Anda di halaman 1dari 56

1

Segala puji terhantur untuk segala anugerah dari sang Maha pencipta.

ata bisa hilang tapi tulisan tetap abadi. Kami sadari bahwa kerja-kerja jurnalistik adalah kerja yang mulia menuju keabadian. Dan sebagai manusia, kami senantiasa berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengulangi bahkan menghindari kesalahan. Kami ingin sejarah di rumah ini mencatat bahwa kami pernah berusaha, berproses, terus belajar, dan memblokade rasa takut akan segala prasangka hingga Baruga edisi ke-22 bisa hadir di tengah-tengah Anda. Di edisi yang menyapa Anda di tahun yang hangat dengan atribut yang mewarnai kontestasi politik, Baruga hadir dengan liputan tentang atribut politik dan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh para calon legislatif dan partai politik yang mewarnai perhelatan demokrasi di tanah ini hingga tiba pada kesimpulan apakah atribut-atribut tersebut telah cukup mampu memenuhi hasrat ingin tahu masyarakat dan memutuskan untuk menggunakan hak pilihnya? Tidak hanya itu, Baruga mengajak Anda untuk melirik lagi dunia pendidikan kita. Melirik fenomena ketika ketakutan untuk memblokade rasa percaya diri terus menghantui. Selain itu, Baruga mengajak para pembaca memotret kehidupan masyarakat Lembanna, berkelana ke ujung Nusa hingga melirik kehidupan di negara tetangga. Akhir kata, terima kasih yang sebesar-besarnya atas wujud cinta kasih yang terhanturkan lewat kritik dan saran ke meja redaksi. Terima kasih untuk keluarga kecil KOSMIK yang senantiasa menyertai dengan penuh cinta. Semoga Tuhan yang Maha Esa menghimpun kita semua dalam samudera cinta-Nya dan dalam dekapan Kasih-Nya.

-REDAKSI-

Penanggung Jawab Hajir Muis (Ketua KOSMIK Unhas) Pemimpin Redaksi Ayu Adriyani Redaktur Pelaksana Siti Rafika, Rieski Kurniasari Sekretaris Redaksi Rahmawati Nasir Bendahara Dessy arista Editor Risky Wulandari Koordinator Liputan Muhammad Zulkarnain Reporter Ainun Jariah Yusuf, Rahimah Muslihah, Rasty Pasorong Lia Lestari Lobo, Shella Salsabillah, Aslam Aziz, Siti Athirah, Wa Ode Sri Maulina M, Runi Virnita Mamonto, Annisa Nurul Ulfa Redaktur Foto Jung Muhammad Asad

Fotografer KIFO KOSMIK Desain Grafis Fachrul Reza Ilustrator Bachry Ilman Pembantu Umum Seluruh warga KOSMIK yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Manager Iklan Reza Safitri Alamat Redaksi Gedung FIS IV Lantai 2 Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unhas, Makassar Facebook BarugaMagz KOSMIK Unhas

6 Editorial (Wakili) Siapa ? 10 16 Laporan Utama Sampah Visual : Ketika Aturan Bukan Apa - Apa Dongeng janji politik Mencari Jarum di Tumpukan Jerami Liputan Khusus Sedia Jasa Untuk Otak yang Malas

19 Opini Ust. Dasad Latief : Perubahan Komunikasi Politik di Indonesia Riza Darma Putra : Media, Aktor Politik dan Literacy Media 24 Profil Muhammad Zulqamar : Setiap Orang Punya Potensi

27 Interview Erwin Arnada : Karya Bermakna Buat orang Lain Itu Bikin Bahagia 30 Kaledioskop 32 Lintas Memotret Lembanna. Memotret Kehidupan Australia : Tentang Bagaimana Keberagaman dihargai 38 Budaya Adat Manami : Menikmati Sajian di Ujung Nusa 40 Technoside iOs vs Android 42 Komunitas Parlemen Muda Indonesia : Trut Andil Untuk Mengerti 44 46 48 50 Foto Essai Resensi Film Samsara Resensi Buku The Alchemist Cerita Pendek Kita dan Hujan Siang Itu

52 Puisi Biar Waktu yang Menjawab (Belum Puisi) 53 Prosa Malam; Rintik-Rintik Hujan Menjelang Berakhirnya

Ilustrasi oleh Bachry Ilman

(wakili) siapa ?
H
Pemilihan umum (Pemilu) yang menjadi kidung dalam panggung demokrasi telah di depan mata. Pemilu yang kemudian hadir sebagai anak kandung demokrasi ini dijalankan sebagai perwujudan prinsip kedaulatan rakyat dalam struktur ketatanegaraan.
ak pilih warga negara Indonesia pun diagung-agungkan untuk membuat para wajah yang terpampang dalam hingar bingar kontestasi pemilu Indonesia tercapai keinginannya untuk menjadi wakil rakyat. Menjelang 2014, strategi jual diri dengan berbagai cara pun dilakukan oleh para calon legislatif (Caleg) lewat parpolnya dalam rangka memeriahkan panggung demokrasi. Tak pelak ada anggapan yang mengatakan bahwa proses demokrasi adalah proses yang mahal. Para calon wakil rakyat pun harus kian pintar bersiasat. Walhasil, berbahagialah ruang-ruang publik hari ini, karena menjadi rebutan atribut partai politik (parpol) dan para caleg. Ya, ruang-ruang publik diterabas tanpa ampun. Berbagai poster, baliho caleg terpampang serampangan atas nama popularitas hingga penggelembungan citra dan menomor duakan ideologi politik untuk pemecahan masalah yang ada di negeri ini. Satu hal yang patut disayangkan dari parpol dan calegnya adalah melupakan tanggung jawabnya untuk menjunjung tinggi nilai edukasi yang harusnya mereka usung dalam setiap proses panasnya menjadi wakil rakyat, termasuk ketika "mengeksploitasi" ruang publik. Nilai-nilai yang dimunculkan adalah nilai-nilai yang jauh dari nilai-nilai kemuliaan publik. Mereka larut dalam politik ejek mengejek. Berdandan demi wajah dan senyum manis yang tersungging dan menawarkan citra paripurna. Huntington menyebutnya sebagai pseudo democracy (Demokrasi Palsu), demokrasi hanya sebatas prosedur-prosedur resmi tanpa makna. Nyaris mirip seperti pasar. Anggapan bahwa para pembeli akan membeli barang yang mereka dagangkan hanya dengan melihat chasing luarnya masih jadi anggapan klasik para caleg. Termasuk dengan menyebar muka kemana-mana, maka akan menambah pundi-pundi suara mereka. Tidak ada yang bisa menafikkan bahwa kampanye dengan berbagai cara termasuk menyebar atribut-atribut politik bertujuan untuk mempersuasi publik. Oleh karenanya, publik seharusnya bisa lebih cerdas dengan melihat jauh lebih dalam mengenai siapa yang akan menjadi wakilnya nanti. Bisa lebih mengenal bibit, bobot, dan bebetnya. Bisa lebih mengenal solusi jangka pendek, menengah dan solusi jangka panjang yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi permasalahan pelik di negeri ini. Karena keberpihakan kepada rakyat adalah kewajiban, bukan pencapaian apalagi prestasi. Maka seharusnya, menjadi wakil untuk rakyat bukan harga yang bisa ditawar lagi. (Wakili) Siapa? adalah sebuah pertanyaan pengharapan paripurna yang akan bermuara kepada rakyat. Tidak hanya berhenti pada pertanyaan Siapa? mereka selanjutnya yang akan duduk di kursi kuasa? Namun juga, Wakili Siapa? yang menjadi penegasan bahwa mereka bukanlah individu yang duduk di tahta maha kuasa dengan tujuan semakin mengokohkan kemapanan pribadi tetapi mereka punya tanggung jawab besar atas siapa yang mereka wakili. Pada dasarnya, kita tidak butuh pemimpin yang hanya mengagung-agungkan nama rakyat, namun menutup mata untuk segala kegelisahan sekitar. Toh, buat apa pemimpin yang buta terlebih tuli untuk mendengar keluh kesah rakyatnya? Meskipun perlu disadari bahwa memilih adalah hak setiap warga negara, namun rakyat hari ini pun sudah semakin cerdas. Kualitas para caleg bukan hal yang tidak dipertimbangkan lagi. Semoga para wakil rakyat bisa semakin bijak menikmati proses, sehingga rakyat pun bisa bijak dalam menggunakan hak pilih. Selamat menikmati (pesta) demokrasi. ***

Foto oleh Jung Muhammad

Sampah Visual: Ketika Aturan Bukan Apa-Apa

Atas nama popularitas, penggunaan atribut kampanye bagi kandidat politik seringkali melanggar aturan. Aturan bukan lagi apa-apa yang menjadi pedoman untuk melangkah. Kota Makassar pun sesak akan sampah visual.

Ilustrasi oleh Bachry Ilman

Laporan Utama

Teks oleh Tim Laput : Rieski W, Dessy A, Wa Ode Sri Maulina, Aslam A, Rahimah M, Ainun J | Foto oleh Jung Muhammad
vel semua, tambah Ihsan yang juga merupakan Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) ini. Olehnya, Ihsan berpendapat bahwa dibutuhkan perombakan pengaturan pamflet-pamflet, agar tidak merusak dari segi fungsi, keamanan, juga tata kota Makassar. Lebih jauh, atribut kampanye tersebut juga berdampak bagi lingkungan. Dalam sehari, sekitar 600 ton sampah dihasilkan dari berbagai aktifitas di kota ini. Belum lagi, jika memasuki masa kampanye politik. Jumlah volume sampah akan meningkat lebih besar, terlebih jenisnya termasuk sampah anorganik yang sangat sulit untuk didaur ulang. Biasanya, atribut-atribut ini didaur ulang oleh perusahaan percetakan. Namun jumlah atribut yang didaur ulang, tidak sebesar jumlah atribut yang tersebar luas hari ini. Hal ini tentunya akan menimbulkan dampak jangka panjang, tutur Direktur Riset IDEC Rahmad M. Arsyad, yang baru saja meneliti tentang dampak demokrasi politik di Makassar. Lebih lanjut dijelaskan oleh Rahmad mengenai dampakjangka panjang yang ditinggalkan atribut-atribut tersebut adalah tumpukan sampah dengan volume yang berlebihan. Mengingat atribut-atribut ini terbuat dari bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan, sulit terurai di alam. Menurut Pakar Politik Universitas Hasanuddin, Dr. Hasrullah M.A bahwa pelanggaran yang terjadi disebabkan tidak adanya aturan yang melahirkan sanksi, bagi para politisi yang melanggar. Seharusnya ada tim analis media yang bisa menganalisis iklan-iklan politik seperti dalam hal analisis konteks, wacana, dan framing yang bisa memberikan gambaran dan masukan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) terkait layak atau tidaknya iklan politik tersebut, jelasnya. Akhirnya diharapkan hal tersebut dapat menjadi rambu-rambu bagi para partai dan calon legislatif untuk mempromosikan dirinya. Pada akhirnya, satu hal yang harusnya menjadi kesadaran paripurna adalah lingkungan. Tidak ada satu pun pembenaran yang dimaklumi untuk pohon yang di paku, untuk tata kota yang berubah sesak dengan sampah visual, terlebih segala sesuatu yang dilakukan atas nama popularitas.

ore itu, Rohani menyusuri sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan menuju rumahnya di Kompleks Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Sekembalinya dari perantauan, warga asli di daerah tersebut, sesekali mengernyitkan dahi. Baginya, ada yang berubah dengan kota kelahirannya ini. Dulu sebelum saya tinggalkan ini Makassar, baliho masih rapi kelihatan, sekarang kenapa tata kota Makassar semakin semrawut, keluhnya dengan logat Makassar yang khas, Sabtu (12/10). Rohani meninggalkan Makassar sejak 1988, ketika usaha pembuatan reklame tidak sesukses sekarang. Kini, sepanjang jalan terpampang foto kandidat politik Makassar. Mulai dari baliho, spanduk dan umbul-umbul, hingga selebaran yang tertempel di berbagai tempat. Pepohonan rindang, tiang listrik, tembok-tembok, area pejalan kaki, digilas habis oleh para politisi dan timnya tanpa mempertimbangkan aturan-aturan dan keindahan tata kota yang ada. Berdasarkan data Divisi Pengawasan dan Penindakan Panitia Pengawas Pemillihan Umum Kota Makassar, terdapat sebanyak 30.820 kasus pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye pemilihan umum di tahun 2013. Pelanggaran ini berdasar pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 (Sumber: Harian Tempo Makassar). Dari data tersebut, Partai Demokrat menduduki posisi pertama dari 12 partai politik yang melakukan pelanggaran, yakni 3.221 kasus pelanggaran. Disusul Partai Nasional Demokrat, Golkar, Partai Demokrat Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sekitar 98 persen calon legislator pun melakukan pelanggaran. Hal ini tercantum pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan kampanye, Pasal 17 ayat 1a misalnya. Dalam pasal ini ditegaskan bahwa alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempattempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan. Atribut kampanye menjelma menjadi sampah-sampah visual yang merusak tatanan kota Makassar. Hal ini tidak lepas dari banyaknya ulah orang-orang tidak bertanggung jawab yang memaku pohon. Padahal jelas tertera aturan di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan juga Peraturan Daerah (Perda) Nomor 25 tahun 1997 tentang penghijauan bahwa memaku pohon terlebih di sepanjang jalur-jalur tertentu merupakan pelanggaran. Pamflet yang ada merusak tata kota. Dan pada dasarnya, penggunaannya tidaklah begitu efektif. Selain berbahaya bagi pengguna jalan, pemasangan atribut yang tidak pada tempatnya pun akan menjadi masalah bagi visual kota, tutur Dr. Ihsan ST. MT, Pakar Tata Ruang Kota Makassar, Senin (2/12). Info perbaikan WC, iklan barang dan jasa, iklan politisi, bercampur semua jadi satu, terlihat jadinya satu le-

11

DONGENG JANJI POLITIK


Mahasiswa tak menaruh kepercayaan penuh terhadap kampanye-kampanye para kandidat partai politik. Janji-janji politik nyaris hanya sebagai dongeng sebelum tidur. Hal tersebut terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh tim Litbang Baruga.

