kulit melalui beberapa mekanisme: Kerusakan jaringan lokal secara langsung, non-alergik, melalui gigitan atau sengatan,atau paparan terhadap cairan tubuh toksik (mis. paederus dermatitis /dermatitis cantharides /blister beetle dermatitis), dan invasi jaringan (brown recluse spider); Reaksi alergi terhadap sekresi, kulit atau serpihan kulit
Kuliah Dermatologi FK UII

Mengakibatkan toksisitas sistemik, mis. yang disebabkan oleh neurotoksin pada kalajengking Karena menjadi perantara bahan infeksius (sebagai vektor)

Berikut beberapa bentuk reaksi terhadap artropoda yang sering dijumpai. PAPULAR URTIKARIA Etiologi: gigitan tungau/kutu (flea bites) dari hewan. Merupakan papul urtikaria persisten (>48 jam), seringkali dengan vesikel sentral, biasanya berukuran <1 cm. Umumnya dirasakan sangat gatal. Lokasi umumnya di ekstremitas. Terapi dengan kortikosteroid oral atau topikal potensi kuat dan antihistamin.

DERMATITIS KONTAK IRITAN TOKSIK (DERMATITIS PAEDERUS / DERMATITIS KANTARIDES) Disebut juga dermatitis linearis atau blister beetle dermatitis. Umumnya disebabkan oleh Paederus peregrinus. Pada pemeriksaan dapat ditemukan patch eritem, dengan vesikel atau bulla diatasnya, atau daerah nekrosis sentral berwarna kehitaman. Bentuk lesi umumnya linier. Jika mengenai daerah lipatan kulit dapat ditemukan kissing lesion yaitu UKK yang sama pada kedua sisi lipatan. Terapi: kompres, kortikosteroid topikal potensi kuat atau sangat kuat Komplikasi: dapat terjadi infeksi sekunder atau sembuh dengan hiperpigmentasi pascainflamasi.

Kuliah Dermatologi FK UII

10

Anda mungkin juga menyukai