Bagi saya politik tidak ada yang jujur, begitulah salah satu jawaban dari jajak pendapat yang dilakukan oleh tim Litbang Baruga pada awal oktober lalu. Dalam bentuk pertanyaan terbuka, berbagai respon negatif mengisi kolom jawaban pada polling tersebut. Polling yang dilakukan kepada 100 responden yang berasal dari seluruh Fakultas di Universitas Hasanuddin (Unhas) bertujuan untuk melihat sampai sejauh manakah respon mahasiswa sebagai populasi yang cukup besar dalam setiap proses demokrasi yang diagung-agungkan di negeri ini. Termasuk, pemilihan kandidat yang akan duduk di jabatan struktural pemerintahan, baik eksekutif maupun yudikatif. Iklan-iklan politik yang sebagian besar berada di jalan protokol lebih banyak dilirik oleh mahasiswa. Tempat lain yang cukup menarik perhatian mahasiswa untuk melirik selebaranselebaran bergambar senyum, bertuliskan janji dan harapan itu

12

Metodologi:
Polling dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 oleh Tim Litbang BaruGa. Polling ini melibatkan 100 mahasiswa S1 seluruh Fakultas di Unhas. Dengan jumlah responden disesuaikan dengan besar jumlah mahasiswa di seluruh Fakultas di Unhas. Fakultas dengan jumlah mahasiswa yang besar mendapat porsi responden yang besar, begitu pula sebaliknya. Hasil polling ini tidak bermaksud mencerminkan mahasiswa Unhas secara keseluruhan.

adalah transportasi umum. Namun toh ternyata banyak spot di kampus yang juga menarik mata para mahasiswa. Padahal, area pendidikan mestinya bisa menjadi tempat bernafas lega dari sesaknya poster, baliho dan segala atribut partai yang menghiasi kota ini. Tidak sia-sia rupanya. Tercatat, sekitar 44 dari 100 responden yang cukup tertarik dengan tampilan dari iklan-iklan visual yang coba digunakan oleh para calon legislatif untuk menampilkan dirinya. Selisih satu poin lebih rendah bagi mereka yang merasa tidak tertarik dengan tampilannya. Namun, Ketertarikan tak ubahnya hanya sekedar rasa sesaat untuk mengapresiasi usaha yang telah dilakukan oleh para parpol melalui calegnya. Hal ini dikarenakan, ketertarikan tersebut tidak bermuara pada keputusan untuk memilih, keputusan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan mengambil bagian dari perayaan demokrasi di negeri ini. Pada dasarnya, seluruh res-

ponden telah cukup kritis dengan mempertimbangkan banyak hal dari setiap caleg. Jadi, tidak serta merta hanya dengan poster, baliho, dll. Hal-hal yang menjadi pertimbangan selanjutnya misalnya adalah visi dan misi, bentuk interaksi dengan masyarakat, bentuk pembawaan dirinya, karakternya, wawasan, latar belakang pendidikan dan yang terpenting adalah rekam jejak sebelum ia mencalonkan diri sebagai kandidat dari satu partai politik. Tak heran bila sekitar 38 responden menganggap bahwa iklan politik tidak memberikan pengaruh yang besar. Bahkan dari jumlah responden tersebut, pendapat-pendapat negatif dari mereka pun bermunculan. Merasa bosan dengan janji-janji yang dengan mudah dilafalkan oleh banyak caleg pun tak bisa dihindarkan. Nyaris seperti dongeng sebelum tidur. Butuh bukti bukan janji, itulah yang kiranya menjawab keresahan mahasiswa kini terhadap kondisi politik di tanah air.

13

mencari jarum di tumpukan jerami


Politisi yang edukatif sulit untuk ditemukan. Layaknya mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Imbasnya, Peraturan Komisi Pemilihan Umum pun direvisi.

alam sebuah suasana warkop di daerah Pengayoman yang temaram. Irman Yasin Limpo masih menjalani rutinitas seperti kala terdaftar sebagai calon Walikota Makassar periode 2013-2016, Sabtu (28/10). Dengan secangkir kopi pekat, ia berkumpul sembari bercerita bersama beberapa orang disekelilingnya. Diketahui sekitar delapan orang disekelilingnya itu adalah tim sukses kampanye Irman baru-baru ini. Salah seorang keturunan keluarga Limpo itu hadir dalam Pemilu Walikota Makassar beberapa bulan lalu. Ia mencoba mengikuti jejak saudaranya (Syahrul Yasin Limpo,red) bersama pasangannya Busrah Abdullah. Meski hadir dengan ketenaran nama keluarganya saat ini, tapi ia lebih meyakini bahwa kemampuannyalah yang membuat ia betul-betul memilih jalan sebagai politisi yang baik. Saya bisa klaim diri saya adalah politisi yang mengedepankan sisi edukatif, tutur Irman. Keyakinannya itu selama ini dikuatkan melalui pengalamannya sebagai pemimpin di beberapa organisasi. Yakni, Ketua Senat Fakultas Hukum Unhas, Ketua Himpunan Mahasiswa Perdata Unhas, Ketua Osis, Ketua KNPI, dsb. Secara nyata, pasangan dari Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan ini hadir dengan kampanye politiknya yang lebih frontal. Iklan saya lebih blak-blakan, ungkapnya. Maka, lihatlah beberapa iklan politiknya. Dengan kekuatan simbol ia menyerang lawanlawannya itu. Misalnya, simbol sapi dan Mobil tua yang didorong. Kampanye-kampanye politik pasangan dari nomor urut ini lebih didominasi pada penyerangan. Ia menganggap itu

sebagai salah satu bentuk untuk peningkatan kualitas demokrasi. Strategi semacam ini, bukan lagi barang baru di ajang peraihan kursi kekuasaan. Pada pemilihan Gubernur yang dimenangkan oleh pasangan incumbent, Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Numang di awal tahun lalu misalnya. Proses demokrasi itu mengisahkan perang dingin antar beberapa kandidat. Dalam kampanye dan iklan politik yang disisipkan kalimat yang menyinggung satu sama lain menjadi sangat biasa. Bertolak dari hal itu, menurut Pakar Politik, Iqbal Sultan, bahwa dalam iklan ataupun kampanye politik yang menjatuhkan akan mengakibatkan dendam politik. Dendam politik ini menjadi salah satu faktor yang mendorong adanya gugatan setelah penetapan pemenang pemilu, tambah dosen Jurusan Ilmu Komunikasi ini, Jumat (25/10). Iqbal menambahkan bahwa hal itu dilandasi pada sikap tidak siap kalah dalam kompetisi dan adanya peluang. Adanya peluang disini lebih kepada satu pihak yang mengetahui kelemahan dari pihak lain yang kemudian menggunakan itu untuk saling menjatuhkan, tuturnya kepada Baruga yang ditemui di salah satu hotel di Makassar. Tak melulu soal itu, bukti nyata adanya praktik politik yang tidak edukatif di kalangan partai politik (parpol) dan Calon Legislatif (Caleg) adalah pemasangan baliho di pohon-pohon yang sangat mudah dijumpai. Padahal, jelas dinyatakan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 1 pasal 3 bahwa kampanye Pemilu dilakukan dengan prinsip efisien, ramah lingkungan, akuntabel,

Foto oleh Jung Muhammad

nondiskriminasi dan tanpa kekurangan. Aturan itulah yang semestinya menjadi acuan para parpol dalam melaksanakan kampanye politiknya. Seharusnya kampanye berlangsung dengan cerdas dan santun sesuai dengan etika atau tatanan yang sudah diatur sehingga tercipta praktik politik yang edukatif , tambah Iqbal. Sedikit menoleh ke salah satu calon Wali Kota Makassar 2013, Erwin Kallo. Kandidat yang mencalonkan dirinya secara independen ini, memilih untuk kampanye siaran langsung di salah satu stasiun televisi lokal di Makassar. Baginya, hal itu untuk tidak menambah sampah-sampah

14

visual sehabis kampanye. Selain itu, dengan kampanye seperti ini tidak menimbulkan kemacetan. Selain itu, ada pula praktik serangan fajar yang kini merupakan rahasia umum. Serangan fajar itu seperti hantu. Hanya bisa dirasakan tapi tidak dapat dilihat secara nyata, ucapnya. Pada dasarnya, praktik serangan fajar ini sangat dekat dengan money politic. Meski tidak semua orang terlibat dalam hal ini. Namun, sangat dibutuhkan kesadaran dari berbagai pihak untuk melangsungkan pesta demokrasi dengan cara yang bersih dan jujur. LITERASI POLITIK, WACANA DI RUANG-RUANG KULIAH Literasi politik seyogyanya dibutuhkan untuk mengelola cara meraih kekuasaan tanpa adanya praktek-praktek yang salah. Namun, bagi Iqbal yang juga merupakan Humas Unhas ini menyatakan bahwa wacana-wacana politik edukasi ini hanya ada di ruang-ruang kuliah. Senada dengan Iqbal, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sul-Sel, Jayadi Nas mengatakan bahwa hari ini banyak parpol yang telah mengesampingkan nilai-nilai positif dari proses berpolitik. Hampir semua parpol dapat dikatakan parpol yang tidak baik, baik dari sisi fungsi komunikasi politik, agregasi, pengaturan konfilk, apalagi rekrutmen politiknya, Ungkapnya. Kepala Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dr. Muhammad, S.IP M.Si. juga berpendapat demikian. Arah kampanye saat ini menggiring masyarakat untuk sekedar memilih dan sangat dimungkinkan untuk menghalalkan segala cara, ungkapnya. Pada akhirnya, untuk mendorong terciptanya politik edukasi maka Peraturan KPU nomor 1 direvisi menjadi PKPU nomor 15. Sebab aturan lama itu cenderung memberi ruang seluasluasnya kepada calon legislatif untuk mensosialisasikan dirinya langsung ke masyarakat. Ini upaya untuk mencermati kritik yang menganggap aturan lama lebih mementingkan caleg yang kaya, tutur Jayadi, Minggu (28/10).

Menurutnya, ini cara yang tepat untuk memberikan literasi politik bagi masyarakat sebab ruang yang dibatasi itu semestinya menjadi langkah bagi para caleg bersama partainya untuk untuk langsung terjun kemasyarakat.

Foto oleh Jung Muhammad

15

Ilustrasi oleh Bachry Ilman

16

Liputan Khusus

Teks oleh Runi Virnita Mamonto, Rasti Pasorong, Lia Lestari | Foto oleh Hariandi Hafid

Sedia Jasa Otak Untuk yang Malas


M
Isu pendidikan di negeri ini selalu hangat untuk jadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia yang semakin bertambah kuantitasnya. Sama halnya dengan isu politik, yang kualitas prosesnya terus dipertanyakan.
elihat keadaan hari ini, sulit untuk menafikkan bahwa setiap permasalahan di sektor terkuat negeri ini memberi energi yang kuat pula untuk menarik masalah lama namun selalu dipoles selalu baru, tergantung siapa tokohnya dan kapan waktunya. Pendidikan menjadi salah satu tonggak penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di negeri ini. Lemahnya kualitas SDM, berimbas pula pada kuantitas dan kualitas Lapangan kerja. Di Indonesia, hal ini merupakan salah satu masalah yang menjadi imbas dari semrawutnya sistem di negeri ini. Pengangguran dimana-mana. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin pun semakin miskin. Siklus yang selalu saja seperti ini mengakibatkan munculnya varian aktifitas yang menjelma menjadi pekerjaan baru yang mendatangkan materi. Mulai dari yang halal hingga yang menghalalkan segala cara. Jasa jual otak atau Praktik perjokian yang terus merebak dimanamana, misalnya. Praktik perjokian ini pun banyak jenisnya. Joki three in one, joki penjara, hingga joki tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Joki Tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Dunia pendidikan hari ini nampaknya harus larut dalam kegamangan, terlebih jika terus merebaknya praktik perjokian pada SNMPTN, pada tes yang menjaring calon-calon intelektual bangsa. Anggapan bahwa uang dapat membuat pelajar yang orang tuanya berkantong tebal masuk ke perguruan tinggi negeri manapun yang diinginkan semakin menjadi tenar di kalangan masyarakat. Bisnis dengan untung yang besar Mengulas lebih dalam mengenai praktik perjokian tes ini, tidak lepas dari peran-peran pelakunya. Parahnya, tidak jarang seorang joki merupakan mahasiswa yang mencari penghasilan tambahan sendiri. Tony (Nama Samaran) mengungkapkan bahwa para joki biasanya dipimpin oleh orang yang mereka sebut Bos dan direkrut langsung oleh teman mereka yang lebih dulu terjun kedalam praktik bisnis ini. Sejak tahun 2008 saya terlibat dalam kegiatan ini. Awalnya dipanggil oleh teman, tapi sekarang teman saya sudah berhenti. Namun saya masih lanjut ungkapnya saat menjelaskan awal mulanya ia bisa terlibat dalam praktik ini. Cara mendapatkan client dalam bisnis ini tergolong sangat mudah namun ampuh. Tony menjelaskan bahwa biasa mereka menggunakan strategi dari mulut ke mulut. Setiap pemakai jasa otak (joki, red) ini diharapkan akan memberitahu saudara, teman, atau kenalannya mengenai adanya penyedia jasa otak. Tony mengakui bahwa kontak antara joki dan client harus tetap dijaga sehingga sewaktu-waktu apabila ada informasi penting berkenaan dengan seleksi bisa segera disampaikan. Berbeda dangan client yang akan mendatangi joki dengan sendirinya, untuk mendapatkan soal beserta kunci jawaban tes tergolong rumit. Para joki sendiripun tidak mengetahui sumber soal dan kunci jawaban tersebut. Hal ini dikarenakan soal berikut dengan kunci jawabannya telah melewati beberapa joki sebelum sampai ke tangan joki yang bersangkutan. Namun yang jelas, soal dan kunci jawaban tersebut didapatkan langsung oleh Bos dari percetakannya. Ungkap Tony. Diantara soal dan kunci jawaban tersebut biasanya terdapat juga soal yang belum ada jawabannya. Hal ini diakui Tony akan memberi pekerjaan tambahan pada para joki untuk menyewa guru maupun dosen untuk membantu mengerjakan soal-soal tersebut. Jika disebut bisnis, tidak lengkap rasanya jika tidak membicarakan keuntungan yang diraup. Untuk setiap orang, para joki menetapkan biaya tergantung Universitas dan lebih khususnya adalah Jurusan yang diinginkan. Tony mengungkapkan bahwa untuk masuk di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat membutuhkan biaya sekitar seratus juta rupiah. Sedangkan untuk Fakultas lain selain Fakultas Kedokteran di Kawasan Timur Indonesia (KTI) paling rendah berkisar antara belasan juta hingga puluhan juta rupiah. Namun Tony mengungkapkan jika client mengajak temantemannya, maka dapat diberlakukan potongan biaya sebesar 20% dari biaya yang ditetapkan. Selanjutnya, pembagian keuntungan antara joki dan bos akan dibagi sebanyak 50%. Awalnya, saya tidak tahu ada sistem seperti ini. Kakak sayalah yang mengenalkan saya dengan seseorang yang katanya bisa membantu saya untuk lolos di Fakultas Kedokteran. Meskipun harus membayar mahal untuk hal ini, orang tua saya pun tetap mendukung, ungkap Dina (Nama Samaran). Dina yang berhasil lulus di Fakultas yang dia dan orang tuanya inginkan, di salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia ini mengaku bahwa banyak juga teman-temannya yang menempuh jalur ini, meskipun mengaku bisa mengerjakan soal-soalnya sendiri tapi masalah paripurnanya adalah tidak percaya diri.

17

Sistem Canggih
Tony mengakui bahwa sistem kerja joki saat ini semakin canggih. Hal ini dilakukan khusus untuk menegaskan kembali bahwa ada banyak celah dari sistem pendidikan di negeri ini. Mereka menghitung passing grade setiap jurusan yang ingin dimasuki, kemudian mengacak soal dan jawaban sehingga tidak semua jawaban benar, melainkan jumlah jawaban benar telah mencapai atau melewati sedikit passing grade yang telah diperhitungkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengelabui pihak penyelenggara SNMPTN agar hasil tes terlihat seolah-olah murni hasil kerja pelajar tersebut. Sistem kerja lainnya yang membuat para joki ini semakin canggih saja adalah adanya karantina bagi pengguna jasa joki ini. Karantina biasanya dilaksanakan selama dua hari. Di tempat karantina para pelajar ini akan diberi tahu cara mengisi soal beserta kunci - kunci jawabannya. Tujuan utama karantina ini adalah untuk mengantisipasi adanya penggerebekan oleh pengawas SNMPTN menjelang tes dilaksanakan. Sebab jika menggunakan kontak langsung seperti telepon genggam atau kunci jawaban yang ditulis di atas kertas lebih beresiko untuk tertangkap oleh petugas. Dengan mengikuti karantina mereka akan belajar untuk menghafal serta mempelajari pola - pola jawaban, ungkap Tony. Usai mengikuti tes dengan menempuh cara yang beresiko ini, pelajar diharuskan untuk membayar secara cash usai pengumuman ataupun diangsur sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan. Jika sampai pada waktu yang ditentukan dan mereka tidak membayarnya, maka mereka akan diterror oleh para joki dengan mengancam akan dilaporkan pada jurusan yang bersangkutan. Dengan ancaman yang demikian serta hukuman yakni dikeluarkan dari perguruan tinggi, maka membayar menjadi jalan satu-satunya. Praktik perjokian tidak lepas dari peranan orang-orang yang ingin menghalalkan segala cara termasuk enggan berusaha lebih keras agar dapat masuk ke Perguruan Tinggi yang diinginkan. Jika sudah begitu jalan pintaspun menjadi pilihan. Jasa jual otak pun semakin marak. Ya, Meski penggunaan joki tidak menjamin lulusnya seseorang pada SNMPTN. Terlebih biaya yang harus dikeluarkan tergolong besar, pengunaan jasa joki masih tetap jadi pelarian calon pemimpin-pemimpin masa depan. Berkenaan dengan hal tersebut, Ir. Nasaruddin Salam M.T selaku Wa-

kil Rektor III bidang Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengatakan bahwa sejauh ini kewajiban pihak universitas hanyalah berada dalam tataran mengamankan soal-soal ujian dan mengawasi pada saat pelaksanaan tes. Apabila ada peserta ujian yang kedapatan curang atau dalam hal lain menggunakan jasa joki, tentu dia tidak akan lulus. Dan apabila kedapatan ada mahasiswa yang terlibat dalam praktik perjokian ini, maka ia akan dipecat sebagai mahasiswa karena ini merupakan pelanggaran berat, ungkapnya. Nasaruddin berpesan kepada seluruh calon mahasiswa yang akan mengikuti berbagai tes seleksi terutama SNMPTN untuk lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri, menjaga intergitasnya dan percaya diri, bukan lebih memilih untuk menempuh jalan pintas. Tidak hanya berhenti di ranah perguruan tinggi saja, namun juga seyogyanya ada tindak lanjut yang tanggap dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyikapi hal ini. Namun sayangnya, tim Baruga tidak berhasil mewawancarai pihak Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan untuk mendapat informasi lebih lanjut mengenai hal ini. Pemerintah sebagai salah satu penentu tonggak arah pendidikan di negeri ini mestinya harus memutar otak jauh lebih keras lagi untuk memikirkan lagi dan lagi sistem pendidikan di negeri ini. Sistem yang dibangun selama ini adalah sistem kompetisi yang menomor satukan hasil, tidak peduli bagaimana prosesnya. Menjadi malas pun kemudian adalah peluang bagi para penyedia jasa otak. Pada akhirnya, pemerintah punya tanggung jawab yang paling besar untuk membangun kesadaran paripurna dan aksi yang dituangkan dalam banyak hal bahwa pendidikan yang akan menjadi penyaring bagi pemilik masa depan bangsa adalah bukan hanya tentang hasil melainkan juga tentang proses. Semoga pemerintah segera merenung.

18

Opini
perubahan komunikasi politik di indonesia
Ust. Dasad Latief

Apakah komunikasi politik itu? Secara sederhana komunikasi politik dapat diartikan sebagai semua jenis penyampaian pesan dari komunikator poltik kepada komunikan. Baik dalam bentuk lambang yang tertulis ataupun yang tidak tertulis dalam bentuk kata-kata terucap atau dalam bentuk isyarat yang dapat mempengaruhi secara langsung kedudukan seseorang yang ada dalam suatu struktur kekuasaan dalam suatu sistem.

ari defenisi ini terkandung setidaknya tiga unsur penting yaitu komunikator, komunikan, dan kekuasaan. Komunikator politik menurut Dan Nimmo meliputi politikus (wakil rakyat, ideolog), komunikator profesional (jurnalis, promotor) dan aktivis (para jubir dan pemuka pendapat). Sedangkan komunikan meliputi khalayak (sifatnya lebih luas dan publik (sifatnya terbatas pada kelompok tertentu). Sementara unsur ketiga adalah kekuasaan (ini sangat erat kaitannya dengan negara dan sistem pemerintahannya). Dengan demikian komunikasi politik sangat erat kaitannya dengan kekuasaan, artinya jika kegiatan komunikasi bersinggungan dengan kekuasaan, maka sesungguhnya saat itu sedang terjadi proses komunikasi politik dan kekuasaan dalam proses ini identik dengan komunikator dalam proses komunikasi. Pada saat komunikator menyam-

paikan ide-ide politiknya, komunikator tentu akan melakukan komunikasi dan saat itulah dia menggunakan kata-kata atau bahasa politik. Pemilihan dan penggunaan kata-kata ini tentu sifatnya subjektif, ia tergantung pada komunikator, sistem dan orde pemerintahan yang berkuasa saat itu. Demikian yang dikatakan oleh Istvan Meszaros (anggota program Word Finder Thesaurus). lebih jauh Istvan mengatakan bahwa hingga sekarang ini para pakar komunikasi sepakat bahwa makna kata sangat subjektif. Words dont mean, people mean. Bahkan kamus pun yang konon kabarnya menyampaikan makna secara objektif ternyata juga subjektif karena maknanya telah diintervensi oleh penyusunnya, demikian komentar Istvan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Stephen P. Little John, dengan mengemukakan lima asumsi yaitu dunia

19

ini tidaklah tampak secara objektif pada pengamat, tetapi diketahui melalui pengalaman yang umumnya dipengaruhi bahasa, kategori linguistik yang dipergunakan untuk memahami realitas bersifat situasional, bagaimana realitas dipahami pada waktu tertentu ditentukan oleh konvensi komunikasi yang berlaku pada waktu itu, pemahaman realitas yang terbentuk secara sosial membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting, dan dalam wacana politik, ia sangat ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa. Bagaimana yang terjadi di Indonesia? Perjalanan bangsa, ternyata pendapat Istvan dan Little John ada benarnya. Sejak kemerdekaan sampai sekarang telah terjadi enam kali pergantian kepala negara yang secara langsung berimplikasi pada perubahan komunikasi politik. Mereka memperkenalkan gaya komunikasi politik yang berbeda-beda. Pergantian elit penguasa selalu berimplikasi pada pergantian bahasa politik. Para elit menyusun kamus bahasa politiknya menurut ideologi dan kepentingannya masing-masing. Dengan kekuasaan yang dimiliki, elit penguasa berusaha mengkampanyekan kamus mereka dalam mempertahankan posisinya, bahkan untuk menyerang lawan- lawan politiknya. Ketika Presiden Soekarno memimpin dengan orde lamanya, ia sering memakai kosa kata revolusi, kontrarevolusi, nekolim, antek-antek kapitalis, imprealisme, nasakom dan lain-lain dalam mengkampanyekan sistem pemerintahannya. Hal inipun digunakan sebagai upaya menarik simpati agar khalayak mendukung pemerintah. Komunikasi politik pada saat orde lama sangat diwarnai oleh sosok Soekarno. Sehingga wacana politik saat itu sangat ditentukan oleh kamus bahasa politik yang dipergunakan oleh Soekarno. Lain lagi halnya dengan rezim Orde Baru. Rezim ini membawa kamus tersendiri dalam komunikasi politik. Dibawa kepemimpinan Soeharto, Orde Baru menjadikan Pembangunan sebagai kata kunci dalam mengkampanyekan sistem pemerintahan. Pembangunan menjadi pusat wacana komunikasi politik yang dilemparkan oleh Soeharto sehingga berhasil tidaknya Indonesia sangat ditentukan oleh sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam menggalakkan pembangunan. Meskipun demikian sangat disayangkan, Orde Baru terlalu memfokuskan hanya pada pembangunan ekonomi semata dan melupakan pembangunan bidang lain seperti demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Akibatnya kata-kata ekonoriri sangat mendominasi wacana politik sebutlah misalnya Tinggal Landas, akselerasi, pertumbuhan, teknologi, modernisasi, dan lain-lain. Soeharto sebagai komunikator politik sangat piawai

dalam mempopulerkan kamus kosa kata politiknya sehingga ia berhasil meyakinkan khalayak dan publik bahwa untuk kesinambungan pembangunan diperlukan kesinambungan pimpinan nasional. Untuk mencapai semua itu diperlukan stabilitas nasional. Stabilitas dianggap kebutuhan tak terkalahkan, termasuk mengalahkan pembicaraan mengenai hak asasi dan demokrasi. Dalam orde baru tidak ada bahasa politik antirevolusi. Yang ada anti pembangunan, anti Pancasila, akar, dan yang lebih sadis adalah kata-kata antek-antek komunis serta subversif. Elit penguasa menggunakan kata-kata tersebut dalam meredam arus kekuatan politik. Setelah Orde Baru tumbang yang digantikan Orde Reformasi, komunikasi politik di Indonesia mengalami perubahan yang sangat drastis. Kata Pembangunan bukan lagi menjadi senjata pamungkas dalam komunikasi politik, ia digantikan dengan kata Reformasi mengiringi nama ordenya. Orde Reformasi yang telah melahirkan empat sosok pemimpin (Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY) tampil dengan komunikasi politik yang berbeda dengan orde sebelumnya. Kosa kata yang digunakan dalam komunikasi politik seperti KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), Reformasi, Politik Dinasti, Antek Orde Baru, Pro status quo, reformasi kebablasan, serta masih banyak lagi kosa kata politik yang dipergunakan oleh elit untuk menyerang dan atau mendukung pemerintahan yang berkuasa. Jika dibandingkan perubahan komunikasi politik antara orde lama, orde baru dan orde reformasi, mungkin tidak terlalu, berlebihan jika dikatakan bahwa masa orde reformasilah komunikasi politik di Indonesia sangat meriah bahkan ada fenomena terlalu membingungkan. Kemeriahan komunikasi politik ini disebabkan oleh gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang lebih mengutamakan citra politiknya daripada Kinerja. Indikasi ke arah itu antara lain, SBY sangat reaktif ketika diserang Pribadinya daripada kinerja. Wajar jika media massa sering membuat tajuk berita seperti, SBY Marah Lagi, Presiden Murka, dan lain sebagainya. Kemarahan SBY ini dipersoalkan oleh banyak pihak karena kemarahannya sudah tidak proporsional bahkan cenderung tidak rasional. SBY sebagai presiden seharusnya menyadari bahwa dia adalah komunikator komunikasi politik. Setiap kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi berimplikasi pada situasi politik, juga pada kelanggengan kekuasaannya. Apakah SBY menyadari adanya korelasi antara sikapnya memimpin bangsa dengan perubahan komunikasi politik di Indonesia? Wallahu Alam Bissawab.

20

Opini

media, aktor politik dan literacy media


Riza Darma Putra

Beberapa waktu lalu Mahkamah konstitusi memutuskan untuk mengakhiri sengketa Pemilukada Makassar. Keberhasilan Dany Pomanto dan Syamsu Rizal menjadi walikota dan wakil walikota makin dikuatkan dengan keputusan lembaga peradilan sengketa Pemilu tersebut. Apapun keputusan Mahkamah Konstitusi sudah sepatutnya diterima oleh semua pihak. Terlepas dari kontestasi yang mewarnai Pemilukada di Makassar dan Sulsel, penulis tertarik pada bagaimana relasi antara media dan politik yang mewarnai Pemilukada Makassar dan juga di Sulawesi Selatan.

da beberapa alasan mengapa saya mencoba mengurai relasi politik dan media dalam kaitannya dengan Pilkada di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pertama, dalam perspektif komunikasi, hiruk pikuk yang terjadi dalam ranah politik adalah produksi media massa. Artinya media merupakan sarana untuk mengkonstruksi fenomena atau peristiwa politik. Apa yang kita lihat mengenai pilkada merupakan tafsir media atas pilkada. Kedua, saya merujuk pada pandangan Brian Mc Nair yang memandang media sebagai aktor politik. Media merupakan sarana bagi aktor politik untuk menyampaikan pesannya pada audience. Program politik, iklan politik, dukungan untuk kandidat tertentu. Konsekuensinya komunikator politik membutuhkan dukungan media dalam menunjang aktualisasinya. Pilkada di Sulawesi Selatan dan juga di tempat lain setidaknya semakin menguatkan asumsi saya. Jika kita melihat kontestasi pilkada, apa yang saya tangkap seputar Pilkada adalah wacana media massa. Perang urat syaraf, perdebatan antara calon serta perang statement antara tim pemenang, termasuk perang iklan antar kandidat menjadi penanda

betapa diskursus seputar Pilkada di Sulsel adalah diskursus media. Terlebih lagi media di Sulawesi Selatan dalam amatan saya lebih sibuk melihat Pikada sebagai ajang perebutan kekuasan (horserace). Penelitian saya menunjukkan bagaimana pemberitaan media lebih cenderung melihat Pilkada dalam ranah pertarungan antar masing-masing kandidat. Hal ini mengesankan seolah-olah Pilkada adalah milik para elit semata. Realitas Pilkada direduksi sebagai pertandingan yang harus ada pemenangnnya. Pemberitaan di media massa lokal mengarah pada talking journalism (jurnalisme omongan). Kandidat dimintai komentarnya dan komentar tersebut saling berbalas. Tema pemberitaan juga diarahkan pada aspek pertarungan antar elit. Saya jarang melihat pemberitaan yang melakukan pendalaman program masing-masing kandidat. Hal lain yang juga menonjol adalah pemilihan narasumber. Narasumber yang dipilih oleh media hanya terfokus pada elit dan pengamat saja. saya melihat suara masyarakat umum sebagai pemilih yang akan memberi mandatnya kurang diberikan ruang. Beberapa fakta di atas

21

menunjukkan bahwa realitas Pilkada yang ada adalah realitas Pilkada dalam perspektif media. Merujuk pada teori agenda setting, media memiliki sejumlah agenda yang termanifestasi pada berita yang disajikan. Media cenderung mengarahkan khalayak untuk fokus pada sebuah isu dan mengabaikan isu yang lain. Artinya media memiliki agenda sendiri dan boleh jadi mengarahkan khalayak juga fokus pada agenda mereka. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah agenda siapakah yang di representasikan oleh media? Apakah media memiliki agenda sendiri atau justru mereka mendapatkan agenda titipan? Kalau ada agenda titipan, apakah pihak media sadar atau tidak telah dititipi sejumlah agenda tersebut? Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan mejelaskan premis kedua dari tulisan ini yang memandang media sebagai aktor politik. Sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya, dalam perspektif komunikasi politik. Menyetir pandangan Eric P Low (2005) yang mengatakan politik adalah proses pengambilan keputusan, pertarungan untuk mendapatkan posisi serta proses untuk mendapatkan legitimasi dalam pengambilan keputusan. Bagi Low proses legitimasi inilah memberikan ruang yang begitu besar kepada media massa. Dalam kajian komunikasi politik, media berdampak pada proses politik yang mempunyai aspek yang begitu luas. Mc Nair kemudian menjelaskan posisi media selain sebagai medium bagi aktor politik, disaat bersamaan sebagai aktor politik itu sendiri. Pada tahap awal, media dipandang sebagai aktor yang aktif mendefenisikan realitas politik. Melalui pencarian dan produksi berita, media kemudian mengartikulasikan sejumlah kepentingan politik yang ada. Pada situasi tersebut wartawan berperan sebagai agen penyampai pesan yang dihadirkan lewat berita. Dalam konteks Pilkada di sulsel, saya melihat bagaimana media pada tataran tertentu telah menjadi aktor politik. Media lokal sulsel tak dapat dipisahkan dari sejumlah kepentingan. Artinya media massa bukanlah institusi netral. Mediamedia memiliki sejumlah kepentingan yang beriirisan dengan kepentingan kekuatan politik tertentu. Artinya, terdapat hubungan yang resiprokal antara media dan kekuatan politik. Meminjam istilah Mc Nair, media telah menjadi aktor politik karena kepentingannya. Aktor politik menjadikan media tidak hanya sebagai penyampaian pesan atau mediator informasi, namun memaksa media menjadi pemain layaknya para elit politik. Hal ini diperparah dengan kedekatan orang media dengan elit politik tertentu yang menyebabkan munculnya dugaan terhadap keberpihakan media pada kekuatan politik yang ada. Di satu sisi mereka harus mampu memberikan informasi yang seimbang, di sisi lain media juga memiliki kepentingan yang akan diperjuangkan lewat berita. Kepentingan media sebagai aktor politik juga dapat dilihat dari penjelasan Shoemaker tentang elemen-elemen yang berpengaruh pada media. Pertama adalah level Individual. Level ini menjelaskan bagaimana individu berpengaruh pada isi media massa. Hal yang dapat diamati pada level ini antara lain, karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang profesional, kepribadian dan sikap, kekuatan di dalam organisasi serta pengalaman (Mc Quail:2011). Jika dikaitkan dengan pilkada di

sulsel, wartawan dan individu dalam media tentunya memberikan sejumlah warna. Secara individual wartawan memiliki kepentingan politik yang sedikit banyaknya berpengaruh pada tulisan atau berita yang dibuat. Kedua pengaruh rutinitas media. Apa yang diterima media massa dipengaruhi praktik-praktik komunikasi sehari-hari. Rutinitas ini meliputi deadline, kebiasaan kerja serta standar yang digunakan dalam praktik bermedia. Rutinitas ini juga akan berpengaruh terhadap apa yang disajikan oleh media dalam berbagai pelaksanaan Pilkada. Selanjutnya, ketiga adalah level organisasi. Organisasi media memiliki beberapa tujuan termasuk aspek ekonomis. Dalam kerangka kerjanya, organisasi media juga tak dapat dilepaskan dari aspek teknis, manajemen dan profesional media. Dalam pengamatan penulis, organisasi media di sulsel memberi konstribusi terhadap agenda yang dimunculkan dalam pemberitaan. Aspek ekonomis sebagai konsekuensi logis tata kelola industri media sedikit banyaknya memberi warna dalam pemberitaan Pilkada di sulsel. Ini juga sejalan dengan teori gatekeeper yang meniscayakan penyeleksian isu untuk ditampilkan media yang melibatkan struktur organisasi media yang kompleks. Keempat yaitu level ekstra media. Level ini menggambarkan betapa isi media juga sangat ditentukan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang berada di luar media. Misalnya pengiklan, kelompok politik, lembaga sosial, kelompok penekan serta serikat buruh. Termasuk juga pesaing dan lembaga regulator. Kelompok politik dalam level media sebagai aktor politik boleh jadi mendapat porsi yang lebih besar dalam pengaruhnya terhadap media. Kepentingan politik lokal menjadikan media sebagai arena pertarungan kekuasaan. Tak jarang kita melihat pertarungan kekuasaan dalam setiap berita yang hadir di media massa. Nah, level terakhir adalah idiologi. Idiologi menggambarkan fenomena tingkat masyarakat. misalnya saja idiologi kapitalis atau sosialis. Hal ini berlangsung dalam sebuah kerja struktur yang dimapankan. Komplesitas media dalam hubungannya dengan politik menjadikan media sebagai tempat bersemainya kepentingan. Merujuk pandangan Shoemaker yang melihat beberapa aspek yang berpengaruh atas isi media, menimbulkan pertanyaan. Apakah media mampu menjadi ruang demokratis dalam relasinya dengan aktor politik? bagaimana sebenarnya pertarungan antara elit dan kekuatan internal media dalam memperjuangkan kepentingannya? Berdasarkan pemaparan di atas, media sebagai aktor politik sulitlah dihindari. Hadirnya adalah sebuah keniscayaan yang menapak dalam setiap konstalasi politik. Secara sosiologis media merupakan arena kekuasaan untuk melakukan dominasinya.

22

Foto oleh Jung Muhammad

Dominasi inilah yang mengarahkan isi media seirama dengan kepentingan pihak dominan. Pertarungan antara elit politik dan elit media akan menentukan seajuh mana isi dari media. Akhirnya ada pihak yang mendominasi yang lain. MEMBERDAYAKAN KHALAYAK LEWAT LITERACY MEDIA Nah, disinilah pentingnya media literacy sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh khalayak. Media literacy didefinisikan sebagai kemampuan mengakses, mengevaluasi, menganalisis isi media yang ada serta menciptakan media sendiri. Melihat media yang selalu memiliki kepentingan (aktor politik) maka sudah sepatutnya khalayak bersikap kritis atas apa yang media sajikan. Termasuk dengan menciptakan media sendiri yang keluar dari frame mainstream media (social media) Berharap agar media massa mampu netral dalam praktiknya adalah hal yang sulit. Sekarang yang dapat dimaksimalkan adalah masyarakat atau khalayak media. Selama ini audiens media diposisikan pasif. Apa yang disajikan media merupakan suatu kebenaran. Informasi Pilkada di media juga bagi sebagian pihak dipandang sebagai sebuah kebenaran. Padahal hal itu merupakan tafsir media atas realitas politik. Untuk itu, saya menganggap pentingnya literacy media (melek media) sebagai sebuah bentuk pemberdayaan khalayak. Khalayak harus disadarkan akan realitas politik bentukan me-

dia. Alih-alih memunculkan realitas sebenarnya, media sedang menciptakan realitasnya sendiri. Pada titik inilah literacy media penting untuk khalayak. Kepasifan audience dapat diubah dengan mengasah kekritisan yang menjadi tools dasar dari literacy media. Berkaca dari Pilkada di sulsel kemarin, khalayak harus dicerdaskan dengan sajian isi media yang baik. Namun jika hal itu sulit terwujud, maka audienslah yang harus cerdas menangkap pesan dari media. Pembaca/penonton harus selektif menerima informasi politik yang saban hari di produksi media. Lebih jauh lagi khalayak memahami bahwa media bukanlah institusi netral yang dapat objektif memberitakan/menginformasikan event politik. Khalayak harus memahami bahwa media massa menampilkan hiperrealitas politik yang pseudo. Untuk itulah literacy media sebagai kajian kritis hadir menemukan ruangnya. Kekritisan itu perlu terus dimunculkan kepada publik agar tercipta diskursus yang seimbang. Dengan kehadiran social media saat ini, saya menganggap counter diskursus yang salah satunya melalui social media dapat dimunculkan untuk menciptakan keseimbangan. Keseimbangan dapat dicapai ketika ruang dialektika dirawat dengan baik. Diskursus akan menjadi baik ketika muncul dalam wajahnya yang beragam bukan seragam. Sekarang terpulang pada kita apakah kita mau merawat dialektika media dan khalayak dalam bingkai literacy media? Ya, semua terserah anda.

23

Foto oleh Koleksi Pribadi

24

Profil

Teks dan Wawancara oleh Athirah

Muhammad Zulqamar: setiap orang punya potensi

erawal dari kecintaanya dan hobbi nonton film, pria berkacamata satu ini terinspirasi menjadi seorang sutradara. Kini impian itu telah terwujud. Dia adalah Wawan Muhammad Zulqamar. Pria kelahiran Palu, 18 September 1983 yang akrab disapa kak Wawan ini salah satu alumni jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unhas. Sejak kecil, ayahnya seringkali mengajak nonton film seperti Bruce lee lewat kaset VHS di video tape dan film Saur Sepuh, Tutur Tinular dan nonton di bioskop ketika liburan. Dari kebiasaan itu ketertarikan pun timbul, bahwasanya ketika besar kelak dirinya akan bekerja di dunia perfilman dan akan membuat film hasil karyannya sendiri. Ketika dinyatakan lulus di Universitas Hasanuddin pada tahun 2002. Satu tahun setelah itu, dia baru menemukan cita-cita sesungguhnya dalam dunia perfilman, dan menyadari menjadi sutradara adalah impian, dan tujuan hidupnya selama ini. Ke i n g i n a n ny a menjadi seorang sutradara ternyata tidak didukung oleh orang tuanya. Hal itu menjadi tantangan terberat ketika memulai karirnya di dunia perfilman.Kesulitan yang paling berat adalah meyakinkan orang tua dan keluarga kalo anaknya tidak ingin menjadi PNS atau kerja kantoran ungkap Wawan. Cita- cita yang telah ditekadkan tidak hanya sekedar digenggamnya dalam kata-kata. Tetapi kerja keras dengan penuh keyakinan pun dijalani. Tak menunggu waktu lama untuk berpikir, hingga akhirnya di bulan Agustus 2005, dia memutuskan dan memberanikan diri magang disalah satu perusahaan perfilman terkenal

Percayalah bahwa setiap orang itu mempunyai potensi, kembangkanlah dengan apa yang kau sukai dan teruslah berkarya,

yang bernama Dapur Film Community di Jakarta untuk memulai karirnya. Ternyata dengan modal keseriusan untuk berkecimpung di dunia perfilman, tak diduganya, dirinya mendapat kepercayaan penuh mendirect sebuah iklan Eskulin Handsanitizer dengan durasi 15detik. Saya telah diberikan kepercayaan penuh saat itu walupun posisi saya masih sebagai promo director, ungkapnya. Berawal dari itu, semangatnya pun terpacu dan yakin jalan kesuksesannya telah ada di depan mata untuk terus berkarya. Sekarang Wawan yang menyukai nasi pecel ini telah menjadi Feature Film as Asisstant Director dalam berbagai produksi film seperti JombloSinemart (2005), Lentera Merah Rapi Film (2006), The Tarix Jabrix Starvision (2008), Garuda di Dadaku , Asmara Dua Diana (2008) As Behind The Scene Director, dan Sang Penari Salto film, Indika Picture dan Lynx Film (2011) Selain menjadi asisten sutradara film di atas, dia juga sibuk menjadi sutradara film pendek (short film as director), sutradara video klip (music mideo as director) seperti Cassandra Cinta Terbaik emotion (2011), Piyu feat Inna Kamarie Firasatku emotion (2011) dan beberapa video klip lagu Midori Chandra (2013), selanjutnya sebagai sutradara Video Iklan (TVC as Director Eskulin Kids Handsanitizer (2008), Esia (2008), LG GM200 (2008), Tim Indonesia (2012), Rexonamen Do More Camp (2012), Mie Laiker (2013). Terlebih lagi menjadi TVC as Asisstant Director yang mungkin telah ratusan ungkapnya.

Pria yang hobbi surfing dan jalanjalan ini mengakui selalu ikut syuting di dalam negeri maupun di luar negeri membentuk dirinya menjadi seorang sutradara seperti saat ini, yang dimulainya sejak tahun 2005. Hal ini telah membawa dirinya memperoleh penghargaan Black Cloud (2008) Winning as BEST PSA and Jury Price Award in Global Warming Competition 2008 dan Save Water (2012) Grand Prize Winner in ADB film festival in Philipines 2012. Penghargaan dan pengalaman yang dia dapatkan selama ini, tak membuat dia puas. Saat ini saya masih terus belajar dan tidak berhenti mengejar impian saya selama ini life is beautiful struggle dan saya sangat menikmatinya, Ungkapnya sembari tersenyum ceriah. Impian yang dia maksud adalah membuat sebuah film hasil karyanya sendiri yang belum terwujud. Sampai saat ini saya masih terus mengejar cita-cita saya, dan untuk mewujudkannya saya harus terus berjuang Meluangkan ide kreatifnya dalam sebuah film, memberikan kebahagian tersendiri baginya agar apa yang ada di kepalanya, di pikirannya dan apa yang dia rasakan diketahui orang lain. Hal inilah yang memotivasi Wawan terus berjuang untuk membuat film. Hingga akhirnya tahap-demi tahap di tahun ini, telah mulai menggarap sebuah film di Thailand, yang akan menjadi film pertamanya. Ketika kembali ke Makassar, Kamis (24/9) dan berbagi ilmu dengan mahasiswa Unhas yang berminat di bidang perfilman, dia mengatakan bahwa hal yang harus setiap orang percayai dalam hidup ini adalah potensi. Percayalah bahwa setiap orang itu mempunyai potensi, kembangkanlah dengan apa yang kau sukai dan teruslah berkarya, tutupnya.

25

26

Interview

Teks dan Wawancara oleh Rieski Kurniasari | Foto oleh Dwi Rahmady

karya yang bermakna buat orang lain itu bikin bahagia


Erwin Arnada

Menurut Anda, film jenis apa yang paling susah dibuat? tanya salah seorang peserta workshop. Si pemateri segera menjawab, Film yang nggak ada ceritanya. Seisi ruangan sontak dipenuhi riuh tawa mendengar jawaban tersebut. Erwin Arnada, yang kala itu membawakan materi seputar penyutradaraan kemudian lanjut bercerita seputar pengalamannya menyutradarai film. Siapa Erwin Arnada?

Buku Anda yang terkini, Rabbit versus Goliath bercerita tentang apa? Pengalaman dari pertama saya jadi wartawan sampai saya lepas penjara. Jadi, isinya gimana FPI, gimana saya di penjara, pengalaman saya di penjara, digebukin orang, diancam ini-itu, diperas. Ya, macem-macem terutama suka dukanya. Bukunya sudah selesai, tapi belum keluar. Kabarnya akan difilmkan oleh Amerika? Iya, sudah dibeli right filmnya sama Amerika. Mereka kan kalau shooting film lama, karena produksinya bisa sampai bertahun-tahun. Belum tahu kapan terbitnya, karena saya sudah lepas haknya. Saya jual copyright nya, olehnya mereka yang akan garap.

2000, saya yang ngurusin distribusinya semua. Belajar jadi produser, distribusi dan promosi. Setelah itu, saya mulai berani bikin sendiri (film). Memproduseri Tusuk Jelangkung. Setelah itu menjadi sutradara di Rumah Seribu Ombak dan Jejak Seribu Hujan. Habis itu mungkin saya balik lagi ke produser. Cuman mo ngetes aja sih, bisa nggak saya nge-direct. Kenapa selalu ada kata seribu di setiap judul film? Semua orang nanya gitu. Saya tuh dari kecil, apalagi bulan puasa, selalu didongengin sama ibu saya. Saya deket banget sama ibu saya. Habis sahur, pas udah mau tidur walaupun sudah SMA sampai kuliah, saya mau tidur di sebelah ibu saya. Karena habis sahur, subuh, dia ngaji. Suara ngaji ibu saya tuh buat saya rekaman yang luar biasa dan (dia) selalu cerita tentang betapa hebatnya malam seribu bulan. Malam seribu bulan itu, buat saya amat sangat indah. Frase yang berkesan. Jadi, saya ngambil maknanya dari sana aja.

rwin Arnada mengawali karirnya sebagai jurnalis di tahun 1989. Setelah menjadi jurnalis, Erwin menjajal dunia perfilman dengan berperan sebagai produser di berbagai genre film yang sukses di pasaran seperti Tusuk Jelangkung, 30 Hari Mencari Cinta, Jakarta Undercover, dan lain sebagainya. Sempat menghebohkan tanah air ketika dia berani mendobrak arus mainstream media cetak dengan menjadi pemimpin redaksi majalah Playboy. Banyak pihak yang cukup gerah dengan kehadiran majalah Playboy saat itu. Hal ini membuatnya dituntut dua tahun kurungan penjara. Selama di penjara, rupanya Erwin semakin produktif berkarya. Riset yang sebelumnya dia lakukan untuk artikel sebuah majalah dimaanfaatkan menjadi bahan untuk pembuatan novelnya Rumah Seribu Ombak. Setelah bebas, novel tersebut kemudian diangkat ke layar lebar dan Erwin sendiri yang menjadi sutradaranya. Pada saat workshop yang diadakan September 2013, Erwin mengawali dengan pembahasan seputar Form Follow Function. Sebuah prinsip yang lebih dulu diterapkan di dunia arsitektur ini menjelaskan tentang bagaimana menyalurkan emosi dari filmmaker ke penonton. Sebelum acara dimulai, Erwin menyempatkan diri untuk berbincang dengan Tim Baruga seputar karyanya dan dunia perfilman.

Basic Anda dari jurnalis, terus jadi produser dan sutradara. Itu sebenarnya belajar dari mana? Otodidak. Pada saat saya jadi jurnalis itu kan saya diminta banyak untuk jadi publicist. Bikin media release dan acara press conference dari beberapa teman produser. Jadi, saya Dalam film Rumah Seribelajar sedikit-sedikit gitu loh. bu Ombak, apa yang ingin Pada saat Jelangkung di tahun Anda sampaikan?

27

Ada satu statement yang ingin saya sampaikan dalam film ini, desa itu gak banyak dikenal di Bali. Saya ngelihatnya gini, orang kan kalau lihat Bali yang bagus-bagus. Buleleng. Saya pingin ada sesuatu yang berubah seperti di Rumah Seribu Ombak. Nelayannelayannya, serta kasus pedofilnya itu merubah orang. Jadi, ada dampak positif buat pemain? Pertama, (pemain) anak-anak Singaraja kemarin menang FFI. Kepercayaan diri mereka bertambah dan juga lebih dihargain. Itu desanya miskin sekali, kemudian ada yang yang memberi beasiswa untuk sekolah. Buat saya itu kan suatu berkah dan kita bisa bantuin orang. Yang bikin bahagia itu, kita bisa bikin makna buat orang lain dari karya kita. Di Indonesia, menurut Anda film dengan genre apa yang bagus berkembang? Pada dasarnya, semua film punya pasarnya sendiri-sendiri. Se-

Menurut Anda, film di Indonesia sekarang ini getting better or not? Getting worse. Dari jumlah penonton ya. Secara kuantitas, semakin banyak film yang diproduksi. Di tahun 2013, kita mungkin produksi 90 100 film. Itu dari segi kuantitas produksi, tapi dari jumlah penonton makin lama makin nggak ada. Jadi, secara bisnis itu semakin memburuk. Secara kualitas, saya sih melihatnya sekarang nggak begitu baik. Saran buat yang belajar bikin film? Sarannya, salah satunya jangan pernah nonton sinetron. Itu ngasih referensi buruk buat film making. Gimana kita mau nge-direct, karakter, itu tuh nggak bagus. Kedua, harus banyak referensi, banyak nonton film, banyak baca buku. Sama jangan pernah nunggu untuk mulai. Pada saat punya ide cerita langsung ngerjain. Jangan

Lebih dekat dengan : Erwin Arnada


hingga semua film punya kesempatan yang sama untuk berkembang. Hanya saja karena pasar remaja di sini besar, jadi itu yang kelihatannya menonjol. Jadi, cerita-cerita drama remaja yang menonjol. Soal bagus atau enggaknya tergantung. Banyak juga drama remaja yang diproduksi dan banyak juga yang jelek. Anda punya batasan genre tertentu dalam menonton film? Kalau saya, harus nonton semua film karena buat masukan kan? Nggak boleh membatas-batasi kalo filmmaker gitu. Kadangkadang kan kita bikin film gak gitu mulu. Kadang-kadang kita bikin film horror, drama, komedi, musikal. Kalau kita gak nonton film yang lain, kita gak belajar film yang bagus itu kayak gimana. Upin Ipin saja saya nonton. Upin Ipin itu bagus, karakternya konsisten. nunggu sempurna. Ada ceritanya, pemain belum ini, pemain belum lengkap. Itu kan nunggu sempurna. Ntar nggak jadi-jadi. Kalau mau mulai sesuatu nggak usah nunggu sempurna. Yakin aja.

28

29

K A L E D I
Pengurus Kosmik 2013/2014 bersama Kaisar Kosmik, Hajir Muis berfoto bersama di pelantikan pengurus pada 27/3/2013. Komisi Hubungan Internal memaparkan program kerja dalam Rapat Komisi di Rapat Kerja pengurus Kosmik di Tanjung Bayang pada 31/3/2013.

Muhammad Ridwan memberikan materi dalam Basic Course Of Photography (BCOP) yang diadakan Oleh Kifo Kosmik pada 14/6/2013.

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan Kaisar Kosmik membuka kegiatan pelatihan kepenulisan Timelines yang diadakan Biro Baruga pada 10/5/2013.

Foto oleh Jung Muhammad

I O S K O P
Mahasiswa baru ilmu komunikasi 2013 mengikuti Penyambutan dan Penerimaan Mahasiswa Baru (P2MB) pada 21/8/2013. Warga Kosmik memberikan persembahan lagu dalam Kosmik Terrace Party (KTP) pada 31/5/2013.

Peserta Figur bersemangat mengikuti materi yang dibawakan oleh Idris Muhammad dalam kegiatan Forum Inisiasi Unik dan Radikal (FIGUR 2013) pada 27/10/2013.

Ayu Adriyani memberikan pemaparan mengenai Biro Baruga dalam Sosialisasi Biro pada 9/9/2013.

Lintas

Life Style MEMOTRET LEMBANNA

Foto oleh Taher Rabbani

32

e Effect : MEMOTRET KEHIDUPAN

Tepat pada hari orang-orang menyebutnya weekend, waktu untuk para bos korporasi dan petinggi negara mungkin bermain golf di lapangan yang dulunya hutan, namun kini menjadi hamparan rumput terawat tempat para kaum kapitalis melawat. Tak peduli hutan dipangkas, toh mengira bisa diperbaiki dengan menampakkan wajah pada iklan layanan masyarakat. Ya, karena ekonomi menjadi penentu atas kekuasan tanah dan sumber daya.

33

Foto oleh Muhammad Akram

34

Foto oleh Amal Darmawan

ak seperti pagi biasanya. Tak ada pekik klakson, asap knalpot dan orang-orang gusar memadati jalan karena tercekik oleh aktivitas tak bisa ditolak. Tenaga dan waktu ditadah oleh korporasi yang berkompetisi untuk sebuah produktivitas, meski harus memangkas alam dan dampaknya kembali ke alam pula, sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung. Di sebuah tempat, di sudut Kota Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebuah dusun atau tepatnya lingkungan yang menggunakan asas desentralisasi, bernama Lembanna. Masih bersanding dengan kesunyian pagi, matahari datang menyubtitusi dinginnya subuh menjadi kesejukan pagi. Angin berhembus, menari diantara dahan pinus, lalu menyapa kulit, seolah mengucapkan selamat pagi. Burung berkicau merdu. Ya lebih baik dari suara gaduh para presenter acara musik pagi di televisi. Senyum dari bibir penduduk menjadi tanda keramahan. Selain itu mereka masih sangat menjaga semangat gotong royong. Air bersih untuk keperluan minum dan mandi misalnya, tak seperti memperoleh cinderamata dari acara pernikahan dan proses mengerjakannya pun tak seriang orang bernyanyi di kamar mandi, tapi diperoleh dengan usaha dan gotong royong yang kuat melalui swadaya masyarakatnya. Begitu juga dengan pengairan untuk pertanian, meski bersumber dari tempat berbeda tapi proses pengerjaannya sama. Terlihat pula bermacam-macam bangunan, mulai dari rumah semi permanen sampai rumah permanen, masjid dan sekolah dasar, namun tak ada bangunan dengan arsitektur menonjol. Rumah-rumah yang dijadikan para pendaki untuk beristirahat sejenak atau menginap sebelum dan sesudah mendaki.

Vegetasi disekitarnya juga sangat indah, hamparan ladang dengan kesegaran warna sayuran sebagai pemantik membuat sebuah kisah indah untuk mata. Bias matahari dari balik gunung Bawakaraeng menemani langkah petani ke ladang. Di balut pakaian lusuh, beralaskan boot anti air serta topi jerami sebagai pelindung kepala, para petani bekerja di ladang seharian. Keringat di wajah seolah menjadi saksi keseharian. Dengan tinggi kurang lebih 1700 mdpl, Lembanna menjadi pemasok sayuran hortikultura, seperti wortel, sawi, tomat, kentang dan daun bawang. Dengan jangka waktu panen berbeda-beda, 45 hari sampai 120 hari, tergantung jenis sayuran. Hasil Panennya juga berbeda, banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya cuaca dan permintaan pasar karena tingkat komoditi masyarakat. Meski kebanyakan orang-orang di kota mungkin tak pernah bersentuhan langsung dengan lahan dan hutan di daerah tersebut. Namun, pola konsumsi berlebihan sangat berdampak pada pengikisan hutan untuk pelebaran lahan perkebunan. Banyak hal sederhana terlihat di tempat ini, mungkin bagi sebagian orang bukanlah hal penting untuk peduli terhadap fenomena kecil, tapi banyak dari kita yang masih bisa mengonsumsi sayuran dan sebagainya tanpa harus menanamnya sendiri. Bukankah kita adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan alam? belajar dari perilaku dasar manusia yang dekat dengan tanah mungkin bisa menjadi awal untuk sebuah kepedulian nyata, karena sesungguhnya kita adalah anak murid dari masyarakat. (Aslam)

35

Lintas

australia : tentang bagaimana keberagaman dihargai


ajak saya menunaikan sholat di Multifaith Rooms. Ruang yang terletak di pojok, dekat Cafe dan Queer Space. Saya yang masih diselimuti kesenangan sebab baru saja menyantap makanan paling nikmat selama dua hari di Sydney pun terkejut. Dugaan bahwa agak sulitnya menemukan tempat sholat di sini pun terbantahkan. Saya bersama beberapa Delegasi Program Pertukaran Pelajar Universitas Hasanuddin-University Technology, Sydney bergegas menuju ruang Multifaith Rooms. Disana, terdapat beberapa bilik yang menjadi tempat beribadah masing-masing penganut agama. Di sudut yang lebih dalam barulah kami menemukan bilik khusus umat muslim. Sisters Pray Room, tertempel tepat di pintu ruangan yang berwarna biru sebagai penanda ruangan ini. Tanpa berfikir panjang lagi, kamipun menyegerakan mengambil air wudhu yang letaknya tepat di depan bilik mushallah. Di bilik inilah kami mendirikan shalat dan bertemu mahasiswi-mahasiswi muslim yang berasal dari berbagai negara, seperti Arab, India, Bangladesh, Malaysia, dan pastinya Indonesia. Sebagian besar dari mereka tergabung dalam komunitas muslim kampus yang bernama University of Technology, Sydney Muslim Society (UTSMS). Mengobati rasa penasaran saya akan tempat ini, seusai menunaikan shalat saya bergegas keluar dan berjalan di sekitar area Multifaith Rooms. Di tempat ini, saya melihat Australia dalam skala kecil. Betapa tidak, Australia yang terkenal dengan penduduk yang berasal dari berbagai macam ras dan agama, dalam satu waktu dapat saya temui disini. Kampus ini memang di-

Penantian panjang itu akhirnya usai juga. Sebuah panggilan telepon berupa pengumuman kelulusan bagaikan pelepas dahaga di siang yang panas dan kering. Pemberitahuan yang berhasil mencoret satu poin dari daftar penjang impian yang harus dicapai. Tempat-tempat yang tadinya hanya tertempel di dinding kamar akhirnya akan segera saya kunjungi, Australia.

a, siang itu saya resmi menjadi satu dari 15 delegasi yang berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar yang diselenggarakan atas kerja sama Universitas Hasanuddin dan University of Technology, Sydney. Saya dan 14 peserta lainnya berhasil menyingkirkan 160 calon peserta yang punya mimpi dan usaha yang sama. Bayangan tentang hal-hal yang menyenangkan yang akan saya dapat di sana pun tidak bisa tahan. Namun di sisi lain, kekhawatiran bagaimana nantinya sikap orang-orang di sana terhadap pendatang yang memeluk agama islam pun tidak bisa saya elak. Namun pada akhirnya, segera setelah saya menginjakkan kaki di negeri Kangguru, saya percaya tidak ada yang harus dikhawatirkan di sini. Pernah suatu waktu, seorang teman meng-

Foto oleh Koleksi Pribadi

36

rancang untuk menjadi tempat yang adil bagi mereka yang beragam. Dalam perjalanan menuju ruang kelas, saya teringat akan kekhawatiran yang sempat memenuhi pikiran saya tentang bagaimana sikap masyarakat Australia terhadap pendatang yang memeluk agama Islam dan berjilbab. Bagaimana saya harus tetap menjalankan kewajiban saya sebagai umat muslim meskipun saya menjadi minoritas di tempat ini. Kekhawatiran-kekhawatiran ini terus membayangi sebelum berangkat ke Negara Kangguru ini. Dan sekarang, kekhawatiran ini pun terhapus sudah. Waktu terus merangkak pasti. Hampir dua pekan kami telah berada di Sydney. Tidak dapat dipungkiri, rasa penat pun tak bisa kami elakkan. Kami memutuskan untuk mengunjungi Pantai Coogee. Di Dolphin Point, ada sebuah patung perunggu setinggi empat meter yang merupakan memorial tewasnya dua puluh warga Australia yang bermukim di sekitar lingkungan Coogee pada peristiwa Bom Bali. Tidak dapat dipungkiri sejak peristiwa 9/11 pandangan masyarakat dunia, termasuk Australia, memunculkan istilah baru yang selalu dikaitkan dengan Islam, Teroris. Penyerangan Bom Bali pada tahun 2002 semakin memperparah keadaan. Ketakutan akan laki-laki berjenggot dan perempuan berhijab yang berkeliaran di jalanan semakin menjadi-jadi. Ketakutan ini pun berimbas pada tidak sedikit umat muslim di Australia, terlebih untuk perempuan yang berjilbab. Inilah yang saya dan teman-teman saya dapatkan. Sore itu, saya dan teman-teman saya berjalan bersama-sama, berbaur dengan orang-orang Sydney dan juga pendatang lainnya. Ya, hari itu adalah hari perayaan The Navy Fleet Review yang jatuh pada tanggal 5 Oktober 2013. Menyaksikan kembang api terbesar selama 25 tahun terakhir di Sydney ini membuat perasaan bahagia membuncah tak tertahankan. Namun tiba-tiba saja, seorang perempuan berjilbab, mengenakan penutup wajah yang menutupi hi-

dung dan mulutnya, mendekati saya. Dia adalah teman perempuan saya. Kesehatan yang terganggu memang membuat dia harus menggunakan penutup wajah. Ia menggerutu kesal. Beralasan memang. Ia mengaku bahwa seorang lelaki, tiba-tiba saja mengarahkan kamera tepat di depan wajahnya. Dan tanpa ada kata, lelaki itu berlalu begitu saja sambil tertawa-tawa. Tidak hanya itu. Saat sedang menunggu kembang api, teman saya mengaku diusir dari tempatnya duduk. Hingga harus berpindah tempat tiga kali. Karena kesal, akhirnya ia pulang ke hostel. Bisa jadi, kejadian ini hanya satu dari sekian banyak perlakuan kurang mengenakkan bagi pendatang ataupun masyarakat muslim di Asutralia. Pasca bom Bali, misalnya. Kabarnya, saat itu seorang wanita bercadar bahkan dipaksa membuka cadarnya untuk identifikasi tanda pengenal. Australia yang hidup di atas keberagaman memang rentan dengan perlakuan-perlakuan semacam ini. Pemerintah Australia pun sudah lama berupaya untuk mengintegrasikan perbedaan-perbedaan yang ada di Australia dengan berbagai cara. Salah satunya, pemerintah Australia menyediakan ruang bagi orangorang non-kulit putih dalam sistem perekrutan pegawai-pegawai pelayanan publik, contohnya polisi dan petugas bandara. Berada di Australia selama tiga minggu membuat saya belajar mengerti dan memahami banyak hal. Menjaga sikap menjadi kunci yang paling utama untuk para pendatang. Tentunya bukan hanya ketika di Australia, tapi juga di berbagai tempattempat baru yang kita kunjungi. Pada dasarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan saat menjadi pendatang di Australia. Toh, waktu mengajarkan kita, bagaimana keberagaman terus dimaknai dan dihargai. (Rahma)

37

Budaya

Teks oleh Ayu Adriyani & Jayanti Simanjuntak | Foto oleh Kaderia Iqbal

Adat Manami
Adat Manami adalah salah satu sarana masyarakat di garda terdepan utara Indonesia melanggengkan diri dengan alam. Miangas, ya Miangas. Di tempat inilah, adat manami terus dijaga.

menikmati sajian bahari di ujung nusa

iangas, nusa di ujung utara Indonesia ini berbatasan laut dengan Philipinalebih dekat dengan Philipina dan tetap Indonesia. Miangas yang salah satu artinya adalah menangis karena letaknya yang jauh, sehingga terkadang akses menujunya menghalangi distribusi sarana dan prasarana kehidupan ke tempat ini memiliki kekayaan bahari yang sangat melimpah. Letaknya yang mengapung di atas bentangan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, membuat berbagai biota laut dapat dengan mudah dijumpai, tuna, lobster, baboca (gurita), ular laut, dan ketam kenari misalnya. Tak hanya itu, di atas tanah yang kerap kali menjadi saksi laut yang kadang berubah garang dan angin yang berhembus ganas ini menjadikan kopra sebagai salah satu komoditas utama untuk tetap membuat masyarakatnya bernafas. Dikaruniai kekayaan alam yang melimpah tidak membuat masyarakat Pulau Mi-

angas menjadi rakus dalam mengambil hasil alam. Masyarakat di pulau ini sangat memegang teguh adat istiadat, termasuk dalam hal mengelola hasil alam. Nah, Adat Manami lah yang menjadi salah satu pegangan dalam mengelola hasil alam di Pulau Miangas. Pada dasarnya, upacara adat Manami merupakan masa ikan dipanen secara bersama-sama. Dengan berkiblat pada bulan purnama tepatnya pada Bulan Januari hingga bulan Mei. Upacara ini pun dilaksanakan dengan berbagai prosesinya pada satu hari yang disepakati bersama secara adat. Dulunya, menurut tetua adat kita, Manami dilaksanakan di bulan Januari hingga April. Tapi hari ini sudah agak bergeser. Karena biasanya, ada tamu-tamu dari luar Miangas yang khusus datang untuk liat Manami ini. Seperti Pemerintah pusat misalnya, jadi ditunda lagi, ditunda lagi. Sekarang bisa sampai Mei atau bahkan Juni, Ungkap Mama Tina salah seorang warga MiangasMama, Papa adalah panggilan yang lebih mengakrabkan para pendatang dengan warga Miangas. Terkhusus untuk kami, Mahasiswa KKN Unhas Gelombang 85. Penentuan jadwal kegiatan Manami ditetapkan dalam pertemuan adat antara Mangkubumi I (Ratumbanua) dan II (Inangbanua) masing-masing dengan wakilnya, disertai kepala

38

suku, pemuka agama, pemerintah desa dan camat. Biasanya pertemuan tersebut dilakukan di bulan Januari dan saat itulah dibahas mengenai waktu pelaksaan upacara Manami. Manami dilaksanakan di dua pantai di Miangas. Yaitu Pantai Wolo dan Pantai Liwua. Oleh karenanya, selama waktu awal manami hingga waktu akhirnya ditetapkan, akan berlaku eha (larangan). Eha ini menjadi masa larangan bagi masyarakat di Pulau Miangas untuk mengambil hasil laut disekitar dua pantai itu. Eha dilaksanakan bukan tanpa tujuan. Sekalipun di penghujung waktu manami, pesta menanti untuk sajian bahari yang melimpah, keharmonisan alam tidak boleh diabaikan. Selama eha berlangsung, tidak boleh ada ganguan apa pun, termasuk masyarakat yang ingin berkunjung ke kedua pantai tersebut. Dipercaya bahwa, suasana tenang, tanpa adanya gangguan akan memberi kesempatan kepada ikan-ikan untuk berkembang biak secara sempurna. Hal ini dilakukan agar hasil alam tersebut tidak cepat habis dan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya sekalipun telah diambil berbondong-bondong oleh warga Miangas setiap tahunnya. Hari ini, di banyak tempat di muka bumi, banyak dari kita yang hanya tahu mengambil, tanpa tahu caranya menjaga dan melestarikan hingga kita alpa dari teropong masa depan. Seakan alam akan terus berbaik hati memberi dengan segala kelimpahan. Tidak main-main, larangan yang dilanggar akan berujung denda. Jika kedapatan ada warga yang melanggar, maka akan dikenakan denda sebesar 500.000-1.000.000 Rupiah. Uang hasil denda tersebut akan dikelola oleh penatua adat untuk keperluan adat. Selain mendapat hukuman denda, tiap orang yang melanggar akan dikenakan hukuman tambor, yakni diarak keliling Pulau dengan diiringi oleh tabuhan drum sambil mengaku dan meminta maaf dengan menggunakan bahasa asli Miangas. Hukuman ini berlaku untuk semua orang. Adat di Miangas sangat dipegang teguh dan tidak memandang bulu, siapapun yang bersalah harus dihukum sesuai ketentuan dan adat yang berlaku. Di bulan MeiJuni, air laut yang mulai surut dan Bulan Purnama menjadi penanda bahwa masa eha sudah berakhir. Dilakukan acara memotong tali hutan yang diadakan tiga hari sebelum ritual acara manami digelar. Pada tali itulah janur (daun kelapa muda) dililitkan sampai membentuk ekor ikan yang disebut sammy dalam bahasa setempat. Selain itu, yang harus disiapkan adalah saringan dan jaring yang berbentuk segi empat yang terbuat dari janur. Jaring yang terbuat dari janur tersebut digunakan untuk menjebak ikan.

Di Miangas penangkapan ikan dilakukan oleh masyarakat yang dibagi kedalam empat kelompok kerja. Masing-masing dua kelompok kerja akan bersama-sama membuat janur yang nantinya akan digunakan untuk menangkap ikan. Dua kelompok, membuat janur yang akan digunakan di Pantai Liwua, dan dua lainnya digunakan di Pantai Wolo. Panjang janur yang dibuat bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meter. Seluruh warga yang ada di Pulau Miangas harus ada di lokasi upacara Manami pada saat upacara manami berlangsung, baik orang tua, dewasa, anak-anak, bahkan pendatang sekalipun. Sejak pukul 08.00 WITA, seluruh warga sudah berkumpul di Pantai Wolo. Seluruh warga memegang janur yang sebelumnya telah dibuat. Setelah menunggu air surut, semua laki-laki (kecuali anak-anak) sudah turun ke laut. Ketika air laut kira-kira sudah sampai di leher, seluruh suku yang dibagi kedalam empat kelompok kerja akan turun untuk menangkap ikan secara bersamaan setelah mendapati kode. Kedua kelompok yang ada di pantai ini akan turun secara bersamaan setelah mendapati kode. Biasanya dengan senjata. Yang memberi kode adalah Tentara biasanya. Nah kalo ada bunyi tembakan langsung turun serentak, Ungkap Papa Kamurahan salah seorang warga Miangas. Setelah semua ikan telah terkumpul, biasanya yang diberi kesempatan pertama melepaskan tombak pertama ke arah ikan yang tertampung adalah pejabat. Sementara alat yang biasa digunakan untuk menombak adalah jubih (panah laut). Nah, Ikan hasil tangkapan itu kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh warga. Namun satu yang tidak boleh dilakukan pasca Manami ini adalah menjual ikan hasil tangkapan pada saat Manami. Hal ini merupakan aturan adat yang ada. Melanggar berarti kena hukuman. Upacara adat manami adalah pesta bersama sebagai wujud rasa syukur atas kebaikan alam untuk segala sajiannya. Melalui upacara manami, maka seluruh masyarakat bisa kembali berkumpul bersama-sama dan memupuk kembali kesadaran kolektif bahwa kebersamaan, saling bantu, bekerja sama, senantiasa harus dihadirkan. Bekerja sama, saling bantu membantu untuk mencapai satu tujuan. Sederhana memang, menikmati hasil alam secara bersama, memanen ikan. Namun tidak jarang di muka bumi ini, kita tidak perlu hal-hal rumit untuk kembali merayakan kebersamaan. Ya, Banyak nilai yang bisa dipetik dari upacara manami ini. Salah satunya adalah kegotong royongan yang hari ini nyaris menjadi dongeng sebelum tidur di Negeri ini.

39

Technoside

Teks oleh Siti Rafika

iOS vs android
P
ersaingan sistem operasi iOS besutan Apple dengan Android milik Google selalu memberikan kesan tersendiri. Mulai dari perang paten sampai perang produk, banyak kisah yang sebenarnya merupakan persaingan dua platform yang kini tercatat paling banyak digunakan. Yang membuat persaingan antar kedua teknologi ini menjadi menarik bukan hanya fiturfitur yang ditawarkannya saja. Persaingan antar kedua Operating System (OS) ini mengingatkan kita kembali pada persaingan antara OS Mac dan Windows pada awal tahun 90an lalu. Dalam hal ini, OS yang diproduksi oleh satu perusahaan saja dan bersifat tertutup (iPhone), sementara sistem yang lain dapat dipakai pada berbagai macam handphone buatan perusahaan manapun (Android). Kala itu Apple membanggakan sistem operasi Macintosh yang dibuatnya, sistem operasi ini menawarkan penggunaan Mouse dan GUI (Graphical User Interface) seperti yang kita gunakan saat ini jauh sebelum Windows memperkenalkannya. Pada saat Apple mengenalkan GUI dalam Macintosh, Microsoft masih berkutat dengan sistem operasi DOS. Lalu Microsoft mengeluarkan sistem operasi Windows yang menawarkan GUI. Hal ini kemudian menjadi perdebatan antara Apple dan Microsoft karena Apple mengklaim bahwa merekalah yang menciptakan GUI, dan menuding Microsoft meniru mereka. Namun pada akhirnya memang penjualan Windows jauh mengalahkan penjualan dari Macintosh. Hal ini bukan semata karena sistem operasi Macintosh kalah dibandingkan dengan Windows saja, tapi strategi pemasaran yang keliru serta terbukanya sistem Windows yang membuat menang. Kala itu hingga hari ini, Macintosh hanya diproduksi oleh Apple saja. Sedangkan Windows, hampir semua komputer rakitan bisa menjalankan Windows. Hal ini menyebabkan harga jual Windows yang lebih murah dan lebih menarik bagi kebanyakan orang. KEMBALI KE TAHUN 2010. Saat ini terkecuali di Indonesia, penjualan iPhone dan Android mengalami peningkatan yang pesat dan terjadi persaingan yang ketat antara keduanya. BlackBerry pun kewalahan menghadapi peningkatan penjualan kedua sistem ini. Pada beberapa waktu yang lalu, di Amerika Serikat, BlackBerry memangkas harga jual BlackBerry Torch jauh dibawah harga awalnya karena kalah bersaing dengan iPhone 4. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah siapa pemenangnya? Memang kalau dilihat pangsa pasar pada saat ini, penjualan iPhone masih sedikit di atas Android, tapi perkembangan Android yang sangat pesat memungkinkan sistem operasi berlogo robot hijau ini untuk menyalip penjualan iPhone. Memang agak kurang adil membandingkan penjualan Android dan iPhone, karena dilihat dari variasi handphone yang ditawarkan Android menawarkan lebih dari 30 macam variasi model handphone dari berbagai pabrikan (Samsung, Motorola, HTC, bahkan Nexian). Sedangkan iPhone hanya menawarkan 2 macam tipe saja saat ini (iPhone 3Gs dan iPhone 4). Namun bagaimanapun salah satu ukuran kesuksesan adalah tingkat penjualan. Apple tentu sudah belajar banyak dari kesalahan dan kekalahan mereka dari persaingan Mac dan Windows. Tetapi hingga saat ini belum ada langkah dari Apple untuk memperluas pembuatan iPhone seperti halnya Android. Saat ini strategi yang dilakukan oleh Apple adalah dengan memperluas penggunaan iOS pada iPad, sebuah tablet PC yang dioperasikan dengan touch screen sepenuhnya. Namun hal ini lagi-lagi juga diikuti oleh Android yang mulai memperkenalkan beberapa tablet andalannya. Belum lagi dalam setahun ke depan, persaingan Apple dengan iOS-nya dan Google dengan Android-nya nampaknya akan semakin memanas. Untuk melibas Apple, Google akan menggenjot kehadiran 1 miliar smartphone dan tablet berbasis Android. Dengan berbagai produk yang didukung oleh Android dan berbagai tingkatan harga yang ditawarkan, membuat para konsumen cenderung lebih memilih Android. Baik Android maupun iOS keduanya masih akan tetap melakukan persaingan ketat. Secara umum, Android akan terus berkembang mengingat usianya yang relatif baru namun jangkuan pemasarannya sudah sangat luas. Akan tetapi, bagi para penggila belanja aplikasi berbayar akan tetap menjadi sasaran marketing iOS.

40

41

Komunitas

Teks oleh Raeza Syafitri dan Shella Shalsabillah

Parlemen muda indonesia


Ceritakan, maka aku lupa. Tunjukkan, mungkin aku akan ingat. Libatkan, maka aku pasti mengerti Anonim-

turut andil untuk mengerti

egenerasi menjadi sebuah keniscayaan dalam sebuah negara. Regenerasi merupakan langkah paling penting dalam proses pembangunan nasional. Layaknya sebuah organisasi, regenerasi adalah nafas. Masa depan sebuah negara bergantung pada kesuksesan proses regenerasi yang akhirnya akan bermuara pada lahir dan tumbuhnya bibit-bibit pemimpin masa depan, pemuda. Memulai meneropong masa depan adalah pekerjaan yang harus dilakukan hari ini. Agar regenerasi tidak sekedar memperbanyak maka hal ini membutuhkan peningkatan partisipasi para pemuda dalam kegiatan politik sejak hari ini demi keberlangsungan bangsa yang jauh lebih cerah di masa depan. Disadari bahwa partisipasi aktif dalam isu-isu penting akan meningkatkan kesadaran politik para pemuda. Hal ini secara sadar menjadi batu loncatan untuk mempersiapkan pemuda dengan segenap kemampuan dalam mengembangkan dunia dan jiwa kepemimpinan yang lebih baik. Partisipasi aktif juga akan melengkapi kematangan para pemuda dalam partisipasi kegiatan politik melalui pengalaman dalam membuat kebijakan. Hal ini tentunya menjadi kualitas penting bagi pemimpin masa depan. Namun sayangnya, sebagai salah satu negara yang ber-

pedoman pada asas-asas demokrasi terbesar di dunia, angka golongan putih (golput) di kalangan pemilih muda masih terbilang tinggi. Lembaga Survey Indonesia memprediksikan akan ada sebanyak 50% pemilih muda yang memilih untuk golput pada Pemilu 2014 nantinya. Hal inilah tentunya yang harus disikapi secara serius di atas tanah Indonesia ini. Berdasar pada masalah yang jelas, Indonesian Future Leaders (IFL) pun tergerak untuk mengomandoi Parlemen Muda Indonesia. Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam pemberdayaan pemuda dalam tiga pilar aksi yaitu (1) Pengembangan Kapasitas Pemuda; (2) Kegiatan Layanan Masyarakat; (3) Advokasi isu yang berkaitan dengan pemuda menganggap bahwa Parlemen Muda Indonesia bukan sekedar kegiatan simulasi atau seminar, tetapi ajakan bagi generasi penerus untuk melihat apa yang bisa dibenahi dalam politik domestik di negeri ini. Potret politik bersih hari ini masih lebih difokuskan pada individunya. Nah, di Parlemen Muda kita lebih menumbuhkan kepedulian yang tidak berdasar tokoh. Karena kami sadar bahwa jika fokus kita hanya ke tokohnya, maka ketika tokohnya hilang, politik jadi sesuatu yang sudah tidak punya daya tarik lagi. Karena sesuatu yang menarik di dalamnya sudah tidak ada lagi. Jadi Parlemen Muda lebih menekankan pada pemahaman bahwa politik itu memang penting oleh karenanya kamu harus terlibat dan lebih peduli terhadapnya, Ungkap Andhyta Firselly Utami selaku Ketua Pelaksana Parlemen Muda tahun ini. Memasuki tahun kedua, Parlemen Muda Indonesia berambisi untuk mengajak serta menggaungkan semangat pemuda Indonesia untuk menjadi lebih peka terhadap, paham tentang dan percaya dalam parlemen sebagai salah satu pilar sistem politik dalam negeri. Tidak hanya itu, Parlemen Muda pun menaruh harapan besar atas semangat pemuda Indonesia untuk lebih berpartisipasi aktif dalam demokrasi serta proses pembangunan nasional secara

42

keseluruhan. Ketua Pelaksana Parlemen Muda yang lebih akrab disapa Afu ini menjelaskan bahwa perhelatan Parlemen Muda di tahun pertama berbeda dengan pelaksanaannya di tahun kedua. Di tahun pertama, tujuan Parlemen Muda lebih menekankan pada pemberdayaan anak muda dan mendengar aspirasinya. Sedangkan di tahun kedua ini, Parlemen Muda ini lebih menekankan pada edukasi politik. Hal ini menjadi salah satu alasan dalam setiap roadshownya dan di berbagai rangkaian acaranya selalu terselip pesan kalau anak muda harus lebih terlibat dan peduli dengan politik hari ini. 34 Anggota Parlemen Muda yang mewakili setiap Provinsi di Indonesia akan mengikuti rangkaian kegiatan seperti pembangunan kapasitas, konsultasi regional, dan diskusi multiarah menuju Majelis Pemuda Umum yang berlangsung akhir Januari 2014. Anggota Parlemen Muda merupakan komponen sangat penting yang nantinya akan melanjutkan komitmen inisiatif yang dicanangkan di Jakarta kembali ke Provinsi yang diwakilinya. Adapun masa bakti untuk satu angkatan Parlemen Muda adalah satu tahun. Yaitu hingga, anggota Parlemen Muda ber-

ikutnya bergabung. Diawal masa bakti, Parlemen Muda harus membuat Action Plan Project selama satu tahun kedepan mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Dengan bergabung di Parlemen Muda Indonesia maka setiap anggotanya mendapat kesempatan untuk mewakili aspirasi anak daerahnya dalam pengambilan kebijakan, berkesempatan mewakili Indonesia dalam konferensi Internasional, berkesempatan mengambil andil dalam pembangunan kapasitas dan pengembangan diri di bidang kepemimpinan, bertemu berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional, diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti Majelis Umum Pemuda, dan tentunya membangun jaringan se-Indonesia. Hari ini semakin banyak orang yang mau terlibat. Hanya saja, mereka yang terlibat pada dasarnya, memang telah memiliki kapasitas yang lebih. Cuma mereka masih memilih cara-cara yang non politik. Jadi seperti bikin gerakan, kegiatan yang diluar aktivitas perpolitikan. Nah harapannya kalau misalnya orangorang yang punya inisiatif-inisiatif bagus ini bisa melakukan perubahan melalui jalur politik seharusnya perubahan yang dicapai bisa lebih besar, tutup Afu yang juga merupakan Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia ini.

43

Foto Essai

Karena Fisik, bukan Penghalang! Suasana pukul tujuh di hari senin hingga sabtu selalu sama untuk para siswa maupun siswi. Tidak terkecuali para siswasiswi yang mengeyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB), di bawah naungan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Makassar. Dari luar semua nampak biasa, tidak ada yang berbeda. Beberapa orang anak bersenda gurau di halaman sekolah. Senyum dan gelak tawa terlepas bebas, tanpa beban. Satu per satu murid sekolah itu berdatangan. Semua datang dengan perempuan atau bahkan dengan laki-laki paruh baya yang menggendongnya turun dari kendaraan hingga ruangan kelas, atau hanya sekedar menjadikan pundaknya sebagai penopang tubuh yang tidak begitu mampu untuk berdiri tegap apalagi berjalan tanpa bantuan. Semakin ke dalam, mulai nampak berbeda. Hanya langkah, dari sepasang kaki yang tidak memiliki panjang yang sama. Hanya tubuh yang tersandar di kursi roda. Hanya raut muka dengan penampakan yang sama. Hanya teriakan-teriakan yang terucap tidak begitu jelas dari pita suara yang tak berfungsi sebagaimana mestinya. Hanya mata yang menatap kosong. Inilah yang membuat mereka berbeda dengan siswa-siswa lain. Sekolah Luar Biasa yang berdiri sejak tahun 1973 ini, memang diperuntukkan untuk penderita Tunadaksa, Tunagrahita dan Tunarungu. Berdasarkan data yang telah diperbaharui untuk tahun 2011-2012, terdapat 72 orang siswa berkebutuhan khusus.

Dont judge a book, by its cover. Fisik tidak pernah menjadi hambatan untuk melakukan sesuatu. Deretan piala menjadi rekam jejak yang nyata bahwa mereka tidak tinggal diam. Tunawicara, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunarungu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Namun mereka masih bisa belajar, bermain hingga tertawa bersama. Bercakap dengan cara yang berbeda tidak menjadi penghalang. Mereka tetap bisa saling mengerti, memahami, dan peduli. Hal yang mulai jarang menjumpai kita melalui orang-orang yang fisiknya katanya normal. Bahkan mungkin, kita telah masuk dalam kealpaan itu.

PHOTOGRAPHER

Ayu Adriyani
Taken by DSLR, CANON 60D

SAMSARA
a Documentary Film by Ron Fricke

Resensi Film

Semua makluk tentunya ingin bahagia, tanpa terkecuali. Entah itu, kebahagiaan batiniah ataupun lahiriah. Banyak diantara kita yang demi mengejar kebahagian itu, rela melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya. Namun tidak pernah peduli dan bersyukur atas kebahagiaan yang telah capai, layakya dalam ajaran Samsara. Samsara adalah ajaran Budha yang mempercayai bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan.

amsara atau roda kehidupan adalah kehidupan yang terus terjadi tanpa dapat dikendalikan akibat karma. Karma ini dapat terjadi karena tiga hal, yakni; ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Kata Samsara sendiri mempunyai makna perputaran hidup yang terjadi berulang kali mulai dari kelahiran, penuaan, kematian hingga kelahiran kembali. Seperti digambarkan dalam sebuah film berjudul sama, Samsara. Film yang dirilis pada agustus 2012 ini merupakan film dokumenter non-naratif dengan mengangkat cerita tentang roda kehidupan yang dijalani manusia. Proses pembuatan film ini sendiri dilakukan di 25 negara dan butuh waktu 4 tahun untuk proses pembuatanya. Menggabungkan adegan kehancuran dan kelahiran kembali dan menggambarkan bagaimana cara manusia berkerja sebagai individu atau sebagai

kolektif dalam siklus eksistensinya. Lewat Samsara kita akan diajak melihat berbagai macam hal mulai dari gambar-gambar indah dari alam di seluruh dunia, lokasi-lokasi kuno dan bersejarah, sampai kehidupan modern di gedung-gedung bertingkat, pabrik makanan, restoran cepat saji dan masih banyak lagi. Samsara bukan hanya menyajikan gambar-gambar yang indah, pun menimbulkan kedalaman makna. Tema film ini diangkat dengan berbagai macam sudut pandang, tidak hanya menyoroti kebesaran alam, namun berpusat pada kehidupan manusia yang menggerakkan dunia. Pada bagian awal, Samsara dibuka dengan adegan para biksu yang sedang membuat lukisan pasir tentang roda kehidupan. Sebuah lukisan eksotik yang menggambarkan bagaimana manusia ter-

perangkap dalam siklus kematian. Di adegan-adegan selanjutnya, kita akan disuguhi peradaban manusia dari berbagai tempat dan sejarah yang berbeda. Peradaban yang megah untuk ukuran di masanya, namun kemudian ditinggal, terbengkalai, dan uzur dimakan zaman. Sebuah penggambaran kegilaan manusia akan materi yang pada akhirnya akan mereka tinggalkan. Di adegan lain, film ini mengangkat kontras kehidupan tradisional bangsa primitif dengan kehidupan gemerlap dan modern di kota-kota besar. Sebuah perbandingan besar, kehidupan tradisional yang orang-orangnya saling bercengkerama satu sama lain, sedang kehidupan di kota berjalan dengan interkasi dengan orang sekitar yang sangat minim. Klimaks dari film ini ditunjukkan melalui adegan demi adegan yang menggambarkan perilaku manusia yang sangat

46

konsumtif. Mencari dan mengejar hal-hal yang bersifat materi, yang pada akhirnya akan menjadi sampah. Serta mendasarkan segala sesuatu pada hasrat dan nafsu. Ketamakan, kebencian, dan kebodohan adalah akar dari konsumerisme itu sendiri. Konsumerisme inilah yang kemudian membuat jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin semakin nyata dan semakin lebar. Samsara juga menggambarkan bagaimana ketamakan, kebencian, dan kebodohan itu kemudian mengakibatkan perang saudara yang tentunya merugikan. Film dokumenter ini menggambarkan bagaimana manusia modern semakin konsumtif. Hasrat dan nafsu akan materi yang berlimpah yang kemudian membuat manusia-manusia sekarang menjadi ketergantungan. Samsara memberikan kita pelajaran bagaimana memaknai dan menghargai kehidupan yang kita jalani. Karena pada akhirnya siapapun itu dan bagaimanapun kehidupan yang dijalani akan berujung pada kematian yang sama.

Directed by Ron Fricke Produced by Mark Magidson Written by Ron Fricke and Mark Magidson Release date(s) September 11, 2011 (Toronto International Film Festival), August 24, 2012 (United State) Running time 99 minutes

47

Resensi Buku

The Alchemist
a Book by Paulo Coelho
"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu. "Sebab dimana hatimu berada, di situlah hartamu berada."
antiag o adalah pemuda Andalusia yang b e kerja sebagai pengg e m b a la. Seperti gembala pada umumnya, dia berkelana ke berbagai tempat dengan domba-dombanya. Mencari makan dan minum atau mencari uang dengan menjual bulu dombanya. Suatu hari Santiago bermimpi mengenai seorang anak yang menyuruhnya mencari harta karun di Piramida-piramida Mesir. Awalnya Santiago berpikir itu hanyalah mimpi biasa, namun berulangnya mimpi tersebut membuat Santiago merasa ada kemungkinan. Dia pun memutuskan untuk pergi ke Tarifa untuk bertemu perempuan tua Gipsi yang bisa menafsirkan mimpi. Sesampainya di Tarifa, perempuan tua itu pun menafsirkan mimpinya. Santiago diminta untuk mengikuti mimpinya, pergi ke Mesir dan mencari harta karun. Tafsiran mimpi yang dianggap Santiago tidak berguna membuatnya tidak percaya dan kemudian pergi. Tiba-tiba Santiago bertemu dengan lelaki tua misterius yang bisa membaca pikirannya. Lelaki tua itu memperkenalkan dirinya sebagai Raja Salem yang bernama Melkisedek. Melkisedek berkata akan membantu Santiago mencari harta

karunnya jika ia memberikan sepersepuluh dari domba-dombanya. Melkisedek berkata agar Santiago memperhatikan dan mengikuti bahasa pertanda-pertanda. Ia juga memberikannya batu Urim dan Tumim, batu yang dapat digunakan untuk menafsirkan pertanda. Dalam perjalanan menuju Mesir, Santiago kehilangan semua uangnya. Ia pun memutuskan untuk kembali mengumpulkan uang dengan bekerja di toko kristal. Setelah hampir sebelas bulan bekerja dan mempunyai uang yang cukup banyak, rasa bimbang pun menghampirinya. Haruskah ia melanjutkan perjalanan atau kembali menggembalakan dombanya. Namun pada akhirnya Santiago memutuskan untuk kembali memulai perjalanan pencarian harta karunnya. Santiago bertemu dengan si orang Inggris dalam rombongan karavannya. Orang Inggris ini tengah mencari sang Alkemis yang tinggal di sebuah oasis yang menuju Piramid. Tibanya di Oasis, Santiago bertemu dan seketika jatuh cinta dengan gadis Arab bernama Fatima. Suatu hari Santiago melihat dua ekor burung elang saling menyerang. Menurutnya hal itu adalah pertanda bahwa akan ada pasukan yang datang ke Oasis. Ia pun memberitahukan hal tersebut kepada kepala suku. Setelah itu, Santiago bertemu dengan seorang penunggang kuda yang menggunakan pakaian hitam dengan wajah yang hampir sepenuh-

Author Original title Translator Country Language Genre Publisher Publication date Published in English Media type Pages ISBN OCLC Number Preceded by Followed by

: Paulo Coelho : O Alquimista : at least 56 languages : Brazil : Portuguese : Quest, Adventure, Drama, Fantasy : HarperTorch (Eng. trans) : 1988 : 1993 : Print (hardback, paperback and iTunes) : 163 pp (first English edi tion, hardcover) : ISBN 0-06-250217-4 (first English edition, hardcover) : 26857452 : The Pilgrimage (1987) : Brida (1990)
wikipedia

48

nya tertutupi oleh sapu tangan hitam. Ternyata, ia adalah sang Alkemis. Seperti yang telah diduga sebelumnya, esok harinya sebuah pasukan dengan lima ratus orang anggota mendatangi Oasis. Dengan seketika mereka semua tewas. Santiago pun mendapat hadiah batang emas dan diminta menjadi penasihat di Oasis. Lagi-lagi hal yang membuat Santiago resah dan ragu dengan tujuan awalnya untuk mencari harta karun. Santiago pun kembali bertemu dengan sang Alkemis. Sang Alkemis bertanya mengapa Santiago masih berada di Oasis. Ia juga mengulang perkataan si raja tua, Kalau seseorang sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, seisi jagat raya bahu-membahu membantu orang itu mewujudkan mimpinya. Dan akhirnya sang Alkemis juga berkata bahwa ia akan membimbing Santiago melintasi padang pasir. Bahaya kembali menghampiri Santiago dalam perjalanannya mencari harta karun. Dia dan sang Alkemis dibawa ke sebuah perkemahan militer karena disangka mata-mata. Santiago pun ditantang untuk merubah dirinya menjadi angin dalam tiga hari. Bila hal tersebut gagal, maka nyawa sang Alkemis dan Santiago adalah bayarannya. Seketika Santiago merasa ketakutan. Ia benar-benar tidak bisa merubah dirinya menjadi angin. Kalaupun harus belajar untuk itu, Santiago takut gagal. Sang Alkemis pun kemudian berkata padanya, Orang yang menjalani takdirnya tahu segala hal yang perlu diketahuinya. Hanya ada satu hal yang membuat orang tak bisa meraih impiannya: takut gagal. Hari ketiga pun tiba, waktunya Santiago merubah dirinya menjadi angin. Dengan berbicara melalui Bahasa Dunia, Santiago pun berhasil melaksanakan hal tersebut. Ia dan sang Alkemis pun dilepaskan. Pimpinan pasukan bahkan menyediakan pengawalan untuk mereka berdua. Setelah seharian melanjutkan perjalanan, sang Alkemis berkata bahwa Santiago akan melanjutkan perjalanannya seorang diri. Sebelum meninggalkannya, sang Alkemis memberikan sepotong emas untuk Santiago. Setelah beberapa jam melintasi padang pasir seorang diri, tibalah ia di Piramida Mesir. Melalui pertanda, ia pun mulai menggali sebuah bukit pasir. Namun setelah sepanjang malam menggali, Santiago tidak menemukan apa-apa. Tidak lama beberapa sosok yang merupakan pencuri mendekatinya. Mereka menggeledah tas Santiago dan kemudian mengambil emasnya.

JIKA KAU MENGINGIN-

KAN SESUATU DENGAN SE-

PENUH HATIMU, ALAM RAYA AKAN MEMBANTUMU MENDAPATKANNYA"

Sebelum pergi, salah satu pencuri menceritakan mimpinya pada Santiago. Mimpi mengenai harta karun yang terpendam di puing-puing sakristi sebuah gereja yang terbengkalai di Spanyol. Santiago tertawa. Tertawa karena dia sudah tahu dimana harta karunnya berada. Maka kembalilah Santiago ke Andalusia, ke sebuah gereja dimana dia mendapatkan mimpi mengenai harta karun. Ia menggali di bawah pohon sycamore, tempat dimana dia biasa tidur. Setelah setengah jam menggali, ia menemukan peti. Dan itulah, harta karun yang dimimpikan Santiago. Terbit pertama kali di tahun 1988 dengan bahasa Portugis, kini Sang Alkemis telah diterjemahkan ke dalam 59 bahasa yang berbeda (The New York Times). Paulo Coelho hanya butuh waktu dua minggu untuk menuliskan buku yang merupakan international bestseller ini. Buku ini memberikan inspirasi bagi banyak orang. Melalui kisahnya yang sederhana buku ini memberitahukan kita bahwa segala sesuatunya adalah mungkin selama kita benarbenar ingin hal itu terjadi. Menampilkan banyak semiotika dan bahasa metafor tidak membuat buku ini lantas masuk kategori buku berat. Paulo Coelho membuatnya menjadi sederhana melalui alur ceritanya. Membacanya membuat kita merasa berada di dekat Santiago dan merasakan apa yang dia rasakan. Sang Alkemis juga menjadi menarik dan layak dibaca karena kita semua memiliki kesamaan dengan si tokoh utama, Santiago. Kita semua memiliki mimpi. Sama dengan Santiago, kita mungkin pernah merasa ragu, bimbang antara melanjutkan atau menyerah, bahkan menjauhi mimpi kita karena satu hal: takut. Mulai dari takut gagal, takut dengan berbagai batu yang menghalangi, hingga ketakutan lain yang tidak beralasan. Santiago juga mengajarkan kita untuk ingat satu hal, yang penting bukanlah harta karunnya, tapi bagaimana perjalanan dalam mencapai harta karun itu. Sukses adalah dapat menikmati sebuah proses, bukan hasil akhir.

49

Ilustrasi oleh Bachry Ilman

50

Cerita Pendek

KITA DAN HUJAN SIANG ITU


Story by Nurul Fadilah S

tasiun Cirebon, pagi itu. Seorang pemuda sedang duduk bersandar pada sebuah kursi panjang. Kursi yang sedari tadi tidak pernah berhenti sibuk. Sibuk menyiapkan badan terbaiknya untuk diduduki oleh orang-orang yang silih berganti. Masih dengan memakai kaos oblong, dia duduk tenang sembari masih berusaha membuka matanya selebar mungkin. Dia sedang menunggu seseorang yang penting untuknya. Bertahun-tahun dia menantikan hari ini. Dia akhirnya memutuskan untuk datang lebih awal. Jam tua pada stasiun sudah menunjukkan pukul 09.00. Dia sudah duduk 2 jam. Kereta yang diharapkannya datang secepat mungkin juga belum muncul. Entah setelah tarikan nafas yang keberapa, kereta tersebut datang juga. Lelaki itu segera berdiri. Merapikan rambut dan pakaiannya yang sejak tadi sudah kusut. Dia kemudian berlari menuju pintu kereta. Turunlah beberapa penumpang, dengan membawa tas mereka masingmasing. Tak beberapa lama kemudian, wanita yang dia cari keluar. Dia segera menyapanya. Bersalaman, berkenalan, tertawa kecil. Orang-orang mulai menatap lelaki itu dengan curiga. Mungkin sedikit heran. Kemudian mereka berdua akhirnya berlalu. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00. Cirebon sedang mendung. Awan-awannya berkerumun membentuk barisan abu-abu. Kemudian sepakat menurunkan butiran air siang itu. Lelaki dan wanita tadi saat ini sedang duduk di sebuah kedai kopi tua. Tua? Iya, setidaknya itu yang terlihat ketika memasuki kedai tersebut. Hanya ada sebuah jendela kaca putih bersih yang terlihat mewah disana. Mereka kemudian memilih duduk di dekat jendela kaca tadi. Lima menit berlalu. Saat ini mereka sedang menatap. Menunggu pesanan. Tak lama, lelaki tersebut memulai pembicaraan. Basa-basi. Wanita ini diam. Dia tetap asik memainkan ujung kerudung merah jambunya. Lelaki

tersebut juga akhirnya memilih ikut diam. Tak beberapa lama, pesanan tiba. 10 menit berlalu. Tak ada yang saling memulai pembicaraan lagi. Terdiam. Keadaan kembali sunyi. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Entah apa. Setelah beberapa menit berlalu, wanita itu membuka pembicaraan. Aku tau hari ini pasti datang juga. Bagaimana denganmu? Lelaki tersebut kemudian tersenyum lalu berkata Aku juga seperti seperti itu. Tepat seperti yang direncanakan. Sekarang, kau percaya Tuhan Maha Pengatur segalanya bukan? Wanita itu tertunduk. Diam. Sunyi menyergap lagi. Kali ini tiba-tiba sekali. Setelah merasa puas menyelami pikirannya, wanita itu kembali berkata Tentu, aku percaya. Dan karena tuntunan dari firasatku jugalah aku akhirnya bertemu denganmu. Untuk pertama kalinya. Menatapmu dalam diam. Melihatmu dari dekat. Lekat sekali. Kau tau, ada beberapa hal yang tidak bisa ku jelaskan saat ini. Beberapa hal yang akhirnya mempertemukan kita disini. Di tempat ini. Di kotamu. Ada banyak hal yang tidak pernah kau sadari dari dulu. Sampai saat ini. Kau tau itu? Lelaki tersebut kemudian berkata, Apa maksudmu? Kau mau berkata kalau yang orangorang bicarakan tersebut adalah benar? Kau mau buat aku semakin gila? Nadanya mulai meninggi. Wanita tersebut hanya tersenyum. Menatap keluar jendela. Pembicaraan mereka usai tanpa ada jawaban. Seperti pembicaraan-pembicaraan lain di luar sana. Orang-orang di samping meja lelaki tersebut menatap terheran-heran. Lalu saling berbisik. Ada sesuatu yang salah dari perbincangan mereka. Namun, lelaki dan wanita itu hanya diam. Saling menikmati kopi masing-masing. Sementara hujan di luar semakin deras. Wanita tersebut semakin malas pulang. Makamnya pasti becek lagi.

51

Puisi

Biar Waktu yang Menjawab


detak jam terdengar begitu kerasnya gelisah hati yang sudah mau mati terik mentari pagi ini bagai api yang takkan bisa ku padamkan lelah, langkah yang gemulai telah berubah jadi lunglai sedih jiwa yang kosong semakin menghilang pedih aku tak mampu hidup seperti ini bagai anak ayam yang sedang diintai raja elang berlari aku sudah tak sanggup lagi aku tak mau menghidari semua ini bairkan ku lawan walaupun nantinya akan kalah dan mungkin akan mati hidupku sudah hitam biarkanlah tetap seperti ini sampai nanti sampai aku mati dan bereakhir disini seperti ini....... (Muhammad Zulkarnain)

Bayang - Bayang Mengikuti


sebagai bayanganmu, aku berlindung dari hari. di sebelahmu saja, tak menjadi abadi. Ada di sana, namun tak diberi arti. segelanya telah kepadamu, berlari. dan hari selalu menatapmu dengan berani. aku tidak keberatan dengan ini. aku juga tidak pernah menantikan hari berganti. biarlah kau saja yang menghadapi. aku di sini, tanpa arti dan tidak juga berusaha memahami. aku hanya penggalan yang tidak begitu mereka kenal. gelap dan tak lelah mengikuti. dan kau punya segala untuk menjelaskan bagaimana kau ada. aku, bahkan tak tahu bahwa hal semacam itu patut dipikirkan. seperti yang kukatakan tadi, aku hanya mengikuti. aku juga tidak memiliki obsesi gila untuk terus mencari makna. bilang saja, memang begitu adanya. Itulah yang seharusnya. Mereka juga tak pernah terangkan bayang, kan?!

(Andi Nanda Ria Novidia)

52

Prosa

Malam; Rintik-Rintik Hujan Menjelang Berakhirnya


Hujan pertama di bulan november Sebias makna terbangun dari nalar Lapangan depan tempatku berdiam di FIS IV, sejak beberapa bulan terakhir pucat pasi tertutup debu juga rerumputan kering Kini melepaskan gairah yang terpendam lama Sejenak teringat kembali akan pesta-pora tahunan di musimmusim ini Kepenatan sepihak atau mungkin gerak altruiss dari makhluk musiman Sepenggalan kisah tentang laron-laron yang menggeliat keluar dari tanah-tanah basah Setelah lama terbuai dalam gelap Beratus-ratus entahkah ribuan, kepakan sayap penuh gairah penuhi udara Melesat ke segala arah, riuh tak bersuara Sudah lumrah mungkin Bagi mata-mata pasif penunggu gedung-gedung ini bahwasanya Ini melodrama tahunan ketika musim penghujan mengguyuri tanah Laron-laron datang, berpesta dan mati yang mungkin bertahan sampai seminggu Hingga semua meregang nyawa dan menyempurna sebagai materi Seakan hanya buih-buih transparan di siang hari, tidak diabaikan Namun ketika mega menjelaga Resah berjamur di segala penjuru oleh sayap sayap yang rapuh Mereka tadi 'tidak ada', hadir menyapa di setiap penjuru Aneh saja jikalau masih ada yang tidak mengacuhkan mereka Kalaupun masih ada mungkin sedang terbuai mimpi indah yang terlampau indah sehingga membutakan Si Kadang pun yang tak begitu peduli dengan yang lain (menurut mereka) merasa terusik Entah nafsu ataukah insting bertransformasi menjadi sayapsayap resah... ataukah keinginan dan dingin yang mengejar mereka hingga buyar larut mengudara Tapi satu yang pasti mereka yang tadinya tersebar berkumpul terbang menyatu dalam lingkaran di setiap sumber cahaya yang ada Koridor, lampu jalan dan hampir semua sumber cahaya yang tertangkap mata yang sepi melompong kini terhibur oleh tarian tarian jenaka mereka Tapi, bagi kita mungkin ini adalah gangguan kronis, mengganggu kesenangan Mengganggu ketentraman, ketenangan, kebersihan, lamunan, pemimpi tapi tetap saja ada sebagian kecil orang yang kurang kerjaan menikmati datangnya mereka, mencerapi dan mencoba menyerap cahaya dari para penikmat cahaya, pencari kehangatan. aneh... mungkin Segala cara kita coba untuk menyingkirkan geliat penerbang bersayap rapuh ini Mulai dari penepuk, meninju, memukul membabibuta; mengasapi dengan apapun sekuat tenaga; memadamkan lampu; sampai mengumpat kiri kanan Walhasil tak ada yang bisa menghentikan mereka berpesta dan berkencan semalaman suntuk Esok pagi, beratus hingga beribu sayap-sayap dan bangkai laron tergeletak kaku di sejauh hamparan tempat bergerumul mereka semalam Tapi sejauh ingatanku Invasi yang sekonyong-konyongnya fenomena alami ini berkurang jauh dari pesta ke pesta Entah sebagian mereka tidak begitu berkenan lagi datang ataukah laron-laron Menemukan tempat yang lebih damai untuk mengulang siklus suci mereka Ataukah pengaruh tanah-tanah yang dulunya lembut kini membujur kaku oleh beton-beton berduet maut dengan ubin-ubin yang bagi sebagian orang indah nan memesona mengahalangi jalan para pencinta untuk bermuara ataupun berziarah Di tempat pendahulunya memadu cinta Riak-riak air semakin tenang dikubangan Langit perlahan menghentikan percintaannya dengan bumi Aroma tanahpun bermekaran Sembari gusar dalam hati, menunggu datangnya petang Apakah malam ini para pencinta berziarah kembali di bawah cahaya? Ataukah tidak akan pernah lagi bersua?

Koridor FIS IV Lt.2, Awal November 2013 (Bachry Ilman)

53

Anda mungkin juga menyukai